12 - Biar Kuukir Kembali Bersamamu
Ost. for this chapter:
Paul Kim ft. Chungha - Loveship
🔸🔸
"Hmm ... Apa kita sudah sampai, Kak? Kenapa berisik sekali," keluh Eunso sembari perlahan membuka matanya.
Lelaki itu menoleh ke sebelah kiriㅡtempat kakaknya beradaㅡuntuk memastikan kalau mereka masih berada di sana, tidak bertingkah jahil dengan meninggalkannya yang masih tertidur. Namun, hanya sebentar saja dan Eunso langsung pura-pura memejamkan matanya kembali. Sebuah senyuman tipis terlukis di wajahnya.
Suara Eunso membuat keduanya tersadar dari diam. Jihyuk menjauhkan tangannya dari tubuh Hyora, begitu pula sebaliknya. Lantas, mereka bersandar dan membuang pandangan ke arah yang berlawanan.
"Ya, pokoknya seperti itu. Aku akan mencarinya bersamamu," ucap Jihyuk kikuk. Ia mengusap tengkuk kepalanya. "Oh, iya, aku harus memberitahu Ibu kalau kita sedang dalam perjalanan."
"O-oh, benar. Sebaiknya kau segera menghubunginya," respon Hyora sambil mengerjapkan matanya berulang kali.
Sekilas, gadis itu mengipasi wajah dengan kedua tangan. Berharap rona merah di wajahnya menghilang. Hyora cukup yakin kalau kereta yang ditumpanginya memiliki sistem pendingin yang baik, tapi mengapa rasanya panas sekali?
"Dan Eunso, k-kita belum sampai kok. Iya, belum." Dilihatnya laki-laki yang diajaknya bicara itu sudah kembali tertidur.
Melepas tatapan dari sosok Eunso, pandangan Hyora sempat terkunci pada laki-laki yang duduk di sampingnya. Jihyuk masih menunduk dengan jari yang sibuk bermain di atas layar ponsel. Tidak lama setelahnya, objek pengilihatan Hyora itu berdiri. Dengan membawa telepon genggam yang terus bergetar, ia sempat melihat ke arah Hyora. Menyebutkan satu nama kemudian dengan gerakan mengisyaratkan bahwa Jihyuk harus menerima panggilan tersebut.
Hyora mengangguk paham kemudian lelaki itu pergi dari hadapannya. Beralih ke ujung gerbong kereta, mencari tempat yang sepi untuk berbicara supaya tidak mengganggu penumpang lain. Setelah Jihyuk pergi, gadis itu menyentuh kedua pipi dengan punggung tangan kemudian kembali menyandarkan punggung.
"Apa yang kupikirkan? Hyora, kau hanya perlu duduk manis saja di sini, tidak usah bertingkah macam-macam."
Gadis itu mulai berbicara pada dirinya sendiri. Menyadarkan diri bahwa laki-laki yang sudah membuat jantungnya bekerja lebih keras itu tidak lebih dari seseorang yang memang harus menjaganya. Terlebih lagi ketika tadi Jihyuk menyebutkan nama yang seharusnya Hyora ingat bahwa ia tidak memiliki celah untuk masuk ke dalam kehidupan lelaki itu lebih dalam. Seseorang tengah menjaganya.
Tidak ingin membebankan pikirannya, Hyora memilih untuk memejamkan mata. Ketika perjalanan terasa begitu lama, tidak ada yang lebih baik selain mengistirahatkan tubuh sejenak dengan tidur. Kedua mata Hyora terpejam sebelum Jihyuk kembali ke tempatnya.
Usai menempuh perjalanan selama hampir dua jam, akhirnya kereta berhenti di stasiun Dongdaegu. Hyora mengambil telepon genggamnya untuk menghubungi sang ibu, sementara Jihyuk dan Eunso melihat lingkungan sekeliling. Sudah sekitar enam tahun mereka tidak pernah kembali lagi ke Daegu sejak ibu mereka ditugaskan untuk pindah ke salah satu rumah sakit yang berada di Seoul.
"Kak Jihyuk, cepat ambil gambarku," pinta Eunso sambil berlari menghampiri sebuah pajangan tulisan Daegu berwarna silver.
Jihyuk mengerutkan dahinya kemudian bergeleng, enggan menuruti kemauan adiknya. "Kau norak sekali, seperti baru pertama datang ke Daegu."
"Biar saja. Ayo, Kak, cepat," rayu Eunso yang sudah mulai siap dengan gayanya. "Mau kutunjukkan pada Ibu."
"Iya, iya. Sebentar," balas Jihyuk kemudian berbicara dengan perempuan di sebelahnya. "Hyora, aku ke sana sebentar."
Yang diajaknya bicara itu mengangguk sembari menyuruhnya cepat-cepat pergi menghampiri Eunso. Sementara itu, ia masih menunggu panggilannya tersambung. Gadis itu mencari seseorang di sana.
"Ibu, kami sudah sampai. Apa Ibu juga?" tanya Hyora segera setelah teleponnya tersambung.
"Ah, Hyora. Sudah, Ibu baru beberapa menit lalu memarkirkan mobil dan sekarang masih jalan masuk ke dalam. Sebentar lagi juga sampai."
"Astaga, Ibu. Seharusnya tidak perlu menghampiriku, kami bisa ke sana."
Gadis itu masih memegang ponsel di telinga kanannya. Ia berjalan menghampiri Jihyuk dan Eunso yang kelihatannya sudah selesai berfoto-foto. Hyora menggoyangkan tangan satunya di atas ponsel Jihyukㅡkarena mereka sedang melihat hasil foto. Keduanya pun menoleh.
"Ibu sudah sampai," bisik Hyora.
"Kau di mana? Ibu sudah ada di dekat pintu masuk."
"Oh! Ibu!" panggil Hyora sambil menggoyang-goyangkan ponselnya di udara.
Hyora segera berlari menghampiri ibunya. Rindu. Hanya itu yang terlintas di pikirannya ketika melihat wanita berumur 52 tahun itu berdiri di sana. Gadis itu memeluknya erat sembari menyandarkan kepala di bahunya.
"Apa perjalanan ke sini melelahkan, hmm?" Suara yang dirindukan oleh Hyora itu akhirnya bisa ia dengarkan lagi secara langsung. Wanita itu mengelus pucuk kepala Hyora dan punggungnya.
Gadis itu hanya menggeleng. "Tentu tidak. Padahal aku ingin memberi kejutan untuk Ibu dengan kedatanganku, tapi ternyata Kak Jihyuk sudah memberi tahumu lebih dulu."
Ibunya tersenyum kemudian melihat ada dua orang lagi yang berjalan ke arahnya. Satu di antaranya melambaikan tangan, sedang yang satu membungkukkan tubuhnya sembari tersenyum lebar.
"Astaga, lihat siapa lagi yang datang?" ujar Aeri yang perlahan melepas pelukan anaknya untuk menyambut mereka yang datang bersama Hyora. "Berapa tahun kita tidak bertemu dan sekarang kalian sudah tumbuh besar, tampan pula."
Wanita itu melihat ke arah Hyora, tertawa.
"Ibu, jangan memuji mereka nanti besar kepala," keluh Hyora.
"Maaf jadi merepotkanmu, Bu, padahal sudah kukatakan kalau kami bisa pergi sendiri," ucap Jihyuk, merasa tidak enak. Padahal mereka bisa menaiki taksi, tapi ibunya Hyora tidak mengizinkan.
"Tidak, tidak. Bagaimana bisa aku tinggal diam di rumah menyambut anak-anakku ini?"
"Ibu, apa tidak merindukanku juga? Kok aku tidak dipeluk?" Suara itu terdengar dari seseorang yang berdiri di samping Jihyuk.
Keluarga Hyora dan Jihyuk memang sudah sangat dekat hubungannya sejak Hyora dan Jihyuk memutuskan untuk menjadi sahabat. Tidak heran kalau melihat sikap Eunso seperti tadi, tidak merasa malu atau canggung. Lantas, ibunya Hyora segera memeluk Eunso sambil tertawa.
"Kau memang tidak pernah berubah dari dulu," katanya, tapi segera tersadar. "Tidak akan ada habisnya jika melepas rindu dengan kalian. Ayo, kita pulang! Ibu sudah memasak makanan untuk kalian."
Eunso dan Jihyuk segera bersiap untuk mengikuti Aeri menuju parkiran mobil. Namun, Hyora malah tidak ingin ikut dengan mereka. Ada sesuatu yang ingin gadis itu lihat selagi berada di Daegu.
"Aku tidak langsung ke rumah, ya. Ada tempat yang ingin kukunjungi, sebentar saja," ujar Hyora.
"Kau mau ke mana?" tanya ibunya bingung karena gadis itu tidak bilang apa-apa sebelumnya.
"Tidak jauh kok. Aku akan langsung pulang kalau sudah selesai, ya. Kalian boleh pergi duluan," pamit Hyora. Ia berjalanan berlawanan arah usai melambaikan tangan.
"Mau ke mana anak itu?"
Jihyuk sejak tadi hanya memandangi Hyora, tidak melarangnya untuk pergi. Namun, ketika gadis itu mulai menjauh, ia berubah pikiran. "Biar aku temani Hyora."
Wanita yang diajaknya bicara itu mengangguk kemudian merangkul Eunsoㅡsatu-satunya yang tersisa di sana.
"Kak Jihyuk! Jangan lama-lama bawa Kak Hyora pulang, ya, atau akan kuhabiskan makanannya!" teriak Eunso dari kejauhan.
***
Bunyi kicauan burung menyambut datangnya Hyora. Danau yang terbentang luas menjadi pemandangan yang selalu indah. Pohon-pohon tinggi dengan dedaunannya yang indah menjadi nilai tambah. Danau Suseong tidak pernah berubah, masih menjadi tempat favorit Hyora sejak dulu sampai saat ini.
Gadis itu berjalan menyusuri jembatan berwarna cokelat yang ada di sepanjang sisi danau. Merentangkan kedua tangannya sembari menghirup udara segar. Terlebih lagi, mencium aroma danau terasa begitu menenangkan bagi Hyora. Pas untuk dirinya yang perlu menyegarkan pikiran, terlepas dari apa yang selalu ia pikirkan.
"Harusnya aku tahu kalau kau akan ke sini saat kau bilang tadi."
Hyora segera menurunkan tangannya ketika seseorang berbicara di belakangnya. Ia membalikkan tubuh. Seorang laki-laki dengan hoodie abu-abu sedang menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.
"Kak Jihyuk? Kenapa kau di sini?" tanya Hyora, seingatnya tidak ada yang pergi mengikutinya dari tadi.
Lelaki itu berjalan mendekat kemudian meletakkan kedua tangan di atas pegangan jembatan. Mengikuti apa yang dilakukan oleh Hyora sebelumnya, menikmati udara sejuk di Danau Suseong. Sementara itu, Hyora masih memperhatikannya. Gadis itu menyandarkan punggungnya ke tiang sandaran jembatan.
"Untuk menemanimu," jawab Jihyuk enteng.
"Kupikir kau sudah ikut dengan Ibu tadi."
Jihyuk menggeleng. Ia melihat Hyora yang ada di sebelahnya. "Sekarang aku yang bertanya. Kenapa kau di sini?"
"Kau hanya mengulang pertanyaanku," protes Hyora kemudian tertawa kecil. "Kalau berada di Daegu, tapi tidak ke tempat ini rasanya ada yang kurang. Hanya dengan datang ke sini, aku bisa memutar memori masa kecilku. Jujur saja, ketika keadaan terasa begitu berat, terkadang aku berpikir ingin kembali ke masa kecil yang begitu bebas dan menyenangkan."
Sang pemilik pertanyaan kini memutar tubuhnya supaya bisa bersandarㅡmengikuti Hyora. Secara sengaja atau tidak, laki-laki itu juga memiliki kenangan masa kecil di tempat ini. Tentu itu semua berkat Hyora.
"Itu, di sana!" Jari telunjuk Jihyuk menunjuk ke suatu tempat.
Sebuah toko berukuran kecil yang berada di sebelah barat danau tersebut. Tidak hanya toko, di sekelilingnya juga ada beberapa permainan yang mampu membuat keduanya merasa kembali ke masa yang begitu ingin dikenangnya ketika menginjakkan kaki di tempat itu.
"Aku bertemu denganmu pertama kali di sana saat es krimmu terjatuh. Aku bahkan harus membelikanmu yang baru supaya tangisanmu berhenti," lanjut Jihyuk.
Hyora tertawa. "Kenapa kau hanya teringat dengan itu terus? Padahal ada banyak kegiatan lain yang lebih menyenangkan."
"Tidak ada orang yang melupakan pertemuan pertama. Semenjak itu, kau dan aku jadi sering datang ke sini bersama."
"Benar. Bahkan sebelum kau pergi dari Daegu pun kita bertemu dulu di sini," ujar Hyora kemudian menoleh. Mengamati wajah laki-laki yang sejak tadi memasang senyuman tenang di wajahnya.
"Kenapa kau mau bertemu denganku di sini sebelum pergi?" tanya Hyora lagi.
Jihyuk memiringkan kepala ke arah kiri dan mengusap dagunya. "Aku ingin ada tempat yang membuatmu selalu ingat denganku. Ketika kau merindukanku, kau akan selalu ingin datang ke tempat ini. Lagi pula, memberi kenangan sebelum pergi juga hal yang baik, bukan?"
Omong kosong, Lee Jihyuk. Memang mudah mengucap daripada menunjukkan aksi. Kenyataannya, saat terakhir kali keduanya harus berpisah justru laki-laki itu malah memberikan kenangan buruk.
Hyora mengembuskan napasnya kemudian tersenyum tipis. "Sepertinya keinginanmu berhasil karena beberapa kali aku datang ke tempat ini saat kau sudah berada di Seoul."
"Ah, tidak ada habisnya kalau membahas masa lalu," ujar Jihyuk sembari meregangkan kedua tangannya ke atas. Setelahnya, ia meraih tangan Hyora. "Ayo, kita ke sana saja!"
"Ke mana?"
"Kau bilang ingin memutar kembali masa kecilmu, ayo kita lakukan!"
Jihyuk membawa Hyora tepat ke tempat kesukaannya dulu. Banyak permainan yang ada di sana, semacam taman hiburan dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Sebuah area permainan yang dipenuhi dengan mobil berukuran kecil yang bergerak dengan bantuan aliran listrik menjadi tujuan pertama Jihyuk.
Hyora berhenti sejenak ketika sampai di depannya. "Kak Jihyuk, ini buat anak-anak. Kau mau apa?"
"Siapa bilang hanya untuk anak-anak? Tidak ada aturannya," bantah Jihyuk.
"Ukurannya bahkan tidak ada setengah dari badanku. Kau mau aku menaikinya?"
"Bukan kau, kita. Kapan lagi seperti ini? Kalau kau tidak mau ikut, berarti harus mentraktirku makan!" ledek Jihyuk kemudian berlari menuju salah satu mobil yang ada di sana.
Hyora berkacak pinggang kemudian menggeleng. "Oh, kau menantangku?"
Keduanya sudah asyik dengan mobilnya masing-masing. Kaki panjang Jihyuk membuatnya kelihatan amat besar jika dibandingkan dengan mobilnya. Lelaki itu masih memposisikan dirinya dengan nyaman, tapi seseorang menabraknya dari belakang.
"Kak Jihyuk, sepertinya malah kau yang kesulitan sekarang," ledek Hyora sambil menjulurkan lidahnya. "Kalau kau tidak bergerak juga, berarti kau yang mentraktirku, ya!"
Gadis itu membelokkan setirnya dan segera menjauh dari sana. Kedua ujung bibirnya tertarik ke atas sampai-sampai membuat matanya menyipit lantaran terlalu senang. Ini bukan hal yang buruk juga.
Cuaca hari ini di Daegu tampaknya cukup baik. Angin berembus sejuk, juga terasa hangat. Pemandangan indah bagi Jihyuk terasa lengkap saat melihat Hyora tertawa lepas dengannya. Anggap saja saat ini adalah pengganti kebahagiaan yang harusnya mereka dapatkan tiga bulan silam. Jihyuk ingin menjadi manusia egois untuk hari ini saja. Tidak memikirkan hal lain, hanya dirinya dan Hyora.
🔸🔸
Manis banget kalau lihat persahabatan Jihyuk sama Hyora ❤
By the way, kalau kalian mau ngobrol atau mungkin diskusi tentang penulisan/lainnya, boleh banget mampir DM aku! Sharing itu menyenangkan, guys!
Happy Sunday!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro