Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09 - Berujung Kepalsuan

Tiga puluh menit menuju jam buka sebuah kafe yang berdiri sejak tiga tahun lalu di Distrik Gangnam. Seorang di antara mereka sibuk merapikan dekorasi meja dan membersihkan tempat tersebutㅡmemberikan sentuhan terbaik supaya tidak mengecewakan siapa pun yang datang. Bunyi denting dari oven dan aroma roti yang seketika menguar di udara menandakan bahwa seorang lain yang sedang berada di dapur telah menyelesaikan tugasnya.

Dengan sarung tangan yang membalut kedua tangannya, lelaki itu mengeluarkan nampan dari dalam pemanggang. Atensi Jihyuk terbagi dengan pemilik suara yang memenuhi rungunya melalui telepon. Usai memindahkan makanannya, ia meraih ponsel hitam yang sejak tadi dihimpit antara kepala dan bahu.

"Jadi, semalam kau benar-benar pergi dengannya?"

"Iya, hanya sebentar saja dan semuanya kacau."

"Bagaimana bisa?" tanya Jihyuk sembari menyandarkan belakang tubuhnya pada meja.

"Aku pergi setelah mengetahui bahwa Wooyeon yang mengambil fotoku waktu itu. Kau ingat, 'kan?"

Mata Jihyuk sedikit terbelalak. Tubuhnya menegak, salah satu tangannya ia lipat di depan dada. "Fotomu itu? Benar-benar sulit dipercaya. Kalau diingat-ingat pun, rasanya aku tidak melihat Wooyeon di sana."

"Entahlah."

"Apa dia punya niat buruk padamu? Sungguh, awalnya aku bersikap biasa pada laki-laki itu, tapi sekarang sepertinya kau harus waspada."

Seseorang di ujung sana mendeham. "Tapi bagaimana pun juga aku harus bekerja dengannya selama dua bulan ke depan."

Jihyuk mengangguk kemudian menggaruk tengkuknya. "Karena aku tidak bisa terus-menerus ada bersamamu saat kau bertemu dengan Wooyeon, aku akan meminta tolong pada Jeongchan untuk mengawasi laki-laki itu."

"Eoh? Haruskah sampai seperti itu? Aku bisa mengatasinya sendiri."

Lelaki bernama depan Lee itu menghela napas. "Karena kau terlanjur mengatakannya padaku, kau hanya perlu mengikuti apa yang kukatakan. Jujur saja, pasti kau berbagi cerita denganku karena merasa khawatir, bukan?"

Tidak ada jawaban lain selain gumaman dari gadis yang sedang berbicara dengannya di telepon. Jihyuk mengetahui segala kebiasaan yang dilakukan oleh gadis itu. Selang beberapa detik, ia melirik ke arah jam dinding. Mengamati jarum yang terus berjalan.

"Aku harus mulai bekerja, tidak apa-apa kalau kita akhiri sampai sini saja?"

"Ah! Benar juga. Maaf aku sudah mengganggumu pagi-pagi, Kak. Terima kasih sudah mendengarkan ceritaku. Selamat bekerja!"

Tepat setelah kalimat tersebut menutup pembicaraan mereka, seseorang dari luar dapur melongok. Gadis dengan rambut yang diikat bagian tengahnya itu mengayunkan tanganㅡmeminta Jihyuk untuk segera keluar. Ia menepukkan kedua tangannya pada apron sebelum akhirnya menghampiri Yeonmi. Kedua alisnya terangkat seolah menanyakan apa yang ingin gadis itu sampaikan. Netra Jihyuk sempat beredar kalau-kalau Yeonmi memanggilnya karena ada pengunjung yang datang, tapi ternyata bukan itu.

"Ini ayahmu, benar?"

Sebuah ponsel yang menampilkan suatu portal berita itu berpindah tangan. Apa yang dikatakan oleh Yeonmi ada benarnya. Foto pria yang sudah bersama Jihyuk selama 25 tahun terpampang dengan jelas. Bukan hal yang mengejutkan bagi lelaki ituㅡseharusnyaㅡmengingat ayahnya masuk ke dalam jejeran pengusaha sukses. Namun, apa yang tertulis di sana membuatnya refleks mengernyitkan dahi.

Bola mata Jihyuk bergerak cepat, membaca satu per satu kalimat tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun. Berita yang disampaikan di portal tersebut tidak cukup panjang, tapi lelaki itu sudah dapat mengetahui ke mana arah informasi yang hendak ditunjukkan. Jihyuk mengembuskan napasnya berat. Membiarkan tangannya yang masih menggenggam ponsel terkulai. Pandangan lelaki itu lurus ke depan, hanya terdiam beberapa saat.

Yeonmi masih berdiri di sampingnya. Memandangi air muka Jihyuk yang jelas-jelas menunjukkan keterkejutan atas apa yang telah ia baca. Sama, gadis itu juga hampir tidak percaya dengan berita yang dilihatnya beberapa menit lalu. Pasti terasa berat bagi Jihyuk, lelaki yang sudah terang-terangan menolak permohonan ayahnya. Namun, kenyataannya apa yang dilakukan oleh Jihyuk justru memperburuk keadaan. Perkaranya masih sama sejak beberapa tahun lalu.

Gadis itu mendaratkan tangan di satu bahu milik Jihyuk dan berhasil membuat lelaki itu menoleh. Jihyuk meraih tangan Yeonmi kemudian menangkup dengan tangan satunya, menepuk-nepuknya dengan lembut. Lelaki itu tersenyum tipis.

"Aku tidak apa-apa, hanya sedikit terkejut," jelas Jihyuk kemudian mengembalikan ponsel yang masih ada di tangannya itu ke pemiliknya.

Kaki Jihyuk melangkah menuju ujung meja granit, meraih kursi kecil yang terletak di sana dan mendudukkan dirinya. Melihat Jihyuk yang mendadak tidak banyak bicaraㅡsama sekali bukan seperti Jihyuk biasanyaㅡYeonmi menghela napas kemudian mengikuti ke mana lelaki itu melangkah. Masih ada waktu sepuluh menit sebelum pengunjung akan berdatangan.

"Boleh aku tahu?" Suara Yeonmi hanya membuat lelaki yang diajaknya bicara itu melirik sekilas. "Sebenarnya apa yang membuatmu menolak? Kurasa kau juga mengerti kalau apa yang diinginkan oleh ayahmu adalah suatu kesempatan emas."

Jihyuk hanya bergumam. Pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh ibu dan ayahnya kini terulang. Namun, seberapa sering pertanyaan tersebut didengar, Jihyuk selalu memiliki alasan-alasan berbeda tiap tahunnya. Tentu bukan alasan yang sebenarnya, semua adalah kilahㅡhanya supaya mereka diam dan tidak memaksa.

"Aku juga tidak mungkin melarang, justru senang dan mendukungmu." Yeonmi melanjutkan kalimatnya lantaran lelaki di sebelahnya masih bergeming.

Laki-laki itu memijat kening kemudian menyugar rambut yang terasa mengganggu. Setelahnya, ia menunduk. "Ada satu hal yang perlu kujaga."

Kalimat singkat itu membuat Yeonmi terdiam, pun karena Jihyuk segera melayangkan pandang ke arahnya. Saat-saat seperti ini pun, lelaki itu masih menunjukkan senyuman meski dengan sedikit paksaan. Ia segera beranjak dan mengayunkan kedua tangannya.

"Sebaiknya kau bersiap, orang-orang mungkin akan segera datang," pinta Jihyuk yang kini tengah berdiri di depan mesin kasir.

Kedua mata Yeonmi refleks mengerjap, menyadarkan gadis itu dari pikiran seputar maksud dari ucapan yang disampaikan oleh Jihyuk. Namun, ia juga tidak mungkin bertanya karena Jihyuk jelas-jelas tidak ingin membahas hal itu bersamanya dan justru mengalihkan topik.

Sebelum benar-benar mengembalikan fokusnya pada pekerjaan, lelaki bersurai hitam itu melihat kembali layar yang masih menyala. Membaca judul yang tertulis cukup besar di halaman utama portal berita seraya menghela napas berat. Pria itu tidak juga menyerah ternyata.

Pengusaha Sukses, Lee Jaesung, Menyatakan Akan Menutup Bisnis yang Dibangun Selama 20 Tahun karena Masalah Internal.

***

Satu tuts yang ditekan oleh Wooyeon menjadi akhir dari permainannya. Lelaki itu sengaja menyudahi alunan piano yang dari tadi menggema lantaran sebuah pop-up notifikasi muncul di layar ponsel yang ia letakkan bersebelahan dengan kumpulan partitur. Ia segera meraih benda tersebut kemudian tersenyum setelah menemukan siapa yang memenuhi kolom teratas obrolannya.

"Sekali pun ia hanya menyuruhku bekerja keras, tidak apa-apa. Tahu bahwa ia menyempatkan waktu untuk mengirim pesan juga sudah cukup."

Langkah kaki yang beradu dengan lantai membuat Wooyeon mengangkat kepala. Menemukan dua sosok yang berjalan mendekat ke arahnya, satu di antaranya melambaikan tangan.

"Jadwalmu. Acara sudah semakin dekat, tapi kita justru semakin sibuk dan bukan sebaliknya," ujar Seunghan sembari meletakkan kertas-kertas yang dibawanya. "Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata ada di sini."

"Kau seharusnya mengajakku kalau ingin berlatih. Sengaja supaya kau terlihat lebih baik dariku, eoh?" keluh Seorinㅡrekan Wooyeon.

Menanggapi omongan keduanya, Wooyeon tertawa kecil. "Aku terima jadwal yang kau berikan dan akan kubaca setelah selesai berlatih, Kak Seunghan. Karena kau sudah berada di sini, silakan berlatih, Ji Seorin."

Gadis yang dipanggil Seorin itu mengerucutkan bibir kemudian berlalu ke arah Wooyeon duduk. Menggeser tubuh laki-laki berkemeja garis warna biru dongker kemudian mendudukkan diri di sampingnya. Salah satu lengannya diletakkan di atas paha dan menopang dagu, Seorin menoleh.

"Apa yang kulihat saat kami masuk ke sini? Kau sedang tersenyum?"

Wooyeon melihat Seorin dari sudut mata kemudian menaikkan kedua alis. "Apa ada yang aneh jika aku tersenyum?"

Seorin sontak mengangguk. "Aku ini pernah menjalani hari-hari bersamamu selama dua tahun. Kau bahkan tidak banyak menunjukkan senyummu saat bersamaku."

"Apalagi denganku, tidak jarang aku mendapat omelan darimu," timpal Seunghan. Laki-laki itu mendadak jadi tertarik dengan apa yang disadari oleh Seorin.

Memandangi Seorin dan Seunghan bergantian, Wooyeon sedikit memundurkan tubuh. "Orang tersenyum ketika ada sesuatu yang membuatnya senang. Sederhana."

Suara decakan terdengar dari dua orang yang sedang bersama laki-laki itu, membuat Wooyeon kembali menunjukkan tawa kemudian kembali meletakkan jemari di atas tuts berwarna monokrom. Hendak kembali memulai latihannya, tidak peduli jika Seorin tidak berpindah, kalau saja Seunghan tidak memulai topik pembicaraan baru.

"Kau sudah menyampaikannya pada Hyora? Kau sangat bersikeras untuk menemukan dia sebelumnya."

Seorin yang juga mengetahui arah pembicaraan mereka ikut melayangkan pandangan pada laki-laki yang menjadi pusat obrolan.

"Hampir ... kalau saja malam itu dia datang seorang diri," jawab Wooyeon singkat.

"Jadi kau bertemu dengannya di luar pertemuan kita kemarin?" Seorin juga ikut angkat bicara.

Anggukan kepala Wooyeon sudah cukup menjadi jawaban. Namun, Seunghan dengan tegas mengucapkan satu peringatan pada laki-laki itu.

"Katakan apa yang seharusnya dia ketahui, tidak baik jika menyimpannya terlalu lama. Mengerti?"

🔸🔸

Wah, apa lagi yang kira-kira jadi masalah bagi Jihyuk dan Wooyeon? Setiap orang punya sesuatu yang mau tidak mau terpaksa mereka sembunyikan dari yang lain, ya.

Daripada main tebak-tebakan, ikuti terus kisah Hyora, Jihyuk, dan Wooyeon yuk!

See you! Jangan lupa masukkan cerita ini ke library dan share ya! ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro