Friendship With(out) Love part 8
hay saya hadir lagi. smoga bisa menghibur malem minggunya yaa..
jangan pelit ngasih komen dan bintang kecil ya buat semangat saya :)
love. vy.
------------------------------------------
Kondisi mama berangsur pulih, meskipun begitu dokter berpesan agar mama tidak boleh banyak pikiran dan kelelahan. Beberapa kali aku mengobrol dengan mama dan masih saja mengungkit soal tema pernikahan yang membuat aku hampir gila. Seperti yang terjadi kemarin siang.
"Ceritain ke mama dong gwen, pria seperti apa sih idamanmu? Biar mama bantu cariin.."
Mama sedang menikmati makan siangnya, sementara aku sedang bosan duduk di sofa rumah sakit sambil mengganti-ganti channel tv.
"Ma, Gwen bisa kok cari sendiri. Tapi kan belum waktunya mam. Gwen sebenernya masih pengen seneng-seneng, masih menikmati hidup sendiri."
Tiba-tiba mama menghentikan kegiatan makannya dan memandangku dengan mata berkaca-kaca.
"Gwen, mama cuma minta kamu cari pria yang baik, yang sayang sama kamu. terus menikah deh. Apa susahnya sih?"
Aku menarik nafas berat. Hatiku ingin sekali mendebat mama, dan berkata jaman sekarang itu susahnya setengah mati nyari calon suami. Namun mengingat kesehatan mama, akhirnya aku mendekat dan memeluknya.
"Iya ma, nanti Gwen cari calon suami ya. Udah, mama nggak usah mikirin macem-macem. Sekarang makan lagi ya, Gwen suapin?"
Mama tersenyum dan menghapus air matanya kemudian melanjutkan suapan di mulutnya.
Ya ampun mama..kenapa jadi kayak anak kecil gini..
***
Setelah seminggu lebih mama di opname di rumah sakit, akhirnya papa bisa datang juga. kesibukan papa akhir-akhir ini membuatnya sering jauh dari aku dan mama. Dan sekarang ketika bertemu, papa dan mama tak ubahnya seperti pasangan ABG, lengket terus dan saling memeluk.
"Kamu mau pergi jam berapa Gwen?"
tanya papa.
"Sebentar lagi pa, Abi sedang di jalan.."
Besok Fiona menikah, jadi hari ini Abi dan aku akan berangkat ke puncak. Agak berat meninggalkan mama yang masih terbaring di rumah sakit. Tapi tadi dokter bilang, mungkin besok mama sudah bisa pulang lagipula ada papa juga yang akan standby 24 jam untuk menemani mama.
Tak berapa lama, pintu kamar perawatan mama terbuka, dan Abi muncul dengan senyuman jutaan megawattnya, dia memakai jeans hitam, dan sweater abu-abu. Wajahnya segar sehabis mandi. Aku sampai menelan ludah melihatnya. Tidak seharusnya ada manusia setampan itu. Dia bisa membuat wanita manapun melepas celana dalamnya secara sukarela.
Pikiran itu membuatku menoyor kepalaku sendiri dan sukses membuat rona merah di pipiku.
"Tante, Om..bagaimana kabarnya?"
Abi menyapa papa mama dan memeluk mereka.
"Baik, Abi. Rencananya besok mungkin tante sudah bisa pulang."
Ujar mamaku sambil tersenyum.
Dari dulu mama sering menggodaku soal Abi, mama tidak percaya ada persahabatan antara pria dan wanita yang murni tanpa cinta. padahal kan mungkin saja terjadi. meskipun sekarang aku juga meragukannya.
Abi berjalan mendekat padaku. Wangi bodywash dan cologne yang maskulin menguar dari tubuhnya, membuat beberapa otot di perutku menegang.
"Kita berangkat sekarang?"
"Ah..eh..iya tentu saja. Ayo!"
Gwen bodoh! Kenapa harus gagap begitu sih.
Aku dan Abi berpamitan pada papa mamaku. Dan segera berkendara menuju puncak.
"Jadi..kau akan mencari calon suami?"
Aku sedang minum air mineral dan spontan tersedak saat mendengar Abi bicara.
"Apa maksudmu?"
"Mamaku..kemarin menjenguk mama kamu. Dan biasalah mereka mengobrol. Mama bilang, Gwen akan cari suami dan menikah."
Bibirnya berkedut menahan tawa.
"Nggak lucu..!"
"Kok ngambek? Aku kan cuma tanya?"
"Ya kamu tahu sendiri, aku nggak punya pacar. Trus mama nangis-nangis minta aku married dengan alasan sepertinya umur mama nggak lama lagi.."
Ujarku lirih.
"Aku bantuin cari mau nggak?"
Nggak usah Bi!! Aku tu cuma mau kamu!
"Emm..paling gerald, atau Rio kan calon dari kamu.."
Dia tersenyum sambil menatap jalanan, "kamu itu cantik Gwenny, baik, cerdas. Tinggal tunjuk aja mau pria yang mana. Bodoh kalau mereka nolak.."
"Kalau yang aku mau nggak mau sama aku gimana?"
Dia menoleh dan memelankan laju mobilnya, "Beneran Gwen? Ada yg kamu suka?"
Aku mengangguk malu-malu.
"Hoo..aku nggak segan menggelitikimu sampai kamu ngaku siapa cowok itu!"
"Kau tidak akan berani Abi.."
Dia memelankan laju kendaraannya lagi dan menepi ke kiri.
"Eh kok berhenti? Kamu mau ke toilet?"
"Aku nggak suka di tantang Gwenny. Kamu tahu persis soal itu.."
Jantungku berdegup kencang. Sial!
Dia melepas seat belt dan mendekatkan tubuhnya, tiba-tiba tangannya menggelitiki pinggangku, di bawah tulang rusukku. Astaga! Dia tahu titik lemahku. Aku meronta-ronta kegelian sambil tertawa.
"Bi..bi..kumohon..stop it!"
"Hoo, sebutkan dulu siapa?"
Ujarnya datar tapi tangannya tidak berhenti menggelitiku.
Aku memegang tangannya dan kugenggam erat jari-jarinya sehingga dia berhenti melakukan hal bodoh padaku. Nafas kami memburu dan mata kami terkunci. Ada binar jenaka dari balik mata tajamnya. Sementara aku sudah seperti wanita yang baru saja di perkosa. Rambut dan bajuku acak-acakan.
Aku bersumpah, wajah abi mendekat dan semakin mendekat. Dia melakukannya perlahan seperti sedang meminta persetujuanku.
Lakukan abi! Cium aku sekarang!
Aku bisa merasakan nafasnya di wajahku, kemudian..
Tin! Tin! Tin!
Mobil belakang rupanya kesulitan lewat.
Astaga.. aku memutar bola mataku dan Abi terkekeh, dia mencium pipiku kemudian kembali menjalankan mobilnya.
***
Ini gila..benar-benar gila. Aku sedang mempertaruhkan kewarasan otakku. Aku ingin mencium Abi sahabatku. Aku pasti sudah gila!
Berapa kali aku menyebutkan kata gila?
Aku mondar mandir di salah satu kamar villa milik keluarga Fiona. Begitu sampai aku sudah tidak punya muka untuk mengajak Abi bicara, dan beruntunglah sahabatku itu mengerti. Dia memilih mengobrol dengan Jason, calon suami Fiona.
Ketukan pelan terdengar di pintu dan ketika pintu terbuka, aku langsung menghambur ke pelukan Fiona. Dia menatapku sambil mengangkat alisnya.
"What's going on, Gwen?"
"aku pasti udah gila Fi, otakku udah nggak waras."
"Ya tapi kenapa?"
Aku menggigit bibirku dan tiba-tiba merasa malu bicara dengan Fiona.
"Abi, Fi..aku masa pengen nyium Abi.."
Fiona ternganga, sedetik kemudian dia tertawa sambil memegangi perutnya.
"Eh ngeliat temen sengsara malah seneng.."
Aku mengerucutkan bibirku.
"kan tinggal cium aja, Abi nggak mungkin nolaklah.."
Fiona tertawa lagi.
"Udah sana keluar ah..bete jadinya.. malah ngeledekin mulu.."
Fiona masih tertawa namun mengalah keluar dari kamar setelah memelukku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro