19. Mendekati Rencana
Kupandangi restoran mewah yang berada di depanku. Restoran yang terdiri 3 lantai, dan tiap lantai mempunyai ruangan khusus masing-masing.
Lantai 1, ada dapur dan tempat makan lengkap dengan meja makan, bernuansa anak muda.
Lantai 2, khusus untuk family room, ruangan dengan nuansa santai penuh kekeluargaan.
Lantai 3, ruangan dengan tampilan eksklusif dalam tatanan interior mewah, ditujukan untuk kalangan professional yang hendak menjamu rekan bisnisnya atau bahkan menyelenggarakan kegiatan meeting internal perusahaan yang ruangannya bisa mencapai kapasitas 50 orang lebih.
Meskipun sudah beberapa kali datang kemari, tapi tetap aja responsku tak pernah berubah. Takjub dan wow ... amazing. Nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Aku masih ingat pertama kali datang kemari, sungguh memalukan. Memakai sandal jepit dan kaus oblong dengan tatanan rambut yg awut-awutan persis seperti orang yang baru kabur dari rumah sakit jiwa.
Tentu saja waktu itu aku nggak diperbolehkan masuk dengan mudah, karena salah satu syarat memasuki restoran ini adalah dilarang memakai sandal jepit.
Tanpa larangan itu pun, sebenarnya mereka pasti akan tahu diri jika akan memasuki restoran yang begitu elit dan besar ini.
Kalau bukan karena emosiku yang meluap-luap terhadap Tomi waktu itu, aku tak akan sudi mempermalukan diriku sendiri. Berteriak-teriak kalap memanggil Tomi, menjadi tontonan banyak orang, sampai 2 satpam keluar untuk menghentikanku. Aku hanya bisa menendang-nendang udara dan berbagai umpatan keluar dari mulutku saat aku ditarik paksa oleh 2 satpam yang berotot gempal.
Kalau saja waktu itu Tomi tidak keluar dan menghentikannya, mungkin aku sudah dilempar secara tidak hormat seperti bungkusan nasi busuk yang nggak ada gunanya.
Ah, lupakan! Toh, semua itu hanya masa lalu.
Dua pelayan mengenakan seragam hitam putih berdiri di kedua sisi pintu, tersenyum merekah menyambut kami berdua.
"Selamat datang Dara, selamat datang Frel. Kalian berdua sudah ditunggu tuan muda di lantai 3 ruangan tengah," ucap salah satu pelayan, sambil membukakan pintu untuk kami. Kami mengangguk dan tersenyum membalasnya.
Semua karyawan di sini sudah mengenal kami, jadi tidak perlu ada embel-embel panggilan nona yang perlu mereka sebutkan setiap kali ada remaja sepertiku datang kemari. Kecuali Tomi, yang selalu wajib, minta dipanggil tuan muda, terutama di depan para ceweknya. Dasar tukang pamer!
Begitu pintu terbuka lebar, kami langsung disambut riuh suara bising para pelanggan. Malam ini cukup ramai, hampir semua meja penuh diisi pelanggan. Beberapa pelayan hilir mudik, sibuk dengan urusan masing-masing.
Aku tak pernah bosan melihat tiap pemandangan yang disuguhkan di setiap ruangan dalam restoran ini. Seperti sekarang, suasananya keren, begitu santai tapi juga nyaman. Desain interiornya sangat elegan dan modern. Pemilihan warna dan tata ruangnya begitu sedap dipandang mata. Menghadirkan sentuhan warna kayu dengan kombinasi warna hitam, putih dan juga merah. Jangan lupakan wallpaper yang begitu menyita perhatian menghiasi beberapa sisi dinding dan sebagian langit-langitnya. Kata Tomi itu namanya pola London Art Wallpaper. Memberikan kesan berbeda.
Uniknya di sini, lampu yang diletakkan dalam kurungan besi hitam dibiarkan menggantung pada kabelnya dengan penyangga langit-langit ruangan, tepat di atas tiap meja. Ditambah lagi, ada jendela kaca tembus pandang dengan ukuran besar dan aneka tanaman hijau di sudut ruangan yang begitu menyejukkan mata. Terlihat lebih cantik dan segar. Membuat para pengunjung makin betah sekaligus nyaman.
Aku dan Dara semakin berjalan ke dalam menuju lantai 2, melewati dapur. Ada beberapa yang langsung menyapa kami dan melambaikan tangannya ke arah kami.
Suasana dapur nampak sibuk kayak biasanya. Ada yang sedang mengolah hidangan, menghias pesanan makanan, ada juga yang memasak dengan teknik flambe, dan inilah salah satu atraksi yang selalu aku tunggu-tunggu.
Aku melihat Chef Indra memasak dengan api yang tiba-tiba menjilat seperti layaknya kebakaran, dan saat Chef Indra menggoyang-goyangkan wajannya dengan lihai, lalu secara ajaibnya api itu perlahan padam.
Wow ... keren sekali!
Mataku berbinar dan mulutku terbuka otomatis membentuk huruf 'o'. Setelah sadar dari kekagumanku, aku bertepuk tangan heboh dan terdengar beberapa orang di dapur terkekeh geli melihat tingkahku, tak terkecuali Chef Indra.
Aku jadi mikir, apakah itu salah satu alasan kenapa bagian dapur didesain terbuka? Selain agar para pengunjung bisa langsung melihat bagaimana proses makanan itu dibuat, pengunjung juga bisa menikmati atraksi flambe yang dilakukan para koki di dapur seperti tadi.
Ah, mungkin benar!
Kemudian kami berbincang sebentar dengan Mbak Ida, sang manajer restoran dan beberapa karyawan lainnya, sekadar basa-basi menanggapi pertanyaan atau membicarakan hal-hal yang umum.
Ada beberapa dari mereka yang menahan senyum ketika melihat penampilan Dara, tetapi mereka segera bungkam setelah mendapat pelototan tajam dari Dara. Mereka lebih memilih diam ketimbang harus berurusan dengan putri seorang pengusaha terkenal di kota ini.
Selesainya, kami naik ke lantai atas. Di lantai 2 ini juga tak kalah ramai. Suasananya juga sangat cocok untuk berakhir pekan bersama keluarga. Kita bisa makan bersama keluarga dengan santai sambil memandang luas keluar jendela kaca bening transparan yang terbuka lebar di sepanjang sisinya. Interior yang didominasi warna putih dan sofa-sofa yang nyaman sangat menarik, ditambah tanaman-tanaman yang menghiasi di sekeliling tempat ini.
Ruangan ini dipenuhi oleh canda dan tawa keluarga di tiap mejanya.
Aku sempat melihat ada seorang bapak-bapak berbicara dengan semangat membara di depan anak dan istrinya. Saking lucunya cerita yang diangkat, anak dan istrinya kontan tertawa. Terpancar rona kebahagiaan di wajah mereka. Setelah mengelus rambut kedua anaknya dengan penuh kasih sayang, sang istri bergantian memeluk suaminya yang selesai bercerita dan segera mengambilkan segelas air minum untuknya.
Aku seketika terhenti dari langkahku dan terdiam beberapa saat. Menatap mereka lekat. Senyum pahitku terulas. Sungguh, keluarga seperti itu yang aku harapkan. Keluarga yang lengkap dan harmonis. Keluarga yang selalu didamba-
dambakan setiap anak. Termasuk aku!
Kalau boleh jujur, aku sangat iri melihat kebahagiaan mereka. Kugigit bibir bawahku. Apakah aku masih bisa berharap?
Senyumanku perlahan berubah miris. Membayangkan sesuatu yang nggak mungkin terjadi adalah suatu kebodohan. Kugeleng-gelengkan kepalaku.
Oh, betapa tololnya aku. Harusnya perasaan seperti ini tidak boleh ada.
Sial! Perasaan ini sudah kubunuh sejak lama, kan? Kenapa sekarang muncul kembali?
"Frel?" Tiba-tiba suara Dara mengagetkanku. "Yuk!" Dara menggenggam tanganku erat dan tersenyum hangat, mencoba menguatkanku.
Dasar tolol! Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Dara. Tidak seharusnya aku merusak segalanya, bukan!
Secepat laju roller coaster, kupasang wajah ceriaku kembali. Aku tersenyum cerah dan membalas genggaman Dara untuk naik ke lantai 3.
Senyuman lebar terus menghiasi wajah Dara, siapa pun tahu dia tengah bahagia. Otakku memerintahkanku ikut tersenyum, dan sudah seharusnya aku ikut tersenyum.
Sesampainya di lantai 3, kami mengedarkan pandangan.
Kosong. Ya, kosong.
Tumbenan sekali lantai 3 kosong?
Biasanya selalu penuh orang berdasi atau para pengusaha yang berbincang-bincang mengenai bisnis mereka.
Ada tiga ruangan tertutup di sini. Di bagian ujung yang dibuat sebaris dan dibagi tiga ruangan terpisah yang hanya dibatasi tembok di tiap sisinya. Ini dikhususkan untuk para pengusaha yang tidak mau obrolan mereka didengar oleh orang lain, sehingga ruangan khusus ini sengaja diberi kedap suara untuk menghalangi agar suara tidak keluar ruangan.
Selain 3 ruangan tertutup, di lantai 3 ini juga terdapat ruangan terbuka yang berisi berpuluh-puluh meja yang beralaskan taplak sutra putih halus, diterangi cahaya lampu chandelier dengan sisi kanan kirinya terpasang jendela kaca.
Ya. Salah satu ciri di restoran ini, setiap lantainya memang terpasang jendela kaca sehingga kita bisa dengan mudah melihat pemandangan di luar restoran.
Terlihat ada pelayan, cukup asing menurutku, keluar dari balik pintu ruangan tengah yang ia tutup kembali. Mungkin pelayan baru. Ia memakai seragam rapi dan resmi. Dengan senyum mengembang, ia membalas kedatangan kami.
"Kalian pasti nona Frel, dan nona Dara! Tuan muda Tomi sudah menunggu kalian di dalam." Kami mengangguk sembari tersenyum.
Kami mulai berjalan menuju pintu ruangan tengah. Tepat di depan pintu, Dara lebih memilih mondar-mandir ke sana kemari sambil menggosok-gosokkan tangannya.
Apa ia gugup?
Melihat dari gelagat Dara, sepertinya nungguin sampai polisi tidur bangun pun, ia nggak bakalan buka pintunya.
Sampai akhirnya aku berinisiatif untuk membukanya sendiri.
Tanganku menyentuh gagang pintu dan bersiap membukanya. Kuputar sedikit benda berbentuk bulat itu lalu menariknya. Belum sempat pintu terbuka namun suara teriakan Dara menghentikanku.
"TUNGGU!" Kunaikkan satu alisku, meminta penjelasan dari Dara. "Biarin gue sendiri yang buka."
Terpaksa kutarik kembali tanganku dan mengurungkan niatku untuk membukanya.
Bukannya langsung membuka pintu, Dara malah membuka tasnya, mengambil bedak dan mulai memoles wajahnya dengan bedak. Ia juga memoles bibirnya lagi dengan lipstik merahnya.
"Selesai!" ucap Dara penuh semangat.
Tapi setelah beberapa saat, Dara kembali membongkar tasnya dan mengambil kaca kecil untuk merapikan rambutnya. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala dan menepuk jidatku.
Duh, nih anak!
Dara cuma cengengesan melihatku yang rasanya sebentar lagi akan keluar asap di kedua telingaku.
Sepertinya kali ini Dara sudah siap membuka pintunya. Terbukti dia sekarang sudah semakin mendekat dengan mengulurkan tangan kanannya ke gagang pintu. Ia menjilat bibirnya dengan gugup, lalu menatapku sekilas. Setelah ragu-ragu sebentar, dia lalu memantapkan hatinya dan perlahan meraih gagang pintu.
Karena tingkah laku Dara yang lebay, aku malah ikut ketularan gugup. Nah, loh!
Dara menghitung dari angka 1 sampai tiga dengan jarinya.
1
2
Dara menghirup napas sebanyak-banyaknya.
dan,
3
Cklek
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...."
..........................***.............................
Kenn baru muncul di bab berikutnya ya.
Maaf lama updatenya hehehe...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro