[Chapter 3]
Hari ini adalah hari pertamaku menjadi pemain alat musik bernama biwa itu.
Wanita kemarin bernama Mutsuki Azai,
dimana dia adalah atasan para pekerja disini.
Beliau sudah memasuki umur tua,walau begitu parasnya tetap menampakkan sinar kecantikannya.
Dimana tiap lelaki akan meleleh jika dia sudah menginjakkan kaki dalam suatu ruangan.
Mulai saat itu aku menjadikannya senior panutanku,dimana saat ini aku belajar bermain koto bersamanya.
"Petik bagian sini.
Bukan,bukan!
Nah benar begitu~"
Sifat lembutnya selalu mengingatkanku pada jiwa okaasan yang sudah berada diatas sana.
"(y/n)? Kau memikirkan sesuatu?"
Lamunanku berhasil dipecahkannya,aku hanya berkata "tak ada apapun" untuk mengusir pemikiran lama itu.
-----------------------------------------------------------
Semakin lama aku semakin tau.
Tempat ini bagai tempat berkumpulnya shinobi dari laki-laki itu.
Tak jarang aku melihatnya membincangkan suatu misi saat aku mengantarkan beberapa hidangan dan minuman ke ruangan itu.
Wajahnya tak jarang memanaskan wajah ini,
dimana aku selalu berakhir langsung-melarikan-diri saat dia menatapku sekilas.
--------------------------------------------------------
Suatu hari,mutsuki-san mulai menyuruhku untuk tampil setelah merasa skill biwa-ku sudah memadai.
"Di kumpulan shinobi itu?!"
Suatu request pemain biwa muncul dari ruangan yang biasa menjadi tempat berunding laki-laki itu.
Dan mutsuki-san berpikir itu adalah waktu yang tepat untuk menjadi pengalaman awalku.
Masalahnya bukan karena aku malu di kumpulan lelaki,
tapi karena pasti ada dirinya yang akan melihatku.
Dengan semangat membara,mutsuki-san mendorongku sampai depan pintunya.
Pintu itu kugeser perlahan,
memperlihatkan cahaya yang muncul dari dalam ruangan itu
Setiap mata tertuju padaku,
tatapan itu terkejut bagai berkata "siapa anak ini? kenapa bukan pemain biasanya?"
Nafas mulai kutarik perlahan,berusaha untuk menenangkan jiwa gugup.
Sepetik demi sepetik senar itu bergerak.
Menghasil suatu alunan lagu yang pastinya tak seindah milik mutsuki-san.
Laki-laki itu terus menatapku yang sedari tadi terfokus hanya pada biwa bukan pada penonton.
Tiba-tiba laki-laki itu bangkit dari tempatnya,
merenggut koto itu dari genggamanku.
"Bermain biwa bukan seperti itu.
Suaramu masih berantakan,
Saat bermain musik,kau tak boleh gemetar sedikitpun atau itu akan mempengaruhi petikanmu."
Biwa itu mulai dimainkan,
suaranya lembut bagai suara mutsuki-san yang mengusap daun telingaku.
Setiap suara yang dihasilkannya begitu lembut.
Sampai-sampai rasanya dialah sang pemain,bukan aku.
Rasa tak percaya diriku mulai tumbuh.
Rasanya sejak dulu sampai sekarang,tetap saja aku belum bisa menjadi baik seperti orang lain.
Petikan itu berhenti,
dia baru sadar rekannya justru menikmati alunan musik miliknya daripada milikku.
Biwaku dikembalikannya.
Kukira setelah ini dia akan kembali begitu saja.
Tapi ternyata tidak...
"Seorang pemusik itu harus menatap penontonnya,
bukan selalu menunduk ke bawah.
Perlihatkan wajahmu!"
Walau dia bersikeras pun,telingaku bagai tak mendengar ucapannya.
Aku tak ingin menatap orang ini,jantungku bisa meledak nantinya.
Karena merasa diabaikan,laki-laki itu mengangkat paksa daguku.
Memperlihatkan paras berhias lensa biru muda dan surai pink itu padanya.
Tatapannya bertemu denganku,
tepat di depan mata ini.
Satu kata yang diucapkan menjadi kesan pertamaku untuk menatap diri sendiri.
"*Kirei..."
*artinya "Cantik..."
----------------------------------------------------
Tbc...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro