Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lima

ABEL
Yeyyy!!! Hari ini hari Sabtu. Akhirnya, gue bebas juga dari
yang namanya sekolah. Lagian, gue capek kalau sekolah terus.
Sekarang pukul berapa, sih? Oh, baru pukul delapanan. Gue
bingung sepagi ini mau ngapain aja. David juga kayaknya
belum bangun. Apa gue jalan-jalan di taman kompleks
aja kali, ya? Baru pukul delapan, berarti gue masih bisa menghirup udara segar. Oke, gue ganti baju dulu. Ya kali, gue
jalan-jalan masih pakai baju tidur. Gue memutuskan untuk
pakai polo shirt dan celana jins selutut. Habis keluar kamar,
gue langsung masuk ke kamar David buat bangunin dia.

"Dav, bangun dong!!!" kata gue.

"Apaan sih, gue masih mau tidur!" balas David yang masih di dalam balutan selimut.

"Bangun, temenin gue jalan-jalan!!!"

"Itu! Udah ada yang nemenin lo! Di belakang lo ...."

Refleks, gue nengok ke belakang. Apaan sih David! Nggak
ada orang juga. Ish. Nggak ada orang. Berarti ....

"DAVID, LO JANGAN NAKUTIN GUE, PLEASE!"

"Lagian lo rusuh banget, sih!" kata David dengan santai,
lalu ia akhirnya keluar dari selimutnya dan sekarang beresin
kamar. Gitu kek dari tadi.

"Cepetan temenin gueeeeee!!!"

"Udah dibilangin, di belakang lo udah ada yang nemenin
lo tiap hari, dih!"

"Udah dibilangin, gue maunya ditemenin sama lo aja.
Gue nggak mau sama yang nggak ada wujudnya, nggak jelas
banget sih!" ujar gue.

"Wah, Bel. Jangan gitu lo. Marah tuh 'dia'-nya. Mukanya
udah berubah jadi serem gitu lagi, Bel." Gue langsung nutup
mulut gue. Dalam hati, gue merutuki diri gue sendiri, kenapa
gue bisa ngomong kayak gitu.

"Dav, jangan gitu, lah. Sumpah, gue jadi takut, kan," kata
gue sambil merinding nggak jelas.

"Dav, kok rambut gue kayak ada yang narik-narik gitu,
sih?" tanya gue bingung.

"Awww!" Kali ini rambut gue yang dikucir pony tail ditarik
kenceng banget. Sakit banget.

"Hm. Sebenernya, 'dia' lagi narik-narik rambut lo. Dia
marah gara-gara lo ngomong gitu," jawab David dengan ragu.

"Dav, lo bilangin, dong. Jangan narik-narik rambut gue
lagi. Please. Maafin saya 'Mbah'. Saya nggak bermaksud
apa-apa, kok ...," gue memohon. Akhirnya, David pun
"berkomunikasi" dengan "dia" biar nggak narik-narik rambut
gue lagi.

"Masih berasa ada yang narik-narik, nggak?"

"Ngg, udah nggak ada, sih. MAKASIH, DAVIIIDDD!!! LO
EMANG SAHABAT GUE YANG PALINGBAIK!!!"

*****

ABEL


"Bel, lo jalan yang cepetan dikit kenapa?" Sekarang gue sama
David udah ada di taman kompleks. David dengan semangat
'45-nya berlari-lari kecil di sepanjang jalan. Sementara gue
cuma jalan biasa, itu pun gue nggak niat. Padahal, gue yang
ngajak dia.

"Duh, gue masih kepikiran yang tadi tahu, nggak,"
sungut gue ke David. Gila, serem banget, narik-narik rambut
gue gitu. Kalau "dia" berbuat yang lebih parah gimana?!

"Yaelah, Bel. Nggak usah dipikirin lagi. Lagian 'dia' juga
nggak ikutin lo lagi," kata David yang mencoba menenangkan
pikiran gue. Tapi, sekarang giliran jantung gue yang nggak
tenang. David merangkul pundak gue, Saudara-Saudara.

"Ya, tapi kan, serem. Gila. Ah, udahlah biarin aja, udah
lewat ini."

"Nah, gitu dong," kata David lalu mengacak-acak rambut
gue. "Oh iya, hari ini Axel, Finn, sama Steven mau nginep di
kos," lanjutnya.

"Ya udah, nginep aja. Tapi, mereka tidur di mana nanti?"
tanya gue bingung.

"Di kamar gue aja, kan kamar gue lumayan gede."

"Lumayan doang? Itu kamar lo gede banget. Hampir
sama kayak ruang tamu kos."

"Yaelah, tapi kosnya kan punya lo juga."

"Bokap gue, please."

"Bel, lo inget, nggak? Tempat ini?" tanya David yang
menunjuk rerumputan hijau di bawah pohon.

"Inget banget," jawab gue, dan seketika memori-memori
yang ada di otak gue berputar dengan lancarnya.

*****

Beberapa tahun yang lalu.....

"Dav, kamu kok kayak lagi ngumpetin sesuatu, sih?"
tanya Abel dalam versi kecil.

"Hah? Nggak kok," jawab David kecil yang sedang duduk
di rerumputan hijau dengan gugup.

"Kamu bo'ong, kan? Udah ngaku aja."

"Ng, sebenernya aku bikin ini buat kamu," ucap David
kecil yang sedang menunjukkan flower crown buatannya
sendiri, lalu memakaikannya di atas kepala sahabatnya.
Abel—yang kaget karena tindakan sahabatnya itu—hanya
bisa menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Aku bikin itu sendiri, sampai-sampai jari aku ada yang
berdarah, tapi nggak apa-apa kok, kan buat Abel, hehehe ...,"
tutur David dengan jujur. Rona di pipi Abel seketika pudar
dan tergantikan oleh mimik wajahnya yang ingin menitikkan
air mata.

"Loh? Kamu kok nangis sih, Bel? Flower crown-nya jelek,
ya?"

"Maafin aku, Dav. Gara-gara aku, jari kamu jadi berdarah,
deh."

"Nggak kok, nggak apa-apa. Lagian, udah nggak berdarah
lagi. Kamu jangan nangis lagi, ya," ucap David sambil
menghapus air mata yang mengalir di pipi Abel.

"Tapi, maaf ya ...."

"Nggak apa-apa kok, Bel, kamu mau kan, janji sama aku?"
tanya David kepada Abel yang sudah tidak menangis lagi.

"Janji apa?"

"Kamu harus janji ke aku, kamu harus simpen flower
crown yang aku buat sampai kita gede, ya!!!" ucap David
dengan bersemangat.

"Okee!!! Kamu juga harus janji sama aku," balas Abel tak
kalah bersemangat.

"Janji apa dulu?"

"Kamu harus janji sama aku, kalau kita bakal bersahabat
sampai selamanya, ya???"

"JANJIII!!!"

*****

ABEL


"Bel, lo masih simpen kan, flower crown buatan gue?" tanya
David yang udah duduk di rerumputan.

"Masihlah, kan kita udah janji," jawab gue sambil senyum.

"Lo juga masih mau pakai, kan?"

"Masih, kok."

"Terus, kita bakal sahabatan sampai selamanya juga,
kan?"

Bel, ingat. Jangan sampai persahabatan ini dihancurin
sama sifat egois lo. Ingat, Bel.

"Pasti!!! Kita bakal sahabatan selamanyaaa," ujar gue
dengan semangat. Kalau ini emang yang terbaik buat gue,
gue pasti bakal terima, walaupun harus mengorbankan
perasaan gue sendiri.

*****

ABEL


Tik. Tok. Tik. Tok.


Suara jam yang berbunyi agak keras membuat gue bangun
dari tidur. Gue langsung terduduk di ranjang dan melihat jam
dinding. Pukul 3.00 subuh. Astaga, kan kalau orang bangun
di antara pukul 3.00, 4.00, atau 5.00 subuh tanpa ada yang
ngebangunin artinya ada yang lihatin kita. Dan, pastinya yang
lihatin kita adalah "sosok" itu. Sumpah, gue jadi takut gini, kan.
Tenggorokan gue malah jadi kering gini lagi, pengin minum.
Akhirnya, dengan semua keberanian yang gue punya, gue pun
keluar dari kamar, menuju dapur.

Duh, malah hampir gelap semua gini lagi, tapi untungnya
dapur agak terang, udahlah, bentar doang gue di dapur. Di
dapur, gue langsung mengambil gelas dengan cepat dan
mengisi gelas itu dengan air di dispenser. Sambil minum, gue
melihat sekeliling ....

ITU APAAN?! SUMPAH!!! SUMPAH HOROR ABIS!!!
Di pojok dapur yang jaraknya nggak sampai satu meter
dari gue, gue lihat ada cewek yang lagi jongkok. Mukanya
nggak kelihatan dan gue lihat dia lagi ... GARUK-GARUK
TEMBOK?! Astaga, gue pengin melenyapkan diri gue
sekarang juga.

Sambil minum, nggak, gue nggak minum, gue cuma
nempelin gelas ke mulut gue. Gue masih lihatin tuh cewek.
Mungkin karena sadar gue lihatin, dia pun nengok ke gue.

Demi apa pun, matanya ... matanya merah menyala. Astaga,
mukanya ... mukanya rusak. Mulutnya yang menganga,
tulang-tulang tengkoraknya kelihatan banget. Gue mau lari,
tapi entah kenapa kaki gue nggak bisa lari, kayak ada yang
nahan. Selama beberapa detik, gue masih tatap-tatapan
dengan "dia". Sampai akhirnya, "dia" memiringkan kepalanya
secara perlahan. "Dia" mau nga—KEPALANYA TIBA-TIBA
LEPAS. DAN, MENGGELINDING DI LANTAI. Oh, great.

"HAHAHA ...," tawa "sosok" itu. "Dia" ketawa,
padahal kepalanya lepas gitu. Suaranya melengking dan
kedengarannya jahat.

"AAAAAAAAA!!!" teriak gue kencang dan langsung lari
ke kamar gue. Dalam hati, gue udah merapalkan doa-doa
biar gue dilindungi sama Tuhan.

Di kamar, gue langsung ke kasur dan menutupi seluruh
tubuh pakai selimut yang tebal. Di bawah selimut, gue terus
berdoa sambil menutup mata. Badan gue udah keluarin
keringat dingin. Serem abis gue lihatnya.

PRANG!!!


Itu suara barang jatuh. Jangan-jangan tuh setan udah
ada di dalam kamar gue?! HUAAA. Pengin nangis rasanya.
Loh, loh. Tiba-tiba kasur gue goyang-goyang sendiri.
Sumpah, punya salah apa gue sama ini setan? Makin lama,
makin kencang goyangannya. Karena gue penasaran, gue
langsung menyibakkan selimut dan langsung terduduk dipinggir ranjang. Gue melihat sekeliling. Nggak ada apa-apa
tuh.

"AAAAAA!!!" gue teriak lagi gara-gara ada tangan dingin
yang udah mencengkeram pergelangan kaki gue dengan
kuat. Gue yang kaget langsung tiduran lagi dengan panik di
ranjang. Duh, mana ranjang gue size-nya yang King lagi. Sisi
kiri gue kosong, dong!

Pengap. Di dalam selimut pengap banget, sumpah. Gue
mana bisa tidur. Gue yang merasa pengap, dengan perlahan
menyibakkan selimut dan ternyata setan yang tadi udah
mau menarik selimut gue.

"AAAAAA!!! PERGI LO!!! PERGIIIIII!!! SETAN PERGI
LOOO!!!" teriak gue dengan menendang-nendang setan yang
tadi dengan brutal. Karena takut, gue langsung meringkuk di
dalam selimut dan nangis sepuasnya. Sumpah. Gue dendam
berat sama setan itu.

"HUAHAHAHA ...." Loh, kok gue kayak kenal sama
suaranya? Gue yang di dalam selimut langsung menyibakkan
selimutnya dan menemukan ....

"Kalian pada ngapain di kamar gue?" tanya gue dengan
suara khas orang abis nangis. Mereka cuma cengengesan
nggak jelas doang.

"Jadi, kalian yang ngerjain gue?! HUAAA KALIAN JAHAT
BANGET SAMA GUEEEEEE!!! HUAAA ...." Tangis gue pecah
di hadapan Finn, Axel, Steven, sama David. Gue merasa ada seseorang yang memeluk gue dan menenangkan gue, siapa
lagi kalau bukan David. Labil lo, Dav, lo kan juga ngerjain
gue tadi.

"Jahat banget sih lo, Dav!!! Sumpah ya," kata gue yang
masih sedikit nangis sambil memukul-mukul lengannya.

"Itu idenya mereka tahu, Bel. Terutama Axel, tuh," ujar
David.

"Kasih tahu gue cepat, siapa yang bikin ide ini semua,"
kata gue kepada mereka. Gue udah nggak nangis lagi. Mereka
semua nunjuk Axel.

"Bel, lo kuat banget, sih, nendang gue tadi! Sakit banget,
sumpah, deh," tutur Axel yang memegang topeng muka
setan-kepala-copot.

"Salah sendiri! Eh, gue mau bilang, jebakan kalian sukses
banget, deh," kata gue. Mereka semua langsung senyum
bangga. "Apalagi yang di dapur, setannya kayak beneran
banget gila," ujar gue. Mereka semua langsung natap gue
bingung.

"Kami nggak ada yang di dapur, Bel. Pas lo keluar kamar,
kami semua langsung masuk ke kamar lo dan nggak ada satu
pun dari kami yang ke dapur," ucap Finn panjang lebar.

"Gue nggak ngerti. Coba lo ceritain, tugas-tugas lo
semua."

"Jadi, pas lo keluar kamar. Kita semua masuk ke kamar
lo, terus pas lo masuk ke kamar lagi, lo langsung ke ranjang. Nah, gue jatuhin pigura yang nggak kepakai, terus David
pegang kaki lo, Steven sama gue goyang-goyangin kasur lo.
Dan yang terakhir, Axel pakai topeng buat nakut-nakutin lo.
The end," jelas Finn secara detail.

Sekarang gue yang bingung, "Loh? Terus yang di dapur
siapa?" tanya gue ke mereka.

"Emang lo lihat apaan, Bel?" tanya David.
"Gue lihat, ada cewek lagi jongkok terus garuk-garuk
tembok gitu. Eh, pas gue lihatin dia, dia lihatin gue balik.
Terus dia miringin kepalanya." Muka mereka udah pucat.

"Pas miringin kepalanya, tiba-tiba kepalanya copot
terus ngegelinding di lantai. Nggak sampai situ aja, dia juga
sempet ketawa, padahal kepalanya udah lepas."

"Lo bo'ong, kan?"

"Serius deh, Finn!"

"Terus mukanya gimana?" tanya Axel.

"Mukanya hampir sama kayak topeng yang lo pegang,
tapi matanya merah menyala, ada darah yang ngalir, terus—"

KRIEEEKKK.

Pandangan kami langsung menuju pintu yang tiba-tiba
terbuka dengan sendirinya.

Dan, langsung menampilkan kepala "dia" yang sedang
dipegang oleh tangannya sendiri. Kepala buntung.
"HAHAHA ...," tawa "sosok" itu lagi dengan melengking dan juga menyeramkan.

"AAAAAAAAA!!!" Kami semua langsung kehabisan kata-
kata dan berteriak.

"Gue tetapkan hari ini, sebagai hari terhoror yang pernah
gue alamin di kehidupan gue."











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro