36 - Mengetuk Pintu yang Tertutup
Ost. for this chapter:
Ben - Whenever Wherever Whatever
🔸🔸
Setiap kali berada di tempat yang sedang dipijaki oleh Hyora siang itu selalu mengingatkannya tentang kejadian lima bulan lalu. Sekarang pun peristiwa itu seperti terulang kembali, ia masih seorang diri tanpa kehadiran Lee Jihyuk. Lebih buruk karena lelaki itu sama sekali tidak memberi kabar.
"Sayang sekali rasanya harus berpisah. Bagaimana pun juga kau memang harus kembali ke Jeju," keluh Jeongchan sembari mengamati dua gadis yang berdiri di sebelah koper besar.
Empat manusia yang tengah berdiri di terminal keberangkatan itu saling melempar pandang, tidak ingin berpisah. Hyora sempat melihat ke arah dalam, mengecek jam pesawatnya akan lepas landas pada sebuah layar besar. Setelahnya, pandangan gadis itu terhenti pada dua sejoli yang enggan melepas genggaman tangan sejak pertama kali tiba.
"Aku akan menghubungimu begitu sampai di Jeju," ujar Soyoung sedikit mencebik lantaran sang kekasih, Yunhwan, tidak berhenti menahan gerak-geriknya.
"Sesibuk-sibuknya kau bekerja, kesehatanmu tetap yang paling penting," balas Yunhwan.
Gadis bermantel biru muda itu melepas genggaman Yunhwan, beralih membelai kedua pipinya lembut. Bahkan Soyoung rela bertingkah imut di hadapan lelaki itu seraya mencubit pipi Yunhwan gemas.
"Kau juga."
Rasanya bahu Hyora bergidik tanpa bisa dikendalikan. Apa yang baru disaksikannya terlalu menggelikan. Soyoung dan Yunhwan kelihatan seperti remaja yang sedang kasmaran, selalu seperti itu setiap kali bertemu. Kalau-kalau Hyora lupa, Soyoung begitu mencintai kekasihnya. Gadis itu bahkan mengatakan bahwa Yunhwan adalah cinta pertamanya semasa kuliah. Betapa menyenangkan karena ia tidak perlu sulit mengendalikan perasaan, cintanya berbalas sangat baik.
"Kau juga harus mengabariku jika sudah sampai."
Seolah menyadari raut wajah Hyora yang sejak tadi mengamati Soyoung dan Yunhwan, Jeongchan menghampiri gadis itu. Merangkulnya secara tiba-tiba sehingga Hyora terusik, menjauhkan pandangannya dari dua sejoli. Gadis berambut gelombang itu lantas mengerutkan dahi usai melihat perlakuan Jeongchan.
"Daripada kau terus merasa iri, lebih baik aku memberikan perhatian yang sama seperti mereka," tanggap Jeongchan sembari memiringkan kepala, mengulas senyum. Tingkah lelaki itu mendapat balasan setimpal dari Hyora yang ikut menaikkan sudut bibir.
"Sudah kubilang kalau kau harusnya memberi tahu Jihyuk. Kau selalu saja menganggap sarankuㅡ"
"Aku sudah mengatakannya, Kak," timpal Hyora kemudian mengalihkan pandangan.
"Eoh?" Jeongchan sedikit melonggarkan rangkulannya. Kedua mata lelaki itu membulat. "Benarkah? Di mana anak itu sekarang? Kenapa tidak ikut mengantarmu?"
Tiba-tiba saja Jeongchan menggerutu sendiri.
"Kau itu juga teman dekatnya Kak Jihyuk. Kalau kau bertanya padaku lalu aku harus bertanya pada siapa?"
Bibir lelaki itu mengerucut begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan Hyora. Ia mengusap tengkuknya kemudian menunjukkan cengiran.
"Hyora, sudah waktunya!" pekik Soyoung yang sudah melangkah ke dalam lebih dulu, tentu saja masih bersama Yunhwan di sisinya.
Gadis yang dipanggil namanya itu segera menarik koper usai melambaikan tangan pada Jeongchan. Jeongchan memang hanya izin sebentar saja pada Ketua Kim untuk mengantarkan Hyora dan Soyoung pergi. Karenanya, lelaki itu hanya bisa menemani mereka sampai depan pintu masuk saja.
Kaki Hyora terasa berat untuk melangkah lebih jauh. Soyoung dan Yunhwan sudah semakin jauh dari pandangannya, tapi pikiran gadis itu masih saja tertinggal di belakang. Pergi dengan perasaan seperti ini sama sekali tidak membuat Hyora nyaman. Yang selalu memenuhi otak gadis itu hanya satu, perihal dirinya dan Jihyuk. Namun, waktu seakan tidak memberikan celah agar Hyora bisa meluruskan keadaanㅡatau belum? Karena melalui pesan singkat yang baru saja ia dapatkan, ada secercah harapan yang muncul.
Dengan cepat, gadis bernama depan Shin itu memutar tubuh, melawan arah yang seharusnya. Hampir lupa akan eksistensi Soyoung di sana, Hyora pun berteriak seraya menoleh ke belakang. "Soyoung, kau pergi lebih dulu saja! Aku membatalkan keberangkatanku!"
Belum sempat seseorang yang diajaknya bicara itu menanggapi, Hyora sudah berlari menjauh dari bandara.
***
Setelah taksi yang belum lama berhenti di depan sebuah bangunan itu melaju, seorang gadis dengan pakaian formal mengunci fokus pada pintu masuk. Keadaan rumah tersebut masih sunyi, pun segala akses masuknya tertutup rapat. Sudah percobaan keberapa kali, mengulang kegiatan sama setiap harinya tanpa hasil.
Hyora telah mendapat kabar baik sebagai awal memulai hari ini dan gadis itu yakin bahwa akan ada hal baik lainnya yang mengikuti. Itu sebabnya ia rela datang dari jauh dan cepat-cepat untuk sampai di sini, kediaman Lee Jihyuk.
"Tidak apa-apa, aku akan menunggu di sini. Seseorang pasti akan keluar," katanya pada diri sendiri.
Membawa benda besar berwarna hitam bersamanya, gadis itu menepi. Memilih sisi trotoar sebagai tempat mengistirahatkan diri sejenak, ia mendudukkan tubuhnya.
Tanpa sadar, waktu telah banyak berlalu. Namun, sama sekali tidak ada tanda-tanda kedatangan seseorang dari dalam rumah. Hyora melihat ke arah belakang, semua masih sama seperti yang terakhir kali ia pantau. Menunggu bisa sangat membosankan, tapi gadis itu tidak ingin menyerah begitu saja. Beruntung cuaca sedang mendukung, tidak ada hujan.
Hyora mengamati jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sepuluh menit lagi, jika tetap tidak menemukan siapa pun, ia akan pergi dari sana. Sambil menanti, gadis itu menundukkan kepala. Semata-mata supaya wajahnya tidak diterpa angin yang berembus dingin terlalu lama.
"Sedang apa kau di sini?"
Suara itu tidak asing. Tidak langsung mendongakkan kepala, Hyora justru menerka siapa sosok yang mengajaknya bicara. Terlalu lama sampai akhirnya pertanyaan yang sama diucapkan kembali.
"Hyora, aku bertanya sedang apa kau di sini?"
Begitu benar-benar memastikan si pemilik suara, gadis yang disebutkan namanya itu segera mengangkat kepala. Terlampau bahagia melihat seseorang di hadapan, Hyora refleks beranjak.
"Kak Jihyuk!" teriaknya antusias. "Ah, kenapa sulit sekali untuk bertemu denganmu?!"
Keluhan Hyora, yang secara terang-terangan ditunjukkan bersama dengan raut wajah penuh rasa jengkel, nyatanya berhasil mencuri senyum Jihyuk. Entah mengapa ada rasa bahagia ketika gadis itu mencarinya. Sebagian kecil adalah tanda bahwa apa yang terjadi di antara mereka saat terakhir kali bertatap muka sudah tidak perlu dikhawatirkan. Hyora tidak lagi menghindar.
Masih berdiri dengan kedua tangan yang disimpan di dalam saku celana, netra Jihyuk mendapati pakaian rapi yang dikenakan Hyora. Tidak hanya itu, ada sebuah koper berukuran besar di sebelahnya. Hyora pernah mengatakan bahwa ia harus kembali ke Jeju dan jika Jihyuk tidak salah ingat, ini adalah harinya.
"Bukankah kau harus berangkat ke Jeju hari ini? Bagaimana kalau terlambat? Biar aku antar kau ke sana, ya," ujar Jihyuk usai melepas pandangan dari benda di sekitar Hyora.
Tangannya dengan gesit meraih koper dan lengan gadis itu secara bersamaan. Akan tetapi, Hyora menghentikan gerakannya. Memaksa tubuh Jihyuk untuk tetap tinggal, ia meraih ponsel dari dalam tas kecil. Sebelum Hyora benar-benar menunjukkannya pada Jihyuk, gadis itu sudah tersenyum lebar sendiri. Sama sekali tidak bisa menahan rasa senang yang menjalar di tubuhnya.
"Aku tidak akan kembali ke Jeju mulai sekarang!" ucap Hyora seraya mengarahkan ponsel tepat ke depan wajah Jihyuk sehingga lelaki itu bisa membaca dengan jelas apa yang tertulis. "Permintaanku untuk dipindahkan ke kantor cabang di Seoul baru saja disetujui."
"Yang benar?" Kedua netra Jihyuk kontan terbelalak. Meraih ponsel dari tangan Hyora, Jihyuk hanya ingin memastikannya satu kali lagi. Sementara itu, sang pemberi berita tampaknya sangat bahagia menerima respon demikian.
"Aku ingin minta maaf atas kejadian terakhir kali. Wooyeon sudah menjelaskan padaku. Maaf karena aku sudah mengabaikanmu, padahal jelas-jelas kau sama sekali tidak bersalah."
Jihyuk menjauhkan tatapannya dari ponsel, beralih menatap gadis yang sedang berbicara dengannya. Seperti biasa, selalu ada keteduhan dari tiap sorot mata yang Jihyuk berikan. Senyum lelaki itu merekah sebelum tangannya meraih pucuk kepala Hyoraㅡmenepuknya perlahan.
"Tidak apa-apa. Wajar kalau kau merasa dikecewakan danㅡ"
Kalimat yang disampaikan Jihyuk terhenti begitu merasakan sentuhan dari seseorang yang ada di depannya, tidak lain adalah Shin Hyora. Gadis itu memeluknya.
"Aku tidak suka kau pergi tanpa pamit. Aku juga tidak suka mencarimu ke mana-mana dan tidak mendapatkan hasil. Aku benci dengan rasa khawatir yang datang seenaknya ketika tidak melihatmu satu hari saja."
Jujur saja, Jihyuk masih terpaku. Tatapan lelaki itu kosong ke depan, tapi telinganya masih dapat menerima dengan baik tiap kata yang disampaikan Hyora.
"Setelah kupikir alasan di balik semua itu, ternyata aku memang tidak bisa menjauh darimu. Mulai sekarang ... entah apa yang kulakukan ini benar atau tidak, tapi aku ingin menyelesaikan ketakutanku sampai sini saja."
"Menyelesaikannya? I-itu ...." Jihyuk serta-merta membawa tubuh gadis itu menjauh, melepas dekapannya. Ia mengerjapkan mata sebelum akhirnya benar-benar menatap jauh ke dua bola mata indah milik Hyora.
Membalas tatapan Jihyuk, Hyora juga memandang lawan bicaranya intens. Sekali pun tidak ingin terlepas. Ia mengangguk dengan yakin kemudian memberikan senyum terbaik.
"Aku menyukaimu."
Hanya dua kata, tapi berhasil membuat Jihyuk terkejut. Kedua alisnya mengangkat naik, pun netranya membulat. Kalimat singkat yang selalu ingin ia dengar akhirnya lolos dari bibir Hyora. Apa yang sedang terjadi seharusnya mampu membahagiakan lelaki itu, tapi mengapa separuh hatinya menolak?
"Benar-benar menyukai Kak Jihyuk ... sejak lama."
🔸🔸
Ih, akhirnya terucap nggak sih?! 😭
Itu kalimat sampai bertahun-tahun ditahan. Jihyuk bakal jawab pernyataan cintanya Hyora kayak apa? Apa kamu perlu mikir lama, Hyuk? Jadian hayo berdua!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro