Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#FridayQA Week 7

Yoooo minggu ketujuh! Topik seru minggu ini, plus pengumuman penting yang bakal segera kususulkan di ujung nanti dan sesudah ini. Let's go!

Pertanyaan pertama dari Erwin, via Wattpad:

Q1: Mas, mau tanya nih. Hehe. Hehehe. Hehehe. Ada gak sih buku yang punya pengaruh besar atas lahirnya RCMJ? Oiya, pernah baca/dengar buku sci-fi karangan penulis Bengkulu belum, Mas? C. M. Vinati, judulnya Nekromance. Kalo 'gak salah, terbit tahun 1981.

A: Kalau RCMJ secara khusus ... enggak ada. Ini sekalian jawab teman-teman lain yang 'nanya soal apakah RC inspirasinya dari Rick Riordan. Waktu aku pertama 'nulis Myth Jumpers, draft yang duluuuu banget itu, aku baru pernah baca satu buku Rick Riordan, dan itu bahkan bukan dari seri Percy Jackson and the Olympians. Waktu itu aku baca The 39 Clues: The Maze of Bones. Itu pertama kali aku kenal Riordan. Jadi, jawabannya, ya ... perkembangan ide RCMJ jelas bukan dari Riordan. 'Tapi, kalau berpengaruh apa enggak, well, aku bisa bilang dia agak berpengaruh, dan bukan cuma ke RCMJ. Aku suka porsi dia 'nulis deskripsi, dialog, sama adegan. Aku suka cara dia bikin kecepatan langkah cerita, dan aku suka humornya.

Senada sama itu, penulis lain yang 'ngaruh banget ke kepenulisanku secara umum itu Suzanne Collins. Iya, seri The Hunger Games. Aku suka banget cara dia bikin dialog internal karakter, cara dia main naik-turun intensitas adegan, dan terutama cara dia menggambarkan karakter waktu lagi psikosis karena tekanan. Teman-temanku paling banyak setuju kalau gaya tulisanku mirip Collins. Waktu aku mengajukan Riordan, mereka cuma bilang sesuatu semacam, "Meh, agaklah."

Kalau soal yang berpengaruh ke gaya adegan-adegan di RCMJ, pernah ada. Cuma sekarang sudah jadi sangat enggak kental lagi karena banyak penyesuaian di sana-sini. Dia Neil Gaiman. Waktu itu, aku sedang sangat kesengsem dengan caranya membawakan American Gods (sekarang ada seri TV-nya, lho! Bagus banget, serius!). Dia bisa membawakan cerita dengan premis mirip Mythworld Riordan: para dewa masih hidup hari ini, dan sembahan dari pengikut yang menentukan dewa mana yang hidup dan mana yang mati. Mereka juga menyesuaikan diri soal penampilan, tampak seperti manusia biasa, masih bereproduksi dengan manusia, dan bisa memengaruhi dunia.

Bedanya? Banyak. Yang paling jelas: para dewa di dunia American Gods sangat digambarkan sebagai thoughtform—mereka ada karena mereka dipercayai. Semakin banyak versi mereka yang dipercayai, maka semakin banyak mereka. Ini berbeda dengan di versi Riordan, yang menyatakan bahwa versi-versi yang berbeda itu cuma bermacam-macam kepribadian dari satu dewa yang sama.

Namun, yang paling penting, yang membuatku benar-benar kagum, adalah bagaimana Gaiman membawakan premis yang sebenarnya sangat fantastis menjadi cerita yang ... yah, memang sesuai untuk audiens dewasa. Ceritanya terasa sangat kontras dengan versi Riordan yang playful. American Gods terasa sangat gritty, sangat rentan, sangat gelap, sangat ... surealistis. Dan itu yang kuyakin terjadi jika manusia benar-benar ada yang mengalami bertemu dewa: mereka akan sulit mengenali kenyataan.

Gaya dark fantasy dari American Gods inilah yang sempat menghentakku sampai menulis Myth Jumpers versi kedua. Berhubung saat itu aku sudah meriset lebih banyak lagi mengenai Ragnarok, aku akhirnya memutuskan untuk memasukkan elemen Fimbulwinter ke dalam seri Ragnarökr Cycle, dan aku mulai ceritanya dari sana.

Aku masih memulai RCMJ yang sekarang dari Fimbulwinter, dan pembawaannya masih relatif gelap. Yah, walaupun dengan penyesuaian yang sangat kentara, berhubung audiens targetku ada di range usia 13 sampai dengan 18. 'Tapi, kalau ada satu buku atau satu penulis yang pernah benar-benar berpengaruh ke kepenulisan RC secara khusus, jawabannya adalah Neil Gaiman dengan American Gods.

Dan menjawab pertanyaanmu yang satu lagi, belum, aku belum pernah baca. Aku jadi penasaran, hehe. Mungkin teman-teman di sini ada yang pernah baca?

Lalu pertanyaan joint yang cukup populer, disuarakan oleh Putri Ayu dan Vivi Media via Line:

Q2: Nasib Alvin 'gimana?

A: Ini sih harusnya kujawab di buku ketiga Jurit Malam, hehehe. Mau kuberi spoiler kecil? Kalau iya, lanjut baca. Kalau tidak, skip ke pertanyaan berikutnya.

Masih membaca?

Masih?

Masihkah?

Kalau masih, nih: Alvin jadi salah satu tokoh utama di Jurit Malam: Pulau Putih. Mau kuberi spoiler kecil lain? Tokoh yang menang Pemutihan di Tudung Saji juga jadi tokoh di Pulau Putih.

Dah, tuh. Aku enggak mau membeberkan lebih banyak dulu, hehe.

Dan ada beberapa lagi dari Kevin Lamelop, via Line:

Q3: Bran Olsen pernah ketemu Alan Walker, 'nggak?

A: Nope.

Q4: Edvard Olsen itu deskripsi wajahnya mirip Hashirama, 'nggak?

A: Hashirama teh naon?

Q4: Serqet, sebelum gennya jadi kaku di umur-manusia 15, kira-kira umur manusianya berapa?

A: Kalau boleh jujur, sebenarnya aku menganggapnya sekitar di usia 40-an. Sebaya dengan Isis, jika tidak sedikit lebih tua.

Q5: Andre Valdez saudaraan sama Leo Valdez, ya?

A: Enggak. Aku udah 'nulis tokoh Andre tiga tahun sebelum Leo Valdez muncul di toko buku, tahu. :-(

Kemudian dari fi, via Line:

Q6: Buku Jurit Malam itu, 'kan, inti ceritanya tentang pembunuhan atau sejenisnya. Kakak 'gimana bisa tahan selama 'nulis keseluruhan ceritanya yang tiap babnya perlu adegan 'berdarah' 'gitu? Apa 'gak ada rasa ngeri atau takut untuk tidur setelah nulis cerita Jurit Malam?

A: Nih ya, kalau aku jujur, aku lebih ngeri waktu 'nulis Gravedancer daripada Jurit Malam.

Kaget?

Waktu 'nulis Jurit Malam, aku sudah melewati sebagian kejadiannya duluan di kepalaku, dan sudah kumainkan bersama teman-temanku di thought experiment kami, walaupun memang yang itu belum selesai.

Waktu 'nulis adegan horor di Gravedancer—di Bab 1 dan Bab 2, waktu mereka ke Rumah Budak dan dihantui—aku merinding mati-matian.

Lebih tidak membantu lagi fakta bahwa aku menulis itu malam-malam, sendirian, di ruang kerja rumahku waktu itu. Setidaknya, waktu 'nulis Benteng Gelap, aku menulis di kos yang lampunya selalu kunyalakan.

Waktu itu hanya ruang kerjaku yang lampunya sedang nyala. Ruang lainnya sudah dimatikan ibuku sebelum tidur.

Dan persis ketika adegan anak-anak tengah malam dihantui, ada seorang tukang bersiul-siul di depan rumahku.

Aku jujur saja: sampai sekarang aku masih tidak tahu apakah itu benar para tukang yang iseng bersiul malam-malam atau bukan.

Pokoknya, tahu-tahu ada siulan yang muncul.

Aku bergegas Ctrl+S, tutup laptop, dan pergi ke kamar, berusaha untuk tidur.

Dan ternyata mood itu berhasil—saat aku memberikan Gravedancer ke temanku untuk test-read, dia bilang adegan saat dihantui itu benar-benar seram sampai rasanya seakan ada makhluk gaib yang datang sungguhan.

Mantap.

Jadi, 'gimana caraku tahan menulis soal pembunuhan dan lain-lain? Aku sedang tidak dibunuh atau membunuh, ya tahan-tahan saja.

Menariknya, aku malah benar-benar membayangkan apa yang akan terjadi jika ini atau itu waktu menulis Benteng Gelap. Begitu juga waktu menulis Tudung Saji. Malah ada elemen analitis di sana, alih-alih horor murni seperti di Gravedancer. Belum lagi soal pusing mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kejadian di Benteng Gelap, seperti menggambarkan mulut si Koordinator Lapangan yang dagingnya sangat terluka sampai tidak berbentuk bibir lagi. Mungkin gara-gara itu aku lebih tahan menulis Jurit Malam daripada Gravedancer—aku bisa menjelaskan pembunuh dan modus operandi-nya, tetapi aku tidak bisa menjelaskan hantu.

Dari @sycitra, via Wattpad:

Q7: Oy, RCMJ kapan bisa PO lagi?

A: Oy, harapannya bisa buka batch 2 sama rilisnya Dark Raiders!

Dari A Guy Who Can't Live Without Memes and Shitposts (lah sama dong HAHA), via Wattpad:

Q8: Bagaimana teknis semi-immortality dari Ancients? Apa karena planet mereka lebih masif, karena modifikasi DNA, atau hal lain?

A: Kebetulan banget, pertanyaan yang ini aku bahas di Dark Raiders! Tunggu rilisnya nanti ya, tanggal 26 ini. Itu besok, lho!

Dan pertanyaan untuk karakter! Ini dari Masa Depannya Niall Horan (kuaminin 'nggak nih?), via Line:

Q1: Buat Dali: masih suka 'mikirin Albert, kah?

A: Masih, hehe. Bukan suka juga, sih. Lebih seperti terpikir sendiri kadang-kadang. Atau teringat sendiri. 'Tapi enggak lebih.

Daaaan pertanyaan terakhir ini dari aku sendiri untuk masturbasi ego sekaligus promosi:

Q10: Fi, kapan nih #RCMJReview-nya? Teknisnya 'gimana?

A: So glad you ask, Alfi! Jadi, ceritanya, besok itu hari besarnya Ragnarökr Cycle. Aku bakal membuka tiga hal sekaligus.

Pertama, yang paling jelas dan paling penting, aku bakal rilis Ragnarökr Cycle: Dark Raiders! Ini buku ketiga Ragnarökr Cycle, dan—buat yang kelewatan berita—protagonisnya cewek dari Indonesia, lho! Aku bakal melanjutkan cerita Luke dan Bran juga di sini, dan terutama, buku ini yang akan menutup first half dari Ragnarökr Cycle, sekaligus jadi buku terakhir sebelum perubahan di final half nanti.

Kedua, ini sama pentingnya juga, aku bakal buka pre-order untuk batch 2 versi cetak Ragnarökr Cycle: Myth Jumpers! Iya, aku belum buka versi cetak Ragnarökr Cycle: Storm Chasers, soalnya masih ada beberapa revisi penting yang belum sempat kulakukan ke naskahnya sampai sekarang. Terutama soal dialog terakhir Bran dengan Nicolas mengenai peccatores semper sanctos iudimus—yup, ini belum ada di Wattpad. Jadi, siapkan tabunganmu MUHAHAHAHAH.

Ketiga, aku dan Rin juga akan secara resmi membuka #RCMJReview! Apa itu #RCMJReview? Well, sesuai namanya, ini lomba review untuk Ragnarökr Cycle: Myth Jumpers. Kayak 'gimana, tuh, lombanya? Nanti kubuatkan pos sendiri, hehehe. Stay tuned!

Okay! Sepuluh pertanyaan. Teknis untuk #RCMJReview bakal segera kupublikasi di Wattpad, Line@, Facebook, dan Instagram. Stay tuned!

.

#FridayQA

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: #fridayqa