05 - Pertemuan Penuh Tanda Tanya
Seorang gadis dengan blus berwarna ungu muda sedang berdiri di depan bangunan kokoh setinggi enam lantai. Sudah sekitar lima menit lalu lamanya ia bergeming seraya melakukan satu halㅡberulang kali menghela dan membuang napas. Kepalanya sedikit mendongak lantaran mengamati papan nama yang terletak di bagian atas. Tentu tidak asing bagi gadis yang sudah menghabiskan tiga bulannya di perusahaan itu.
"Aku memilihmu karena yakin dengan kemampuanmu. Jangan mengecewakanku atau kau mengerti apa yang akan terjadi."
Satu per satu kata dari Manajer Yoon selalu terlintas di dalam benak Hyora dan membuat gadis itu seolah memiliki beban tersendiri.
"Ini proyek besar dan besar juga kesempatanku untuk menunjukkan kepada Manajer Yoon kalau aku tidak selalu seperti yang ada di pikirannya," tegas Hyora sambil mengepalkan salah satu tangannya.
Kaki Hyora sudah yakin melangkah sebelum suara seseorang mengalihkan perhatiannya. Gadis sebaya yang melambaikan tangan dari kejauhan itu segera berlari usai Hyora menoleh. Menepuk bahu Hyora perlahan kemudian merangkulnya.
"Oh, Soyoung," ujar Hyora, sedikit memperhatikan wajah sahabatnya yang hari ini cukup berbeda. "Kau menang undian? Apa yang membuatmu begitu bahagia seperti sekarang?"
Bukannya menjawab pertanyaan Hyora, gadis pemilik nama lengkap Jeon Soyoung itu hanya tersenyum lebar. Melalui ekspresi yang ditunjukkan, Hyora berusaha mencari jawabannya sendiri dengan memperhatikan sekeliling. Gadis itu mengangguk paham setelah mendapati seseorang yang berdiri di depan sebuah mobil dan melayangkan pandang ke arah mereka.
"Yunhwan? Ah, seharusnya aku langsung mengerti," canda Hyora setelah melambaikan tangannya sebagai balasan pada lelaki yang menjadi topik pembicaraan mereka.
"Kau mengerti apa yang membuatku sangat semangat untuk kembali ke Seoul," tanggap Soyoung seraya mengajak gadis yang sudah menjadi sahabatnya semasa kuliah itu masuk.
Keduanya melangkah, mengikuti arah panah sebagai petunjuk ruangan yang akan dituju. Soyoung sibuk membagi fokus dengan ponselnya untuk memastikan bahwa mereka tidak salah tempat. Jika kebanyakan orang mengatakan bahwa pertemuan pertamalah yang memberi kesan, maka itu juga yang ingin dilakukan oleh Hyora dan Soyoung. Keduanya bahkan sengaja tiba setengah jam lebih awal dari perjanjian, tidak ingin mengecewakan dengan datang terlambat.
Seperti dugaan Hyora, ruangan masih terlihat kosong. Belum ada satu pun anggota tim yang berkumpul. Lantas, gadis itu dan Soyoung mendudukkan diri di bagian tengah. Tempat yang cukup strategis untuk melihat ke segala penjuru ruangan. Hyora mengeluarkan buku catatan beserta beberapa perlengkapan tulisnya, meletakkan benda-benda tersebut secara rapi di atas meja.
"Sampai kapan kau selalu menggunakan banyak barang seperti itu? Sekarang ini semua sudah mudah, Hyora." Soyoung mengangkat ponselnya kemudian menggoyangkan benda tersebut sembari mengangkat alis. "Kau hanya butuh ini."
Hyora menghela napas, melipat kedua tangannya di atas meja. "Jangan berkata seperti itu. Dengan buku ini aku bisa bekerja lebih baik. Kau tahu bagaimana buruknya aku selama kuliah."
"Kalau aku diminta untuk mengingat kembali ke masa itu, kupikir kau ada benarnya juga," balas Soyoung sembari terkekeh.
Hyora tidak lagi menoleh ke arah Soyoung dan justru mengamati ruangan yang cukup besar tempatnya berada saat ini. Membayangkan sifat klien seperti apa yang kali ini ia temui. Tidak dapat dipungkiri meski angka tiga tergolong kecil, tapi ia sudah melewati berbagai suka dan duka sebagai seorang desainer. Satu hal yang juga memenuhi pikiran Hyora. Bekerja dengan tim yang sama sekali belum pernah ia temui, hanya sekadar mendengar nama, menjadi kesempatan bagi gadis itu untuk saling bertukar pikiran melalui pengalaman yang berbeda.
"Lima belas menit lagi pertemuan akan dimulai, tapi belum ada satu pun yang datang. Kau yakin kita tidak salah waktu, 'kan?" tanya Soyoung sembari menyenggol lengan Hyora.
"Tentu tidak, bahkan kau yang memastikannya sendiri sejak tadi," tanggap gadis itu kemudian meraih ponsel dari dalam sakunya.
"Ah, benar juga! Lalu kenapa begini?"
Hanya mengangkat bahu, atensi Hyora terpaku pada layar ponselnya. Sebuah lengkungan senyum tergambar di wajahnya dengan jelas, sedang tangannya sibuk bergerak di atas layar.
Kak Jihyuk:
Hari pertama! Kalau pertemuannya berjalan lancar, kau boleh makan kue sebanyak-banyaknya di kafeku asal kau tidak takut tubuhmu membesar karena makanan manis ini. Semangat!
Sebuah kalimat yang cukup panjang lengkap dengan stiker animasi pemberi semangat. Gadis itu semakin melebarkan senyumnya ketika membaca pesan itu berulang kali.
"Sudah kuduga kalau aku yang datang pertama!" Seseorang masuk ke dalam ruangan seraya menjentikkan jari, membuat Hyora cepat-cepat meletakkan ponselnya.
Soyoung sudah beranjak lebih dulu dan menundukkan tubuh sebagai penyambutan.
"Oh, kau pasti tim dari kantor pusat! Perkenalkan, aku Choi—"
"Kak Jeongchan?!" pekik Hyora begitu membalikkan tubuh, menemukan pemilik suara yang begitu dikenalnya. "Kenapa kau bisa ada di sini?"
"Hyora? Kau sudah datang rupanya. Kau lupa? Aku juga bekerja di perusahaan yang sama denganmu," jawab Jeongchan, menunjukkan senyumanㅡtentu dengan lesung pipi yang menjadi ciri khas lelaki ituㅡpada Hyora dan Soyoung.
"Kalau tahu akan menjadi satu tim denganmu, aku tidak perlu khawatir. Setidaknya, ada seseorang yang kukenal."
"Aku juga menantikan kerja sama denganmu. Banyak yang kudengar kalau kau mendapat peringkat atas karena kinerjamu. Eiy, hebat sekali hanya dalam waktu tiga bulan," ledek Jeongchan.
"Hentikan," tanggap Hyora sembari tertawa. "Aku tidak menyangka kau mengatakan hal seperti itu padaku, Kak."
"Tapi apa yang kau dengar, memang ada benarnya," sela Soyoung sembari mengacungkan kedua ibu jarinya.
"Ah! Kalian sudah tahu?" Jeongchan melangkahkan kakinya lebih dekat. Salah satu tangannya diletakkan di sisi wajah kemudian sedikit merendahkan tubuh. "Klien kita ini seseorang yang mempunyai nama besar. Dari apa yang kudengar, sifatnya banyak menuntut lebih. Kalian mengerti apa artinya, bukan?"
Hyora mendecak. "Kau banyak mendengar perkataan orang lain rupanya, Kak. Bagaimana lagi, ya? Kita tidak bisa menghindari orang-orang seperti itu. Jalani saja!"
Jeongchan mengangguk. "Sudah kuduga kau tidak banyak berubah meski kita sudah lama tidak bertemu."
Gadis yang diajaknya bicara itu menampilkan senyum untuk terakhir kali sebelum anggota tim lain masuk. Wajah-wajah yang masih asing untuk Hyora. Ia mengamati satu per satu orang yang mulai memenuhi sisi meja panjang dan terpaku ketika seseorang juga melihat ke arahnya. Cepat-cepat Hyora menjauhkan pandangannya, menyibukkan diri dengan buku yang ada di atas meja.
"Bagaimana? Sepertinya semua sudah hadir, bisa kita mulai?"
Kepala Hyora masih tertunduk meski salah seorang di antara mereka sudah membuka pertemuan. Posisinya tidak berubah sedikit pun sampai laki-laki dengan suara bariton membuatnya mau tidak mau mengangkat kepala. Lelaki yang berdiri di ujung meja itu memperkenalkan diri sebagai seorang pianis yang akan menggelar resital akhir tahun nanti bersama dengan gadis di sebelahnya yang tampak seumuran. Lelaki itu adalah orang yang sama dengan seseorang yang menatapnya sejak tadi.
"Namaku Cho Wooyeon. Aku mohon bantuan kalian!" ujarnya seraya membungkukkan tubuh dan tersenyum.
Netra Hyora menjelajah, mengitari seluruh penjuru ruangan. Ia dapat menyimpulkan bahwa lelaki itu benar-benar memiliki nama besar sampai seisi ruangan memandanginya kagum. Pemilik nama Cho Wooyeon itu juga terlihat sangat menikmati pertemuan pertama, tidak jarang Hyora mendapatinya asyik berdiskusi dengan anggota tim.
"Sebelum membahas lebih jauh, bisakah salah satu dari kalian menjelaskan tentang konsep yang ingin kalian usung?" pinta Ketua Kimㅡketua tim desain yang menangani proyek tersebut.
Hyora mencatat setiap bagian penting yang disampaikan oleh penanggung jawab. Tidak tertinggal sedikit pun. Namun, satu yang sejak tadi begitu mengganggu fokusnya. Lelaki itu, Cho Wooyeon, beberapa kali menoleh ke arah Hyora tanpa ia mengerti apa yang menjadi keinginannya.
***
"Bagaimana? Apa yang kukatakan ada benarnya, bukan?" cecar Jeongchan, menoleh ke kanan dan kiriㅡmencari jawaban dari dua gadis yang sedang berjalan bersamanya.
"Tidak benar, tapi tidak salah juga," tanggap Hyora sembari melahap rotinya. "Mereka menuntut untuk hasil yang terbaik. Jadi, kupikir kalau seperti itu masih bisa dimaklumi."
"Kau selalu berpikir positif seperti itu? Mau dikatakan bagaimana pun, kau juga bukan seseorang yang baru terjun di dunia ini. Pertemuan pertama kita saja sudah cukup panjang. Melelahkan, 'kan?"
"Mau tidak mau aku harus berpikir sepositif mungkin, Kak. Kalau tidak, mana bisa aku bertahan seperti sekarang?" Hyora mengerucutkan bibirnya.
"Tapi ...," sela Soyoung kemudian memajukan langkahnya sedikit lebih cepat, membalikkan tubuh dengan kedua tangan menangkup wajah, "bukankah pianis itu terlihat keren? Usianya hanya selisih satu tahun dengan kita, tapi sudah sangat sukses."
Jeongchan membelalakkan mata, sedikit menahan tawa melihat gadis itu menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Kau sedang membicarakan laki-laki itu? Cho Wooyeon?"
Gerakan Soyoung terhenti, ia memandang ke arah lain. "Tidak, tapi keduanya! Siapa namanya tadi? Ah, Seorin. Ji Seorin."
Melihat apa yang dilakukan oleh Soyoung bukanlah hal baru bagi Hyora. Ia sudah mengerti banyak sifat gadis itu. Hyora hanya menggeleng sembari mendorong pintu kaca yang ada di hadapannya karena telah sampai di tempat tujuan.
"Selamat datang!" pekik seseorang yang sedang merapikan meja lingkaran dekat jendela. "Wah, lihat siapa yang baru datang? Kalian benar-benar menyilaukan ketika jalan bertiga."
Adalah Jihyuk yang sengaja menutupi wajah dengan punggung tangannya.
"Begitu kelihatannya?" respon Jeongchan sambil ikut menyipitkan mata, menunjuk ke arah Jihyuk dengan telunjuk dan ibu jarinya. "Aku tahu bagaimana pesonaku."
Kedipan mata Jeongchan sebagai akhir dari ucapannya mengundang kekehan lelaki pemilik kafe dan gidikan bahu dua gadis di sebelahnya. Jihyuk segera menarik kursi dan bergabung dengan mereka. "Katakan padaku. Bagaimana pertemuannya? Kalian berhasil mendapatkannya, 'kan?"
"Tentu saja, Kak!" tanggap Soyoung semangat.
Sebuah tepukan tangan begitu mengalihkan perhatian Hyora dan Jeongchan. Jihyuk lekas beranjak. Raut wajahnya benar-benar menunjukkan kalau ia juga sama bahagianya mendengar langkah awal proyek Hyora berjalan lancar.
"Kalian tunggu di sini, aku akan bawakan banyak kue untuk kalian. Meski baru awal, tapi ini tetap layak untuk dirayakan. Ah, aku akan menghubungi Wonseok juga supaya dapat bergabung."
Baik Hyora, Soyoung, maupun Jeongchan tidak sempat menanggapi perkataan lelaki itu karena Jihyuk langsung berlalu bahkan sebelum salah satu dari mereka menjawab.
"Kupikir apa yang kau katakan tadi adalah pura-pura hanya untuk membuatku semangat!" pekik Hyora disusul dengan kekehan. Dari kejauhan, gadis itu dapat mendengar sebuah penolakan dari Jihyuk.
Lelaki yang sedang mempersiapkan beberapa jenis kue itu sedikit terusik dengan adanya pelanggan. Tidak sempat mendongak, seseorang yang datang sudah lebih dulu mengajak Jihyuk bicara.
"Sedang ada perayaan apa? Kelihatannya kau sangat sibuk," tanyanya.
"Oh, Kak Seunghan? Sudah beberapa hari ini kau tidak datang, sepertinya kau jauh lebih sibuk," tanggap Jihyuk sembari masih menata makanannya. "Kau tidak sendiri?"
Menyadari keberadaan seseorang di belakang Seunghan, lelaki itu mengangguk. "Aku sibuk menjadi penanggung jawab resital musik miliknya. Benar-benar menyita waktu, tapi sengaja menyempatkan diri datang untuk bertegur sapa denganmu."
"Begitu? Aku merasa tersentuh. Oh, iya! Karena kau dan temanmu sudah datang ke sini, bagaimana jika bergabung saja dengan mereka? Ini perayaan kecil-kecilan," ujar Jihyuk sambil menunjuk ke arah tiga pengunjung yang sudah begitu akrab dengannya.
Kedua pelanggan yang baru tiba itu langsung berjalan di samping Jihyuk, mengikutinya sampai ke meja berukuran cukup lebar. Tidak ada yang menyadari hingga Jeongchan mengangkat lengannya, menunjuk ke arah belakang Hyora dan Soyoung. Gadis itu berbalik, refleks mengerutkan dahi setelah melihat siapa yang tengah ada di hadapannya.
"Kalian juga ada di sini?" Wajah Seunghan sama terkejutnya dengan Hyora.
"Kau mengenal mereka, Kak?" Jihyuk bertanya usai meletakkan nampan berisi beberapa kue di atas meja.
"Mereka tim desain yang bertanggung jawab untuk resital. Kami baru saja bertemu tadi."
Seunghan segera mendudukkan diri di antara mereka, begitu pula lelaki yang bersamanya. Jika Hyora perhatikan, salah seorang laki-laki yang datang bersama Jihyuk itu lebih banyak diam. Berbeda dengan apa yang dilihatnya selama pertemuan pagi tadi berlangsung.
"Wooyeon, kenapa kau diam saja?" tanya Seunghan seraya menyenggol siku lelaki itu kemudian kembali berbincang dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. "Ini menarik. Siapa yang menyangka kalau kami bekerja sama dengan teman-teman Jihyuk. Ternyata dunia memang sempit, ya, kebetulan sekali."
Sebuah kebetulan katanya?
🔸🔸
Sesuai judulnya, pertemuan mereka emang penuh tanda tanya banget, ya? Sebenarnya "kebetulan" itu ada atau nggak sih?
Ah, tapi daripada banyak berpikir dan menebak ini-itu, mending setia menanti kelanjutan kisah Hyora sampai akhir! Hihi^^ temukan petunjuk-petunjuk lainnya~
Enjoy!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro