Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

44 - Alunan Nada

Setelah berulang kali meyakinkan diri, akhirnya Jihyuk benar-benar menghubungi Jaesung. Menyampaikan jawaban atas tuntutan yang selalu sama dari pria itu tahun ke tahun. Jaesung merasa senang ketika mendengar persetujuan dari anak sulungnya, pun dengan Jihyuk. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali membuat ayahnya bahagia.

Tidak hanya pada Jaesung, lelaki kelahiran Daegu itu juga sudah menyampaikan rencana pada Yeonmi. Selama Jihyuk berada di Tokyo, kafe sepenuhnya akan diurus oleh gadis itu. Namun, setiap bulannya Yeonmi tetap perlu melaporkan data keuangan pada Jihyuk.

Seolah tidak ingin menyembunyikan agenda kepergiannya, Jihyuk juga tidak lupa menyampaikan hal tersebut pada dua sahabatnyaㅡWonseok dan Jeongchan. Karena masih terkejut dengan berita yang terlalu mendadak, keduanya telah tiba di rumah Jihyuk. Terduduk di lantai kamar, sesekali membantu Jihyuk untuk mengemas barang-barangnya.

"Kau bilang belum mendapat jadwal pasti tentang keberangkatanmu, kenapa harus berkemas dari sekarang?" tanya Jeongchan seraya menerima baju lipat dari Jihyuk untuk selanjutnya dioper ke Wonseok.

"Hanya ingin bersiap-siap, lagi pula aku masih harus memberi tahu Yeonmi banyak hal tentang kafe. Untuk pertama kalinya, dia akan menangan kafe seorang diri." Jihyuk menanggapi sekilas sebelum kembali fokus pada benda-benda yang ada di depannya.

Meletakkan pakaian yang diterimanya dari Jeongchan ke dalam koper, Wonseok juga ikut menanggapi, "Yeonmi itu cepat mengerti, kau tidak perlu khawatir jika meninggalkan kafe padanya."

"Aku mengerti, tapi tetap saja aku harus menjelaskan beberapa informasi segera."

Jeongchan yang terdiam setelah terakhir kali bertanya melayangkan tatapan pada dua sahabat yang saling berbicara.

"Karena kau melakukan semuanya dengan cepat, aku jadi merasa sedih dengan kepergianmu. Kau membuat perpisahan kita semakin nyata," ujar Jeongchan sambil mengerucutkan bibir.

Apa yang dikatakan oleh Jeongchan membuat suasana di dalam ruangan berubah. Terlebih ketika lelaki itu menunduk dengan wajah tertekuk. Mengalihkan perhatian Jihyuk, sang pemilik kamar akhirnya berjalan ke arah sahabatnya. Sengaja menghentikan langkah kaki ketika sudah berada di antara Jeongchan dan Wonseok.

Tidak mengucapkan satu patah kata pun untuk menanggapi pernyataan Jeongchan, Jihyuk kontan merangkul lelaki itu dengan tangan kirinya. "Aku sudah yakin dengan keputusan ini, jangan sampai goyah lagi hanya karena perkataanmu tadi."

Jelas ada canda yang mengiringi perkataan Jihyuk. Merasa sepasang mata mengamati keduanya dari arah berbeda, lelaki bernama depan Lee itu menoleh. Wonseok dengan tatapan tajam yang selalu dimilikinya mencuri perhatian Jihyuk. Lantas, supaya tidak ada satu pun yang merasa iri, Jihyuk juga meraih bahu sahabatnya yang satu itu dengan tangan kanan. Sebuah respon yang sudah diduga oleh Jihyuk, Wonseok berulang kali mendecak dan berusaha melepas lengan yang bertengger di pundak.

"Seoul dan Tokyo tidak jauh. Jadi, aku pastikan akan mengunjungi kalian di akhir pekan," putus Jihyuk yang mendapat acungan jempol dari Jeongchan.

"Tidak perlu berpikir jauh untuk hal seperti itu, yang perlu kau lakukan hanya bekerja dengan benar selama ada di sana. Jangan membuat ayahmu kecewa dengan keputusanmu!"

Wonseok terkenal dengan sifatnya yang cukup cuek. Namun, Jihyuk anggap perintah lelaki itu sebagai sebuah perhatian dari seorang sahabat. Jujur saja, Wonseoklah yang paling banyak membantu dalam setiap pemecahan masalah Jihyuk.

Belum selesai ketiganya berbicara, bunyi derit sudah mengalihkan perhatian. Mereka refleks menolehkan kepala guna melihat siapa yang ada di balik pintu. Begitu pintu benar-benar terbuka, lelaki setinggi 179 cm dengan balutan pakaian tidur berdiri tegakㅡbersama tatapan penuh harap.

"Kalian berpelukan tanpa aku? Padahal yang merasa paling sedih karena ditinggal seorang diri harusnya aku."

Eunso menggerakkan kakinya perlahan, menghampiri Jihyuk yang sudah mengayunkan tangan. Adiknya pasti mendengar perbincangan yang telah berlalu dari luar. Ini juga pertama kalinya Jihyuk melepas Eunso dalam waktu lama. Seharusnya tidak benar-benar lama karena Myunghee akan kembali ke Seoul setelah Jihyuk tiba di sana.

"Kita akan bertemu lagi selama liburan musim dingin. Aku dan Ayah akan menyiapkan penyambutan luar biasa untukmu."

Perkataan Jihyuk terdengar sangat meyakinkan sehingga Eunsoㅡyang dari kemarin hanya merengekㅡakhirnya mengalah. Ketika mereka tengah berada di ruangan yang sama, tiba-tiba seseorang membunyikan bel dari luar. Baik Wonseok, Jeongchan, maupun Eunso yakin bahwa ia sedang tidak menanti kedatangan siapa pun. Lantas, sosok yang berada di depan pintu utama pasti tamu Jihyuk.

"Ternyata kau benar-benar datang begitu aku memintamu," ujar Jihyuk setelah netranya menemukan lelaki setinggi 183 cm berdiri di hadapan.

"Siapa yang datang? Apa kau berencana mengadakan pesta perpisahan dan mengundangㅡ" Tepukan pada bahu Jihyuk membuat lelaki itu menoleh sekilas, sementara Jeongchan segera menghentikan kegiatannya. Cepat-cepat menundukkan tubuh sebagai tanda salam.

"Katakan apa yang ingin kau sampaikan sampai aku harus datang ke tempatmu," ujar Wooyeon bahkan sebelum ia belum dipersilakan masuk. "Seharusnya aku sedang mempersiapkan diri untuk acara nanti malam. Ah, kau membuatku hampir gila karena omelan Kak Seunghan."

"Aku ingin kau menepati janjimu," tanggap Jihyuk segera, tidak menanggapi keluhan Wooyeon. "Jaga Hyora untukku dan aku akan melupakan segala hubungan buruk kita di masa lalu."

"Apa yang kau katakan?" Wooyeon menatap kedua mata lelaki yang berbicara dengannya sebelum terkekeh. "Tidak, maksudku aku lega karena kau membuat pilihan yang tepat. Memang benar aku sudah berjanji, tapi kenapa harus mengatakan hal itu seolah kau tidak bisa melakukannya lagi? Sama sekali bukan sepertimu."

***

Dua lembar kertas persegi panjang masih menjadi pusat perhatian Hyora. Setelah gadis itu menghabiskan waktu selama hampir setengah jam hanya untuk mencari pakaian yang cocok, pilihannya jatuh pada flare skirt berwarna putih dan atasan merah muda dengan kerutan di bagian lengan. Rambut cokelat tuanya dibiarkan terurai dengan jepit rambut di salah satu sisi, menambah kesan manis. Masih ada waktu dua jam sebelum pertunjukan berlangsung.

Ketika suara mesin berhenti tepat di depan rumah Hyora, gadis itu segera beranjak. Melihat siapa yang datang dari balik tirai kemudian bergegas menuju halaman. Dengan senyum yang terlukis di wajah, Hyora melambaikan tangan. Menanggapi sambutan gadis itu, seseorang dari dalam mobil pun keluar.

Lelaki dengan jas abu-abu tua yang membalut kaus putih dipadukan celana jeans menghampiri Hyora. Raut wajahnya serupa seperti yang diberikan gadis itu.

"Aku terlambat, ya?" tanya Jihyuk sedikit panik lantaran sejak tadi kehadiran Wonseok dan Jeongchan bukannya membantu lelaki itu supaya bisa berkemas lebih cepat, tetapi sebaliknya.

Memandang gadis yang tengah berdiri di hadapannyaㅡbersama sebuah tas tersampirㅡbergeleng, Jihyuk bisa merasa lega. Pasalnya, hari ini adalah salah satu hari penting bagi Hyora.

"Tidak. Kita masih punya banyak waktu," balas gadis itu tenang. "Sebelum sampai di venue, kita pergi ke suatu tempat dulu, ya."

Jihyuk mengangguk kemudian mempersilakan Hyora masuk ke dalam mobil. Seperti permintaan gadis bermarga Shin itu, keduanya melaju menuju destinasi yang ditentukan. Selama kurang lebih satu jam perjalanan, kendaraan Jihyuk berhenti melaju ketika sudah berada di depan bangunan luas. Tampak luarnya begitu mewah. Netra Hyora juga mampu menangkap beberapa pasang manusia yang berjalan masukㅡsemuanya terlihat mengenakan pakaian formal.

Pertama kali dalam hidup Hyora datang ke sebuah pertunjukan musik. Lebih tepatnya, ia mendapat undangan spesial dari penyelenggara sebagai keuntungan atas kerja sama. Gadis yang tengah melingkarkan tangan pada lengan Jihyuk itu berjalan menyusuri lorong. Bahkan lorongnya saja terlihat luas dan tenang, ia dapat mendengar bunyi gema dari alas kaki yang beradu dengan lantai.

Ada banyak ruangan terlewati sehingga Jihyuk harus memastikan ruangan yang tertulis pada tiket masuk. Namun, sebuah spanduk yang menampilkan dua orang pianis lengkap dengan nama resital beserta informasi lain lebih dulu menarik perhatian Hyora. Keduanya pun segera menghampiri pintu masuk. Gadis itu tersenyum begitu sampai di depan sebuah meja kecil berisikan buku pertunjukanㅡbuah dari ide Hyora dan tim desainnya.

Hyora dan Jihyuk telah duduk di kursinya masing-masing. Sempat memperhatikan sekitar, tempat duduk yang tersisa nyaris tidak ditemukan. Hyora berdecak kagum karena popularitas Wooyeon dan Seorin memang tidak bisa dianggap remeh.

"Wah! Aku baru yakin kalau Wooyeon benar-benar terkenal. Dia mendapat cinta dari banyak orang," puji Hyora seraya masih mengedarkan pandangan.

"Kau juga," tanggap lelaki di sebelahnya yang membuat Hyora menoleh dengan sorot mata kebingungan. Lantas, Jihyuk hanya menunjukkan arah dengan gerakan mata. "Semua penonton yang datang juga merasa puas dengan adanya buku pertunjukan yang kalian buat."

Mengetahui apa yang dikatakan Jihyuk bukan omongan belaka demi menyenangkan hati Hyora, gadis itu mengangkat sudut bibirnya. Tepat ketika Hyora sedang mengamati sekeliling, lampu ruangan mulai dipadamkan.

Hanya ada cahaya yang mengarah ke bagian kiri panggung. Menjadikan seseorang yang tengah memejamkan mata di belakang piano satu-satunya pusat perhatian. Lelaki dengan setelan jas berwarna hitam mulai menggerakkan jemari di atas tuts. Melantunkan nada-nada indah bertempo sedikit cepat, disusul dengan suara dari arah berlawanan. Secepat lantunan lain terdengar, lampu panggung juga memberikan sorotan pada gadis bergaun merah panjang tanpa lengan. Seluruh nada saling bersahutan hingga memenuhi seluruh penjuru ruangan. Membuat para penonton yang datang merasa terpukau, tidak terkecuali Jihyuk dan Hyora.

Resital Wooyeon dan Seorin berlangsung lancar. Semua terlihat jelas dari ekspresi penuh kepuasan dari wajah tiap pengunjung. Penampilan terakhir mereka juga mendapatkan riuh tepuk tangan. Semakin ramai ketika kedua pianis selesai menyampaikan beberapa kalimat sebagai ucapan syukur.

Satu per satu kursi ditinggalkan begitu tirai menutup di atas panggung, tanda bahwa pertunjukan telah selesai. Hyora dan Jihyuk tengah berdiri tepat di depan pintu masuk ruangan. Setelah keadaan sudah cukup sepi, bintang utama malam itu keluar bersama dengan orang yang sama sekali tidak disangka oleh Hyora. Hajoon dan seorang wanitaㅡyang Hyora taksir adalah ibu Wooyeonㅡjuga ikut keluar bersama Wooyeon. Saling merangkul lantaran merasa bahagia dengan pencapaian anaknya. Namun, dengan segera Hyora mengubah raut terkejutnya dengan senyuman.

"Selamat atas kelancaran resitalmu, Wooyeon dan Seorin!" seru gadis berpakaian merah muda itu seraya menyerahkan satu buket bunga. Jihyuk yang juga memegang buket langsung memberikannya pada Seorin, menyampaikan kalimat serupa.

"Aku tidak tahu kalau kau bisa bermain piano sehebat tadi," timpal Jihyuk.

"Kau baru saja memuji atau meremehkanku? Ya ... apa pun itu, terima kasih karena sudah datang." Wooyeon menepuk salah satu bahu lelaki yang mengajaknya bicara.

"Terima kasih juga, Hyora," lanjut Wooyeon kemudian menoleh ke arah kanan, di mana ayahnya berdiri. "Ah! Karena semua sedang berkumpul di sini. Ayo kita berfoto!"

Lelaki itu berteriak girang sendiri atas idenya. Wooyeon mengambil posisi tengah bersama Seorin seraya menggenggam bunga. Hajoon berada di sebelah kanannya, diikuti dengan Hyoraㅡyang berdiri di sana akibat perintah Wooyeon. Sementara itu, Soohwa dan Jihyuk sudah bergaya di sisi kiri Seorin. Dengan bantuan salah satu panitia, potret bahagia tersebut berhasil diabadikan.

🔸🔸

Huaa, ikut senang karena hubungan Hyora dan ayahnya udah membaikㅜㅜ

Jihyuk juga udah nggak galau lagi mau ambil keputusan apa. Ya gitu dong jadi orang harus bisa menentukan pilihan, betul? 😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro