3. You Make Me Feel
"Terimakasih, El...," ucap Angel tulus ketika mobil Rafael berhenti tepat di depan mansion rumahnya. Hari telah beranjak malam, dan Rafael mengatakan Angel tidak perlu khawatir keluarganya akan kebingungan, karena Rafael telah memberitahu mereka.
Rafael memang selalu menyelesaikan semuanya.
"Jangan seperti itu lagi," ucap Rafael, menghentikan Angel yang sudah akan membuka pintu mobil di sampingnya. Ucapan Rafael membuat Angel menghentikan gerakannya, dan menolehkan wajahnya untuk mendapati Rafael yang tengah menatapnya lekat.
"Jangan seperti itu lagi. Kau membuat darahku berhenti mengalir karena mengkhawatirkanmu. Tidak bisakah kau menelponku? Menceritakan semuanya padaku? daripada menghilang seperti tadi yang membuatku--" Rafael menghentikan ucapannya tiba-tiba. Rasanya bodoh ketika harus mengucapkan bagaimana khawatirnya ia pada adik kecilnya ini. Lebih baik tenaga yang Rafael miliki digunakan untuk menjaganya, bukan untuk menceramahinya.
"Baik El, lain kali aku akan menelponmu. Aku akan memanggilmu, dan kau tidak boleh mempunyai alasan untuk tidak menemuiku," ucap Angel dengan senyum manisnya.
"Selamat malam, El...," tambahnya kemudian, sebelum membuka pintu mobil Rafael dan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumahnya.
Hati Angel terasa berbunga-bunga melihat respon yang Rafael berikan ketika dirinya menghilang. Angel tidak buta untuk melihat bagaimana lelaki itu menunjukkan wajah khawatirnya. Angel tidak buta untuk melihat Rafael yang menatapnya dengan tatapan permohonan.
Ya, lelaki itu memohon padanya agar selalu mencarinya tiap kali Angel dalam keadaan tidak baik, tertekan ataupun apapun itu. Apalagi arti semua itu selain Rafael mencintainya? Memikirkan itu membuat Angel terus menyunggingkan senyuman di wajahnya bahkan ketika ia telah melangkah masuk ke dalam mansionnya.
"Angel! Kau ini benar-benar!" Angel terpekik kaget ketika suara Evan tiba-tiba muncul tanpa ia perkirakan. Lelaki itu berdiri di ujung bawah tangga dengan pandangan mata yang menampakkan kemarahan yang tidak ditutupi. Anak kecil ini yang telah membuatnya uring-uringan setengah mati.
Pasalnya, jika Angel menghilang siapa yang akan bisa ia jadikan pengganti sebagai adik kesayangannya? Nikky Manaj? Memikirkan itu membuat Evan ngeri.
"Hai, kak...," sapa Angel dengan cengiran bersalah di wajahnya. Mata biru Angel menatap Evan dengan tatapan meminta pengampunan, karena jika dibandingkan dengan ibunya, Angel lebih percaya jika kakaknya adalah orang yang paling over di hidupnya.
Jika ibunya sudah tidak akan khawatir lagi ketika mengetahui Angel berada dimana, terlebih lagi jika Angel tengah bersama Rafael, jangan harapkan Evan akan melakukan hal yang sama.
Terbukti saat ini, Evan menghampirinya dengan langkah tergesa dan kemarahan yang tercetak jelas di wajahnya. Jika di dalam serial anime, Angel yakin jika lantai yang telah dipijaki kaki Evan akan digambarkan mengeluarkan api yang menyala-nyala melihat betapa garangnya wajah Evan saat ini.
"Kemana saja kau seharian ini?" tanya Evan dengan suara menggelegar. Ini juga yang memebedakan Evan dengan orang lainnya, karena jika biasanya Angel akan langsung menangis jika ada orang yang membentaknya, lain jika Evan yang melakukannya. Karena jika Angel masih saja menangis, itu menggambarkan jika kemampuan beradaptasinya sangat minim. Bayangkan, sejak Angel kecil bentakan Evan selalu menghiasi harinya. Bahkan ketika jari Angel berdarah karena tertancap duri ikan, Evan lah yang berada di garis terdepan dalam golongan orang yang ingin menyentaknya. Benar-benar tukang bentak sejati.
"Studio." Cicit Angel dengan wajah masih menatap Evan dengan cengiran yang masih terpasang. Kerena jujur, meskipun kemarahan Evan adalah makanan sehari-harinya. Angel masih saja ngeri melihat mata coklat kakaknya yang menatap tajam.
"Hanya itu yang bisa kau katakan?!" Sentak Evan lagi, membuat Angel mengedipkan matanya berkali-kali. Jika ada yang bertanya padanya apa hal yang paling ia takuti, pasti Angel akan menjawab kemarahan Evan. Angel bisa menjamin jika kemarahan Adolf Hilter masih lebih baik daripada kemarahan Evan yang mengalir bak lava yang sedang tumpah. Sumpah!
"Kakak...," rengek Angel berusaha untuk meredakan kemarahan Evan. Gadis itu terus memainkan ujung dress biru yang tengah dikenakannya sembari menunduk kesal. Pentingkah marah-marah beberapa menit sebelum makan malam? Tetapi sepertinya Evan sama sekali tidak terpengaruh dengan rengekannya.
"Kau ini ben--"
"Evan...," potong sebuah suara yang membuat Angel menarik nafasnya lega. Malaikat penolongnya telah datang, membebaskannya dari penyihir jahat bernama Evan. Angel berusaha melihat ke belakang punggung Evan, dan disana neneknya telah berjalan kearah mereka berdua dengan tangan dilipat di depan dada.
"Jangan bela Angel lagi, Grandma... dia keterlaluan. Dia tidak mau tahu seberapa khawatirnya aku ketika dia-"
"Evan.." ulang neneknya pelan, tetapi sarat dengan peringatan. Akhirnya lelaki berbadan tinggi besar itu hanya bisa berdecih kesal sebelum menatap Angel kembali dengan tatapan sebal.
Yah, yang bisa dilakukan Angel hanya mengedikkan bahunya sembari menyengir lebar, tentu saja.
Akhirnya ia bebas, fuih....
"Angel, mana Rafael?" tanya neneknya sembari menoleh-nolehkan kepalanya untuk mencari Rafael. Bukankah Ariana berkata jika lelaki itu yang bersama Angel dan akan mengantarnya pulang? Lantas kemana dia sekarang?
"El masih harus kembali ke kantornya Grandma... " ucap Angel sembari menghembuskan nafasya tidak suka. Bayangan jika saat ini Rafael tidak pergi ke kantor tetapi menemui Abigail membuatnya kesal. Menyebalkan.
Dan raut wajah Angel sukses ditangkap oleh neneknya. Membuatnya berpikir ada sesuatu yang tengah terjadi pada cucu kesayangannya. Dan itu bisa dicari tahu nanti...
"Evan, apa yang kau tunggu? Cepat ke meja makan sekarang. Kita makan malam. Mommymu telah menyiapkan makanan untukmu sedari tadi." Ucap Mandy sembari menatap Evan yang terlihat masih mencari celah untuk memarahi adiknya. Untung saja saat ini Jason sedang tidak ada, jika tidak pasti kedua orang itu tengah berkomplot untuk memberikan tatapan menusuk pada cucu kecilnya. Dan kemampuan membelanya sudah pasti tidak terlalu berpengaruh jika itu terjadi.
"Baiklah Grandma..." ucap Evan pasrah sembari menyunggingkan senyum terpaksa pada wanita dengan rambut di penuhi uban di hadapannya. Dia tidak akan pernah menang melawan nenek dan ibunya. Dan sayangnya kedua wanita itu selalu membela adiknya lebih dari apapun. Mungkin karena mereka merasakan perasaan solidaritas sebagai seorang wanita. Entahlah.
"Kau! jangan begitu lagi." Akhirnya Evan hanya bisa mengucapkan satu kalimat penuh peringatan pada Angel sebelum melangkahkan kakinya ke dalam, tepatnya menuju ruang makan mansionnya. Hilang sudah kesempatannya memberi pelajaran pada adik kecil yang dengan suksesnya telah membuatnya khawatir seharian.
Baru setelah Evan tidak terlihat dari pandangan, Angel dapat menghembuskan nafasnya lega. Leganya...
"Terimakasih Grandma.. lagi-lagi Grandma yang menyelamatkanku dari kemarahan Hydra bermata dua...," ucap Angel sembari bergerak untuk memeluk tubuh ringkih neneknya. Neneknya hanya tertawa sembari mengelus punggung Angel sayang, kemudian dengan sekali gerakan perempuan tua itu mencium kening cucunya sebelum menanyakan pertanyaan yang sempat berputar di kepalanya,
"Jadi... ada apa dengan cucu kesayangan Grandma ini?" tanyanya, membuat Angel menyunggingkan senyum jenakanya.
"Ayo makan dulu Grandma... nanti aku ceritakan...," ucap Angel sembari menggandeng tangan neneknya. Menuntunnya menuju ruang makan Mansionnya.
Sejak kedatangan neneknya sepuluh tahun yang lalu Angel selalu merasa memiliki pembela baru. Karena Mandy Elya Mccan akan selalu membelanya dengan cara yang luar biasa. Neneknya bahkan bisa membuat Evan tidak bisa memarahinya dengan leluasa.
Seperti tadi. Evan terlihat mudah dijinakkan bukan?
***
"El? Kau pulang?" Suara seorang wanita yang tertangkap gendang telinganya menyambut kedatangan Rafael. Dengan segera Rafael menolehkan wajahnya dan mendapati Kimberly Lucero sedang menatapnya dengan pandangan hangatnya.
"Kapan aku tidak pulang, Mommy?" tanya Rafael sembari menghampiri wanita paruh baya yang berdiri tak jauh darinya. Ucapan Rafael membuat ibunya terkekeh pelan. Wanita berusia lima puluh tahunan itu hanya memandang Rafael yang sangat terlihat tidak rapi saat ini. Kancing kemejanya terbuka dua, dan jas hitamnya ia sampirkan di bahunya. Entah kemana perginya dasi yang tadi pagi lelaki itu kenakan ketika berpamitan untuk pergi ke kantornya.
"Maksudku, tumben sekali jam delapan malam kau sudah pulang.." ralat ibunya sembari mengecup pipi putranya sayang ketika Rafael sudah berada pas di hadapannya.
"Aku membawa pekerjaanku pulang, Mom. Aku menyuruh Sanders membawanya ke kamarku." Jelas Rafael yang diangguki ibunya.
Mereka berjalan bersisian dengan Rafael yang merangkul bahu ibunya. Kelelahannya terasa langsung hilang ketika melihat senyum hangat ibunya ketika ia pulang. Rafael memang bisa dikatakan sebagai salah satu member laki-laki yang sangat sayang Mommy.
"Mommy mengganti sofanya lagi?" tanya Rafael sembari menatap ibunya dengan pandangan takjub. Padahal baru seminggu yang lalu -kalau tidak salah- ibunya telah memperbaharui semua perabot di ruang tamu mansionnya tanpa terlewatkan sedikitpun. Dan sekarang...
"Ya. Kau tahu kenapa? Aku melakukannya agar titleku sebagai penggangguran kesepian tingkat akut semenjak kau ikut terjun ke perusahaan ayahmu itu tidak semakin menjadi. Aku tidak mau naik pangkat lagi," keluh ibunya yang membuat Rafael tertawa. Karena sepertinya, itu terus alasan yang diberikan ibunya tiap kali wanita yang sudah melahirkannya itu menghabiskan ratusan ribu hingga jutaan dollar tiap kali ia menggesekkan kartu debetnya.
"Dengan begini title Mommy menjadi sophaholic tingkat akut." Ucap Rafael dengan tawa yang masih menghiasi suaranya.
"Karena itu... cepatlah menikah, El.. Jadi Mommy tidak kesepian disini..." tambah ibunya yang direspon cengiran jahil oleh Rafael. Bagaimana Rafael tidak menyengir jahil? Karena di pikirannya saat ini tak jauh dari gambaran dirinya dan Abigail di atas pelaminan.
Melihat respon anaknya, mata Kimberly langsung bersinar terang. Pasalnya tidak biasanya tanggapan Rafael seperti ini, biasanya Rafael hanya menjawabnya dengan keluhan dan alasan yang panjang. Jadi, bukankah ini pertanda bagus?
"Kau mau kan Mommy nikahkan?" tanya Kimberly sembari berhenti berjalan yang membuat Rafael berhenti juga. Saat ini mereka tengah berada di depan tangga mansion mereka yang terbelah dua. Rafael mengelus senyum hangatnya melihat Kimberly yang tersenyum bahagia sembari menatapnya dengan tatapan penuh harap. Mungkin sudah waktunya.
"Dengan syarat Mommy mau melamar gadis yang aku cintai, tentu saja..." ucap Rafael sembari tersenyum senang. Ucapan Rafael membuat Kimberly mematung dengan tatapan tidak percaya. Benar-benar keajaiban. Ucapan Rafael lebih mencengangkan daripada kemenangan presiden berkulit hitam di pemilu Amerika.
Dan ketika wanita itu telah tersadar dari keterkejutannya. Rafael telah berada di ujung atas tangga. Tantu saja dengan cengiran jahilnya. Sepertinya Rafael puas telah membuat ibunya tercengang tidak percaya.
Kimberly menghela nafasnya sebelum menatapa Rafael dengan senyuman di wajahnya. Sepertinya dia akan memiliki menantu yang bisa ia jadikan partner belanja setelah ini. Tapi bukan itu yang terpenting. Karena dengan memiliki istri, Kimberly yakin Rafael tidak selalu berkutat dengan yang namanya pekerjaan dari pagi sampai malam.
Baiklah nak, kita lamar gadis yang kau cintai. Janji Kimberly dalam hati.
***
Angel tidak bisa tidur.
Gadis itu hanya bisa membalikkan badannya ke kanan dan ke kiri, bahkan setelah dua jam penuh dia berbaring di ranjang besar yang dihiasi kanopi di atasnya. Seperti tempat tidur seorang putri.
Ya, bukankah Angel memang seorang putri? Putri keluarga Stevano lebih tepatnya.
"Alright! Aku akan bangun," ucap Angel akhirnya sebelum bangkit dari tidurnya. Berbaring tanpa bisa terlelap membuatnya bosan tentu saja.
Gadis itu meraih remote control di atas nakas tempat tidurnya dan menyalakan lampu kamar yang sebelumnya sempat ia matikan. Matanya memandang sekeliling, kamarnya kini terlihat jelas begitu lampu besar di atasnya menyala terang.
Dengan langkah malas-malasan Angel bergerak menuju balkon dengan kaki telanjang, wanita itu hanya mengenakan baju tidur tipis berwarna baby pinknya yang sukses melukiskan lekuk tubuhnya yang bisa membuat pria menelan ludah hanya dengan sekali pandang. Tetapi sayangnya, lelaki yang sangat berarti dalam hatinya tidak pernah memandangnya dengan cara yang Angel inginkan.
Rafael memang dekat, tetapi lelaki itu terasa jauh. Apalagi dengan kehadiran Abigail.
Angel menghembuskan nafasnya frustasi, gadis itu membiarkan terpaan angin memainkan rambutnya yang ia biarkan tergerai. Di depannya terhampar pemandangan danau buatan yang tepinya terlihat berkilauan karena terkena terpaan lampu taman.
"Angel.." Angel langsung berjingkat kaget mendengar sebuah suara memanggil namanya. Tapi ternyata kekagetannya masih bukan apa-apa dibanding dengan kekagetan yang ia rasakan setelahnya akibat kehadiran sosok yang tidak pernah Angel inginkan di balkon kamar sampingnya.
Javier Mateo Leonidas!
Sejak kapan lelaki perusuh itu kesini? Kenapa Angel sama sekali tidak tahu sama sekali?!
"Kau?! Kapan kau datang?!" ucap Angel dengan nada galaknya. Membuat lelaki yang telah menjadi lawan bicaranya terkekeh pelan.
"Satu jam yang lalu. Bersama uncle lebih tepatnya." Jelas Javier yang sekali lagi membuat Angel menatapnya tidak percaya.
"Daddyku?" tanya Angel memastikan yang dijawab anggukan keras oleh Javier. Dan Angel bersumpah ingin menghabisi pria tengik itu saat ini juga melihat tatapan Javier yang seakan tengah menelanjangi tubuhnya. Di tambah lagi senyuman menggoda yang terukir di bibir seksinya itu. Javier benar-benar sukses membuat Angel ingin melempar wajah lelaki itu dengan vas bunga yang terletak di depannya.
"Kau semakin seksi saja, calon istri..." goda Javier yang membuat wajah Angel memerah. Bukan merah karena malu, tetapi marah. Lelaki ini selalu saja membuat darahnya tinggi tiap kali mereka bertegur sapa. Sial kuadrat!!
"Dalam mimpimu Tuan! Sudahlah... aku akan menemui Daddyku dulu... bye.." ucap Angel kesal sebelum berjalan masuk ke dalam kamarnya. Telinganya masih bisa mendengar kekehan Javier di belakangnya. Abaikan saja, anggap saja orang gila.
Sedangkan Javier berpikiran lain, Angel masih sama. Masih anti pada dirinya.
Dasar Evan sialan! Rutuk pria itu di dalam benaknya kemudian.
***
Masih dengan berbagai rutukan yang ia ucapkan di dalam hati, Angel berjalan tergesa menuruni tangga mansionnya. Jika memang Daddynya pulang hari ini, kenapa Angel tidak tahu? Bukankah biasanya Angel-lah yang selalu di beritahu lebih dulu?
Angel memang sudah empat hari belakangan ini tidak berjumpa dengan Daddynya karena perjalanan bisnis Daddynya yang mengharuskan lelaki itu pergi ke London. Dan itu sukses membuat Angel rindu setengah mati.
"Angel, kau belum tidur?" sapa Evan yang terlihat baru saja masuk dari pintu depan mansion dengan raut wajah letihnya. Baru dari mana kakaknya malam-malam begini? Bukankah tadi sore Evan sudah berada di mansion?
"Aku tidak bisa tidur, kak. Mana Daddy?" jawab Angel dengan pertanyaan yang menyertainya.
Evan mengerutkan keningnya bingung, masih tidak mengerti dengan pertanyaan Angel. Bukankah Daddy mereka tengah berada di London saat ini?
Angel yang akhirnya mengerti jika Evan ternyata tidak tahu apa-apa dari raut wajahnya, mengeluarkan suaranya, "Javier memberitahuku jika dia pergi ke sini bersama Daddy?" jelas Angel yang semakin membuat kernyitan di kening Evan semakin dalam. Apa Angel bilang?
"Javier?" tanya Evan memastikan. Hanya satu Javier yang Evan kenal, dan itu Javier yang sama dengan orang yang telah mengcopy paste namanya.
"Anak tengil itu?" lanjut Evan lagi membuat Angel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Shit!! Dimana dia sekarang?!" rutuk Evan langsung, sejak kapan ia kecolongan? Dasar rubah bebulu cangkang kerang!
"Di sebelah kamarku, aku bertemu dia di balkon tadi." Ucap Angel yang membuat Evan semakin membelalakkan matanya tidak terima.
"That Fucking Bastard!! Angel, kau tidur di kamarku sekarang. Tanpa bantahan. Aku yang akan tidur di kamarmu!" pertintah Evan kemudian. Dia tidak main-main ketika berbicara akan menjauhkan Angel dari musuh bebuyutannya satu itu. Dasar bedebah bermata dua berwujud manusia!
Tidak akan pernah ada umpatan yang cocok untuk menggambarkan lelaki bermata biru yang sialnya menjadi sepupu jauhnya itu. Sialan.
"Aku juga baru mau mengatakan itu." ucap Angel acuh, siapa juga yang mau bersebelahan dengan penggoda kelas eksekutif sepeti Javier Leonidas? Tidak penting tuh.
Setelah mengatakan hal terakhir itu Angel berjalan melewati Evan dan memulai pencariannya untuk menemukan ayahnya. Biasanya malam-malam begini, jika memang perkataan Bastard sialan itu memang benar, Daddynya pasti sedang berada di teras belakang mansionnya. Dan kesanalah tujuan Angel sekarang. Ia bahkan tidak mempedulikan kemungkinan jika Evan sedang merencanakan strategi untuk melancarkan agresi militer ke sekian kalinya dalam tahun ini, dengan target sasaran yang selalu sama. Javier. Masa bodohlah...
"Daddy..." panggilan Angel membuat lelaki yang telah berumur itu menolehkan wajahnya. Jason memang benar-benar telah datang, membuat Angel tersenyum senang.
Angel bisa melihat jika Jason tengah bercengkrama dengan Mommy dan juga Grandmanya di teras belakang masionnya. Dan mata Angel masih bagus untuk bisa melihat jika sebelum kedatangannya mereka terlihat sedang membicarkan sesuatu dengan raut wajah yang serius. Dan raut serius itu segera menghilang ketika mereka semua menyadari kehadirannya.
"Princess... kau belum tidur?" tanya Jason sembari memberikan gerakan tangan agar Angel mendekat padanya. Tanpa di komando untuk kali kedua, Angel segera melangkah kearah Daddynya dan mengalungkan lengannya pada leher Jason dari belakang.
"Daddy... I miss you so fucking crazy.." ucap Angel sembari mengeratkan pelukannya. Membuat semua orang yang berada di sana terkekeh pelan. Angel memang benar-benar manja melebihi anak kucing pada induknya.
"Kenapa anak Daddy masih manja begini? Bagaimana kalau kau menikah nanti? Apa Angel akan tetap akan bermanja-manja pada Daddy?" goda Jason yang membuat Angel melepaskan pelukannya dan beranjak duduk pada salah satu kursi yang tersisa.
"Makanya Jason. Perkataanku benar bukan, buat Angel tidak manja lagi dengan cara menikahkannya." Timpal nenek Angel yang membuat Angel mengerucutkan bibirnya.
Apa yang mereka maksud dengan pernikahan coba? Calon suaminya saja sedang asyik berpacaran dengan seorang wanita tidak keren bernama Abigail saat ini. Menyedihkan.
"Sepertinya benar, Aku baru sadar jika putriku sudah besar. Berarti aku sudah tua ya?" timpal Ariana sembari menatap Angel dengan binaran di mata coklatnya. Hal itu membuat Jason dan Mandy juga ikut menatap Angel dengan cara yang sama seperti Ariana menatapnya.
Angel semakin merasa tidak nyaman dengan dengan tatapan mereka, apalagi dengan pembicaraan yang mulai mengarah membahasnya. Sepertinya sedang ada bau-bau tidak menyenang tercium disini. Membuat Angel ingin kabur saja saat ini.
"Angel.." suara panggilan Daddynya membuat Angel yang baru akan bangkit dari duduknya mengurungkan niatnya, gadis itu lebih memilih untuk menoleh kearah Jason dengan pandangan bertanya.
"Kami berniat menjodohkanmu. Apa kau tidak keberatan?" ucap Jason santai tetapi sukses membuat Angel tidak bisa merasa santai lagi.
Mata Angel membulat, seakan ingin keluar. Perkataan Jason tak ada bedanya dengan suara gelegar petir yang tiba-tiba di siang bolong.
Demi Dewa! Apa perjalanan ke London membuat Daddynya gila?!
Daddy!! You make me feel... Arggrhhh!!!
------------------------------------------------------
@daasa97
Find Me On IG :
dyah_ayu28
(2 Mei 2016)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro