21. Search Again
Setelah kejadian itu, keseharian Revia kembali seperti biasanya. Taka juga masih bekerja di sana untuk melanjutkan kehidupan dirinya dan adik-adiknya. Hari itu toko roti itu tidak terlalu ramai, jadi Ethan bermain dengan pelanggan yang sedang menunggu pesanan mereka.
Tiba-tiba saja Ethan terdiam lau mengonggong dengan ekor yang berkibas ceria. Taka yang bingung, mendekati Ethan.
"Ada apa?" tanya Taka sambil mengelus bulu-bulu Ethan.
Tak lama pintu toko terbuka dan membuat bel di pintu berbunyi. Terlihatlah seseorang yang menggunakan jubah yang menutupi seluruh tubuh dan setengah wajahnya.
Ethan langsung berlari ke arah orang itu yang sedang menutup pintu.
"Hahaha, kau langsung bisa mengenaliku ya?" tanya orang itu sambil mengelus Ethan.
Revia mendatangi orang itu. "Selamat datang kembali. Anda datang kemari untuk menikmati hidangan atau bertemu dengan Ethan?" tanya Revia dengan senyum jail.
Orang itu membuka penutup kepalanya dan menampakkan wajah pangeran dengan senyuman manis. "Bagaimana jika ingin bertemu denganmu?"
(Si author menjerit dalam hati)
....
Revia meletakkan piring yang diatasnya ada beberapa roti dan sebuah gelas di meja tempat si pangeran duduk. Taka memaksa Revia untuk menemani sang pangeran sembari beristirahat.
"Ngomong-ngomong kita belum berkenalan ya," kata sang pangeran yang menunjukan senyum manisnya.
"Oh benar juga," kata Revia sembari mengingat kejadian saat itu.
"Namaku Myron, kau boleh memanggilku apa saja."
"Pangeran?" tanya Revia.
"Apapun selain itu," kata Myron dengan wajah pasrah. "Lalu jangan memakai bahasa formal, aku mohon," pinta Myron yang menatap Revia dengan ekspresi memohon.
Revia tertawa pelan. "Baik, aku mengerti, Myron." Myron tersenyum manis. "Lalu namaku adalah Revia, salam kenal."
"Salam kenal. Sebenarnya aku sedikit penasaran, mengapa memilih berjualan roti dibandingkan lainnya?" tanya Myron.
Revia melihat sekeliling tokonya. "Karena hanya itu yang aku ketahui dan aku tidak menyesal membuka toko ini," kata Revia yang tertawa kecil, membuat wajah lawan bicaranya menunjukkan rona marah di sana.
Mata Myron melihat ke sekeliling toko. "Kau itu aneh ya," kata Myron yang memajukan tubuhnya.
"Maksudnya?" tanya Revia bingung.
"Jelas-jelas di depanmu adalah seorang pangeran, tetapi kau berbicara seakan-akan lawan bicaramu adalah orang biasa," kata Myron yang tertawa pelan.
"Bukankah kamu yang meminta hal itu? Atau mau formal saja?" tanya Revia yang merasa bingung.
"Tidak, ini lebih bagus. Terima kasih," kata Myron yang tersenyum manis.
"Sama-sama ... aku rasa?" kata Revia yang masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Lalu, apa yang sebenarnya alasan kau pindah ke sini?"
Revia langsung terbeku sejenak. Pikirannya mencari jalan keluar yang tepat, agar ia tidak ketahuan.
"Atau hanya ingin membuka toko di tempat ini? Bukankah ada yang mengatakan bahwa kau dari desa?" tanya Myron.
Revia menghela nafasnya. Setidaknya untuk saat ini ia akan lebih aman. Tiba-tiba ada yang mengganjal dalam pikirannya. "Mengapa kau tahu aku berasal dari desa?" tanya Revia yang merasa ia sama sekali tidak menyatakan asalnya.
Myron tersentak. Mulutnya bungkam, tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia mencari tau mengenai Revia.
"Apakah ini yang dimaksud memiliki jaringan luas ya?" tanya Revia yang mengira-ngira, tanpa mengetahui lawan bicaranya sudah takut ketahuan. "Tetapi memangnya boleh aku memberitahukan kepada anda?" tanya Revia dengan suara pelan.
"Kamu bisa memberitahukan apa pun padaku, tenang saja, aku tidak akan memberitahukan kepada siapa pun. Kamu bisa percaya kepadaku," kata Myron yang menatap Revia dengan tatapan serius.
"Aku ... aku ... ingin lebih banyak membaca buku!!!" seru Revia yang pada akhirnya menemukan asalan yang tepat.
"Lebih banyak membaca buku?" tanya Myron yang melihat Revia bingung.
Mata Revia seakan-akan berputar untuk mencari lebih banyak alasan. "Iya benar, aku tertarik pada sejarah tetapi buku yang ada di sini tidak begitu banyak."
"Hanya itu?" tanya Myron yang menaikan sebelah alisnya.
Revia mengangguk cepat. "Bukankah banyak sejarah yang menarik untuk dicari tahu?" tanya Revia sembari mengelus Ethan yang sepertinya mengerti kebingungan Revia.
Myron mengangguk-anggukan kepala pelan. "Lalu sejarah apa yang membuatmu merasa tertarik?"
Sekarang, Revia ingin mencari lubang sebagai tempatnya bersembunyi. Ethan yang kembali mengetahui keadaan mulai meletakkan kepalanya di atas meja. Matanya melihat ke Myron dan Revia bergantian, seakan-akan meminta perhatian kedua orang itu. Myron mengelus kepala Ethan yang membuat Revia kembali menghembuskan nafasnya.
"Seingatku, di perpustakaan istana terdapat lebih banyak buku dari pada di kota. Apakah kau ingin masuk ke sana?" tanya Myron dengan senyuman manis.
"Apakah boleh saya yang hanyalah seorang rakyat biasa masuk ke istana?" tanya Revia bingung.
"Kau bukan lagi rakyat biasa." Revia menatap Myron dengan pandangan bingung. "Kau adalah temanku. Tentu saja kau akan di terima dengan baik," kata Myron yang tersenyum hingga menunjukkan deretan gigi putihnya.
Revia menatap Myron ragu-ragu. "Sungguh?" tanya Revia pelan.
Myron tertawa pelan. "Ayo, kita ke istana sekarang dan aku akan membuktikannya kepadamu," kata Myron yang mengulurkan tangannya ke depan Revia.
"Sekarang?! Tapi .... "
"Tidak apa-apa kak. Aku bisa mengurus toko ini selama kakak tidak ada. Jadi tidak perlu khawatir," kata Taka yang tiba-tiba muncul.
"Kau yakin?" Taka mengangguk sebagai jawaban Revia. "Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong sejak kapan kau memanggilku dengan sebutan kak?" tanya Revia yang membuat Taka tersentak.
"Su-sudahlah, jangan memikirkan hal itu," kata Taka yang langsung beranjak dari tempatnya.
Setelah itu Myron mengajak Revia keluar dati toko roti Revia, menuju istana. Revia gugup saat bertemu sapa dengan para prajurit tetapi ternyata ia disambut dengan hangat oleh para prajurit. Bahkan namanya juga telah di kenal, itu membuatnya semakin kaget dan gugup.
Myron menjelaskan beberapa hal saat mereka berjalan menuju ke perpustakaan kerajaan. Revia dari tadi melihat kagum hal-hal baru yang baru saja ia lewatkan. Senyuman dan wajah kagum Revia sudah tak bisa lagi ia tutupi, membuat seseorang yang bersamanya terus menahan tawa.
"Apakah sungguh aku boleh datang ke sini?" tanya Revia yang entah sudah keberapa kalinya.
"Tenang saja, sebenarnya jika ada rakyat yang ingin ke perpustakaan kerajaan tidak ada yang melarang. Hanya saja mereka sepertinya sibuk dengan kegiatan mereka," kata Myron yang masih memimpin jalan.
"Kalau begitu buat pengumuman saja," kata Revia semangat.
"Pengumuman?" tanya Myron yang melirik Revia bingung.
"Itu benar. Dengan adanya mengumuman, minimal yang ada di papan pengumuman, para rakyat lainnya bisa saja tertarik untuk menjelajahi perpustakaan kerasaan," kata Revia dengan senyuman manis di wajahnya.
"Itu usul yang bagus," kata Myron dengan gaya yang berpikir.
"Tentu saja! Dengan begitu orang-orang yang tidak bisa membeli buku bisa menapatkan pengetahuan yang lebih," kata Revia yang kegirangan.
"Baik, nanti akan aku beritahukan kepada ayah. Oh, kita sampai," kata Myron yang langsung membuka pintu yang cukup lebar di depannya.
Revia menatap pemandangan dari balik punggung Myron. Entah ada berapa rak buku yang terlihat berbaris dengan rapi dari tempatnya berdiri.
"Ayo, aku antarkan ke rak sejarah," kata Myron yang mengulurkan tangannya.
Karena Revia merasa akan tersesat kapan saja, ia menerima uluran tangan Myron. Saat mereka kembali berjalan, Revia tak merasa bosan melihat jejeran buku yang lebih banyak dibandingkan perpustakaan kota. Tak lama mereka berhenti si suatu rak dengan tag bertuliskan "SEJARAH" di dekat sana.
"Sebenarnya sejarah apa yang ingin kau cari?" tanya Myron yang melihat Revia yang sedang melihat jejeran buku di sana.
"Hm ... baiklah akan aku beri tahu. Tapi berjanjilah jangan marah," kata Revia dengan tatapan ketakutan.
"Tenanglah, aku tidak akan marah padamu kok," kata Myron yag menunjukkan senyuman manis.
"Mengenai perpecahan negara ini."
"Huh?"
.
.
.
.
.
.
Berikan jejak kalian, maka itu bisa menjadi semangat saya dalam melanjutkan cerita. Terima kasih sudah mampir~
-(13/05/2019)-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro