Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21 - Rahasia Satu Sama Lain

Baskara berganti rembulan. Tidak ada lagi angin yang berhembus menghangat, diambil alih oleh dingin yang mendominasi. Hari telah berlalu dan terasa begitu berbeda. Semakin hari, perbedaan tersebut semakin mampu dirasakan oleh laki-laki berumur 25 tahun yang tengah berada di ruangan luas. Merasa seorang diri meski ada banyak orang yang mengelilinginya.

Apa yang direncanakan Yeonmi benar. Setelah memasang papan promosi di depan bangunan, suasana kafe Jihyuk menjadi lebih ramai. Seharusnya lelaki itu merasa senang dan bahkan bisa merayakan kebahagiaannya bersama Yeonmi, tapi yang terjadi justru bertentangan. Gadis yang menjadi partner kerjanya hingga hampir dua tahun itu benar-benar menghilang dari hadapan Jihyuk. Tidak hanya itu, seolah melengkapi kesedihan Jihyuk, gadis bernama Shin Hyoraㅡyang disebut sebagai penyebab retaknya hubungan laki-laki itu dengan Yeonmiㅡjuga tidak mengontaknya sama sekali.

Beruntung karena Wonseok dan Jeongchan masih sering berkunjung usai mengetahui yang sesungguhnya terjadi antara Jihyuk dengan Yeonmi dan Hyora. Meski kadang kehadiran keduanya tidak cukup membantu Jihyuk untuk merasa lebih tenang, lelaki itu masih bersyukur atas kepeduliaan yang ditunjukkan sahabatnya.

"Kalau aku datang ke rumah Yeonmi untuk menemuinya, menurutmu apa reaksinya? Kurasa perpisahan kami seharusnya tidak seperti ini," tanya Jihyuk di sela-sela pekerjaannya.

Wonseok yang sedang menikmati cappucino-nya, terpaksa harus memberi jeda. "Itulah mengapa kau selalu gagal dalam urusan ini. Bagaimana kau tahu apa yang akan terjadi kalau tidak melakukannya dan terus menduga-duga?"

"Ini yang dinamakan penuh perhitungan demi menghindari kesalahan," bela Jihyuk yang berjalan menghampiri kedua sahabatnya.

"Tapi pertimbanganmu juga tidak cukup mahir rupanya." Netra Jihyuk mengerling ketika Wonseok mengungkapkan kalimat yang jelas adalah sebuah sindiran atas apa yang terjadi padanya sekarang.

Tersadar akan raut wajah sahabatnya yang berubah, Jeongchan melingkarkan lengan pada bahu Jihyuk. "Wonseok benar. Kau hanya tahu jawabannya kalau kau yang memastikan sendiri."

"Hal yang kukhawatirkan akhirnya terjadi juga pada Yeonmi," lanjut Wonseok membuat kedua laki-laki yang bersamanya menoleh. "Kau benar-benar harus menyelesaikannya dengan baik kali ini, Jihyuk."

Pesan yang disampaikan oleh Wonseok terdengar begitu membebaniㅡterlebih dengan sorot mata serius yang diberikan sepanjang perbincangan merekaㅡmeski sebenarnya Jihyuk juga akan melakukan tanpa perlu diminta. Satu per satu, lelaki bermarga Lee itu memang harus memperbaiki segalanya.

"Tentu saja," balas Jihyuk yakin. "Aku juga masih harus memastikan satu hal."

***

"Waktunya bersulang! Untuk kelancaran resital Cho Wooyeon dan Ji Seorin!" pekik Seunghan selaku penanggung jawab resital seraya mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.

Bunyi denting gelas kaca yang saling beradu memenuhi ruang makan yang dipenuhi oleh tujuh orang. Kerja sama antara Wooyeon dan Hyora akhirnya mencapai titik akhir. Gadis yang sedari tadi menjadi pusat pembicaraan akibat ide luar biasa yang membuat kedua belah pihak puas itu tidak henti menorehkan senyum. Sesekali memandang ke arah kiri, menemukan sepasang mata yang juga melihat ke arahnya. Hyora akui bahwa penawaran yang diberikan Wooyeon benar-benar membuahkan hasil baik.

Mendekati tenggat yang hampir habis, Hyora jadi disibukkan dengan berbagai pekerjaan terkait resital. Gadis itu bahkan hampir tidak memiliki waktu untuk memikirkan hubungannya dengan Jihyuk yang terasa semakin renggang. Memang benar, ketika merasa bersedih, menyibukkan diri adalah cara terbaik untuk mengatasinya. Namun, Hyora tidak bisa sepenuhnya bersikap abai. Setiap kali ia sedang sendiri, pikirannya selalu menjelajah jauh ke memori terdalam. Membuat bayang-bayang Jihyuk yang sedang berusaha ia hapuskan terlihat semakin jelas. Oleh karena itu, ia berlega hati saat tahu harus menghabiskan setengah malamnya bersama tim desain dan klien.

"Memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan pianis hebat seperti kalian adalah sebuah kehormatan bagi kami," ungkap Ketua Kim sembari sedikit menunduk dan tersenyum setelahnya.

"Aku juga senang karena bisa mengenal kalian. Aku pastikan akan merekomendasikan tim ini pada kerabatku," tanggap Wooyeon kemudian memasukkan satu suap makanan.

Tidak hanya Wooyeon, Seorin juga ikut menambahkan, "Selama kerja sama berlangsung, aku minta maaf jika ada perkataanku yang kurang berkenan. Itu semata-mata hanya untuk kebaikan bersama."

"Justru kami jadi bisa belajar banyak hal baru. Sekali lagi terima kasih." Hyora yang sejak tadi hanya menyimak pun memberikan kesannya.

Lengkungan senyum kepuasan terpatri di setiap wajah yang memenuhi ruangan berwarna cokelat muda tersebut. Acara makan malam mereka berlangsung tenang. Seseorang yang memilih kursi bagian tengah menangkap laki-laki yang terus memusatkan pandangan tepat ke seberang. Usai menelan makanannya, akhirnya ia beranjak. Melangkah ke tempat lelaki itu kemudian mengajaknya keluar.

Tidak ingin ada seorang pun yang mendengar pembicaraan mereka, keduanya memilih lantai duaㅡlokasi tanpa atap yang menunjukkan suasana malam Kota Seoul. Seseorang yang diajaknya itu tidak memberi perlawanan apa-apa hingga keduanya sampai di lantai atas.

"Kak Seunghan, mengapa kau tiba-tiba membawaku keluar?" Kedua mata Wooyeon masih menyapu area tersebut. Sepi, tidak ada yang lain selain mereka berdua.

"Jelaskan apa yang kulihat tadi! Kau terus memperhatikan Hyora, 'kan?"

Mengetahui bahwa tujuan Seunghan membawa dirinya pergi adalah untuk membahas hal yang akhir-akhir ini ia desak, mulut Wooyeon terbuka seiring dengan kepala yang dianggukkan.

"Ternyata seseorang sadar kalau aku melihat Hyora sejak awal acara makan malam. Aku tidak seharusnya bersikap kentara seperti itu, ya?" jawab Wooyeon santai dengan tangan bersedekap.

"Bukan sebatas itu, tapi yang selama ini kau lakukan pada Hyora."

Seunghan tidak lagi bersandar pada pembatas, beralih ke hadapan Wooyeon. Lelaki itu ingin melihat ekspresi wajah Wooyeon ketika menanggapi pernyataannya. Dengan salah satu lengan yang ia lipat di depan dada, Seunghan mulai menghitung dengan jari yang membuka dan menyebut satu per satu apa yang sahabatnya lakukanㅡtentu berdasar dari ucapan Jihyuk.

"Begitukah caramu untuk menunjukkan diri pada Hyora? Jalan pikiranmu memang sama sekali tidak bisa aku tebak. Jangan bilang kau juga sengaja membuat acara makan malam mendadak seperti saat ini karena Hyora?" Seunghan mencecar Wooyeon dengan dugaan-dugaan yang telah berputar di kepalanya. Setelahnya, lelaki itu menyugar rambut dan merasa tidak percaya.

"Memang benar karena Hyora dan anggota tim lain juga. Mau bagaimana pun, kita memang pantas mengapresiasi usaha mereka. Kau yang selalu mengatakan itu padaku, 'kan?"

"Tentu, tapi aku jadi berpikir lain sejak mengerti apa saja yang sudah kau perbuat."

Telapak tangan Wooyeon mendarat pada pundak Seunghan. Menepuknya pelan kemudian menuntut tubuh tinggi itu menuju sebuah kursi panjang kayu. "Biar kujelaskan padamu, Kak."

Lelaki yang menjadi penanggung jawab acara sekaligus sahabatnya itu sudah memasang tampang serius, sementara Wooyeon lebih dulu memusatkan tatapannya pada angkasa gelap. Ia menoleh ke arah Seunghan setelah dirasa cukup yakin untuk mengungkap semua pada laki-laki itu.

"Aku juga tidak ingin kalau apa yang kurencanakan sia-sia, Kak. Ada beberapa hal yang harus kupastikan. Apa yang kulakukan harus menguntungkanku. Kurasa kau bisa menangkap maksudku."

"Lalu apa kau sudah memastikan semuanya?"

Wooyeon mengangguk. "Hyora masih mencari ayahnya ... Shin Hajoon. Aku benar-benar akan mengatakannya, Kak. Seorang Cho Wooyeon tidak akan mundur ketika sudah memulai. Kau tidak usah terlalu khawatir."

"Oke, kau sudah mengembalikan rasa percayaku pada Wooyeon yang kukenal."

Mengamati benda yang melingkar di pergelangan tangan, Wooyeon mengajak laki-laki di sebelahnya untuk kembali bergabung ke dalam. Tidak sopan jika meninggalkan tamu terlampau lama. Selama lima belas menit mereka habiskan di luar, anggota lain sudah melahap habis makanan yang dipesan. Suasana lebih kacau dibandingkan sebelum Seunghan dan Wooyeon pamit untuk keluar. Sebuah botol tergeletak di bagian tengah meja, pun beberapa alat makan tidak lagi tertata rapi. Ketua Kimㅡanggota yang paling tuaㅡbahkan sudah meneguk beberapa gelas minuman beralkohol bersama dengan tim desain dan Seorin. Nampaknya semua bersenang-senang tanpa Wooyeon.

Hanya ada satu sosok yang masih terlihat begitu tenang. Terlampau diam dan mungkin tidak menyadari keberadaannya. Tidak lama setelah Wooyeon kembali pada tempat duduknya, gadis dengan blus putih tersebut beranjak. Membawa mantel merah mudanya ikut serta seraya berlalu melewati Seunghan dan Wooyeon. Berusaha keluar dari kekacauan kecil yang terjadi di sekelilingnya.

Sembari mengenakan mantelnya, Hyora berjalan ke arah luar restoran. Ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku lantaran dinginnya angin malam yang berhembus. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu karena lebih memilih untuk menghabiskan waktu menikmati indahnya malam dibandingkan menghangatkan diri. Netranya menerawang jauh, sesekali menghela napas kuat-kuat kemudian mengembuskannya. Apa pun untuk membuatnya merasa lebih tenang.

"Apa mereka membuatmu merasa tidak nyaman?"

Hyora refleks membalik badan ketika ada suara yang mengusik. Sosok laki-laki dengan rambut tertata menyita pandangannya. Gadis itu segera menggeleng ketika Wooyeon mulai melangkahkan kaki, mendekat.

"Tidak seperti itu. Aku sangat menikmati acara yang kau buat. Terima kasih, Wooyeon."

Lelaki yang disebutkan namanya itu menorehkan senyum. "Kelihatannya kau masih belum bisa melupakan malam itu ya?"

Wooyeon tidak menjabarkan secara jelas, tapi Hyora sudah mengerti dengan apa yang sedang laki-laki itu coba bicarakan.

"Ah, ini bukan pertama kalinya. Aku tidak selemah yang kau bayangkan," bantah Hyora kemudian mengembalikan fokusnya pada langit, alih-alih melihat wajah Wooyeon.

"Tapi aku bisa melihat kalau kau sedang berusaha untuk menutupi kegelisahanmu." Wooyeon tidak mau kalah dan justru terus mendesak Hyora. "Biar aku menemanimu di sini. Kurasa aku juga butuh sedikit ketenangan supaya bisa berpikir dengan jernih tentang masalah yang kuhadapi."

Kali ini Hyora tidak hanya menganggap ucapan Wooyeon sebagai angin lalu dan bersikap tidak acuh, ia memalingkan wajah. Mengamati garis wajah Wooyeonㅡyang ikut mendongak ke arah langitㅡdari samping. Sudut bibir lelaki itu sempat terangkat sedikit, tapi sama sekali tidak menunjukkan kebahagiaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro