17. Rencana Terselubung
"Hooooaaamm...." Kuhitung sudah lima kali lebih aku menguap. Ngantuk sekali rasanya.
Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.
Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan dengan memakai seragam lengkap, memaksaku mandi dan berangkat sekolah bersamanya.
"Hooooooaaaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku dengan telapak tanganku.
Kujulurkan leherku, melihat Dara yang masih berada di depan gerbang menunggu Tomi datang.
Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tanganku di atas meja sementara kepalaku kutaruh di atasnya sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara. Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap Pak Satpam supaya kami diperbolehkan menunggu Tomi di sini.
Gleg!
Ini orang lagi doyan atau rakus?
Makan roti aja sampai belepotan gitu, sampai ada remah-remah nempel di kumisnya segala.
"Mau, Non?" Tanya Pak Satpam setelah memergokiku yang sedari tadi melihatnya.
"Nggak deh, Pak. Saya sudah kenyang. Silakan dilanjut makannya," ujarku ramah sambil tersenyum sopan.
Kenyang melihat Bapak, maksudnya.
Pandanganku sekarang tertuju pada jam dinding yang bertengger di dinding ruang jaga satpam. Masih pukul enam pagi, dan aku sudah hampir setengah jam berada di ruangan ini.
Mungkin lebih baik aku tidur sebentar sambil menunggu Tomi datang. Tapi sialnya, baru aja mata ini akan terpejam, tiba-tiba suara Dara mengagetkanku.
"Frel, cepetan ikut gue, Tomi udah datang, tuh," teriak Dara dari luar dan berlari ke arah parkiran mobil.
Ck, batal deh, acara tidurku.
Akhirnya setelah berpamitan dengan Pak Satpam dan tak lupa kuucapkan terima kasihku, mau tak mau aku keluar dengan ogah-ogahan.
Kuseret kakiku menuju parkiran mobil menyusul Dara yang sudah ngacir duluan mengejar Tomi.
Parkiran masih kosong, hanya ada mobil Tomi terparkir paling depan.
Dari kejauhan kulihat ekspresi Tomi yang sedang kesal berkacak pinggang menghadap Dara yang sedang berbicara panjang lebar. Sampai kulihat raut wajah Tomi yang berubah kaget dengan mata melotot dan mulut menganga lebar.
"APA? Lo gila ya, Ra? Sinting lo!" Sayup-sayup kudengar Tomi yang berteriak menghardik Dara.
"Udah deh turutin gue. Kenn kan sepupu lo, pasti maulah dia."
"Bukan masalah mau apa kagak, tapi masalahnya ada di otak lo. Lagian dapat dari mana lo ide nista kayak gitu?"
"Siapa lagi kalo bukan dari Kak Rian!" sahutku mantap, begitu sampai didekat mereka.
Tapi benar juga, Kak Rian emang parah. Punya adik, bukannya diajari yang baik malah diajari yang nggak-nggak.
Setelah mendengar jawabanku, Tomi hanya geleng-geleng kepala dan mengembuskan napas kasar. "Jadi, lo minta gue berangkat pagi-pagi gini cuma bahas ini, Ra?"
"Ayolah Tom, bantu gue ya? Lo nggak kasian apa, sama sahabat lo ini. Gue mau usaha dulu Tom, soal berhasil apa nggak itu urusan belakangan."
"Ya, tapi kan bukan langsung gitu caranya, Ra. Harus ada step by step, Ra."
"Siapa tau setelah kejadian itu, Kenn langsung jatuh cinta sama gue."
"Ngayal lo," seru Tomi sambil menoyor kepala Dara. "Lagian gue tau siapa Kenn. Nggak segampang itu Kenn naksir cewek."
Wajah Dara terlihat seperti orang putus asa dan berubah loyo. Kasihan juga, sih.
"Udahlah Tom, turutin aja apa maunya. Toh Dara juga udah bilang mau nyoba dulu kan?!"
Tomi menghela napas, "Ok, gue bantu. Tapi jangan salahin gue kalo hasilnya nggak sesuai harapan lo, Ra."
Seketika wajah Dara berubah ceria lagi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya penuh semangat.
Dan selanjutnya, kami bertiga berjalan menuju kantin untuk mengisi perut kami yang memang sama-sama belum sempat sarapan dari rumah.
***
Di kelas saat jam pelajaran berlangsung, Dara kumat lagi gilanya. Ia sibuk sendiri dengan dunianya. Tiba-tiba melamun sambil senyam-senyum sendiri, lalu tertawa nggak jelas. Terkadang ia membuat pola melingkar seperti benang kusut di bukunya sambil bergumam dan terkikik geli. Lebih parahnya lagi, tiap lima menit ia selalu menanyaiku soal jam, padahal ia sendiri sudah pakai jam yang melingkar di tangannya.
Karena ulah Dara, konsentrasiku buyar, nggak ada satu pun penjelasan dari guru yang nempel di otakku. Hingga akhirnya bunyi bel istirahat terdengar, dan lagi-lagi hanya Dara-lah yang berteriak hore dengan suara paling kencang di kelas.
Semua murid menatap ke arah bangku kami, sedangkan sang pelaku hanya meringis tanpa dosa.
Ya, Tuhan ... kesambet setan mana lagi, nih anak! Ini pasti gara-gara cowok sialan yang duduk di belakangku.
"Frel, Tom, yuk kita ke kantin. Kenn juga ikutan yaaa... laper banget, niih," ucap Dara sok manja.
Aku mencibir. Pinter banget cari alasan.
"Oh ya, Tom, lo kan kemarin udah janji traktir gue. Lo nggak lupa, kan?" Untung aku masih ingat.
"Iya, gue inget. Kita ke kantin sekarang, gue yang traktir."
Yeay ... kalau urusan traktir-mentraktir, mana tahan!
Tomi merangkul bahuku, menggiring tubuh kecilku keluar kelas. Tiap kali ada cewek yang mendekat, langsung kusemprot tanpa tedeng aling-aling, "Enyah lo! Hari ini Tomi nggak ada waktu buat kalian." Tomi tergelak mendengarku.
"Parah lo. Kalo gini terus, fans gue berkurang drastis, Frel."
"Bodo!"
Kutolehkan kepalaku ke belakang, kulihat tak henti-hentinya Dara berbicara bak sales panci yang mejeng di layar tv, sedangkan cowok yang ada di sampingnya tak sedikit pun merespons omongannya, diam tak ada ekspresi sama sekali di wajahnya. Hanya sesekali gelengan dan anggukan.
Miris banget nasib Dara! Lagian, siapa suruh suka sama patung berjalan.
Sesampainya di kantin, suasana begitu ramai dan penuh sesak. Aku bingung mau duduk di mana. Tanganku ditarik Tomi berjalan menghampiri sebuah tempat duduk yang masih kosong di pojok sebelah kiri.
Sambil menunggu pesanan kami datang, aku sengaja mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin. Dan di sanalah kulihat beberapa geng yang sedang asyik dengan obrolan aneh mereka. Aku bisa mendengar segerombolan gadis yang ada di depanku mulai berbisik-bisik. Membicarakan Tomi dan Kenn, tentunya. Ada yang menatapku sinis dan tersenyum mengejek. Bahkan dari tiga bangku tempat kami duduk, ada yang secara terang-terangan menatapku tajam dengan kilauan mata yang sangat jelas membenciku.
"Apa lo liat-liat!" Kupelototi cewek itu dengan jengkel. Seketika cewek itu menunduk dan sok pura-pura mengaduk jus yang ada di gelasnya lalu meminumnya.
Mental cemen aja, sok berlagak nantang!
"Biarin aja, Frel. Mereka tuh cuma iri sama kita berdua," tukas Dara.
Aku mendengus kesal. Sejak insiden tanganku digandeng Kak Kevan menuju kantin, aku sebenarnya sudah sadar betul banyak cewek seantero sekolah mendadak memusuhiku. Tiap aku berjalan di sepanjang koridor sekolah, semua mata tertuju padaku. Tatapan sinis dan bengis selalu menghujaniku seperti singa kelaparan yang siap mencabik-cabik tubuhku. Tapi, aku malas meladeni mereka kecuali mereka duluan yang ngajak ribut, seperti tadi contohnya, tatapan cewek itu sangat menggangguku. Ingin rasanya tadi kucolok matanya biar kapok.
Enak aja, emang aku salah apaan?
Kenal aja, nggak!
Kualihkan pandanganku ke arah dua cowok di depanku. Tomi tertawa kejer, sedangkan Kenn duduk bersandar dengan elegan layaknya seorang Casanova sejati yang melipat tangan dan menumpukan pergelangan kaki kanan di atas lutut kirinya, ia menatapku tajam dan tersenyum sinis padaku. Kunaikkan sebelah alisku.
"Lo juga, ngapain liat-liat gue?"
"Dasar bodoh. Lawan badan segede kacang atom aja, nggak berani!" celetuk Kenn dengan muka yang pengin ditonjok.
"APA LO BILANG??!"
Demi apapun! Ini cowok ngeselin banget, rasanya tuh pengin nelan dia hidup-hidup.
"Aish, udah dong berantemnya. Kalian nggak capek apa berantem terus?" protes Dara.
"Dia tuh, Ra, yang mulai. Masa gue dibilang kacang atom? Ngeselin kan!" Seketika tawa mereka berdua pecah. Nggak Dara, nggak Tomi, mereka semua fix ngetawain aku.
Saat pesanan kami datang, kuambil dua gelas yang berisi minuman dan kuangkat tinggi-tinggi seperti gaya mau nyiram mereka.
Yes! Ternyata berhasil. Mereka berdua kompak terdiam kaku.
Hening. Kami mulai menikmati makanan masing-masing.
"Oh, ya, nanti malam kalian bertiga gue undang ke restoran nyokap gue. Datang, ya?"
Aku diam tak berkomentar sama sekali.
"Woooaah, yang bener? Emang ada acara apaan, Tom?" tanya Dara antusias. Tubuhnya pun ikut maju menabrak meja di depannya.
Ck, akting alay gitu, mana ada yang percaya!
"Ada deh ... pokoknya kalian harus datang. Jam 7 nggak boleh telat."
Aku masih menikmati makananku dengan santai. Tiba-tiba aku merasa ada yang menyenggol sikuku. Aku menoleh ke samping, tepat ada Dara yang melotot ke arahku.
"Apa?" tanyaku pura-pura polos.
Sedetik kemudian rasanya kakiku diinjak Dara dengan keras. Aku memekik dan mendapat pelototan kedua kalinya dari Dara.
Aku mengembuskan napasku kasar. Males banget sebenarnya ikut sandiwara mereka berdua apalagi menyangkut soal cowok sialan itu.
Tapi, jika dipikir-pikir boleh juga aku ikut berpartisipasi, kan demi balas dendam.
"Oh, tentu, Tom. Gue pasti datang kok, apalagi kalo ada bau gratisan," sahutku dan menyengir lebar.
Kulirik sebentar, Kenn terlihat berdecak pelan, mencemoohku.
"Tenang aja, Frel. Nanti malem lo bisa makan sepuasnya. Gue juga punya kejutan buat kalian semua. Terutama lo, Kenn. Awas, jangan sampai nggak datang lo!"
Aku menunduk sambil menyeringai iblis.
Mampus lo, Kenn!
Nggak sabar rasanya pengin cepat-cepat pulang dan menyaksikan pertunjukan ini nanti malam.
.............................***...........................
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro