14. Walking in The Wind
Entah ini kebetulan atau tidak, Rafael kembali bertemu dengan Abigail setelah empat hari mereka putus hubungan. Lebih tepatnya, Rafael melihat Abigail tengah berdiri di ruang tunggu bandara. Dan melihat koper besar yang berada di samping Abigail, sepertinya wanita itu akan pergi jauh.
"Abs..." panggil Rafael yang membuat Abigail menoleh.
Rafael bisa melihat Abigail tersenyum canggung padanya sebelum membalas ucapannya, "Hai, Raf.." Tidak ada panggilan El lagi, hanya Raf. Dan itu sudah cukup menjelaskan jika Abigail telah menerima hubungan mereka yang telah berakhir.
"Bagaimana kakimu?" tanya Abigail perhatian. Rafael melirik kakinya yang masih di gips sebelum membalas ucapan Abigail, "Sudah mendingan..." jawab Rafael sembari tersenyum kecil. Memang kaki Rafael telah agak membaik, tetapi lelaki itu masih harus menggunakan tongkat sebagai penyangganya.
Rafael menatap Abigail yang tampak terdiam setelah itu. Membuat Rafael menyadari jika hanya ada kecanggungan di antara mereka berdua sekarang. Tidak ada lagi pembicaraan hangat seperti yang terjadi sebelum-sebelum ini. Dan yah, Rafael menyadari jika itu memang salahnya. Dia yang telah menyakiti hati wanita sebaik Abigail.
Dia yang bersalah.
"Kau kan pergi kemana?" tanya Rafael berbasa-basi. Penerbangannya masih setengah jam lagi, dan daripada menunggu sendiri, ia pikir berbicang dengan Abigail tidak akan ada salahnya.
"Rusia..." jawab Abigail dengan nada sedih. Mata biru wanita itu menatap tidak rela pada Rafael sebelum mengalihkan pandangannya cepat. Rafael bisa melihat itu dan ia lebih memilih mengabaikannya.
Sudah cukup ia menyakiti hati Abigail dengan harapan semu yang ia berikan. Saat ini ia tidak boleh membuat harapan-harapan kosong hanya untuk menyenangkan Abigail sesaat. Itu tidak boleh.
"Rusia? Untuk apa?" tanya Rafael penasaran. Karena yang ia tahu, Abigail tidak mempunyai keluarga lagi. Jadi untuk apa wanita itu pergi ke negara yang menganut paham komunis itu?
"Untuk apa?" ucap Abigail mengulang pertanyaan Rafael.
"Memenuhi permintaan Tuan Jason Stevano, pastinya. Atau dia akan membuatku kehilangan nyawa," kekeh Abigail seolah ucapannya hanya candaan garing tidak penting.
Rafael mengerutkan kening, "Uncle Jason?" tanyanya. Melihat Abigail menganggukkan kepalanya Rafael menghembuskan napas gusar.
Jason Stevano memang tidak akan pernah bisa melihat putrinya gusar. Jadi kejadian seperti ini terlihat wajar di mata Rafael. Tetapi yang membuat Rafael tidak senang, kenapa harus dengan cara seperti ini? Apakah mereka semua tidak percaya padanya sama sekali?
"Kau tidak perlu menuruti kemauannya, Abs... Lagipula kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa... Jadi dia tidak memiliki alasan sama sekali untuk membuatmu pergi dari sini..." Dengus Rafael dengan nada tidak suka.
Lagi-lagi Abigail hanya tersenyum miring.
"Semua orangtua pasti menginginkan putrinya berada dalam posisi aman, Raf. Dan kehadiranku membuat mereka merasa posisi Angel tidak aman. Tentu saja aku harus segera disingkirkan..." ucap Abigail. "Aku pikir, kekhawatiran mereka sudah cukup menjadi alasan untuk menggunakan segala cara agar aku pergi dari sini," ucap Abigail sembari meremas jemarinya kencang.
"Dan, kau ingin pergi kemana?" tanya Abigail mengalihkan topik pembicaraan.
Rafael masih menatap Abigail lekat sebelum menjawab pertanyaannya, "Aku akan ke Spanyol." Ucapnya. Ya Tuhan, Rafael masih tidak habis pikir, kenapa ia bisa menempatkan Abigail dalam situasi seperti ini?
"Menemui Angeline?" tanya Abigail lagi dengan nada sumbang, Rafael tidak menjawab, tetapi Abigail sudah tentu tahu apa jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan.
Tentu saja... Untuk apa lagi?
"Kau tidak perlu pergi jika kau tidak ingin, Abs... Aku tau jika kau mencintai kota ini. Kota ini yang membuatmu selalu merasa dekat dengan orangtuamu... Jangan hanya karena masalah ini kau meninggalkan tempat yang kau cintai. Aku berjanji, aku akan membereskan semua ini... Kau tidak akan terlibat hal apapun lagi yang berhubungan dengan Angel dan aku..." ucap Rafael dengan tatapan bersalahnya.
Lelaki itu masih ingat ucapan Abigail tentang kedua orangtuanya yang meninggal disini. Ayah Abigail meninggal akibat kecelakaan mobil, sementara ibunya menyusul karena sakit tak lama setelah itu.
"Tidak perlu, El... Sejauh apapun aku pergi, Aku tidak akan pernah jauh dari orangtuaku. Mereka selalu ada disini..." ucap Abigail sembari memegang dadanya, "Aku tetap berada disini karena dulu aku yakin, aku akan menemukan orang yang kucintai dan mencintaiku disini, sama seperti ayah dan ibuku..." Abigail mengucapkannya dengan nada suara yang tulus, dan itu menggigit hati Rafael.
"Tetapi ternyata tidak. Disini aku memang menemukan orang yang aku cintai. Tetapi tidak dengan yang mencintaiku... Yeah, dia memang sempat mencintaiku... tetapi rasa cintanya pada hal lain membuat rasa cintanya padaku terkikis sedikit demi sedikit hingga habis," Tambah Abigail yang terdengar seperti sindiran untuknya di telinga Rafael,
"Abs, aku-"
"Jangan ada kata maaf lagi, Raf... jangan ada penyesalan dalam hatimu lagi, apalagi kasihan... Aku tidak butuh itu, aku lebih membutuhkan doamu untuk kebahagiaanku di masa yang akan datang... di negara yang baru..." potong Abigail dengan senyuman tulusnya.
Wanita ini...
"Dan walaupun aku merasa, kau akan lebih baik bersama seorang wanita yang memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan Angel. Tetapi jika memang dia yang kau inginkan untuk kau jaga, aku akan selalu berdoa agar kau tetap bahagia dan mendapatkan keinginanmu. Semoga Angel bisa menjadi gadis yang lebih baik ketika dia telah bersamamu..." doa Abigail tulus.
Ya Tuhan, bagaimana mungkin Rafael menyakiti hati wanita sebaik Abigail?
"Aku pergi dulu, Raf.... berbahagialah, karena aku akan mencoba melakukan hal yang serupa..." ucap Abigail sebelum menarik kopernya menjauh dari Rafael. Tanpa menunggu sama sekali balasan yang akan Rafael ucapkan atas ucapan panjang lebarnya.
Ending is new beginning. Abigail percaya itu.
Sementara Rafael masih terdiam untuk mencerna segala ucapan Abigail. Wanita itu sungguh baik, disaat dia tersakiti, dia malah mendoakan kebaikan orang yang menyakitinya. Mungkin memang Tuhan-lah yang menginginkan hubungan Rafael dan Abigail kandas karena Tuhan merasa jika Abigail berhak mendapatkan lelalki yang lebih dari Rafael.
Abigail butuh orang yang lebih baik dan lebih mencintainya lebih. Mungkin saja.
Rafael sudah akan melangkahkan kakinya ketika-Dooorrrrr!!
Telinganya menagkap suara tembakan yang amat dekat. Membuat Rafael seketika terkejut begitu pula dengan orang-orang yang saat ini tengah berlalu lalang di bandara.
Suara tembakan itu hanya terdengar satu kali. Tetapi sudah cukup untuk membuat orang-orang panik untuk segera menyelamatkan diri sementara petugas keamanan bandara segera bertindak. Memang Amerika seringkali mendapat serangan terroris beberapa tahun belakangan ini.
Ada korban.
Rafael bisa mengetahuinya dari paramedis yang berlari ke tempat yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Dan yang dilihat Rafael selanjutnya begitu mengejutkan.
Abigail memegang bahunya dimana kemeja putihnya telah terkotori oleh darah yang banyak. Wanita itu terduduk di lantai dengan raut wajah pucat pasi sementara Paramedis Bandara segera memberikan pertolongan pertama untuknya cepat. Tetapi itu masih tidak bisa menghilangkan tatapan wajah penuh kesakitan Abigail di kepala Rafael.
Ini tidak benar. Rafael menarik kesimpulan.
Dan Rafael sangat berharap jika kesimpulan yang ia buat tidak benar.
Tidak ada nama Stevano di balik semua ini.
***
Angel sama sekali tidak mau mengangkat panggilan maupun membaca pesan Rafael sejak panggilan terakhir lelaki itu yang Angel putuskan sesuka hati.
Hanya ada satu di pikiran Angel, Rafael pasti akan menyalahkan dan mengguruinya tentang apa yang ia lakukan pada Abigail. Dan Angel tidak menyukainya.
Rafael memang bodoh. Karena itu, sebanyak apapun panggilannya, atau sebanyak mungkin pesan yang ia kirimkan, Angel tidak akan peduli.
Berdiam diri dan berpura-pura tidak tahu lebih menarik bagi Angel daripada menanggapi Rafael saat ini. Seharusnya Rafael tahu itu, tetapi sayangnya tidak.
"Kau tidak mau bermain, Angel?" Angel menoleh ketika mendengar suara Javier. Lelaki itu sedang duduk di atas bangku piano putih besar yang dulu sering Angel mainkan. Bahkan lelaki bermata biru itu telah membuka penutup tuts piano itu sembari menekannya dengan tidak beraturan.
"Kapan kau akan pulang?" jawab Angel yang tidak akan pernah bisa disebut sebagai jawaban.
"Itu bukan jawaban, Angel... Dan aku ingin kau memainkan ini..." ucap Javier dengan cengiran khasnya seolah lelaki itu tidak mendengar perkataan Angel sebelum ini.
"Kemarilah... Kemampuan bermainmu tidak menghilang begitu saja, bukan?" ucap Javier sembari memberi isyarat agar Angel duduk di sebelahnya. Sedangkan matanya menatap Angel dengan tatapan penuh spekulasi,
"Atau jangan-jangan... Siapa tahu jemarimu memang tidak selincah dulu? Hah, bisa juga alasan kenapa kau memutuskan berhenti karena kau tidak jenius lagi. Atau bisa saja kau-"
"Baik Javier.. Kau mendapatkannya. Aku kesana sekarang." ucap Angel kesal. Dengan langkah enggannya, Angel bangkit dari sofa tempat ia duduk dan melangkah mendekati Javier. Angel tidak suka diremehkan, karena itu ia akan menunjukkan kepada Javier jika kemapuannya tetap sama.
Kemampuannya masih sama dengan Rafael jika hal itu menyangkut piano. Bukan seperti Javier yang akan mendapatkan nilai nol patah karena lelaki itu sangat payah jika menyangkut bidang musik. Berbeda jika hal itu berhubungan dengan mengendarai sesuatu dengan kecepatan nekat, itu sangat Javier sekali.
Angel segera duduk di sebelah Javier karena memang bangku itu cukup besar untuk mereka berdua. Mata Angel menekuri tut tuts piano di hadapannya, dan itu tidak lepas dari pandangan Javier.
Dan demi Tuhan, Javier merasa de javu dengan semua ini. Ia merasa pernah berada dalam posisi seperti ini, bersama Angel. Dan sudah pasti itu telah lama sekali.
"Tapi sebelumnya... Aku ingin bertanya.." ucapan Angel membuat Javier yang masih tetap setiap menatap Angel menganggukkan kepalanya.
Silahkan saja, toh bertanya belum dilarang.
"Kau benar-benar memiliki hubungan dengan wanita jalang itu sekarang?" tanya Angel yang membuat Javier mengernyit,
"Jalang yang mana? Aku memiliki banyak jalang." Ucap Javier enteng. Terlalu jujur malahan. Karena memang benar, teman kencan Javier ada dimana-mana. Dan semua orang juga sudah tahu akan itu. Ralat, bukan teman kencannya, tapi tissue sekali pakai.
"Maksudku bukan jalangmu yang itu..." ucap Angel kesal. "A-b-i-g-a-i-l." Tambah Angel yang membuat Javier ber-ooh ria.
"Abigail bukan jalang. Dia wanita yang baik... Hanya calon tunanganmu yang bajingan.." ucap Javier enteng yang membuat Angel melotot kesal. Apa katanya??
"Rafael bukan bajingan!"
"Jika dia bukan bajingan, dia tidak akan meraih tanganmu disaat tangannya yang lain menggenggam wanita lain.." balas Javier cepat dengan pandangan mata yang lurus menatap Angel. Kali ini Javier serius. Ketika dia mengatkan jika Rafael bajingan, maka lelaki itu memang benar-benar bajingan.
"Dia hanya akan melihatmu dan akan selalu melihatmu. Dia tidak akan pernah ragu mengambil keputusan jika itu menyangkutmu dan yang pasti... hatinya tidak akan pernah tertuju pada wanita lain." Ucap Javier lagi yang sukses membuat Angel menggeram.
"Kau tidak tahu apapun soal Rafael. Jangan menuduhnya semudah itu! Dia tidak bisa memutuskan saat ini hanya karena Abigail menutup mata-"
"Abigail menutup matanya?" potong Javier langsung dengan senyum mengejek tersungging di wajahnya. "Jika memang dia mencintaimu dan dia bukan seorang bajingan... tidak akan ada seorang wanitapun yang bisa menutup matanya. Jika itu ada, maka orang itu hanya dirimu... Tidak akan ada yang lainnya, karena-"
"Jangan sok tahu, Jav!! Kau tidak tahu apapun!" marah Angel yang malah membuat Javier terkekeh. Angel-nya terlihat lucu sekali ketika marah.
"Jelas-jelas aku tahu, Angel. Aku mencintaimu, karena itu aku bisa tahu dan bisa mengatakan hal seperti ini padamu. Karena, hingga saat ini tidak ada seorang wanitapun yang bisa menghalangi diriku untuk melihatmu. Kau tahu kenapa? Karena kau telah lebih dulu menutup mataku hingga membuatku tidak bisa melihat lagi selain dirimu. Hanya Angel, selalu seperti itu." Angel hanya bisa menganga mendengar ucapan Javier yang tidak biasa.
Dan apa ini? Lelaki ini mengatakan jika ia mencintainya?
Bukankah Javier pernah berkata jika ia telah menyerah atas Angel?
"Dan aku tahu... Kau pasti akan menganggapku berbual ketika mengatakan hal ini. Telah banyak media yang telah memuat fotoku bersama wanita lain. Aku akui, aku memang melakukannya... Semua berita-berita itu benar... Aku memang pergi dan bersenang-senang bersama mereka... Tapi hanya sekadar bersenang-senang, berbeda dengan calon tunanganmu, ia menggunakan hatinya ketika berhubungan dengan Abigail. Dan jika kau mengatakan jika Abigail-lah yang jalang, aku tidak setuju... Karena menurutku, sejalang-jalangnya Abigail, itu tidak akan pernah bisa menandingi kebrengsekan Rafael." Pidato panjang Javier membuat Angel tidak habis pikir.
Lelaki ini benar-benar bodoh. Dia tidak tahu segalanya, dan ia mengambil kesimpulan seenaknya.
Mulai hari ini Angel menyadari jika keputusannya untuk tidak menyukai Javier adalah hal yang tepat.
"Aku tidak peduli dengan apapun yang kau pikirkan tentang Rafael maupun Abigail. Kita jelas-jelas mempunyai perbedaan pandangan tentang itu.." ucap Angel setelah mengendalikan perasaan marah dan jengkel dalam dirinya.
"Tetapi yang aku ingin minta darimu, jauhi Abigail... Apalagi jika kau melakukannya hanya untuk membuat wanita itu menjauhi Rafael. Asal kau tau, tanpa bantuanmu, aku bisa membuat Abigail menjauh dari Rafael. Aku bisa mendapatkan Rafael tanpa bantuanmu. Abigai hanya merupakan batu sandung kecil untukku." Sungut Angel.
"Apa yang kau katakan? Aku memang tidak ingin membantumu untuk mendapatkan Rafael." Ejek Javier, "Dan kenapa aku harus menjauhi Abigail? Kau cemburu? Kau takut karena mungkin batu sandungan yang kecil itu bisa menjatuhkanmu?" tanya Javier balik yang membuat wajah Angel memerah marah. Sialan!
"Aku tidak akan peduli kau mau menganggap apa atas permintaanku. Yang jelas aku tidak cemburu dan aku melakukan hal itu untuk kebaikanmu. Tidak. Kebaikan kita. Karena dengan dirimu yang masih berurusan dengan Abigail, itu akan mempersulitku untuk-"
"Aku tidak peduli. Dan aku sangat bahagia jika kau benar-benar tidak bisa bersama dengan Rafael. Aku amat sangat bahagia. Karena itu aku pastikan jika mulai hari ini aku akan mempersulitmu. Lelaki itu bajingan, aku tidak mau lagi membiarkan kau bersamanya." ucap Javier sembari menjulurkan lidahnya. Angel menutup matanya kesal,
"Kau!!"
"Sampai kapan kau akan terus mengajakku berdebat, Angel? Apa benar keahlianmu bermain piano telah benar-benar hilang? Karena itu kau mengulur-ulur waktu dengan cara terus mengajakku berbicara?" ucap Javier dengan nada mengejek yang kental, lebih tepatnya Javier ingin mengalihkan topik pembicaraannya dengan Angel yang terlihat menjurus ke pertentangan alot.
Angel mendengus, "Baiklah... Kita lihat saja siapa yang benar..." ucap Angel sebelum jemarinya mulai menekan-nekan tuts yang mengeluarkan intro lagu yang sangat Javier kenal.
Bagaimana Javier tidak kenal? Ketika mereka kecil Angel seringkali memutar lagu Barbie ini berulang-ulang. Javier masih sangat mengingatnya, dia tidak akan lupa hal apa saja yang disukai Angel kecilnya.
Dan ketika Angel menyanyikan liriknya, Javier tersenyum mengetahui jika ini memang lagu yang sama dengan yang ia pikirkan. Membuatnya yakin, jika hanyalah dia yang mengenal Angel hingga sedalam ini. Rafael tidak ada apa-apanya dibanding dirinya. Dan itu membuat kepercayaan diri dalam diri Javier belipat ganda.
Once a lass met a lad
Dahulu kala, bertemulah seorang pria dengan seorang wanita
You're a gentle one, said she
Kamu adalah orang yang baik hati, kata sang wanita
In my heart, I'd be glad
Dalam hatiku, aku akan bahagia
If you loved me for me
jika kamu mencintaiku apa adanya
You say your love is true
kamu bilang cintamu itu nyata
And I hope that it will be
dan aku harap hal itu akan terwujud
I'd be sure, if I knew
Aku akan yakin, jika aku mengetahuinya
That you loved me for me
Bahwa kamu mencintaiku apa adanya
Could I be the one you're seeking?
Mungkinkah aku yang kamu cari?
Will I be the one you choose?
Akan kah aku menjadi yang kamu pilih?
Can you tell my heart is speaking?
Dengarkah kau suara hatiku?
My eyes will give you clues
Mataku akan memberimu petunjuk
What you see may be deceiving
Apa yang kamu lihat mungkin tipuan
Truth lies underneath the skin
Kebenaran terletak jauh di bawah kulit
Javier masih menatap Angel bahkan ketika gadis itu menghentikan gerakan tangannya di saat lagu yang ia nyanyikan belum benar-benar selesai. Bahkan terkesan berhenti tepat di tengah-tengah.
Dan ketika Angel menolehkan wajah untuk menatapnya dengan senyuman miring, Javier masih belum mengerti dengan apa yang salah disini,
"Jadi, Jav... Apa kau mengerti dengan apa yang aku maksud sekarang?" tanya Angel sembari menatap Javier dengan pandangan yang sulit Javier mengerti,
"Apa maksudmu?" tanya Javier balik,
"What you see may be deceiving, truth lies underneath the skin..." Ucap Angel sembari menatap Javier tajam.
"Jadi jangan melihat apapun dengan apa yang kau lihat. Terkadang kebenaran yang sebenarnya tidak bisa nampak oleh penglihatanmu. Jadi aku tekankan sekali lagi, pandangan kita tentang Rafael dan Abigail memang berbeda... tetapi akulah yang benar. Sedangkan kau..." Angel berdiri dari duduknya hendak meninggalkan Javier,
"Salah. Kau selalu salah... Seorang Javier akan selalu salah dimataku." ucap Angel dan didetik berikutnya gadis itu telah berlari ke arah tangga dan menghilang di ujungnya. Membuat Javier hanya dapat menatapnya tanpa bisa melakukan apa-apa.
"Aku benci mengakui ini... tetapi yang kau katakan memang benar adanya.." ucapan yang keluar dari bibir Justin mengagetkan Javier. Ia tidak tahu sejak kapan lelaki tua itu berada di ruangan yang sama dengannya. Tetapi mendengar perkataan Justin, pasti lelaki paruh baya ini telah berada cukup lama.
"Mendengar pembicaraanmu..." jemari Justin bergerak menyentuh tuts-tuts piano didepannya tanpa berusaha menekannya, tentu setelah ia mendudukkan tubuhnya di tempat yang Angel tinggalkan, "Membuatku meyakini keputusanku sekarang. Lebih tepatnya keputusanku dengan kakekmu..." lanjut Justin yang membuat Javier mengernyit tidak mengerti.
"Mulai saat ini memang sebaiknya aku merelakan cucuku memiliki nama belakang Leonidas. Dan akau akan memastikan jika Jason juga melakukan hal yang sama. Karena ternyata memang kau yang sangat mengenal dan memperhatikannya." ucap Justin yang membuat mata Javier membulat tidak percaya.
"Mungkin kau setuju denganku, jika tidak semua keinginan Angel harus kita penuhi. Terlebih jika keinginan itu hanya akan melukai hatinya sendiri." Justin menoleh pada Javier dan menyunggingkan senyum tulus di bibirnya, "Jadi, Javier Mateo Leonidas. Mulai sekarang, aku titipkan cucuku untuk kau jaga. Kau bersedia?" Dan ucapan Justin selanjutnya membuat Javier merasa sedang berjalan di atas angin.
----------------------------------------------------------
Daasa97
IG : Dyah_ayu28
(06 September 2016)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro