Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 14. Mobil Hitam

"Mungkin bagimu hidup itu selalu berputar, tapi ada kalanya kita dalam zona yang sama namun dengan keadaan yang berbeda sehingga kita menganggapnya berada dalam kondisi yang berbeda."
____________________________________

Kilana bertopang dagu untuk menahan rasa kantuk yang menyerang tanpa melihat waktu dan kondisi. Di tempat bimbingan belajar tepat pada posisi dua dari depan ia sedang menatap lurus pada guru yang berdiri di sisi papan tulis. Berulangkali ia menguap lebar-lebar dan berulangkali pula ia harus menutup mulutnya supaya terlihat lebih sopan dan tidak memberi akses pada setan untuk masuk ke dalam tubuhnya.

Kilana menarik buku IPA-nya supaya lebih dekat dari jangkauan mata, menyimak apa yang Pak Abadi ucapkan dan menyocokkan dengan ilmu yang ada di buku. Perlahan tulisan mulai pudar, pandangannya mulai kabur, dan kepalanya memberat.

Dukkk!

"Awww," ringis Kilana sembari mengusap jidatnya yang sehabis terantuk meja.

Novita yang mendengar suara benturan kecil dari sampingnya segera menoleh ke arah sumber suara. "Na lo kenapa-napa 'kan?"

"Awwhh Dikit," jawabnya yang sibuk mengelus jidatnya dengan rambut, kata Grina ini manjur. Dengan menggosokkan rambut pada bagian yang sakit atau benjol bisa meredakan rasa sakit dan benjol yang berkepanjangan.

"Kilana ada masalah?" Refleks Kilana mendongak ke arah depan yaitu pada Pak Abadi yang kini menatapnya. Dengan cepat Kilana menggeleng tegas dengan tujuan supaya akibat efek ngantuk tak menimbulkan masalah.

Kilana melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah delapan yang berarti kurang setengah jam lagi ia baru pulang. Biasanya ia tak pernah seperti ini, mengantuk di jam bimbingan berlangusng sama sekali bukan dirinya. Entah ada apa dengan makanan yang ia konsumsi sehinga membuat ia mengantuk berat.

"Digan," panggilnya lirih supaya tak ketahuan Pak Abadi yang masih asyik menjelaskan materi tentang sistem gerak pada manusia yang hanya setengah-setengah ia pahami yaitu sistem gerak pada manusia adalah rangka dan otot, hanya itu yang dapat ia tangkap di saat kondisi mengantuk berat seperti ini.

"Ada masalah?" tanya Digan cepat bahkan saat Kilana memanggil sangat lirih, Digan secara kilat menoleh ke belakang.

Kilana menggeleng pelan karena samar-samar ia menangkap raut khawatir. "Badan lo bisa munduran dikit nggak, lalu geser ke kanan dikit aja," pintanya dengan mata yang hampir menutup.

Meski sempat dirudungi bingung Digan tetap melakukan apa yang Kilana pinta. Ia memundurkan sedikit kursinya dan memiringkan serta menggeser ke kanan kursinya seperti apa yang Kilana pinta.

Setelah memastikan Digan melakukan apa intruksinya dengan benar Kilana melipat tangannya dan diletakkannya kepalanya di atas lipatan tangan. Kilana tertidur dengan tenang setelah tubuh Digan menutupi diriinya dari pandangan Pak Abadi.

"Rangka dibagi menjadi dua kelompok yaitu rangka aksial dan rangka apendikuler. Rangka aksial yaitu rangka...." Sayup-sayup Kilana mendengar penuturan Pak Abadi yang sangat lembut dan lama-lama semakin mengecil dan hilang atau lenyap dari pendengarannya. Bagai dongeng pengantar tidur, untuk pertama kalinya Kilana Resilda berani tidur di saat proses pembelajaran berlangsung.

"Na bangun udah pulang." Novita menggoyangkan tubuh Kilana heboh, tapi namanya orang tidur meskipun dijungkir balikkan tak akan bangun jika ada hal yang ia takutkan digunakan sebagai senjata.

"Kebo banget nih anak," ucap Novita mulai kesal. "Gan ngapain lo di sini? Gak pulang?"

"Gue nunggu kalian pulang aja," jawabnya santai. Digan hanya menatap Kilana yang masih tertidur pulas.

"Bantuin mikir gimana caranya biar nih anak bangun, ya kali gue tinggal," sungutnya.

"Yang dia takutin atau yang dia sukai apa?"

"Luan. Gue punya ide. Na, oy, Na ada Luan tuh di luar, katanya kalian mau pulang bareng? Na!" Novita semakin heboh menggoyang tubuh Kilana bahkan ia juga menggoyang meja yang dibuat alas tidur Kilana.

"Luan?" Senyum kemenangan Novita terbit saat itu juga. Dugaannya benar bahwa Luan adalah orang yang disukai Kilana, tapi padahal realitanya Luan adalah orang yang dibenci Kilana sampai akar-akarnya.

"Tapi bo'ong." Tawa Novita menyembur saat itu juga, bahkan sekarang ia menjambak rambut Digan sarkas. "Udah cepetan kita pulang, untung aja lo nggak gue tinggal." Novita melenggang tanpa beban setelah mengucapkan kata tersebut, begitulah sifatnya yang awalnya perhatian tapi nanti pura-pura cuek, ada? Banyak!

"Belum tidur tadi, Na?" tanya Digan menatap Kilana intensif.

"Belum, tadi siang gue nggak ngantuk. Udah yok keluar," ajak Kilana riang seakan rasa kantuk tadi yang dirasa sudah memudar tertelan waktu.

"Yaudah Na, Gan, gue pulang dulu udah dijemput soalnya, bye." Novita melambaikan tangan kanannya singkat tanpa peduli mereka membalasnya atau tidak dan berlanjut dengan berlari kecil ke arah gerbang.

Kilana menatap kepergian Novita tanpa ekspresi karena biasanya mereka berjalan bersama meski di persimpangan harus terpisah, namun kali ini tidak karena Novita dijemput ayahnya dan ini pertama kalinya yang Kilana tahu.

Tangannya meraba saku di celana jeansnya untuk mengambil ponsel dan memastikan pukul berapa sekarang, ponsel yang seharusnya ada di sana kemana perginya? Ia menepuk jidatnya kasar karena lupa tidak membawa, ponselnya terakhir kali dipegang Satya untuk bermain game.

Kilana melirik ke kanan dan mendapati Digan tengah menatap tanah. Dengan gesit tangannya meraih pergelangan tangan Digan yang terbungkus jam tangan. "Ehhh?" Digan yang diperlakukan demikian hanya bisa menyerengit bingung, tapi ia memutuskan untuk diam.

Tak ada badai atau apa pun itu Kilana tiba-tiba mengangguk. "Ternyata gue tidur lama juga, ya?" Kilana bertanya pada dirinya sendiri karena nada bicaranya cukup pelan.

"Na lo pulang nggak?" Akhirnya setelah sekian lama ia memendam pertanyaannya karena ragu Kilana akan menjawabnya ia bersuara juga.

"Lihhh gimana sih lo ini, ya, pulang laaah," jawabnya agak kesal karena menurutnya pertanyaan Digan ini tak masuk akal, heyyyy, siapa yang mau berjaga malam hari di tempat bimbel bersama nyamuk dan udara dingin tanpa digaji?

"Naik apa?"

"Naik angkot," jawabnya santai. "Ya Allah Digan ini udah malem, cepetan lari ntar keburu angkotnya ga ada!" Kilana berteriak histeris karena baru saja mengingat kini pukul berapa. Tanpa menunggu reaksi selanjutnya dari Digan, ia menarik tangannya kencang untuk menyeret Digan berlari bersama untuk melewati daerah perumahan untuk sampai di jalan raya dengan waktu yang singkat.

"Na, hosh jalan aja gapapa lagian angkot terakhir jam sembilan, hosh." Digan mencoba berbicara mengenai pendapatnya bahwa berlari-larian saat malam hari untuk mencari angkot jam setengah sembilan adalah hal yang kurang wajar.

"Iya juga, ya?" Tiba-tiba Kilana mengehentikan lari kencangnya yang tiada tandingnya, ia menatap Digan penuh tanda tanya. "Kenapa lo baru ngingetin kalo sekarang belum jam sembilan? Kan kalo kaya' gini sia-sia dong kita lari cepet-cepet!"

Digan yang diomeli tanpa ampun oleh Kilana hanya bisa melongo bagai orang cengo. Begini, tadi Kilana menarik tangannya tiba-tiba, lalu mengajaknya lari cepat-cepat, dan sekarang ia menyalahkannya karena tidak mengingatkan ini jam berapa. Jadi, semua salah siapa? Ah, Digan teringat bahwa motto hidup dunia ini adalah wania sumber kebenaran. Tapi di balik semua serba kebenaran wanita untung saja Digan sang laki-laki sejati mempunyai stok kesabaran tingkat atas, kalau tidak entahlah apa yang terjadi pada Kilana.

"Ga sia-sia, tuh di sana ada angkot." Digan menunjuk angkot yang melaju ke arahnya, ia menyetop angkot dan menaikinya dan diikuti Kilana di belakangnya.

Kilana menatap jalanan yang telah petang dan dipenuhi oleh berbagai macam kendaraan. Malam yang dingin sangat membuat iman Kilana untuk tidak tidur teruji lagi, namun suara klakson yang memekan telinga membuat kesadarannya kembali pulih.

Tin tin tin tin

"Klaksonnya nggak asing," ujarnya lirih.

"Suara klakson kan emang gitu Na," jawab Digan menyahut. Kilana yang direspons Digan hanya mencoba mempercayainya, baginya juga memang suara klakson memang begini.

Tin tin tin tin tin

"Gan bener-bener nggak asing," elaknya cepat.

"Bentar lagi mobilnya lewat karena angkot ini lajunya lambat, nanti lo pastiin mobil itu," saran Digan yang diterima Kilana tanpa pikir panjang.

Tin

Mobil sedan hitam melaju cepat dari sisi kanan hingga membuat rambut Kilana berterbangan tak beraturan dan sekarang berantakan. Namun permasalahannya bukan lagi rambutnya yang berantakan, namun mobil hitam itu, Kilana benar-benar mengenalinya.

"Gue tahu mobil itu," ucapnya lagi-lagi lirih, namun selirih-lirihnnya suara Kilana telinga Digan masih normal dan bisa mendengar ucapan Kilana barusan.

"Mobil siapa?" tanya Digan cepat.

"Mobil cewek yang nyerempet gue benerapa hari lalu," jawabnya menatap kosong. Pandangannya terarah ke bawah, namun tak jelas apa yang ditangkapnya karena pikirannya berkalana dan firasat buruk berkecamuk menguasai hatinya.

⏱⏱⏱

"Nak turunkan kecepatanmu!" peringatnya tajam namun masih dengan nada yang wajar atau masih pantas disebut nada lembut.

"Ayah ini seru! Lihat tadi aku hampir nyerempet angkot Ayah, ini seru!" Gadis SMA dengan pakaian yang layak disebut feminim sedang tertawa puas. Seakan-akan adegan membahayakan nyawa adalah suatu adegan yang luar biasa, ya, luar biasa membuat khawatir.

"Turunkan atau Ayah yang ambil kemudi?!" Gadis itu cemberut seketika karena ancaman ayahnya yang tak bisa ditolak. Meskipun ia sudah berulangkali ambil kemudi mengendarai mobil namun kali ini sensasinya berbeda karena ada ayahnya di sampingnya. Itu adalah hal yang istimewa di hidupnya.

Dengan bertahap ia menurunkan kecepatan mobilnya hingga strandart di malam hari. Mungkin benar maksud ayahnya, dia ingin mereka tidak celaka apalagi kondisi di malam hari yang padat dan petang sangat tidak memungkinkan untuk berugal-ugalan.

"Setelah sampai di rumah kamu persiapkan peralatan sekolahmu, ya, ingat besok kamu akan berada di lingkungan baru." Pria paruh baya mengusap lembut rambut anak semata wayangnya.

"Ada apa di sana?"

"Mungkin ada jodohmu." Kemudian tawa keduanya pecah seketika.

"Jangan bercanda, lalu apa sekolah itu pantas untukku?" tanyanya yang sesekali melirik ke arah ayahnya.

"Ayah selalu menempatkanmu di tempat yang seharusnya. Di sana semua luar biasa, prestasinya, penghuninya, tempatnya, dan kamu bisa bertemu pujaan hatimu di sana."

Mata gadis itu seketika berbinar setelah mendengar kata 'pujaan hati' yang memang didambakannya. Juga ia merasa percaya bahwa ayahnya menempatkan dirinya untuk menimba ilmu tidak sembarang tempat.

"Aku percaya, dan akan kubantu Ayah."

*****

Jreengggggg, ada yang tahu siapa pujaan hati si gadis SMA tersebut?

Lalu apa yang dibutuhkan 'Ayah' dari anaknya?

Dan kemungkinan besar konflik (tidak) terlalu besar akan dimulai dari sini, siap menyimak kisah Kilana dan Luan?

Oh ayolah kalau kalian siap aku mohon dukunganya, tolong beri vote, komen, dan sarannya bila berkenan. Di sini saya menulis untuk diri sendiri dan jika kalian minat dan mendukung tolong beri dukunannya. Aku ini tipe orang yang nggak bisa biasa aja kalo ada vote, komen, apalagi saran, rasanya kayak makan cabe sama merica, suka nggak bisa diem histeris mulu. So jika kalian baik hati membuat saya nggak bisa biasa aja mendapat vote, komen, dan saran. Ah ada lagi dan jika kalian memberi tiga itu aku akan makin semangat karena ternyata ada yang minat dengan kisah mereka yang super lol ini. Dan maaf jika sering telat up. Oke see you guys.

qolintiknov
20-12-18

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro