Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Friendship With(out) Love part 4

Fiona memberondongku dengan sejumlah pertanyaan. Aku seperti sedang berada di ruang interogasi saja. Saat ini kami sedang duduk manis di coffe shop yang terletak di gedung perkantoranku. Suasana coffee shop ini sangat nyaman. Aku lebih memilih duduk disini daripada terkena macet di jalanan ibukota di jam-jam pulang kantor seperti ini.

Aku menyeruput capucinno setelah menjawab beberapa pertanyaan darinya. Rasanya enak. Bisa menyegarkan otakku yang kurasa belakangan ini sudah salah mengambil langkah, sering memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Entah mengapa aku tidak aneh dengan jawabanmu Gwen. Kau jelas jatuh cinta pada Abi. Selama ini kukira kau kebal dengan semua pesonanya, namun diam-diam kau malah menyimpan rasa padanya.", Fiona dengan gaya sok tahunya mengambil kesimpulan.

Aku menggelengkan kepala keras-keras padanya menyatakan ketidaksetujuanku. "Kurasa bukan begitu, mungkin aku hanya dalam fase butuh seseorang -kekasih tepatnya- untuk berbagi. Dan Abi selalu ada di posisi itu."

"Kalau begitu temukanlah seseorang, kau dan Abi kan tidak mungkin selamanya dekat seperti ini. Kelak Abi akan mempunyai pacar dan istri!!" Fiona terdengar bersemangat. Aku hanya bisa mengernyit melihatnya. Membayangkan Abi berdampingan dengan seorang wanita sangatlah mengerikan bagiku.

"Aku juga tahu itu masalahnya, tapi seseorang seperti apa? Aku bahkan tak punya kriteria pria yang akan kucari.."

"Dalam pikiranmu menginginkan pria seperti apa?"

Aku mengerutkan dahi, terbayang sosok Abi yang tampan, dengan sikap lucunya membuatku tersenyum lebar. Bagi pegawainya, Abi adalah sosok tegas saat bekerja. Namun dimataku dia adalah bocah laki-laki berumur 10 tahun yang punya 100 macam cara untuk menjahiliku.

"nah seperti apa?" si miss tidak sabaran itu sekali lagi bertanya padaku.

"..." aku menahan tawa.

Fiona hanya menggeleng-gelengkan kepala melihatku. Dia mengambil Frapucinnonya dan meminumnya sampai habis.

"nah aku rasa aku sudah cukup mendengar ceritamu, dan sudah mengambil kesimpulan. Kau. Jatuh. Cinta. Pada. Sahabatmu. Sendiri." Dia menekankan tiap kata padaku agar aku mengerti dan menyadarinya. "Jadi sekarang...katakan perasaanmu padanya selagi masih ada kesempatan dan sebelum dia di ambil wanita lain. Atau kalau seorang Gwen tidak cukup berani mengatakannya, maka dia bukanlah sahabat yang kukenal selama ini!"

Aku hampir terbahak-bahak mendengarnya. Apa Fiona sudah kehilangan kewarasannya?

Dia barusan menyuruhku mengatakan apa pada Abi?

Bahwa aku mencintainya? Sama saja bunuh diri. Abi pasti menganggapku gila.

Aku hanya mengangkat bahu padanya, memutuskan tidak menjawab apa-apa pada tantangannya.

Fiona tersenyum sambil berdiri dari kursinya, "aku harus pergi Gwen. Malam ini aku dan Jason harus menemui orang cathering untuk pernikahan kami."

"oke...semoga lancar semua urusan mengenai pernikahan kalian.." sahutku sambil tersenyum. Fiona mencium pipiku kemudian meninggalkan coffee shop sambil melambaikan tangan.

Aku memandang keluar jendela. Hujan mulai turun rintik-rintik. Beberapa orang mulai berlari mencari tempat berteduh. Sementara pikiranku terus berjalan. Kupejamkan mataku sesaat sambil menyandarkan kepalaku di sofa. Apa yang kurasakan terhadap Abi ini mengerikan. Perubahan perasaan ini sungguh membuatku takut. Bukankah lebih baik jika kau bertemu seseorang yang memang sedari awal kau tertarik padanya?

Sementara hubunganku dengan Abi begitu membingungkan. Kami dekat. Sangat dekat. Dia adalah pusat duniaku. Bahkan ketika dia melakukan perjalanan dinas, kami selalu berkomunikasi melalui skype. Selalu ada hal yang patut diceritakan dengannya. Selalu ada bahan cerita. Selalu bisa membuatku tertawa. Selalu bisa membuatku keluar dari bad day yang menyebalkan. Begitulah Abi..

Aku ingat jelas bagaimana kami pernah tidur bersama. Bukan tidur dalam tanda kutip. Ini benar-benar hanya tidur. Kejadiannya sekitar hampir setahun yang lalu.

Aku suka hujan. Tapi aku tidak suka petir. Aku selalu lari ke kamar mama dan bergelung di dekatnya jika terjadi hujan petir di malam hari. Tapi malam itu, mama dan papa sedang keluar kota. Nasibku yang tidak punya kakak atau adik membuatku bergelung sendirian di balik selimutku. Menangis sambil menutup kupingku, berkali-kali berdoa semoga Tuhan segera menghentikan suara petir itu. Aku tidak mendengar ada yang mengetuk pintu. Tiba-tiba saja selimutku terbuka karena ada yang menariknya.

Aku melihatnya berdiri disitu. Memakai celana piyama berwarna hitam dan tshirt putih sedang memandangku dengan wajah khawatir. Aku langsung melompat masuk kedalam pelukannya. Abi sedikit terkejut namun langsung memelukku erat. Dia tahu aku takut petir di malam hari. Abi menenangkanku dengan kata-kata "jangan takut..aku disini.", "Gwen, itu hanya petir" yang di ucapkan berulang kali. Aku kebas. Mati rasa saking takutnya. Dia sampai harus menggendongku kembali ke tempat tidur. Menyelimutiku. Dan tidur disampingku, menemaniku sampai pagi. Tangisanku sudah berhenti namun masih mengeluarkan isakan tertahan. Dia tidak berkata-kata lagi, hanya mengelus-elus punggungku sampai aku masuk ke alam mimpiku.

Nah..kejadian itu membuatku malu pada keesokan paginya. Melihat dia masih tertidur pada pagi harinya. Membuatku menyadari, tidak ada yang seindah dia. Kesempatan itu kugunakan untuk mengagumi wajahnya. Hidungnya yang mancung, alisnya yang tebal, rahangnya yang seperti di pahat, bibirnya...dan segala keindahannya.

Dia adalah paket sempurna bukan? Sekarang katakan padaku bagaimana bisa aku mencari sosok sempurna lainnya, jika di hadapanku berdiri seorang Abinaya..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: