01.
Bagi sebagian manusia, hujan adalah sebaik-baiknya masa. Kaca-kaca besar mengembun buat beku indra peraba. Genangan besar di jalan aspal merefleksikan gedung-gedung perobek langit malam. Harum tanah becek mendominasi. Memori seakan terputar, terhenti di suatu kenangan manis, bisa jadi pahit. Pembawa tawa atau menjadi sumber tangis kadangkala. Hujan menciptakan ribuan, ratusan, bahkan jutaan rangkaian kisah. Terpilin menjadi gulungan album yang tersimpan bagi setiap insannya.
Namun bagi sang Tuan, hujan tidak menciptakan memori itu. Tidak ada canda tawa yang terukir, tidak ada tangis yang tertoreh. Bagai terjebak dalam kaca tak nampak, semua melupakannya kala hujan. Semuanya, termasuk sang putri tautan hati.
***
Bumantara berhias kelabu, membungkus sunyi di kala itu. Menemani dua jiwa yang larut dalam diam. Surai hijau diusap pelan, dengan mata menatap nanar sang terkasih. "Tenanglah, ini tak akan lama." Ucapnya meyakinkan. Namun lawan bicaranya tetap bungkam, menunduk dalam.
"Aku tau, hanya saja aku lelah jika harus kembali melupakanmu lagi, Zoro." Kini pria itu yang terdiam. Adalah bohong, jika mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Ketika hujan datang. Roronoa Zoro akan kembali "menghilang".
Gemuruh seakan menjadi cermin relung hati. Berkecamuk diantara keduanya.
"Hei, ada sesuatu yang ingin kuberikan untukmu," kini mata coklat itu memandang lurus pada sang kekasih. Tanpa menunggu jawaban, dikeluarkannya cincin kelikir dari saku. Mencuri lirik untuk mendapat reaksi, berharap agar penerima menyukainya.
"(Name), kita sudah lama bersama. Aku tak ingin membuatmu menunggu lebih lama. Aku tau ini saat yang kurang tepat untuk melamarmu tapi..."
Pria itu menarik napas dalam,
"Di hujan berikutnya, aku ingin menikah denganmu, hidup bersamamu besok, lusa, minggu depan, setahun, dua tahun, selamanya, dan...dan aku ingin kau—"
Tawa renyah membuncah. Pipi yang semakin bersemu, rasa gugup yang semakin menyerbu sekujur badan.
"Maaf, maaf. Aku tidak mengira kau akan melamarku di saat seperti ini." (Name) mengusap ujung matanya yang berair. Tersenyum penuh bahagia setelahnya.
Zoro yang masih tersipu membalas, "Kau tidak perlu menjawab sekarang. Aku ingin jawabanmu setelah hujan berikutnya."
(Full name) kembali terkekeh. Tentu saja itu adalah sebuah iya.
"Baiklah, mari kita bertemu di hujan berikutnya, Tuan Zoro."
Tetesan pertama jatuh ke bumi. Disusul jutaan tetes berikutnya. Bagai terjebak dalam ruang kaca, Roronoa Zoro menghilang. Terlupakan.
***
To be continued,
10 September 2022
362 words.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro