34. Still The Same
Mobil yang dinaiki Rafael baru saja memasuki pelataran mansion Stevano.
Setelah perjalanan udara yang memakan waktu kurang lebih delapan jam, ditambah perjalanan darat selama kurang lebih tiga puluh menit, sudah pasti badan Rafael terasa sangat remuk sekarang. Namun, karena waktu di Valencia yang terhitung lebih lambat enam jam daripada New York, membuat Rafael sampai di tempat Angel dengan waktu yang masih cukup sore, jam tujuh malam. Berbeda dengan arlojinya yang telah menunjukkan pukul satu malam waktu New York.
Bohong rasanya jika Rafael mengatakan dia tidak jetlag sekarang, tapi beginilah Rafael, daripada mengikuti jejak ibunya yang langsung memilih beristirahat di hotelnya sesampainya disini, Rafael sudah pasti lebih memilih menemui Angelnya lebih dulu.
Semua sudah diperhitungkan, Rafael sangat yakin jika Angel sudah sangat terpukul sekarang. Dan Rafael yakin jika Angel sangatlah membutuhkannya.
"Selamat datang, Tuan," suara pelayan pria yang sudah terlihat berumur, menyambut kedatangan Rafael. "Anda sudah di tunggu," ucapnya lagi sembari mengarahkan Rafael begitu pria bermata hazel itu sampai di pintu masuk mansion Stevano yang kokoh.
Rafael akhirnya berjalan menelusuri lorong mansion Stevano, dapat ia lihat di dinding-dinding lorong mansion itu terpajang banyak potret-potret keluarga, dengan potret Angel yang paling banyak terpasang. Tapi tunggu, bisa jadi itu bukan potret Angel, mengingat cerita dari banyak orang yang mengatakan Angel sangat mirip neneknya.
"Akhirnya kau datang," ucap Justin ketika Rafael telah memasuki ruang kerja pria tua itu. Justin terlihat berdiri di tengah ruangan masih dengan tongkat kesayangannya, sementara tubuh pria itu terbungkus oleh sweeter berwarna abu-abu dengan celana khaki sebagai bawahannya.
"Jason, Evan, Ariana, Javier dan semua orang telah kembali ke New York baru saja.. Kau tahu? Mereka harus mengurus pemakaman cucuku. Mayat Angel baru saja dikirim kesana beberapa jam sebelum kau datang," ucapan Justin benar-benar membuat Rafael terkejut.
Pemakaman apa?
Rafael sangat tahu jika di antara mereka semua terdapat rencana untuk membawa Angel ke Valencia dan memberitahunya tentang apa saja hal yang telah di sembunyikan Grandmanya, tentunya setelah masalah Abigail telah mereka selesaikan.
Dan soal kecelakaan pesawat, Javier telah merencanakan hal itu untuk membuat Mandy mengaku, jadi Rafael tidak kaget dan jantungan sama sekali begitu pesawatnya mendarat dan berita Angel meninggal yang pertama kali masuk ke dalam smartphonenya.
Namun mendengar jika mereka saat ini tengah meneruskan rencana Javier dengan skenario pemakaman Angel...
Wait... Apa mereka semua sudah gila?
Membuat Angel benar-benar mati di hadapan publik? Yang benar saja! Pikir Rafael tidak terima.
"Angel yang menginginkan ini semua," ucap Justin tiba-tiba tanpa harus ditanya, seakan lelaki tua itu telah mengetahui pemikiran apa yang sudah muncul di kepala Rafael begitu mendengar apa yang di ucapannya. Jawaban Justin semakin membuat Rafael bingung.
Angel?
"Dia menginginkan semua orang menganggap dirinya memang sudah mati. Hal itu lebih baik menurutnya daripada harus melihat pengkhianatan Grandma kesayangannya terbongkar dan itu membuat masa tua wanita iblis itu menjadi suram." Justin berjalan mendekati Rafael.
"Dia tidak ingin Mandy Jonson menyadari jika pengkhianatannya telah terbongkar dan itu membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Angel begitu ingin melindunginya hingga ia melakukan itu semua," jelas Justin sembari menyuruh Rafael untuk duduk di sofa ruangannya.
Rafael mengabaikan perintah Justin, namun wajahnya menunjukkan jika ia menuntut kejelasan yang sejelas-jelasnya dari kakek tua yang selalu menggenggam ujung tongkat di tangannya itu.
"Maksudnya..?"
"Jika Mandy menyadari jika Angel ternyata masih hidup, maka menurut Angel, semua orang tidak akan bisa berpura-pura tanpa diketahui wanita ular itu jika kejahatannya sudah terbongkar. Karena Angel berpikiran, Mandy cukup pintar untuk mengetahui jika berita dan semua perkataan Abigail adalah sebuah trik untuk mengetahui keterlibatan Mandy jika kemudian Angel muncul di hadapannya dalam keadaan masih bernapas," ucap Justin dengan pandangan geram.
"Hal itu akan membuat Mandy merasa was-was terhadap posisinya. Hal yang menurut Angel seharusnya tidak perlu wanita tua itu pikirkan di usianya yang sudah renta." Justin mengatakannya sembari tersenyum kecut. Dan Rafael bisa menyadari jika seiring perkataan yang Justin katakan, emosi yang lelaki tua itu semakin terlihat.
"Karena itu, Angel lebih memilih Mandy tetap mengetahui jika dirinya telah pergi.. Dan cucuku itu juga menyuruh semua orang beranggapan dan bertingkah seolah-olah tidak ada secuilpun pengkhianatan yang pernah Mandy lakukan. Ia bahkan berpesan agar semua orang menjaga Grandmanya disaat ia tidak bisa menemaninya."
Rafael menganga mendengar penjelasan Justin. Dia tidak habis pikir dengan apa yang telah diputuskan gadis kecilnya, bagaimana mungkin seperti itu?
"Kenapa?" tanya Rafael.
Ya, kenapa?
Karena sudah sepantasnya seorang pengkhianat mendapatkan perlakuan yang sepatutnya. Itu yang dipikirkan Rafael.
"Tentu saja karena dia sangat menyayangi wanita iblis itu lebih dari apapun, bahkan lebih dari dirinya sendiri." Rafael bisa melihat jika kobaran amarah di mata hazel Justin semakin membesar ketika lelaki itu mengatakan perkataannya.
Justin Stevano terlihat marah, benar-benar marah.. Namun cengkraman kuat tangan pria itu di tongkatnya tekesan menujukkan jika Justin tengah berusaha menahan amarahnya.
"Dia lebih memilih publik berpikiran jika dirinya telah mati. Ia lebih memilih membuang nama keluarganya, membuat Angeline Neiva Stevano tidak ada di dunia lagi, asalkan wanita jahannam yang ia panggil Grandma itu baik-baik saja dan bahagia di sisa hidupnya," Justin memalingkan wajahnya sembari membuang napasnya lelah.
"Tanpa Angel sadari, gadis itu lebih memilih wanita yang bukan siapa-siapa daripada keluarganya sendiri. Dia lebih memilih Mandy yang tidak menyayanginya daripada kami yang sangat menyayanginya sepenuh hati." nada kekecewaan menguar ketika kata-kata itu keluar dari mulut Justin.
Dan Rafael memang bisa merasakan jika Justin memang sangatlah kecewa atas fakta bahwa cucunya sangat menyayangi biang masalah keluarga mereka. Rafael bisa merasakan jika Justin sebenarnya sangat tidak rela menyadari cucunya masih bisa memaafkan wanita yang telah ia cap tak lebih baik daripada rubah.
"Angel memiliki alasan untuk itu, Grandpa.." ujar Rafael setelah ia terdiam dalam waktu yang cukup lama. Paling tidak, Rafael memiliki insiatif untuk meredakan rasa kecewa lelaki di hadapannya.
"Seperti dia yang tidak menginginkan Abigail bersamaku, seperti dia yang lebih memilih melepas karir musiknya yang sedang naik tanpa berpikir panjang, aku yakin terdapat alasan lain lagi yang membuat Angel memilih mengambil keputusan ini," tambah Rafael yang membuat Justin tersenyum tipis. Senyuman membenarkan.
"Ya. Selalu ada alasan yang membuatnya mengambil tingkah yang tidak akan bisa kita sangka-sangka." akhirnya Justin berkata dengan raut wajah yang sudah agak melunak.
"Jika dipikir-pikir lagi..." Justin menggantung kalimatnya sembari menatap potret besar di dinding ruang kerjanya. Potret seorang wanita bermata biru yang sedang tersenyum lebar--istrinya. Alexa Robinson, ralat, Alexa Stevano. Wanita yang akan selalu menempati tempat tersendiri dalam keluarga mereka.
"Dia semakin mirip Grandmanya.. Grandmanya yang sebenarnya," ucap Justin dengan nada bangga.
Justin berpikiran, mungkin banyak orang yang menganggap Angel sangatlah memiliki sifat yang berbeda dengan neneknya, tetapi tidak.. Mereka cenderung mirip. Dalam hal negatif, Angel dan Alexa sama-sama suka mengambil kesimpulan sendiri tentang orang lain tanpa mau berpikir lebih panjang. Namun dalam sisi positif, mereka juga sama-sama rela jika dirinya harus tersakiti jika itu menyangkut orang-orang yang mereka sayangi.
Sama dengan Alexa yang dulu sering tersakiti karena rasa cintanya pada seorang playboy cap paus bernama Justin Stevano tetapi wanita itu memilih bertahan. Rasa sayang Angel pada orang yang salah bernama Mandy Jonson membuat gadis itu rela mengalah. Ia lebih memilih melepas identitasnya yang mampu membuat banyak orang iri dengan keberuntungannya, daripada melihat Grandma gadungannya tersudut dan terhakimi.
Ya.. Walaupun Justin juga tidak menampik, terdapat sifat-sifat Mandy yang tertanam pada kepala cucunya. Sialan! Mandy benar-benar sialan!!
Kata-kata buah tidak jatuh jauh dari pohonnya mungkin memang benar, kecuali jika buah itu terjatuh ke atas truck dan terangkut jauh hingga ke tidak jatuh di dekat pohonnya lagi. Dan mungkin Angel termasuk dalam opsi yang kedua juga.
"Kau tidak ingin menemui Angel cepat-cepat, Raf?" tanya Justin kemudian. Dalam hati Justin terkekeh mengingat jika ia sempat mengatakan pada Abigail jika Rafael sedang menenangkan Angel. Padahal tidak, Rafael masih berada di dalam pesawat. Dasar jahil.
Rafael mengangguk mendengar pertanyaan Justin. "Tentu saja Grandpa.. Aku datang kesini bukan untuk berkencan denganmu. Itu sudah pasti," ujar Rafael sembari terkekeh geli.
Justin memutar bola matanya jengah. Setelah ia merasa terbebas dari calon cucu menantu macam Javier, ternyata calon yang lain juga tak kalah kurang ajarnya. Nasib.
***
Angel masih bergelung di dalam selimut tebal birunya ketika ia mendengar pintu kamarnya terbuka. Dengan marah, tanpa berusaha menyingkap selimutnya, Angel segera membentak orang yang ia yakini sebegai salah satu pelayannya.
"Jika sekali lagi kalian datang untuk menyuruhku makan malam, maka aku akan menyuruh Grandpa memecat kalian sekarang juga!" teriakan Angel teredam oleh selimut tebalnya.
Dan bukan mendengar suara langkah kaki keluar dengan tergesa-gesa seperti biasa, Angel malah mendengar kekehan yang sangat ia kenal.
"Tidak makan malam? Kau sedang berdiet, Angeline?" Degg!!
Rafael!!
Mendengar suara Rafael, Angel segera keluar dari selimutnya dan duduk di atas ranjangnya. Mata biru Angel mengerjap-ngerjap sembari menatap Rafael dengan pandangan tidak percaya. Wanita itu menggeleng-gelangkan kepalanya sebelum bergerak turun dari ranjangnya untuk berlari dan menerjang Rafael dengan pelukan eratnya.
"Kau kemana saja? Aku merindukanmu.. Aku membutuhkanmu.. Kenapa kau lama sekali?" Angel berkata dengan suara terisak. Sementara tangannya telah memeluk erat pada tubuh tegap Rafael sementara wajahnya telah ia tenggelamkan pada dada bidang lelaki itu.
Angel sangat lega. Benar-benar lega ketika ia bisa melihat Rafael di hadapannya.
Emosi Angel telah campur aduk beberapa jam belakangan ini. Ia masih merasakan dengan jelas rasa takutnya di pesawat akibat tingkah tidak jelas Javier. Angel masih merasakan rasa bersalahnya hingga kini ketika Javier tersenyum pedih sembari mengatakan, "Kenapa kau tidak pernah mencoba untuk mempercayaiku, Angel? Sedikit saja.. Karena aku akan selalu sama.. Aku akan menjadi Javier yang menyayangimu dan selalu mengusahakan agar kau bahagia," setelah Angel menampakkan ketakutan yang sangat besar.
Dan rasa bersalah itu semakin bertambah besar ketika mereka mendarat dengan selamat, tanpa perkataan Javier di sepanjang perjalanan.
Namun ada hal lain yang membuat emosi Angel terguncang hingga sekarang.
Lebih dari itu, sesampainya Angel di mansion Grandpanya, Angel memang merasa lega ketika ia melihat ternyata Justin sedang baik-baik saja. Namun sekali lagi, rasa lega Angel tidak bisa berlangsung lama.
Fakta. Kenyataan. Dan bukti.
Ketiga kata itu yang kemudian memporak-porandakan hatinya hingga menjadi serpihan kecil. Pengkhiatan orang yang paling ia percaya, Grandmanya-- dan pengakuan Abigail yang entah kenapa bisa ada di mansion Grandpanya benar-benar membuat Angel berpikir jika dunia ini tidak adil.
Dunia ini terlalu kejam padanya..
Kenapa harus Grandmanya?
Kenapa harus wanita yang selalu ada dan membelanya?
Kenapa bukan Javier saja?
Kini, Angel benar-benar mengerti arti perkataan Daddynya yang sempat mengatakan, "Itu hanya Javier,"
Karena memang fakta di hadapaannya lebih menyakitkan dari fakta sebelumnya yang ia pikir benar. Itu Grandmanya...
"Aku disini Angel.. Aku sudah datang.. Aku ada di hadapanmu.. Kau bisa bersandar kepadaku selama yang kau mau," bisik Rafael menenangkan. Dan itu semakin membuat Angel menangis kencang.
Hanya Tuhan yang bisa tahu darimana kekuatan yang Angel dapatkan mengingat gadis cengeng sepertinya ternyata sanggup menahan tangisnya setelah kejadian yang bertubi-tubi tadi. Karena itu, begitu Angel mendapatkan tempat yang dirasanya nyaman, maka air matanya terus berderai tanpa bisa berhenti. Dan tempat itu adalah Rafael.
Ia sangat lelah. Angel lelah dengan semuanya.
Jika memang semua ini adalah ganjaran atas keegoisannya selama ini, maka Angel berjanji, di masa depan ia akan berusaha menekan keegoisan dalam dirinya. Meskipun ia yakin hal itu akan sulit di lakukan, Angel akan tetap berusaha. Ia berjanji...
"Grandma membenciku, El.. Kenapa harus Grandma? Aku menyayanginya.. Aku mencintainya.. Aku pikir hanya dia yang bisa mengerti apa yang aku mau... Tetapi ternyata dia--"
"Sssttt... Tenanglah Baby, I'm here.." potong Rafael sembari mengecup puncak kepala Angel sayang.
"Sangat menyakitkan, El.. Disaat kau sangat mempercayai seseorang, namun dia mengkhianatimu..Rasanya sakit sekali.." ucap Angel sembari terus mengeratkan pelukannya pada Rafael seakan Angel tidak mendengarkan perkataan Rafael sebelum ini.
"Nyatanya orang yang aku percayai adalah orang yang berniat menjauhkanku dari orang-orang yang menyayangiku, El... Orang yang aku sayangi malah menjadi orang yang menumbuhkan kebencian di hatiku untuk orang-orang yang sangat menyayangiku," isak Angel dengan pundak yang turun naik.
Rafael mengelus punggung Angel, berusaha menenangkannya. Dan itu sedikit demi sedikit berefek pada Angel yang mulai rileks perlahan.
"Kau membencinya, Baby?" bisik Rafael yang membuat Angel menggeleng keras.
"Aku masih mencintainya.. Tetapi aku kecewa padanya," jawab Angel cepat. Tepat seperti yang Rafael pikirkan.
"Kenapa kau sangat lama, El... Kenapa kau tidak segera menyusulku?" rengek Angel. Kali ini gadis itu melepaskan pelukannya dan menatap Rafael dengan pandangan penuh tuntutan.
"Ada yang masih harus aku urus, Angel.. Aku harus menyelesaikan itu semua.. Baru aku bisa tenang," jawab Rafael sembari menangkup wajah Angel. Berusaha memberi pengertian pada gadis yang ia pikir memiliki kepala batu itu.
"Pekerjaan?" tanya Angel dengan pandangan kesalnya. Lucu sekali menurut Rafael, karena raut kesal itu dikeluarkan bersamaan dengan tangisnya yang masih belum berhenti.
"Aku pikir Daddymu masih belum mengatakan hal ini padamu, Angel," ucap Rafael yang membuat Angel merengut tidak mengerti. Rafael mengecup kening Angel cepat.
"Kami membagi tugas.. Evan dan Daddymu mengurus Abigail.. Javier membawamu kemari dan aku.." ucap Rafael sembari mengaitkan rambut Angel ke belakang telinganya. Rafael tersenyum,
"Kuharap kau masih ingat potret di meja kerjaku. Ada potret kita bersama sepasang anak bermata abu-abu. Satu adalah Abigail, dan satunya adalah kakaknya, Andrew," jelas Rafael.
Tangisan Angel telah benar-benar berhenti, karena rasa penasarannya lebih mendominasi.
"Aku bertugas untuk mengurus orang itu. Tidak butuh waktu lama, karena ternyata dia adalah orang yang sama dengan yang selalu memberikan info padaku selama ini." ucapan Rafael membuat Angel sadar jika Abigail telah merencanakan semua ini dengan rapi sekali.
Abigail bahkan telah memblokir segala akses Rafael untuk mencari data tentangnya. Wanita itu benar-benar cerdik.
"Dia yang membuatku menjadi sangat lambat dalam mengetahui semua hal yang sebenarnya, Angel. Dia yang membuatku menjadi tokoh paling konyol disini!" sungut Rafael dengan ekspressi kesalnya.
Rafael sebenarnya lebih kesal lagi begitu Javier memberitahu dirinya dengan mulutnya sendiri jika lelaki itu telah memblokir juga akses info Rafael soal Angel. Dengan alasan; Jika Rafael tidak tahu apa-apa maka dia yang akan menang.
Bayangkan! Seorang Rafael Marquez Lucero, CEO Bluemoon kebobolan dua orang? Rekor memalukan.
Angel merespon perkataan dengan mengedip-ngedipkan matanya seolah gadis itu tengah berpikir.
"Bukannya kau memang konyol, El?" tanya Angel dengan tampang tanpa dosanya.
Itu membuat Rafael kesal, lelaki itu merengkuh Angel kedalam pelukannya sebelum menumpahkan kekesalannya dengan mengigit telinga Angel gemas.
"El!! Sakit!!" pekik Angel sembari memukul dada Rafael.
"Suruh siapa kau mengejekku, Angeline Neiva Stevano," bela Rafael. Lelaki itu menyurukkan wajahnya di lekukan leher Angeline.
"Aku bukan Angeline Neiva Stevano lagi, El.. Gadis itu sudah mati," ucap Angel sembari tersenyum tipis.
Ya, Angeline sudah mati.
***
"Kau kalah lagi, Jav?" kekeh Evan yang membuat Javier merengut kesal.
"Jangan menghinaku!" ucap Javier sembari menendang tulang kering Evan begitu mereka berjalan untuk keluar dari pesawat. Evan mengaduh dan menatap Javier dengan pandangan kesalnya. Lelaki ini memang Korea Utara!
"Dasar berandalan. Pantas saja kau mejadi orang yang mengenaskan sekarang. Kasihan.. kau kehilangan Angel lagi," ejek Evan sembari mengelus kakinya yang masih terasa nyeri.
"Sesuai kesepakatan, kau kalah... Kapal pesiarmu menjadi milikku," kekeh Evan girang.
Javier merasakan kepalanya berasap sekarang. "Lihat saja nanti, di masa depan kau yang akan menjadi mengenaskan karena aku yang akan merebut kekasihmu," janji Javier. Evan mendelik tidak terima.
"Apa katamu?" sungut Evan kesal.
Javier menaikkan sebelah alisnya, dengan lagak mengejek Evan. "Aku tidak perlu mengulang perkataanku," Javier tersenyum miring.
"Lebih baik sekarang kau pakai kacamata hitammu dan berikan acting terbaikmu, Korea Selatan," lanjut Javier sembari memaki kaca mata hitamnya sendiri dengan gaya yang mambuat Evan mual.
"Dan jangan menatapku dengan pandangan marah seperti itu.. Ingat, kita harus terlihat sedih saat ini.. Sangat. Amat. Sedih." tambah Javier lagi.
Javier kemudian melangkah mendahului Evan. Dia sudah siap berakting hancur di hadapan khalayak ramai karena kehilangan pujaan hatinya. Lagipula, untuk apa Javier berakting? Toh ia benar-benar hancur sekarang.
Evan mungkin beranggapan Javier hanya kesal karena dalam taruhan mereka Javier kalah. Tetapi lebih dari itu, Evan tidak akan pernah memahami jika di bawah langit ini hanya Angel yang Javier cintai. Sejak dulu, hingga sekarang... Akan selalu seperti itu. Exactly.
"Banyak wartawan yang menunggu di depan, Tuan." salah seorang bawahan Javier membisikkan hal itu begitu Javier akan turun.
Javier tersenyum miring. It's a show time!
Dia hancur, dia terluka, dia tidak terima... Tetapi yang pasti, Angeline akan baik-baik saja.
Javier memang akan selalu sama.
------------------------------------------------------
Daasa97
Find Me On IG:
Dyah_ayu28
(15 November 2016)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro