Satu
"Woi! Bangun! Elah, udah jam berapa, nih?!" tanya gue dengan rusuh.
Padahal, baru pukul enam lebih sedikit. Bodo ah, gue kerjain aja ini anak.
"Berisikkk," katanya dengan suara khas orang bangun tidur. Pengin ngakak dengarnya.
"Bangun, nggak?! Kalau nggak, gue siram pak—"
"Oke! Oke! Gue bangun. Udah puas Nyonya yang TERHORMAT?" ucapnya jengkel.
"Puas. Banget," jawab gue sambil mengulum senyum kemenangan, lalu keluar dari kamarnya.
Sambil nunggu dia bersemadi di kamarnya, gue nonton kartun SpongeBob SquarePants sambil makan roti.
Hari ini gue udah siap jadi siswi kelas 11 SMA. Setelah gue bangun dan ngerapiin tempat tidur, gue tadi langsung mandi. Padahal, baru pukul setengah enam. Maklum, gue kan anak rajin. Pede banget ya, gue?
Oh iya, gue belum kenalin diri gue, ya? Oke, oke, gue kenalin diri gue. Nama gue Abel Asterella, gue tinggal di Jakarta. Gue sekolah di Season Sky High School. BTW, yang tadi gue bangunin itu namanya David, David Lucian.
Tadi, habis gue siap-siap, menguncir rambut gue jadi pony tail, juga bikin sarapan, gue langsung inspeksi ke kamarnya. Dan, feeling gue bener, dia masih ngebo di dalam selimut!
Kalian pasti bingung, kan, kenapa gue bisa keluar masuk
ke kamarnya tanpa izin? Gue itu udah sahabatan sama dia sejak umur 5 tahun. Makanya, bonyok gue sama dia setuju kalau kami tinggal di satu rumah kos yang sama. Lagi pula,bonyok gue sama dia juga udah saling kenal. David juga udah dipercaya sama keluarga gue buat ngejagain gue. Selain David, bonyok juga memercayakan kami berdua sama kakak sepupu gue. Yah, gimana-gimana gue sama David, kan, masih di bawah umur.
"Heh, lo malah enak-enakan di sini!" kata David membuyarkan lamunan gue.
"Bodo, lagian gue juga udah siap tuh," jawab gue cuek.
"Lo udah sarapan?" tanyanya lagi sambil duduk di samping gue.
"Udahlah! Ini gue lagi makan roti. Emang lo? Le to the let, lelet tahu, nggak?" sindir gue.
"Berisik ya lo," cibirnya seraya melepaskan ikatan rambut gue. Dih, gue kan udah iket rapi-rapi.
"Ih, rambut gue woi, berantakan kan!" rengek gue, tapi dia malah ketawa-ketawa kayak kunti doang. Apaan tuh!
"Cih, manja lo."
"Eh, udah siap belum? Udah jam berapa ini?" tanya gue yang mengalihkan pembicaraan.
"Udah jam setengah tujuh, berangkat yuk!" ajaknya yang tengah mengambil kunci mobilnya.
ABEL Sampai di sekolah, gue dan David langsung turun dari mobil. Lalu, kami berjalan menuju daftar nama.
"Dav, masa kita nggak sekelas, sih?!" keluh gue yang lagi lihatin daftar nama.
"Tahu nih, lo kan partner in crime gue," sahutnya dengan pura-pura sedih. Apaan tuh.
"Yeee ...," cibir gue, lalu menoyor kepalanya.
"Udah, lo masuk kelas dulu aja," kata David yang sekarang lagi natap gue.
Kok lo ganteng banget, sihhh?! Pantes aja orang-orang pada suka sama lo. Termasuk, gue. Udah, udah, lupain aja deh. Sekarang bukan jam galau gue.
"Oke, oke, gue masuk dulu ya," jawab gue.
"Sip, yang rajin belajarnya," ujar David yang lagi-lagi ngacak rambut gue.
Hobi baru, ya? Ngacak-acak rambut orang.
"Lo juga, jangan ngelamunin gue terus," canda gue dengan tingkat kepedean yang tinggi.
Tapi, dia malah menoyor kepala gue. Apa-apaan tuh! Nyari ribut nih orang. Akhirnya, setelah dia pergi ke kelasnya, gue pun memasuki kelas dan mendapati para siswi udah lihatin gue dengan tatapan "Sok-banget-sih-ini-cewek-deket-deket-David". Ya, emang gue sahabatnya. Masalah gitu buat lo?
"Lunetta! Gue duduk di sebelah lo, ya???" gue memohon.
"Duduk aja kali, nih bangkunya udah tersedia khusus buat lo," jawabnya santai.
Lunetta itu sahabat gue. Dia satu
satunya teman sekaligus sahabat cewek gue. Teman gue cuma dikit. Paling cuma teman satu klub basket, termasuk Lunetta. Lunetta nggak kayak cewek-cewek di kelas gue, mereka semua suka sama David. Suka sih nggak apa-apa ya, tapi mereka tuh bakal ngelakuin apa aja, yang penting mereka bisa dekat sama David. Semacam psycho gitu mereka.
Lunetta juga ikut klub basket kayak gue. Walaupun dia agak tomboi, penampilannya sama sekali nggak tomboi. Well, let's see. Kulitnya? Putih merona. Matanya? Besar kayak mata cewek di komik-komik Jepang. Hidungnya? Mancung. Bibirnya? Penuh, merah merekah. Rambutnya? Tergerai panjang berwarna cokelat alami dan sedikit bergelombang di bawah. Fashionable? Nggak usah ditanya. Modis banget. Blasteran? Nyokap Jakarta. Bokap Inggris. Duh, pokoknya dia perfect banget, deh.
Kebayang, kan, cakepnya dia? Apalagi kalau dibandingin gue. Jauh banget kayak Bumi sama Uranus. Kulit putih? Iya sih, putih.Cantik? Rata-ratalah. Masih bisa diajak selfie bareng. Kurus? Badan gue ini kurus kerempeng rata. Yang gue bingung orang-orang pada iri sama gue dan pada bilang,
"Ih! Badan lo bagus banget tahu, nggak? Nggak kurus nggak gendut, udah gitu putih, tinggi, cantik lagi!"
Bahkan, Lunetta juga ngomong gitu. Kaca mana kaca. Tinggi? Kata orang tinggi. Rambut panjang? Panjang sih, tapi gue selalu ikat, tiap hari. Banyak yang suka? Boro-boro dah. Fashionable? Please deh ya, walaupun gue cewek, high heels aja nggak punya. Mentok-mentok juga flat shoes. Warna rambut? Hmmm, dark red sih rambut gue. Bukan dicat. Mungkin dari lahir emang begini rambut gue. Tapi, bukan merah ngejreng. Merah sih, tapi gelap. Kalau nggak kena sinar matahari warnanya jadi kayak cokelat gelap. Kalau kena, kelihatan deh merahnya. Blasteran? Nope. Beda banget kan gue sama dia?
"Woi, ngelamun aja, Mbak," kata Lunetta yang membuat gue mengerjapkan mata.
"He, nggak kok," jawab gue cengengesan.
"Bo'ong banget lo. Emang lo mikirin apa, sih?"
Mikirin tentang diri gue yang terjebak di dalam kota bernama "Friend Zone". AAAAAA, GELI BANGET BAHASA GUE!
"Tuh, kan, sekarang lo malah ngegelengin kepala lo," kata Lunetta.
Masa sih? Gila, gue jadi ngelamun gini. Kesambet setan sukurin lo, Bel.
"Ya udah sih, gue kan lagi berfantasi di dunia khayalan," kata gue sambil memutar bola mata.
"Terserah, deh."
Akhirnya, Bu Lia, Guru Sejarah gue, masuk ke kelas. Astaga, belum apa-apa gue udah ngerasa ngantuk banget. Aura pendongengnya udah keluar, sih.
7KRING!!! KRING!!!
ABEL Huft, untungnya udah bel istirahat. Males banget tuh, udah pelajarannya Bu Lia yang ngebosenin, eh lanjut sama Pak Gilang yang galaknya setengah mati. Kayaknya hari pertamajadi anak kelas 11 SMA nggak begitu bagus. Lagi bad luck mungkin gue. Atau, mungkin Dewi Fortuna nggak berpihak sama gue? Lupakan.
Bel, gue udah di kantin. Cepet ke sini, nggak pakai lama!
Itu isi chat dari David, yang tanpa sadar membuat gue tersenyum pas baca.
Iye, iye sabar, elah. Gue membalasnya dengan cepat.
"Lun, mau ikut gue ke kantin nggak?" tanya gue.
"Enggak deh, gue mau nyalin catatan," tolaknya dengan halus.
"Rajin banget lo. Kalau gitu gue duluan, yak!" pamit gue dan dibalas dengan anggukan kepala.
ABEL
"Dav, bagi siomai lo, dong!"
"Gue dulu, apaan sih lo!"
"Gue, dih!"
"Saya duluan!"
"Nggak jelas banget lo!"
"Kalian bisa setop, nggak, sih? Berisik banget tahu, nggak? Cuma gara-gara siomai gue doang."
David sama teman-temannya berisik banget cuma gara-gara siomai yang harganya nggak sampai ceban (10 ribu). Ganteng-ganteng kok kampung, ya. Sumpah gue jahat banget. Gue udah ada di kantin beberapa menit yang lalu.
Pas masuk kantin, gue langsung lihat sekumpulan cowok kece. Ada empat orang. Siapa lagi kalau bukan David, Steven, Finn, dan Axel? Kalian pernah ngebayangin, nggak, duduk di antara cowok kece? Ditambah lagi, mereka itu idola sekolah.
Nah, itulah yang gue rasain. Bangga sih, abisnya nggak semua cewek bisa ada di posisi gue. Tapi, nggak enaknya ... gue cewek sendiri. Nggak enak banget tiap ada tatapan cewek-cewek lain yang aneh ngelihatin gue ....
Akan tetapi, udah telanjur duduk di sini, masa gue harus ngomong: "Eh, gue duluan, ya. Gue nggak enak duduk di sini, abisnya gue cewek sendiri." Nggak mungkin banget, kan?
"Dav, nanti gue ke rumah lo, ya, bosen di rumah," kata Steven.
"Itu bukan rumah gue, tapi kosan," koreksi David cepat.
"Ya, ya, terserah lo."
"Eh, gue juga ikut kalian ke rumah, eh, kosan David, dong! Masa gue nggak diajak?" gerutu Finn yang sengaja mengerucutkan bibirnya.
"Yaelah, kayak cewek banget tahu nggak lo!" sindir Steven dengan sinis.
Gue yang melihat percekcokan mereka cuma bisa ketawa nggak jelas.
"Heh, apa lagi lo ketawa-ketawa, Bel!" Seketika tawa gue berhenti. Apa-apaan nih Axel, nyolot banget.
"Suka-suka gue kali, masalah gitu buat lo?"
"Masalah, pakai banget!"
"Ya udah, pergi aja lo dari sini!" usir gue.
"Woi, woi. Udah kali, nggak usah sampai berantem," lerai David yang dari tadi makan siomai. Kayaknya dia emang siomay addict.
"Lagian dia duluan," kata gue dan Axel berbarengan sambil saling tunjuk.
"Ecie, sehati, cieeeeee," goda Finn, Steven, dan David.
Wah, mainnya keroyokan, nih. Tapi ..., gue jadi agak sedih, David ikut-ikutan "cie-cie-in" gue sama Axel. Berarti David ... nggak .... Ah, itu nggak bakal terjadi, Bel. Nggak mungkin banget.
David itu nggak peka banget. Gue sama Axel hanya mendengus sebal. Nggak.
"Oke, lupakan yang tadi. Jadi, siapa aja yang mau ke kos gue sama Abel?" tanya David yang menghentikan ocehan kami. Ah, dia bijak banget, ya. Ternyata, gue nggak salah suka orang.
"Gue!"
"Aku!"
"Saya!" Kata Steven. Lalu, dilanjutkan oleh Finn dan dilanjutkanlagi oleh Axel.
"Udah pada tahu alamatnya?" tanya David lagi.
"Aku sih no ya," jawab Finn.
"Aku juga no," sahut Axel dengan menggelengkan kepalanya.
"Aku no, deh!" ujar Steven. Ternyata. Mereka nge-fans sama Mas Anang. Ketahuan banget kalau mereka nonton Indonesian Idol. Gue juga nonton, sih.
"Ya udah, nanti lo ikutin mobil gue dari belakang aja," usul David.
"Siap, Bos!" jawab mereka serempak. Hening. Dan, seketika tawa kami langsung pecah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro