26. Si Tamu Istimewa
Sebelumnya:
"Kenapa? Kalian belum pernah melihat tringgiling sekeren diriku?"
"Igvin," panggilku tidak percaya.
"Sudah aku duga nona ini mengetahui mengenai diriku," kata Igvin dengan wajah soknya.
Vibirius tidak mungkin pergi jauh-jauh tanpa masternya. Jika ada Igvin itu artinya, master Igvin...
Seseorang di depanku membuka penutup kepalanya. Tampaklah rambut biru dan mata dengan warna senada terlihat di sana. Nafasku tercekat, aku bisa merasakan air mataku hampir meluap keluar.
"Leo," panggilku serak.
.
.
.
26. Special Guest
Aku duduk kaku di depan Igvin dan Leo. Rasanya susah untuk bernafas dan menatap langsung kepada mereka. Kenapa mereka di sini? Bukankah sebuah larangan jika salah seorang warga negara tetangga datang ke sini? Apa yang sebenarnya terjadi?
"Kau gadis yang saat itu bukan?" tanya Leo yang membuatku melihat ke arahnya. Aku anggukan kepala sebagai jawabannya. Suaranya menjadi lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
"Hanya kau yang memanggil bocah es ini dengan panggilan itu," kata Igvin yang terdengar jail.
"Diam jika tidak ingin menjadi bongkahan es," kata Leo tajam.
"Oh, kau pikir es milikmu tidak bisa aku lelehkan?" tantang Igvin yang menunjukkan senyuman aneh dengan wujud tringgiling.
Leo menggeleng. "Aku bingung mengapa bisa kita di letakkan bersama?" tanya Leo yang memijat dahinya pelan.
"Seharusnya itu pertanyaanku! Sebenarnya siapa sih yang memasangkan kita?!" seru Igvin yang terdengar kesal sembari menggerak-gerakkan jari-jari mungilnya.
Author POV
Revia tertawa pelan perasaan rindu dan sedih tercampur menjadi satu di kepalanya. "Maaf," kata Revia pelan yang hanya berani melihat ke arah kedua kakinya saja.
"Kenapa kau meminta maaf? Kau tidak ada hubungannya sama sekali," kata Igvin yang berdecak pinggang.
Revia menaikan kedua bahunya kecil sembari menghembuskan nafas pelan. Virgilio menatap Revia, sejak awal entah mengapa ia merasa gadis di depannya sudah berhasil menarik perhatiannya dengan perasaan geli di dalam hatinya yang masih tidak ia mengerti.
"Oh iya, di sini kalian tinggal di mana?" tanya Revia yang menghentikan keheningan diantara mereka.
Igvin dan Virgilio saling bertatapan, sebelum Igvin tertawa ragu ke arah Revia. "Kita akan memikirkannya setelah ini," kata Virgilio.
"Bagaimana kalau tinggal di sini?" tanya Revia ragu. Pertanyaan itu membuat tiga lelaki yang ada di depannya terdiam kaget. "I-itu karena di sini terdapat beberapa kamar tetapi aku hanya tinggal sendiri," kata Revia cepat.
"Kak Revia, aku tahu kakak polos tapi apa kakak sampai sepolos itu?" tanya Taka di belakang Virgilio.
"Aku sangat setuju dengan anak kecil itu. Tidakkah kau sebagai wanita akan lebih hati-hati saat mengajak laki-laki menginap di tempat yang sama?" tanya Igvin dengan wajah horor.
"Kenapa? Di kamarku sudah ada Ethan yang menjaga kok. Kalau ada masalah Ethan jadi pelindungku," kata Revia dengan wajah polos dengan sebelah tangannya yang mengelus Ethan yang entah sejak kapan di sampingnya.
"Woof!" seru Ethan ceria dengan ekor yang bergoyang ceria.
"Dia tidak terlihat menyeramkan," kata Igvin dengan nada yang meremehkan.
"Grr!" Ethan langsung menunjukan deretan gigi-gigi besarnya dan wajah dengan ekspresi marah yang luar biasa.
Igvin tersentak. "Oke! Itu menyeramkan!" kata Igvin yang melompat takut.
"Woof!" Wajah Ethan kembali normal yang menunjukan muka lucunya dengan lidah yang sedikit keluar.
"Lebih menyeramkan Ethan versi naga," pikir Taka yang masih berdiri di belakang Virgilio.
"Jadi bagaimana? Kalian setuju?" tanya Revia sedikit pelan.
Igvin dan Virgilio saling bertatapan. "Apa kau yakin?" tanya Virgilio yang masih ragu.
"Kalau begitu, kalian yang pengembara apa yang ingin kalian katakan jika di tanya dari mana? Bagaimana dengan uangnya?" tanya Revia.
"Kami bisa barter--"
"Apakah akan selalu barter? Kalau barangnya habis? Bagaimana kalau ternyata diuangkan kurang? Atau ... ada lambang negara sebelah?" tanya Revia dengan senyuman miring, yang sebelumnya memotong perkataan Igvin.
Igvin membuka mulutnya, ingin menyanggah Revia tetapi kembali menutup mulutnya. Virgilio terdiam dan menyetujui apa yang di katakan Revia. Sampai-sampai Taka mengangguk-anggukkan kepalanya seutuju.
"Kalau kalian tinggal di sini, itu artinya kalian harus bekerja untukku. Makanan kalian adalah roti, akan aku beri juga sedikit uang jajan kepada kalian. Walau pun semua itu kembali pada pilihan kalian," kata Revia dengan senyuman miring. Dia berpikir dengan begini ia bisa dengan tenang meninggalkan toko sampai malam untuk mengorek informasi.
Igvin kembali melihat ke arah Virgilio yang menghela nafasnya. "Baiklah, kami setuju," kata Virgilio pasrah.
"Apa?!" seru Taka kaget.
"Kalau begitu mulai sekarang Taka adalah senior kalian," kata Revia yang menunjuk Taka dengan kelima jarinya.
"Apa?!" seru Taka dengan mata yang berbinar-binar. "Tunggu, tidak. Apa kakak yakin?" tanya Taka ragu.
"Taka, ini sudah di bicarakan dari tadi, ditambah kau berdiri di sana tidaklah sebentar. Jadi kau pasti tau hasilnya bagaimana," jelas Revia lembut.
Taka hanya bisa menghembuskan nafasnya pasrah tanpa bisa mengatakan apapun lagi. "Baiklah sebelum itu aku ingin bertanya. Hubungan kalian apakah hanya sebatas negara yang sama?" tanya Taka.
Virgilio dan Igvin tercekat, melupakan adanya warga negara lokal di dekat mereka dan mereka membicarakan mengenai hal tabu dengan santainya.
"Kenapa kau bertanya seperti itu Taka?" tanya Revia bingung.
"Mengapa kak Revia terlihat sangat peduli terhadap mereka? Jika ada dari negara sebelah yang datang juga, apa kakak akan melakukan hal yang serupa?" tanya Taka.
Revia tersentak kecil menyadari sifatnya. "Um, mungkin?" Taka bisa menyadari sesuatu di sembunyikan oleh Revia.
"Benar juga. Saat itu kau mengenalku dan ... memanggil anak ini sebagai Leo, padahal bukan namanya," kata Igvin sambil menunjuk Virgilio di belakangnya dengan jari kecilnya. Virgilio sebenarnya ingin protes tetapi ia memilih diam karena penasaran dengan Revia.
Revia menatap Igvin, Virgilio, dan Taka yang juga menatapnya, bergantian. Mulutnya kelu, mempertanyakan apakah keinginannya di perbolehkan atau tidak. "Um ... Lihat jam berapa ini!! Bukankah kalian lelah?! Taka juga sudah waktunya untuk memberi makan adik-adikmu bukan?!" tanya Revia yang berusaha keras mengalihkan topik.
"YAAAH! Penonton kecewa bung!" seru Igvin yang memukul meja dengan kedua tangan kecilnya.
"Pembaca," kata Taka.
"Oh iya, pembaca," kata Igvin.
Setelah itu Taka pamit pulang setelah merasa pekerjaannya telah selesai. Sedangkan Igvin dan Virgilio diantar Revia menuju kamar kosong dan sedikit mengelilingi rumah, agar tahu ruangan dan tempat yang ada di ruangan itu.
"Kenapa tidak memberi tahu?" tanya Virgilio sebelum Revia beranjak dari pintu kamar yang akan ditempati oleh Virgilio dan Igvin.
Revia mencoba memikrkan sesuatu. Pada akhirnya ia menghela nafas. "Biarkan waktu yang menjawab. Untuk sekarang aku tidak boleh mengatakan apa pun."
"Kenapa tidak?" tanya Virgilio lagi.
"Rahasia," kata Revia dengan senyuman manis.
Virgilio terdiam melihat tingkah laku Revia hingga akhirnya Revia kembali ke kamarnya dan keadaan kembali hening, sebelum Igvin kembali berulah dan membuat masternya kesal.
.
.
.
.
.
.
Hei Ho!!!
Sudah lama tak berjumpa. Sepertinya juga banyak yang menghilang ya :")
Maaf atas keteledoranku :")
-(04/01/2020)-
Hampir pencet 2019 yang sekarang tinggal kenangan :")
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro