Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33 - Waktu Untuk Kembali

Ost. for this chapter:
Wheein - With My Tears

🔸🔸

"Kau bilang ... kanker otak?"

Seorang laki-laki yang tengah duduk di sebuah ruangan berpoles cat putih itu mengusap wajahnya kasar. Pertanyaan yang dilontarkan selama beberapa menit belakangan tetap saja sama. Jawabannya pun tidak ada yang berubah. Melalui tanggapan terakhir yang ia terima, lelaki bersurai hitam itu mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang didengar bukanlah sebuah lelucon. Sementara itu, wanita dengan selisih usia 27 tahun di sisinya justru hanya tertunduk.

"Semua sudah kujelaskan lebih dulu pada ibumu. Satu yang perlu kalian tahu adalah jangan terkejut ketika daya ingatnya secara tiba-tiba menurun. Ah, Tuan Lee juga tidak bisa menunda pengobatannya lagi."

Nada bicara wanita yang menangani Jaesung terdengar begitu tenang, tapi sama sekali tidak menenangkan pikiran Jihyuk. Laki-laki itu memijat pelipisnya seraya mengembuskan napas berat. Usai sang ayah memutuskan untuk berpisah dan menetap di Tokyo demi fokus menjalani perusahaan, komunikasi keduanya hanya sebatas melalui telepon.

Lima tahun lalu, saat Jihyuk juga tiba di Tokyo untuk mengantar Jaesung, adalah kali pertama dan terakhir. Tidak pernah terbesit dalam pikiran lelaki itu bila kedua kalinya menginjakkan kaki di sana untuk mendapatkan kabar seperti sekarang.

Jihyuk masih terlarut dalam pikiran, tapi wanita yang bersamanya segera mengucap kata pamit begitu merasa tidak ada lagi yang perlu dibahas. Melalui ekspresi wajah, Myunghee meminta putranya untuk ikut keluar dari ruangan dokterㅡtampaknya wanita itu juga harus menjelaskan sesuatu pada Jihyuk.

Keduanya berjalan menyusuri lorong, tanpa mengeluarkan suara. Hanya suara langkah kaki milik orang sekitar yang mengisi sunyi. Mengamati bagaimana reaksi Jihyuk, mengingatkan Myunghee akan dirinya satu tahun lalu. Wanita itu juga hanya bisa mematung, menahan matanya yang memerah dan berkaca-kaca. Ia benar-benar terpukul.

"Bagaimana kalau kau menenangkan pikiranmu dulu? Kita tidak usah langsung menemui ayahmu di kamarnya, ya?" tawar Myunghee dengan sorot mata penuh kelembutan. Rasanya ada pedih yang memenuhi ruang hati kala melihat wajah Jihyuk memucat.

Laki-laki yang diajaknya bicara itu mengangguk samar dengan raut wajah yang tidak berubahㅡmasih sama sejak mereka keluar dari ruangan dokter. Lantas, Myunghee meraih kedua bahu Jihyuk, sedikit merangkul anak lelakinya. Dengan langkah perlahan, wanita itu menuntun Jihyuk sampai akhirnya sampai di sebuah taman rumah sakit.

Memilih lokasi di bawah pohon yang berdiri kokoh, Myunghee dan Jihyuk menikmati sejuknya angin yang berembus. Membiarkan sang bayu membawa sebagian kegelisahannya pergi karena kenyataannya Jihyuk tidak benar-benar bisa melepas pikiran tentang Jaesung.

"Sudah lama sekali kau tidak datang ke sini, ya?"

Myunghee mencoba membuka obrolan di antara keduanya. Bahkan suara wanita yang sudah 25 tahun menjadi ibu Jihyuk itu tidak bisa membuat perasaannya membaik. Biasanya jika Jihyuk merasa dunia sedang mempermainkannya dengan berbagai alasan tidak masuk akal, ia hanya akan datang ke Myunghee pertama kali. Ajaibnya, wanita itu selalu punya kalimat-kalimat penyemangat sederhana, tapi begitu membekas. Dari situ Jihyuk banyak belajar untuk terus berdiri tegak meski angin kencang menerpa. Namun, tidak berlaku untuk kali ini.

Masih tidak mendapat tanggapan, Myunghee berkata lagi, "Tokyo sudah banyak berubah, bukan? Eunso juga pasti akan senang kalau bisa ikut berkunjung ke sini lagi."

Menyempatkan untuk menyapa wajah angkasa sejenak, Jihyuk menghela napas dalam-dalam. "Sepertinya Ibu sudah tahu semuanya karena bisa berbicara santai seperti sekarang?"

"Belum lama dan reaksi Ibu juga sama sepertimu, tapi setelah dipikir kembali ... merasa sedih pun juga tidak akan mengubah keadaan."

Jihyuk menoleh ke arah kanan, mendapati sebuah lengkungan senyum terlukis di wajah Myunghee. Sedikit dipaksakan dan Jihyuk mengetahuinya, terlebih saat ada nada yang bergetar di balik untaian yang terucap. Rupanya istri Jaesung itu menyimpan kepedihan seorang diri demi tidak membuat kedua buah hati merasa khawatir.

"Kenapa Ibu tidak langsung mengatakannya padaku dan Eunsoㅡah, bukan. Setidaknya beri tahu saja aku sebagai anak tertua."

"Ayahmu terus melarang. Dia tidak ingin membebani pikiranmu, Ibu juga seperti itu."

"Ibu ... ini sama sekali bukan hal yang bisa disembunyikan. Akan terasa lebih baik jika semua beban yang Ibu pikul seorang diri bisa diberikan sebagiannya padaku."

Usai mendengar perkataan Jihyuk, barulah Myunghee memberanikan diri untuk membalas tatapan sang anak. Manik hitam penuh kehangatan itu sedang memandangnya lekat.

"Ibu tidak pernah berniat untuk menyembunyikannya darimu. Semua akan Ibu beri tahu ketika waktunya tepat," bela Myunghee.

"Tetap saja. Kenapa Ibu justru baru memberi kabar tentang Ayah ketika kondisinya sudah separah ini?"

Sejak mereka tiba di taman hingga sekarang hanya pertanyaan-pertanyaan serupa yang dilontarkan oleh Jihyuk. Myunghee mengerti jika perasaan lelaki itu bercampur sedih dan kecewa. Namun, rentetan kalimat tanyaㅡyang semakin menyadarkan Myunghee akan kenyataan yang tidak seharusnya ia tutupㅡitu membuat dirinya cukup tertekan. Lantas, setetes air mata mengalir dari sudut netra tanpa bisa dicegah.

"Kau tahu hal yang paling menyedihkan?" tanya Myunghee, mengundang tatapan Jihyuk yang terarah hanya padanya. Lelaki itu sedang menanti kelanjutan yang hendak disampaikan. "Ibu bisa menyelamatkan nyawa orang lain sebagai seorang dokter, tapi tidak dengan ayahmu. Tanpa kita ketahui, ayahmu hanya berjuang dan melawan rasa sakitnya sendiri. Ibu tidak bisa melakukan apa-apa."

Larut dalam kesedihan yang datang, Jihyuk menyaksikan bagaimana Myunghee membiarkan bulir air mata memenuhi kedua pipinya. Tidak hanya Myunghee, semua merasakan beban dengan porsi tersendiri. Pasti berat untuknya menyelesaikan satu kalimat penuh rasa bersalah.

Memandang wanita yang selalu menjadi penguat sosok Jihyuk itu menangis, ia tidak kuasa menahan rasa iba yang memenuhi seluruh ruang hatinya. Namun, lidah Jihyuk terasa keluㅡtidak sanggup mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Sepenuhnya tertutupi oleh kepiluan. Lantas, laki-laki bernama depan Lee itu membawa tubuh Myunghee ke dalam dekapan. Melakukan segala hal yang biasa dilakukan oleh Myunghee ketika Jihyuk merasa sedih.

Apabila merasa kata-kata sulit untuk diungkap, memberikan sentuhanㅡseperti memelukㅡakan memberikan emosi positif yang membuat seseorang merasa lebih baik. Pernyataan tersebut ada benarnya karena Myunghee justru menumpahkan segala kesedihan yang tertahan, pun dengan Jihyuk. Sekuat-kuatnya seorang lelaki, ia juga berhak untuk mengadu tangis.

"Tidak masalah, Bu. Kita bisa melewatinya bersama-sama."

***

Jihyuk dan Myunghee sudah berada di ruangan tempat Jaesung dirawat setelah membasuh wajah. Keduanya jelas tidak ingin Jaesung tahu tentang apa yang terjadi. Pria yang masih terbaring itu kemudian mengubah posisinya, menyambut keberadaan putra sulung dan istrinya dengan senyuman. Melalui raut wajah yang terpatri, Jaesung sudah mampu menebak kalau Jihyuk juga tahu tentang keadaannya.

"Bagaimana keadaan Ayah sekarang?" tanya Jihyuk begitu sampai di sisi ranjang Jaesung.

Pria itu merentangkan kedua lengan dan mengamati tubuhnya sebelum menoleh ke arah lawan bicara. "Sudah baik-baik saja, seperti yang kau lihat."

Satu helaan napas Jihyuk embuskan berat. "Ayah memang pandai menutupinya. Apa Ayah sudah tidak menganggapku sebagai anakmu lagi? Kenapa memilih untuk menyimpan semua ini sendiri?"

Pertanyaan yang sempat diberikan kepada Myunghee juga ditanyakan kembali oleh Jihyuk. Lelaki itu hanya ingin dengar alasan dari Jaesung.

"Ayah sudah cukup memberatkanmu atas keinginan yang selalu Ayah minta. Apa mungkin Ayah rela menambahkan tekanan untukmu? Meski pada akhirnya kau pun tahu dengan cara seperti ini."

Jaesung tertawa pelan untuk mencairkan suasanya. Sebuah gelak yang sama sekali tidak menunjukkan kebahagiaan, justru sebaliknya.

"Maafkan Ayah, ya."

Kata yang baru saja terucap seolah menusuk hati Jihyuk, begitu dalam sampai hanya tersisa rasa sakit. Terlalu terpaku dengan kehidupan pribadinyaㅡperihal pekerjaan dan impian, juga percintaanㅡsampai ia lupa memastikan kabar sang ayah. Seseorang yang benar-benar membutuhkan perhatian darinya. Bagaimana Jihyuk bisa tidak mengetahui di balik kata 'aku baik-baik saja' tersimpan beribu alasan bertentangan. Buruknya, ia justru memperburuk keadaan.

"Kenapa Ayah menunda pengobatan yang ditawarkan dokter? Mulai sekarang aku akan mengawasi sampai kondisi Ayah benar-benar membaik," tegas Jihyuk. Lelaki itu sebisa mungkin menyembunyikan perasaan yang tidak tenang.

"Jadi, sekarang kau mulai bertindak berbeda pada Ayah?"

Apa pun yang lolos dari bibir Jaesung semakin membuat perasaan bersalah Jihyuk memuncak. Laki-laki yang sedang ditatap oleh pasangan orang tua tersebut hanya mendeham kemudian berhati-hati menyampaikan sesuatu yang cukup mengganggu perasaannya.

"Ayah bersikeras dengan permintaan itu juga karena hal ini? Seharusnya kau mengatakan semua padaku, tanpa ada yang ditutupi."

Jaesung sedikit menegakkan posisi duduknya, melipat kedua tangan di depan dada. "Lalu jika Ayah menjelaskannya padamu, apa kau akan berubah pikiran? Meninggalkan Seoul dan segala kenangannya untuk datang ke sini melanjutkan karir yang sudah Ayah bangun? Sepertinya tidak akan semudah itu."

Sunyi menyerang Jihyuk kembali. Lelaki itu dihadapkan pada dua pilihan yang terlampau sulit.

"Yang jelas, Ayah tidak boleh menyembunyikan apa pun lagi dariku. Ya?" pinta Jihyuk, mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Perihal perjanjian yang sudah Ayah buat denganmu, kau tidak perlu khawatir karena Ayah tetap akan melakukannya. Sebagai seorang laki-laki, menepati janji itu penting, 'kan?"

"Bagaimana Ayah bisa mengkhawatirkan hal itu dan bukannya kesehatanmu? Sudah, sekarang Ayah istirahat saja."

Permintaan Jihyuk terdengar sederhana, tapi Jaesung yakin kalau di dalam hatinya pasti lelaki itu sedang gelisah.

🔸🔸

Paling nggak bisa deh kalau udah bahas keluarga gini. Sedih dan akhirnya bertanya, "Udah melakukan apa untuk orang tua agar mereka bahagia?"

😭💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro