Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16|Diantara Dua Pilihan 2

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
.
.
"Tidak akan tersesat jika kita tahu arah.
Namun terkadang sifat manusia selalu merasa dirinya benar. Hingga pada akhirnya, ia akan terjebak atas sikap impulsifnya sendiri.'

©Forsythia dan Pilihannya©

☀️

Langit Mojokerto tertutup awan kelabu. Terlihat tebal dengan beban yang sangat berat. Angin berembus cukup kencang. Siap menerbangkan titik-titik air. Cuaca yang semula terang berubah menjadi mendung dalam sekejap. Akas mengemudikan mobilnya dengan sedikit mengebut. Tidak mau terjadi hal yang tidak-tidak dengan istrinya.

Sepuluh menit kemudian, mobil hitam itu kini merapat di depan klinik. Ia keluar dengan terburu-buru untuk menghampiri istrinya yang sedang tidak baik-baik saja.

"Ay."

Thia segera menoleh saat mendengar suara yang sangat dibutuhkannya sekarang. Ia langsung meraih tangan suaminya dan menciumnya. Akas pun memeluk tubuh ramping itu.

"Yuk kita pulang," ajaknya dengan tatapan lembut. Thia hanya mengangguk dan menyambut uluran tangan Akas yang akan memapahnya keluar.

"Akas! Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada istrimu," ujar Amar prihatin.

"Amin. Terima kasih doanya, Mar. Gue duluan, ya."

"Akas!"

Pria itu gemas hendak melangkah, namun lagi-lagi digagalkan oleh suara melengking dari sepupunya. Thia dan Akas terpaksa menunggu ibu satu anak itu dengan sabar.

"Ada apa, Mba?"

"Ini untuk Thia," ucapnya seraya menyodorkan sebuah obat herbal berisi campuran jahe, madu, dan lemon. Juga sebungkus teh peppermint yang masih tersegel.

"Untuk apa, Mba?"

"Diminum ya kalau mualnya belum sembuh. Kalau teh peppermint ini cuma penetral saja. Tidak usah dikonsumsi bersamaan," terangnya.

"Terima kasih, Mba. Kalau gitu, kami pamit dulu. Assalamu'alaikum," pamit Thia dengan suara lemah dan wajah pucat.

"Wa'alaikumussalam."

Akas mulai meninggalkan klinik, berharap tidak ada lagi yang menginterupsi perjalanan mereka. Langit pun tak berubah. Masih kelabu. Daun-daun beterbangan ke sana ke mari.

☀️

Akas membaringkan wanitanya dengan hati-hati setelah memberinya minuman herbal yang diberikan Lily. Ia menaikkan selimut dan memijat pelan kaki istrinya. Thia memejamkan mata merasa nyaman.

"Sejak kapan merasakan gejalanya dan bagaimana bisa?" tanya Akas setelah perempuan itu merasa baikan.

"Tidak lama setelah tiba di klinik Mas. Tiba-tiba aja. Mungkin imunku memang lagi lemah."

"Ya sudah. Apa sebaiknya kita ke dokter? Mas gak mau sakitmu parah."

"Gak usah, Mas. Beneran, Thia cuma masuk angin kok," ujar Thia berusaha meyakinkan. Selain karena dirasa tidak ada gejala serius, ia pun sangat menghindarkan diri bertemu dengan rumah sakit.

Akas menghela napas. Ia juga tidak bisa memaksa istrinya walaupun ia tengah kepikiran akan sesuatu hal. Pernikahan mereka sudah berjalan dua bulan. Keduanya pun sudah melaksanakan ikhtiar itu. Bukan tidak mungkin jika usaha mereka lebih cepat berbuah. Namun itu hanya dugaan saja. Tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya karena gejala yang dialami istrinya hari ini.

Tak bisa dipungkiri hati Akas kini menginginkan kehadiran buah hati. Namun hal itu dirasa wajar-wajar saja karena setiap orang yang sudah berumah tangga pasti ingin dititipkan amanah itu. Itulah mengapa pikirannya saat ini selalu mengarah pada dua garis biru.

"Sekarang masih mu—"

Belum juga kalimatnya rampung, tubuh Thia langsung bereaksi. Ia segera bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Akas mengikuti dari belakang dan memijat tengkuk istrinya sementara wanita itu memuntahkan isi perutnya walaupun hanya berupa saliva saja.

"Ay, kita ke rumah sakit ya?" pinta Akas dengan nada khawatir. Thia tidak menjawab. Ia masih menunduk untuk menetralkan perasaannya.

"Ay, meskipun hanya masuk angin, kita tetap butuh konsultasi medis dengan dokter. Bagaimana jika ada tindakan kita yang keliru dan berakibat fatal sama kesehatan kamu. Mas gak mau kalau sampai itu terjadi."

"Tapi, aku takut, Mas," ucap Thia dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak apa-apa. Ada Mas kok yang menemani. Jangan khawatir ya." Akas mengelus pundak istrinya untuk menenangkan wanita itu.

Atas pertimbangan beberapa hal, akhirnya Thia setuju untuk berkunjung ke rumah sakit. Benar kata Akas, apapun yang berhubungan dengan kesehatan mestinya dikomunikasikan dengan pakarnya.

Cuaca tampak semakin buruk. Awan kelabu yang menggulung sudah menumpahkan amunisi. Petir pun turut menambah kepekatan, menyambar-nyambar semesta. Thia yang ketakutan merapatkan tubuhnya pada Akas. Tangan kiri Akas yang bebas dari setir, menggenggam jemari istrinya menyalurkan ketenangan.

Dengan pakaian yang sedikit basah terkena percikan air hujan, Thia dan Akas masuk ke rumah sakit setengah berlari. Setelah mengurus administasi dan melakukan serangkaian pemerikasaan, keduanya kemudian digiring sang dokter menuju ruangannya.

"Bapak tidak perlu khawatir. Ibu mengalami gejala tipes ringan. Beruntung segera dibawa kemari. Karena jika terlambat dan dibiarkan berlarut-larut, tipes akan semakin berat dan proses penyembuhan juga akan memakan waktu yang lama."

"Ibu bisa melakukan perawatan di rumah dan dianjurkan untuk beristirahat total. Makanan yang dikonsumsi juga perlu diperhatikan gizinya. Jangan lupa selalu menjaga kebersihan, karena penyakit ini biasanya menular. Ibu juga harus rajin meminum air putih agar tidak mengalami dehidrasi. Selebihnya, saya akan meresepkan obat yang akan dikonsumsi untuk membantu meredakan gejala."

Entah harus disebut apa perasaan Akas sekarang. Di satu sisi ia tenang karena istrinya tidak mengidap penyakit serius, di sisi lain tebersit setitik kekecewaan karena harapannya harus sirna.

Astagfirullah.

Ia segera memohon ampun karena baru saja menjadi orang yang tidak bersyukur.

Setelah mengucapkan terima kasih dan menebus obat yang telah disarankan dokter, Akas dan Thia pun kembali ke rumah.

Akas menjadi posesif dan melarang Thia melakukan kegiatan apapun. Bahkan disaat wanita itu hendak memasak untuk makan malam mereka. Akas tidak memperbolehkan dan berujung dirinyalah yang berkreasi apa adanya.

Sementara Akas sibuk di dapur, Thia menatap langit-langit sambil menikmati keriuhan dalam kepalanya. Beragam anggapan datang berseliweran. Ia tengah memikirkan banyak hal.

Ting!

Konsentrasi Thia buyar ketika notifikasi beruntun memasuki ponsel suaminya. Ia segera mengambil benda pipih itu hendak membukanya. Namun dadanya seketika terasa sesak ketika masih menemukan pola yang belum diketahuinya. Tak terasa, setetes air bening meleleh dari sudut matanya.

"Ay."

Buru-buru Thia mengusap jejak air mata dan menoleh pada Akas yang berdiri di ambang pintu sambil membawa nampan berisi semangkuk soto ayam pesanan Thia beserta segelas susu dan air mineral.

Ia menghampiri wanitanya lalu meletakkan nampan di atas nakas. Akas duduk ditepi ranjang sambil membantu Thia menyandarkan tubuhnya.

"Ya Allah, Ay. Tubuhmu panas. Kamu demam," ujar Akas khawatir.

"Habisi makanannya, minum obat, terus istirahat."

Thia hanya diam. Enggan menanggapi. Dia hanya mengikuti seluruh perintah Akas. Membuka mulut ketika pria itu menyuapinya.

Ting!

Lagi-lagi, ponsel Akas berdenting. Sontak pandangan Thia jatuh pada wajah suaminya yang tampak telaten mengurusnya.

"Mas," lirihnya.

"Hm, kenapa?" Ia membalas tatapan Thia.

"Dari tadi hp kamu bunyi. Liat gih, siapa tau ada yang penting."

"Iya sebentar Mas cek kalau kamu udah istirahat."

"Gapapa, cek sekarang aja, Mas," desak Thia didera rasa penasaran.

"Ay. Mas gak mau notifikasi itu hanya akan mengalihkan perhatian Mas," ujarnya berusaha sabar walaupun hatinya juga sangat penasaran.

"Ya udah, Thia selesai makan. Udah kenyang," ucapnya menghindar dari suapan Akas.

"Loh kok gitu, ini nasinya masih banyak, Ay. Mubazir kan."

"Mas aja yang habisin," ketusnya.

"Ini kan jatah kamu, sudah diporsikan. Dihabisin ya," bujuk Akas terus menyodorkan sendok. Namun Thia tetap mengatupkan mulutnya.

"Ay!"

"Thia sudah kenyang, Mas," ucap perempuan itu agak kesal.

Akas menghela napas. Ia tidak siap dengan perubahan Thia yang tiba-tiba. Ia meletakkan kembali nampan itu kemudian mengambil obat dan memberikannya pada Thia.

"Ya udah, sekarang minum obatnya, terus kamu istirahat."

"Biar Mas Akas bisa fokus sama hp-nya ya?" tanya Thia tiba-tiba membuat kepala Akas menjadi pening.

"Diminum ya habibati. Biar cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa," ujar Akas mengalihkan pembahasan dan merayu dengan lemah lembut.

Thia menurut dan mengambil obat itu lalu meminumnya. Tak lupa Akas menyodorkan segelas susu walaupun hanya berkurang satu teguk. Ia mengelus lembut kepala istrinya, melayangkan doa penyembuh sebelum beranjak keluar kamar.

Tak menunggu disuruh istirahat, Thia segera menenggelamkan tubuhnya yang agak dingin ke dalam selimut.

☀️

Akas kembali ke tempat dimana istrinya berada setelah mengisi perut dan membereskan peralatan makan. Ia menaiki tempat tidur dan mengamati wajah istrinya yang tampak sudah terpulas. Ia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah ayu itu. Tak lupa melayangkan sebuah kecupan lembut di kening Thia sebelum mengambil ponsel dan memeriksa notifikasi yang masuk.

Dia sedikit terkejut melihat 20 pesan masuk dari Mawar. Jantungnya berdetak keras dan tidak keruan. Ia segera membuka akun perempuan itu dan membaca mention-an Mawar kepadanya. Ia jadi khawatir suatu hal yang buruk terjadi pada gadis itu.

Akas:
Mawar ada apa?
Maaf saya baru buka pesan. Tadi saya sibuk mengurus istri saya yang sedang sakit.

Tak menunggu waktu lama, tanda centang pesan itu langsung berubah berwarna biru. Mawar sedang mengetik.

Mawar:
Ustaz, tolongin Mawar. Papa mau bawa Mawar ke tempat hiburan. Mawar tidak mau, Ustaz.

Akas mengusap wajahnya kasar. Dia harus bagaimana? Muridnya tengah menghadapi kesulitan dan akan dijerumuskan ke dalam lubang dosa, tetapi istrinya sedang membutuhkan dirinya. Namun Akas juga tidak ingin hal buruk menimpa Mawar, bukankah gadis itu adalah tanggung jawabnya sekarang sebagai seorang pembimbing?

Akas:
Tunggu, saya ke sana sekarang!

☀️

Konfliknya sudah muncul ya?
Semoga aku kuat menulisnya : ')

Jangan lupa supportnya dong
Vote dan komen kalian sangat berarti :)

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro