Part 6. Tawaran Pembawa Petaka
"Setiap tawaran selalu membuat kebingungan, tapi tawaran juga tak selalu baik. Menerima atau menolak tawaran juga berefek esok hari."
____________________________________
Luan secara bergantian melirik Kilana yang hanya terpisahkan oleh dua meja dengan bakso ayam di depannya. Kemudain beralih pada Gama dan Nazel yang juga ikut melirik keadaan sekitar kantin. Seperti rencana kemarin, Luan betulan membuat Kilana sebagai target pacar pura-puranya.
Mengapa Kilana? Padahal banyak cewek siap mengantre 24 jam untuk Luan. Karena menurut Luan, Kilana itu berbeda. Hanya Kilana yang berani memukul Luan. Hanya Kilana yang berani beradu mulut dengan Luan. Juga hanya Kilana yang tak tahu secara persis siapa Luan. Semua itu pasti menguntungkan bagi Luan.
Setelah mengosongkan mangkok baksonya dan menyeruput teh dinginnya Luan menyingkirkan semua mangkok yang ada pada meja yang ditempatinya, tak luput dari mangkok dan gelas milik kedua sahabatnya. Mereka berdua hanya bisa menghela napas kesal memghadapi kelakuan Luan. Meja telah lumayan bersih karena semua telah disingkirkan, dan Luan menaiki meja kantin yang ditempatinya tanpa rasa malu.
"Test, test, mohon perhatian!" Suara Nazel membuat kebisingan dalam kantin berubah menjadi sunyi walau masih terdengar sayup-sayup segelintir orang berbisik. "Kali ini Luan si ganteng tapi koplak mau kasih pemberitahuan," lanjut Nazel serius. Saat itu pula lah kantin hening.
"Oke siang semua, gue mau bicarain sesuatu dan gue saranin kalian jangan sambil makan karena gue takut kalian keselek." Kata pembuka dari Luan membuat banyak bisikan semakin bersahut-sahutan. Membuat kembali kagaduhan akibat suara para kaum hawa. Bagaimana kaum adam? Hanya menatap malas Luan yang lagi-lagi cari perhatian.
Sesekali juga Luan melirik Kilana lagi. Memastikan bahwa target tetap di tempat dan menyimaknya dengan baik.
"Karena sebentar lagi mau UB gue mau buat taruhan buat diri gue sendiri."
Nazel menggeleng takjub, tak menyangka Luan doyan taruhan.
"Jadi intinya, kalo gue bisa masuk sepuluh besar...." Luan sengaja menghentikan ucapannya untuk membuat sensasi penasaran pada penduduk kantin. "Kilana akan jadi pacar gue," lanjutnya sembari menunjuk Kilana yang mengerjapkan matanya bingung.
Semua pasang mata menatap Kilana. Sedangkan dirinya hanya membalas semua tatapan dengan gelengan. Kilana sama sekali tak tahu menahu jalan cerita ini. Tapi Kilana tak bisa diam, ia berniat membalas, "Kilana siapa yang lo maksud?" Kilana merapalkan doa sebanyak mungkin dan mencengkram jemari Irada gemas.
"Kilana siapa Zel, Ma?" Luan mengendikkan dagu kepada dua kawannya meminta jawaban.
"Kilana Resilda kelas sebelas IPA dua," jawab Gama mantap.
Tangan Kilana dibanjiri keringat akibat ucapan Gama. Dia sungguh bingung dengan semuanya, apa maksud di balik semua.
Tapi Kilana hanya bisa bisa menggigit bibirnya gemetar saat banyak pasang mata elang menghujamnya kejam.
"Oke silakan dilanjutkan istirahatnya." Tutup Luan sembari meloncat dari meja ke lantai. Kemudian disusul Gama serta Nazel mengikuti Luan berjalan keluar kelas.
"Ra pergi yuk gue nggak kuat, gue jotos juga itu Luwak," ucap Kilana mendesis penuh ancaman. Irada mengangguk dan berdiri selanjanjutnya mereka berdua berlari cepat dan diikuti tatapan penuh tanya.
Saat melihat Luan dan para kawannya tak jauh dari jaraknya ia masih berlari Kilana menghentikan langkah dan diikuti pula oleh Irada. Melepas sepatu hitamnya bagian kiri dan ia lemparkan ke arah Luan penuh emosi.
"Adawww apaan nih nimpuk kepala gue." Luan mengelus kepalanya yang sehabis dihantam sepatu milik Kilana. Mungkin sedikit memar kerena mengenai kepala bagian belakang. Memungut sepatu Kilana yang jatuh tepat di depan kaki Luan lalu melemparkan tatapan penuh tanya pada Kilana.
Kilana mendekat dan secara paksa mengambil sepatunya dari tangan Luan lalu segera memakainya.
Memukul bahu Luan keras sebagai awalan luapan emosi. Kemudian Kilana menginjak kaki kiri Luan dengan kaki kanan hingga Luan meringis, lalu disusul jambakan pada rambut ubun-ubunnya. Lengkap sudah penderitaan Luan.
"Maksud lo apa ngomong tadi?" tanya Kilana dengan napas memburu.
Masih sibuk mengelus kepalanya yang kena sial bertubi-tubi Luan menjawab, "gini deh Na, lo kan peringkat sepuluh sedangkan gue jauh dari lo. Jadi lumayan mustahil buat gue masuk ke peringkat sepuluh. Lo nggak udah khawatir karena sebelum lo nolak, gue udah pesimis duluan."
Semua hanya diam saat Luan selesai berucap. Tapi Kilana tidak, masih banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Luan. Termasuk hal apa yang membuat Luan melakukan ini semua.
"Lo tahu gitu kenapa masih mau pede bilang gitu ke semua anak Langit?"
"Karena Luan itu sebenernya pinter cuma males belajar." Satu sikutan mendarat tepat di perut Nazel saat itu juga. Nazel mengaduh karena perlakuan kasar Luan tanpa sebab akibat yang jelas.
Kilana mengerutkan keningnya semakin bingung. "Lagian Na gue nggak bener-bener mau jadi pacar lo kok." Ucapan Luan membuat kerutan Kilana semakin bertambah.
"Gue cuma mau lo jadi pacar pura-pura gue aja. Mau kan tanpa gue usaha lebih keras?"
⏱⏱⏱
Di dalam perpustakaan mini Kilana sama sekali tak bisa sepenuhnya memokuskan pikirannya sepenuhnya pada Bu Retna yang beberapa kali telah menegurnya karena tertangkap basah melamun. Fokusnya tersita karena ucapan terakhir dirinya dan Luan siang tadi sebelum Kilana memutuskan pergi sebelum sempat menjawab pertanyaan Luan.
"Gue cuma mau lo jadi pacar pura-pura gue aja. Mau kan tanpa gue usaha lebih keras?"
Perkataan itu selalu terngiang-ngiang jelas di otaknya dan terus berputar-putar tanpa mau keluar. Berulangkali pula Kilana mencoba fokus pada penjelasan Bu Retna tentang pembahasan soal bab perbulan yang baginya sulit, tapi semua tak kunjung mengenyahkan ucapan Luan.
"Sudah sampai di sini saja karena hari sudah terlalu sore, dan semoga materi ini sudah menjawab semua pertanyaan kalian juga Kilana!" Kilana tersentak akibat namanya dipanggil. Dirinya juga sadar berulangkali melamun tapi juga tak bisa fokus.
Selanjutnya Bu Retna keluar dan disusul oleh beberapa tamannya yang juga terburu-buru keluar untuk segera pulang dan melepas penat, tak terkecuali Kilana sendiri.
Hari ini Kilana harus menaiki angkot karena sepedanya masih belum bisa dipakai. Alhasil saat ini juga Kilana menunggu di gang luar sekolah Langit yang dilalui oleh beberapa kendaraan. Sore hari begini katanya jarang angkot lewat, tapi hanya katanya masih belum sebenernya. Jadi Kilana menganut keputusannya untuk menunggu terlebih dahulu.
Seseorang berdiri di sebelahnya dengan gaya santainya. Kilana melirik dari ekor matanya tanpa mau menoleh, ternyata Digan. Kilana hanya diam tak berniat untuk menyapa karena diantara mereka tak ada hubungan yang dekat, bukan bermusuhan juga. Tapi karena mereka hanya terbiasa saling diam apabila bertemu.
"Na nunggu siapa?" Digan memecah keheningan. Kilana menoleh dan mengerutkan kening. Tak biasanya seorang Digan si pendiam mau membuka pembicaraan.
"Angkot," jawabnya santai disertai senyuman. Kalau dilihat secara dekat begini Digan ternyata bisa dibilang tampan. Rahangnya tegas, alisnya cukup tebal, bibir tipis, gigi rapih, hidung minimalis, model rambut yang badai, dan ukuran tubuhnya tinggi. Siapa pun pasti menganggapnya tampan tak kecuali.
Digan sejenak mengangguk. "Jam segini angkot jarang lewat Na mending jalan aja." Kilana lagi-lagi melirik. Jadi benarkah sore hari angkot jarang lewat? Kalau begitu ia harus jalan kaki setengah kilo meter.
"Masa sih? Tapi kalo emang gitu gue jalan deh." Kilana berniat melangkahkan kaki ke arah kiri tapi kakinya tertahan oleh ucapan Digan setelahnya.
"Jalan barengan aja biar nggak kerasa," tawar Digan.
Kilana berpikir sejenak kemudain ia mengangguk. Lalu mereka berdua berjalan beriringan dengan santai. "Arah rumah lo ke sini juga Na?"
"Iya, deket kok dari sini sekitar setengah kilo meter," jelasnya.
"Ohhh. Kenapa lo dari tadi ngelamun aja Na?"
"Eummm, ada masalah dikit. Tapi nggak penting." Kilana tentu saja ngeles. Digan bukanlah siapa-siapa yang perlu tahu masalah antara dirinya dan Luan. Takutnya Digan punya mulut dua, walau dari tampangnya pendiam tapi sifat seseorang mana ada yang tahu.
"Lo tahu Na kenapa peringkat sepuluh besar nggak pernah berubah?"
Kilana diam sesaat menanggapi pertanyaan Digan. Tentu saja ia tahu, siapa diantara peringkat sepuluh besar yang tak tahu kecuali Digan. Semua karena Livana! Seorang berlagak ratu di sekolah. Tapi bagaimana Kilana menjawab pertanyaan Digan ini. Mulutnya gatal untuk berbicara tapi ia juga enggan beruruaan dengan Livana. Sangat enggan karena ia bisa berbuat apapun untuk membuat lawan bicaranya kalah.
Beberapa bulan yang lalu Rinar pernah hampir melaporkan masalah ini ke Bu Retna tapi apa yang ia dapat bahkan sebelum buka suara semua rencananya sudah gagal karena anak buah Livana. Justru yang Rinar dapatkan bullyan hingga saat ini walau tak sekejam dulu. Maka dari itu tak satu seorang pun mau membuka suara tentang kelicikan Livana mengenai ini.
"Gue nggak tahu Gan, mungkin emamg kemampuan kita sampai situ aja." Kilana memelintir roknya. Ia terpaksa berbohong untuk menyelamatkan diri. Ia justru takut apabila keluarganya justru terkena imbasnya akibat kecerobohannya. Lebih baik begini, masa bodoh dengan zona nyaman.
"Tapi Na tadi setiap Bu Retna kasih pertanyaan yang sulit setiap dari mereka bisa jawab, apa menurut lo nggak aneh?"
Kilana menggeleng kuat-kuat. Ia harus tutup rapat semuanya. "Gue duluan Gan, bye." Kilana melambaikan tangannya singkat.
Kilana bersyukur karena sudah sampai pada belokan blok rumahnya. Sehingga ia bisa menyelamatkan diri dari pertanyaan Digan.
Sesampainya di rumah juga telah mengganti seragamnya menjadi pakaian santai Kilana menerawang tentang Luan. Lagi-lagi pikiran itu mengusiknya membuat Kilana lelah sendiri. Seharusnya Kilana tak usah khawatir karena Luan hanya laki-laki biasa bukan seperti Digan punya otak cemerlang. Tapi ucapan Nazel tadi siang membuat Kilana takut sendiri.
Ia takut benar-benar menjadi pacar Luan, ralat pacar pura-pura. Meski begitu ia sama sekali tidak berpikiran untuk berpcaran pada usia SMA. Kehadiaran Luan sedikit demi sedikit telah membuat banyak perubahan kecil pada Kilana. Entahlah semoga tidak berdampak besar pada keesokan hari.
*****
Loha saya kembali menyapa kalian semua. Maaf telat up karena kemarin sabtu aku ga up 😁 dan baru bisa up malam ini. Bukan disengaja lho yaaa. Jadi jadwal up aku emang hari sabtu, selain itu adalah free pr juga hari santai. Tunggu part berikutnya ga sampe seminggu kok, cuma beberapa hari ke depan.
qolintiknov
13-11-18
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro