Part 3. Sisi Kilana
Pemberitahuan sebentar, sekarang tiap part aku kasih judul, ya, biar makin greget keponya. Silakan intip dua part sebelum part ini. Reading guys, jangan lupa spam komen dan votenya.
"Setiap orang punya masalah masing-masing, dan mereka juga punya cara sendiri untuk menyelesaikannya. Jadi untuk apa menganggap masalah hanya terkumpul di hidupmu?"
____________________________________
Kilana tiba di rumah dengan muka ditekuk seperti tisu basah. Grina menyadari putrinya datang dengan muka tak bersahabat langsung mempertanyakan apa hal yang telah terjadi.
"Lana kenapa mukamu cemberut gitu?" tanyanya sembari menuju toko kecil tempat ia biasa membuat martabak.
"Sepeda Lana rusak bu," ujarnya sembari menghampiri Grina dan memeluknya dari belakang. Kilana tak mampu menyembunyikan tangisannya. Sepeda angin biru itu salah satu dari sekian benda paling berhaga setelah Satya - adiknya dan Grina.
Grina berbalik dan mengusap puncak kepala Kilana penuh kasih sayang. "Sepedanya pasti bisa diperbaiki kok jadi nggak usah sedih." Grina menarik sudut mulutnya hingga membentuk senyuman supaya Kilana tak kembali sedih.
"Tapi Bu rasanya pasti udah nggak sama lagi. " Kilana masih terus menangis dan memandang sepeda biru di depannya.
"Nggak papa yang penting sepedanya masih ada pasti Kak Juan nggak marah. Kilana ganti baju dulu, ya, terus antar martabak ini." Grina menunjuk dua kotak putih yang telah dibungkus kantong plastik bening.
Kilana mengangguk sembari mengusap sudut matanya dengan dasi yang masih melekat pada lehernya yang berimbas mendapat pukulan kecil dari Grina karena dasi abu-abu yang dipakainya masih digunakan esok hari. Kilana menyengir dan masuk ke dalam rumah.
Di sepanjang langkah Kilana menggerutu akibat ulah Luan yang telah merusak benda kesayangannya, dan parahnya lagi dia tak ada kemauan untuk menggantinya. Jangankan mengganti, meminta maaf saja mungkin dia tak sudi. Memang kerusakannya tidak parah, sih, tapi itu kan nggak nyaman kalau dipakai soalnya ada yang mengganjal gitu.
Kilana harus menagih uang ganti rugi atas apa saja yang Luan perbuat hari ini. Terlalu banyak hingga membuat Kilana pusing sendiri. Pertama uang martabak yang ia jatuhkan tempo hari dan nggak elit banget diganti nomor handphone yang nggak penting banget menurut Kilana. Kedua meminjam pulpen dan nggak kembali lagi ke tangan Kilana sampai saat ini. Ketiga yang lebih parah sudah merusak sepeda birunya. Tipe-tipe orang yang nggak bertanggung jawab sekali Luan itu.
Kali ini Kilana bentar-benar tak bisa diam lagi karena kesialannya semenjak bertemu Luan kian menambah dan belum juga Kilana mendapat hukuman dari Bu Bitah.
"Biang kerok lo Luan!" erangnya memukul udara.
Sebelumnya mari kita simak secara lebih dalam siapa Kilana ini.
Kilana Resilda nama lengkapnya, anak kedua dari pasangan Ramandi Teguh dan Grina Maharani. Kilana, gadis peringkat ke sepuluh di sekokah SMA Langit Biru dan peringkat satu dalam urutan kelas XI IPA 2. Saat ini sudah menginjak umur 17 tahun yang berarti dalam tahap masa perjuangan ekstra.
Kilana mempunyai kakak bernama Juanda Putra yang telah meninggal ketika Kilana masih umur 14 tahun. Juga adiknya yang bernama Satya Ramadhan yang saat ini tengah kelas 4 SD.
Tak sepenuhnya keluarga yang sempurna dalam segi luar juga benar-benar sempurna dalam segi dalam. Karena itulah yang telah dihadapi oleh Kilana semasa hidupnya. Ayah Kilana sudah entah berantah keberadaannya semenjak memutuskan untuk bercerai dengan Grina. Kilana sudah menerima dengan sepenuhnya atas takdir hidupnya, tapi ia tetap menganggap Ramandi telah tiada dalam arti kata meninggal. Padahal Kilana tak tahu secara pasti apakah dia masih ada atau benar-benar meninggal. Memang Kilana pernah berdoa untuk mengambil nyawa Ramandi supaya dia tahu betapa menderitanya mereka tanpa kehadirannya.
Kilana terlalu benci dengan Ramandi hingga menyebutnya dengan kata Ayah pun tak sudi, juga berharap kata ayah dalam kamus hidup Kilana benar-benar sudah musnah. Tak ada yang bisa mengembalikan pola pikir Kilana yang kelewatan, bahkan Grina pun sudah menyerah dan membiarkan Kilana membenci Ramandi, karena bila Grina terus-menerus membela Ramandi, Kilana akan membencinya juga.
Kilana memang bisa berubah menjadi apa saja ketika keadaan benar-benar membuatnya berubah.
Ah iya, Kilana terlalu sayang kepada Juan karena dia adalah abang terbaik yang Kilana punya. Tapi sayang Tuhan lebih menyayangi Juan daripada Ramandi. Sebelumnya memang hanya Juan yang mengerti perasaan Kilan dan hanya Juan yang bisa mengontrol emosi ketika membahas Ramandi tapi semenjak Juan telah tiada Kilana benar-benar kehilangan arah.
Kilana tak tahu bagaimana bersikap layaknya manusia sosial, tak peduli kondisi dirinya sendiri, dan tak peduli kepada apa pun yang bersangkut-paut denganya lagi. Hinga kemudian entah ada hal apa Kilana telah kembali menjadi Kilana yang dulu, penuh canda, tawa, dan kembali peduli. Tak ada yang mengetahui, tapi Grina bisa menebak mungkin Juan kembali hadir dalam mimpi Kilana dan menyampaikan hal-hal yang tak sepatutnya diperbuat.
Grina juga belajar untuk lebih dalam mamahami sikap dan perasaan Kilana yang mudah rapuh. Karena dulu Grina terlalu sibuk dengan dunianya dan mengakibatkan perhatiannya sedikit tersita.
Sampai di sini dulu kisah sekilas masa lalu Kilana, karena Kilana benar-benar sudah mulai sedih apabila kembali membahas masa lalunya kembali.
⏱⏱⏱
Luan duduk santai di atas sofa empuk setelah mengganti seragam menjadi pakaian biasa. Membuka ponselnya dan menemukan notif dalam grup LANGAN, alias kumpuLAN coGAN. Padahal singkatan aslinya itu LuAN, GAma, dan Nazel entah sejak kapan singkatam kumpuLAN coGAN itu berlaku. Tapi semua tak masalah lagi bagi Luan karena julukan itu memang tak salah, Luan terlalu ganteng untuk dikatakan ganteng, pstttt ini hanya kata Luan sekali lagi.
Gama
Zel @Nazel main ke @Luan yok, rumah gue panas.
Nazel
Rumah lo panas apa abis liat mantan Gam? 😙
Gama
Bomat pokoknya gue ke Luan sekarang.
Nazel
Ok, An siapin makanan yang banyak, asal jangan kopi luwak asiqueee.
Luan
Kampret lo pada, gue kunci nih pintu supaya kalian gak bisa masuk.
Luan menghembuskan napas lelah setelah mengunci layar ponselnya. Ia bangkit menuju lemari pendingin dan menemukan beberapa makanan ringan. Sebenarnya nggak ikhlas, tapi kalo mereka nggak dikasih makanan kayak anjing juga. Bikin rusuh sekampung dan imbasnya ke Luan. Mengeluarkan semua isinya dan melemparkan ke arah ruang tamu yang jaraknya tidak jauh.
"Den itu kenapa dilempar makananya?" tanya Bi Farah dengan raut bingung. Baru saja ia selesai membersihkan taman depan dan Luan justru mengacak-acak semua hasil jerih payah Bi Far
"Gama sama Nazel mau main ke sini."
"Ooo, yaudah bibi buatkan makanan lagi, ya, kan mungkin mereka belum makan." Bi Farah melewati Luan tanpa menunggu jawabannya.
"Asaalamualaikum, Luaaaan, Luan kopi nikmat nyaman diminum dengan mantan, kami datang dengan membawa beberapa dosa." Mendengar suara itu Luan berlari secepat lilat dan mengintip dari tirai jendela. Betulan sekali mereka ke sini, dan cepat sekali seperti menggunakan baling-baling bambu punya Nobita yang kw.
"An lo nggak buka pintu kita dobrak nih." Gama berteriak tak santai. Di luar panas baginya.
Baiklah Luan memilih mengalah daripada pintunya jebol akibat dua manusia berdosa itu.
"Selamat datatang kawan terjelek gue." Luan memberi kalimat sebagai salam pembuka. Gama dan Nazel tak menghiraukan ucapan Luan, mereka lebih tertarik pada beberapa bungkusan makanan yang tercecer di atas lantai. Mereka masuk tanpa meminta izin.
Lagi-lagi Luan menyerah dan menutup pintu lalu mengikuti mereka dari belakang yang memunguti beberapa camilan yang ia sukai. Luan menatap mereka prihatin. "Cocok kalian jadi tukang pungut," ujarnya menerawang ke atas.
Gama yang pertama kali melemparkan satu bungkus camilan ke arah muka Luan dan diikuti Nazel karena ucapan Luan yang ngarang.
Luan tertawa, ia ikut serta mengambil satu-persatu camilan yang jatuh tepat di atas kakinya dan ia mendekapnya erat. "Ini punya gue."
"Kampret lo, Zel sikat Luaaan." Gama berlari mendekati Luan untuk mengambil cemilan kesukaannya.
"Hei, hei, ini kenapa rumahnya tambah berantakan." Bi Farah berujar bingung karena melihat kondisi ruang tamu dan melihat Gama yang memelinting tangan Luan.
"Aduh Den Gama sudah kasian Den Luan." Bi Farah menghampiri Gama dan memukul pelan. Gama akhirnya membebaskan Luan karena perintah Bi Farah.
"Sudah sana bibi siapkan makanan, adanya mie instan soalnya kalian datangnya kecepetan jadinya nggak sempet masak rendang." Gama dan Nazel mengeluh akibat menu makanan yang diluar prediksinya. Tahu begini mereka datang satu jam kemudian saja supaya makan rendang.
"Masa orang kaya kasih tamu mie sih bi. Beli apa gitu kek." Nazel yang pertama kali mengeluhkan menu makanan dihadapan mereka.
Luan melotot akibat ucapan Nazel yang menghina. "Yaudah sana beli rendang sendiri, yang banyak tapi pake uang lo."
Nazel cemberut seketika. Tawa Gama dan Bi Farah tak bisa dikontrol. Mereka tertawa akibat bibir Nazel yang dibuat mencucu seperti perempuan. Sedangkan Luan berlalu kembali duduk di sofa.
Bi Farah berlalu ke dapur untuk menyiapkan makanan dan Gama serta Nazel ikut duduk santai di sofa.
"Eh Gam, An tadi gue waktu pulang sekolah lihat cewek pake seragam Langit, kasian dia bawa sepeda tapi dituntun. Cantik sih tapi mukanya agak jusdes dikit." Nazel berujar mengenai kejadian tadi yang bertemu cewek cantik.
"Nggak lo tolongin?" tanya Luan tertarik.
Nazel menggeleng. "Gue takut sama mukanya yang cemberut gitu terus juga gue laper." Nazel menyengir bodoh.
"Banci takut sama cewek judes." Gama mengeluarkan kata-kata pedasnya.
"Sepedanya itu lho kasian. Keranjangnya miring ke kiri, lecet dikit kalo nggak salah, dan baling-baling rodanya putus. Tapi kelihatannya sih gue nggak lihat terlalu jeli," jelasnya melanjutlan ucapannya tanpa menghiraukan hinaan Gama.
"Parah lo lewatin itu cewek dengan kondisi susah, sedangkan dia sesekolah sama kita." Gama menggeleng meremehkan, "hanya demi lapar," lanjutnya.
"Sepedanya warna apa?" Luan mulai menduga apakah dia gadis bernama Kilana dalam pulpennya juga orang yang tadi pagi ia tabrak.
"Biru laut," jawab Nazel enteng.
Mendengar jawaban Nazel membuat rasa bersalah menjalar di hatinya. Ia tentu merasa bersalah dan justru ia mengabaikan gadis itu dalam kondisi susah akibat ulahnya.
"Dia cewek yang gue tabrak tadi," ucapnya lirih.
Hening.
Hening.
Hening.
"Parah lo An nggak tanggung jawab banget abis nabrak cewek." Gama menonyor kepala Luan ke samping kanan.
"Parah lo An ninggalin cewek cantik tapi judes." Nazel ikut menonyor kepala Luan ke samping kiri.
Tapi Luan sama sekali tak masalah telah ditonyor olah Gama dan Nazel. Pikirannya masih sibuk pada rasa bersalah pada Kilana si gadis judes menurutnya dan Nazel juga galak. Luan memutuskan besok ia akan menemui Kilana untuk meminta maaf dan mengganti beberapa kesalahan yang ia perbuat tanpa disengaja.
*****
20-10-18
qolintiknov
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro