
34. All
Lora berjalan dengan sedikit tergesa-gesa ke istana yang megah. Para pengawal membiarkan Lora masuk begitu saja setelah melihat tatapan memohon Lora yang tidak pernah di tampakkan sebelumnya. Kakinya kini sudah menapaki ruangan singgasana Raja yang megah.
"Hm? Bukankah kau adalah peramal?" tanya seorang pria melirik dari balik kertas di tangannya.
"Salam Yang Mulia Raja Fredric, maafkan kedatangan saya yang mendadak ini," kata Lora yang bersujud dengan sebelah kaki menopang tubuhnya.
Raja Fredric langsung merasakan adanya ketidak beresan. Sebelah tangannya memberikan kembali kertas kepada ajudannya dan memberi isyarat agar ia sedikit menepi. "Bangunlah, katakan apa yang akan terjadi ke depannya," kata Fredric dengan suara tenangnya menggema di ruangan itu.
Lora cukup kaget mendengar pernyataan Fredric tetapi ia tetap berusaha tenang agar semuanya bisa ia jelaskan dengan baik. Sembari menaikan tubuhnya, ia menarik dan menghembuskan nafas untuk menenangkan diri dan juga memikirkan kembali apa saja yang akan ia ungkapkan.
"Peperangan yang sebenarnya akan terjadi, bukan peperangan yang sama seperti sebelumnya," jelas Lora dengan tatapan serius.
"Apa maksudmu? Bukankah Negara Agraocia yang datang ingin mengambil para vibirius agar bisa menaklukkan dunia?" tanya Fredric bingung. Itu adalah kabar yang ia dapatkan.
"Maaf kelancangan saya Yang Mulia, tetapi semua itu tidaklah benar. Itu semua adalah taktik Negara Relan untuk menguasari negara Ybiravia dan negara Agraocia. Di luar itu, semua kembali kepada keogisan leluhur mereka. Saya takut ini akan menghabiskan banyak waktu untuk mejelaskan dari awal. Tetapi Yang Mulia, yang ingin saya katakan musuh kita tidaklah sama seperti sebelumnya. Musuh yang sekarang adalah musuh bagi tiga negara," jelas Lora masih dengan tatapan yang sama.
"Tiga negara? Negara Ybiravia, Agraocia, dan Relan?" tanya Fredric karena hanya tiga negara itu saja yang ada di benua ini.
"Itu benar Yang Mulia, tolong berikan perintah anda," kata Lora yang langsung bersujud di tempatnya. Tentu saja sebagai seorang Raja yang baik, ia tidak ingin menyesatkan para rakyatnya dengan apa yang tidak ia percayai.
"Saya juga memohon akan hal itu Yang Mulia." Fredric dan Lora melihat ke pintu dan Sylog berjalan mendekati Lora dengan senyuman kecil.
"Kakak?" panggil Lora bingung.
"Sebagai seorang kakak yang sudah melihat Lora tumbuh, saya mempercayai kata-kata Lora. Dia tidak akan berbicara kebohongan," kata Sylog yang berlutut dengan sebelah kaki dan menundukkan kepalanya hormat. "Tolong, berikan perintah anda Yang Mulia."
Fredric kembali memikirkan apa yang harus ia lakukan. Selama ini ia selalu berpikir bahwa negara saudaranya sangat membenci negara ini karena tidak adanya hubungan diantara mereka.
"Tolong bantu Revia."
"Revia?" tanya Fredric dengan wajah bingung.
"Dia adalah--"
"Dimana dia sekarang?"
"Apa?" Lora kaget melihat wajah cerah Fredric.
"Sudah lama aku tidak melihatnya. Sayang sekali saat itu aku tidak bisa membantu dan saat mencarinya ia tidak ada di rumahnya yang sudah hangus. Dimana dia sekarang? Bagaimana keadaan Revia kecil yang imut itu?" tanya Fredric dengan wajah bahagia, sampai ia berdiri dari duduknya.
Lora bungkam. Menurut pengelihatannya yang pernah ia lakukan, saat ini Revia sedang melawan monster besar itu mati-matian. Melihat kedua alis Lora yang menekuk turun Fredric bisa mengetahui sedikit maksud Lora.
Fredric kembali duduk di tempatnya dengan mata yang terpejam. "Sylog, aku harap anak didikmu sudah siap," kata Fredric dengan ekspresi serius.
Dibalik kepalanya yang menunduk Sylog tersenyum. "Tentu saja, kapan pun Yang Mulia."
....
Virgilio menahan dirinya dari pendaratan yang tiba-tiba. Minotaur di depannya telah penuh dengan jejak es tetapi tidak berdampak apa pun kepadanya. Nafas Virgilio terengah-engah, dengan beberapa luka gores yang membuat cairan merah keluar dari sana.
"Hei master! Tetap buka matamu! Jangan tutup walau hanya sejenak. Tolong dengarkan aku, ya? Master," suara Igvin pilu melihat Revia yang menatapnya dengan pandangan sayu dan nafas berat. Warna wajah Revia juga mulai memucat dan sudah mulai terlihat warna hitam di bawah mata Revia.
Virgilio mendecakkan lidahnya. Ia pikir esnya bisa menahan pendarahan Revia, tetapi tidak lama. Ditambah es yang terlalu besar di punggung Revia juga tidaklah baik untuknya. Mata Virgilio melirik tangan Ethan di sana yang sudah tidak ada tanda-tanda pergerakan. Ia tidak mungkin meminta Igvin untuk bertarung bersamanya, itu terlalul beresiko jika menghadapi kenyataan bahwa ia tidak tahu apa pun. Bagaimana jika minotaur itu mempunyai sekutu lain?
Sebuah kepalan tangan mengarah ke atas Virgilio. Dengan cepat Virgilio membuat sebuah es dengan ujung yang tajam memakai sebelah tangannya. Keinginan atau pun ekspetasi Virgilio meleset jauh. Bukannya melukai tangan itu walau hanya sedikit, es itu di genggam dan diayunkan ke satu sisi. Tangan Virgilo yang masih menempel pada es harus terkena dampaknya, terbentur hingga tiga buah pohon tumbang. Virgilio dengan sigap langsung membuat perisai es di sebagian sisi tubuhnya, hingga menghindari luka pada kulitnya. Tetapi Virgilio harus menahan bulat-bulat rasa sakit akibat memar dan rentakan tulang di dalam tubuhnya.
Seakan tidak peduli keadaan Virgilio, tangan besar itu kembali datang dan ingin menghantam Virgilio. Saat minotaur itu mengangkat tangannya, di bawahnya hanya tinggal patahan pohon dan tanah saja. Tanpa ia sadari Virgilio sudah melompat sebelum tangan besar itu menyentuhnya dan berlari ke samping tubuh besar. Dengan cepat Virgilio langsung melompat dan membuat tombak es sederhana mengarah ke arah wajah minotaur.
Karena masih terlena dalam kebingungan, es Virgilio berhasil menancap ke pipi minotaur. Virgilio melepas tombak es dan saat masih di udara, Virgilio membuat tombak es itu mengeluarkan es yang melingkupi semua wajah minotaur. Virgilio meringis pelan saat kakinya mendarat ke atas tanah, matanya langsung melihat ke arah minotaur yang ternyata berhasil melepaskan esnya tetapi terlilhat bercak biru yang artinya kulit minotaur masih merasakan dinginnya es Virgilio.
"Leo," panggil Revia pelan saat melihat punggung Virgilio yang sedikit bergetar menahan sakit.
"Oi bocah es! Ayo bertukar denganku, tubuhmu sudah-"
"Masih bisa," potong Virgilio yang berusaha berdiri. Ada perasaan berdenyut karena menggerakkan tubuh memarnya dan perasaan sakit karena menggerakan bagian tulang yang kini retak. Dalam pikirannya hanya ini yang bisa ia lakukan demi membalas keterlambatannya.
Di belakang Revia menangis karena hanya bisa melihat. Hanya menggerakan sebuah jarinya tubuhnya seakan-akan menjerit kesakitan. Suhu dingin yang ada di punggungnya ia rasakan bersamaan dengan perasaan sakit dan nyeri yang menari-nari di punggungnya. Revia ingin berdiri, bertarung bersama Virgilio. Kartu-kartu di tasnya masih banyak, ia bisa menggunakan semuanya. Jika saja ia bisa mengisi ulang semua sihirnya, maka ia akan menggunakan semua kartu sekaligus. Sayang, itu hanya bisa ia pikirkan. Hanya air mata yang bisa keluar.
Minotaur mulai mengangkat kapaknya, membuat Virgilio mulai memasang kuda-kudanya, bersiap serangan selanjutnya. Tetapi tidak ada yang terjadi, selain tangan Minotaur yang bergetar dan menggam dengan erat kapak di tangannya. Tak lama mereka bisa melihat beberapa orang yang berada di langit sedang merentangkan tangan dan menahan sesuatu. Diantara mereka terdapat Marc, bekas darah di kepalanya terlihat di usap paksa hingga masih meninggalkan bekas.
Tak lama terlihat kapak Minotaur yang kini meleleh perlahan. Igvin yang menyadari hal itu langsung merentangkan sebelah tangannya yang bebeas ke arah kapak minotaur. Kapak mencair menjadi lelehan yang panas dengan lebih cepat. Igvin terlalu bersemangat hingga keluar api dari tangannya. Ia berfokus agar hanya sebelah tangannya saja yang meluarkan hawa panas, jangan sampai terkena Revia yang masih dalam pegangannya.
"REVIA?!" Tasha terbelalak melihat kedua sayap putih yang kini hancur dan dihiasi tanah dan noda merah di mana-mana. Matanya kini bergeser melihat kepala Revia yang masih di pegang oleh Igvin, yang kaget melihat kedatangan Tasha. Langkah Tasha langsung mendekati Revia dan terjatuh melihat keadaan Revia yang mengerikan.
"Hai ... Tasha," kata Revia dengan suara dan senyuman lemah. Ia hanya bisa melirik Tasha, tidak dengan kepalanya. Igvin sedikit kaget melihat Revia yang seakan-akan menyambut Tasha ramah. Bukankah sebelumnya kedua gadis ini saling membunuh?
Tasha tidak mengatakan apa-apa tetapi air mata yang keluar deras dari kedua mata sudah menjelaskan banyak hal. Kepedulian dan kekecewaan dari dalam diri. Tasha menghapus air matanya kasar lalu berdiri menghadap Minotaur yang masih menggenggam erat agar kapaknya bisa ia pakai kembali. Tasha berjalan hingga di samping Virgilio yang masih melihatnya bingung. "Kau boleh beristirahat, biar kami yang melanjutkan," kata Tasha dengan tatapan serius.
"Tidak, aku bisa-"
"Jangan terlalu memaksakan diri, beristirahat sebentar tidak akan membuat dunia kiamat," kata Myron yang tiba-tiba muncul dari balik pohon.
Matanya memandang Revia yang bernafas pendek-pendek dengan wajah pucatnya. Ia menekan kuat setiap otot wajah agar tidak bertindak sembarangan lalu menatap minotaur yang sudah membebaskan kapaknya, yang setengah meleleh. Minotaur kembali ingin menyerang ke arah Revia, Igvin, Virgilio, dan Tasha yang saling mempersiapkan diri untuk melindungi diri dan Revia.
"Tahan!" seru Myron yang membuat beberapa tali terulur dan mengikat tangan, lengan atas, pundak, dada, perut, paha, dan kaki minotaur. Tak lama terlihat beberapa perajurit keluar dari pohon dan saling menahan tali, satu tali ditahan enam sampai tujuh orang.
"Sudah aku bilang kamu itu harus-- Revia?" ayah Myron terdiam melihat kondisi Revia yang lemas ditahan oleh Igvin. Hanya melihat keadaan Revia, ia tahu sesuatu yang buruk sudah terjadi kepadanya.
"Yang Mulia Raja Roldan," sapa Revia lemas dan serak. Revia berusaha terseyum dan bergerak karena rasa sakit sedikit lebih baik dibandingkan sebelumnya.
"Jangan berbicara nak, simpan saja energimu," kata Roldan yang langsung mendekati Revia beberapa langkah dengan ekspresi iba. Roldan tidak bisa benar-benar mendekati Revia karena tertahan oleh rasa bersalahnya. Karena bagi seorang ayah, anaknya yang paling penting dibandingkan apa pun. "Maaf keterlambatan kami," kata Roldan penuh penyesalan.
Revia hanya tersenyum, ia tidak menemukan kata-kata untuk membalas Roldan. Mereka semua sampai datang ke sini karena makhluk besar itu ingin memukul tiga negara serata dengan tanah, itu pikiran Revia. Jadi ia tidak menyalahkan siapa pun.
Tiba-tiba minotaur mengeluarkan suara dengan nada tinggi yang bisa menyakiti telinga siapa pun di dekat mulutnya. Igvin langsung menunduk, melindungi kepala Revia. Sedangkan Virgilio dan Tasha saling mengeluarkan sihir mereka dengan sebelah tangan menutup matanya, mereka memakai sihir tanpa melihat. Tali-tali yang mengikat Minotaur kini terputus dengan para tentara yang terdorong kebelakang karena angin yang dihasilkan oleh teriakan itu.
Setelah teriakan itu terhenti, Igvin kembali menegakkan tubuhnya yang tidak terkena apa pun. Saat melihat ke depan, terlihat sebuah dinding es di depan Virgilio dan Tasha. Mereka berdua tidak tahu bahwa mereka mempunyai tipe sihir yang sama, bahkan melihat kenyataan di depan kepala mereka saja kaget. Sedangkan tentara-tentara lain berhasil dari maut, hanya merasakan memar di beberapa bagian tubuh.
"Apakah ada yang cedera serius?" tanya seekor burung biru di belakang mereka.
"Ti-tidak ada," kata salah satu prajurit yang disusul gelengan dengan yang lainnya. Mereka kaget melihat burung yang bisa berbicara.
"Aquory! Kau terlalu cepat," seru Alvern yang baru saja sampai.
"Maafkan saya, master, tetapi jika tidak cepat datang, ada nyawa yang akan melayang," jelas Aquory yang terbang dan diam di pundak Alver.
"REVIA!!" seru Lora yang melihat Revia dengan keadaan yang sama sekali tidak bagus. Ia sudah melihat jelas apa yang akan terjadi kepada Revia, hanya saja kenyataannya ia terlalu lama. Air mata Lora sudah keluar dengan derasnya sejak mulai terbang dengan cepat.
Aquory dan Alvern yang melihat Revia dari kejauhan tidak bisa berkata apa-apa. Revia yang sering terlihat ceria di depan mereka kini terbaring tak berdaya dengan kulit yang pucat. Saat ini mereka harus fokus dengan musuh yang ada di depan mereka.
Lora langsung mendarat sedikit jauh daru Revia lalu berlari, berusaha tidak membuat getaran besar dan melihat kondisi Revia. Lora membuat sebuah gelembung kecil sampai Revia bisa membaringkan tubuhnya tanpa ada bagian yang terlipat.
"Serahkan saja Revia kepadaku, kamu ikut dengan mereka. Kamu akan sangat dibutuhkan," kata Lora serius setelah ia berhasil membawa Revia lepas dari genggaman Igvin.
Igvin mengepalkan tangannya, karena merasa kesal dengan dirinya sendiri. "Baiklah, tolong bantuannya," kata Igvin berdiri dari tempatnya tanpa melihat ke arah Lora.
"Tenang saja, karena dia berharga," bisik Lora sebelum masuk ke dalam hutan dan menghilang.
Igvin mendengar kalimat itu keluar dari mulut Lora dan ia mengiyakan dalam hati. Matanya melihat ke atas, sebuah tangan terulur ingin meraih Revia. "Jangan macam-macam .... " Igvin mulai memasang kuda-kuda untuk melompat. "-DENGAN MASTERKU!!" seru Igvin yang meninju tangan besar itu dengan api yang ia dorong hingga minotaur sedikit mundur.
Igvin memang tidak berhasil datang lebih cepat untuk melindungi Revia. Bahkan apinya hanya akan membuat kondisi Revia semakin buruk. Ia tidak bisa melindungi Revia. Setidaknya ia akan melindungi dunia yang akan ditempati oleh Revia hingga ujung waktunya.
Igvin mendarat di dekat Virgilio. "Hei bocah es, bagaimana kalau kita melakukan serangan bersama?" tanya Igvin dengan senyuman sinis.
"Hm, menarik," kata Virgilio yang menampilkan senyuman tipisnya.
"Aku atau dia? Kami sama-sama (bersihir) es," kata Tasha yang kebingungan.
Igvin terdiam sejenak. "Bagaimana kalau keduanya?" tanya Igvin yang membuat kedua orang yang menjadi lawan biacaranya bingung.
.
.
.
.
Sedangkan, disamping itu:
Myron: "MANA?! Masa percakapanku cuman itu?! Aku juga mau pernyataan yang menunjukkan kesakitan hatiku!!!" *nangis raung-raung*
Author: "Iya, nanti ada saatnya (mungkin)."
Myron: "Janji loh ya thor!!"
Author: "Iya (yang penting muncul dan nangis kan?)."
.
.
.
.
Yap, pembaca pada pergi entah berantah, mungkin pada main game atau nonton drama yang udah tamat duluan jadi nda perlu nunggu kayak cerita ini ya? Wkwkwkwk
Tenang akan aku lanjutkan. Udah dengar epic instrumen kok agar bisa dapet feelnya.
Entah kenapa di sini itu aku lebih bisa merasakan perasaan Igvin menjadi lebih klop gitu. Padahal awalnya aku sendiri sedikit kebingungan membayangkan sifatnya Igvin yang paling awal aku bikin absurd gitu. Lama-lama malah jadi ngerti.
Sedangkan si Virgilio pemikirannya terlalu sederhana. Hanya saja perlu mengungkapkan sebagai seorang lelaki yang jaim (= baca dingin/ cool) tingkat dewa. Jadi pas mau sedihnya susah, saya cerewet sih, kayak sekarang. :v
Saya ingin mengucapkan selamat Ramadhan bagi yang merayakan. Maaf jika saya ada salah (typo) dan terlalu umbar2 janji :v
-(26/04/2020)-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro