04 - Memendam Penyesalan
Ost. for this chapter:
Ailee - Rewrite If I Can
🔸🔸
"Kau masih memikirkannya?"
Binar rembulan menemani dua insan yang tengah menyusuri jalan di Distrik Gangnam. Dinginnya sang bayu membuat gadis berambut gelombang itu menghangatkan tangan di balik saku mantel. Mengabaikan tatapan laki-laki yang berjalan bersamanya lantaran sejak tadi mereka hanya saling membungkam mulut. Keadaan menjadi semakin canggung ketika tidak ada orang lain kecuali mereka berdua. Kalimat yang baru terucap bahkan menjadi kalimat pertama di setengah perjalanan mereka.
"Pikiranku sudah penuh, untuk apa repot-repot memikirkan foto itu?"
Laki-laki yang sebelumnya merasa cemas itu tersenyum sembari mengangguk kecil. Rasanya aneh jika pembicaraan keduanya berakhir begitu saja.
"Aku senang kalau kau bisa menjalani hari-harimu dengan baik di sana," ujar Jihyuk seraya menyatukan kedua tangan dan menyembunyikannya di balik punggung.
Mengamati lelaki yang baru saja berucap sekilas, Hyora membalasnya, "Aku juga ketika mengetahui kau dan keluargamu baik-baik saja."
"Seharusnya seperti ini yang terjadi, saling memberi kabar danㅡoh!" Jihyuk menjeda kalimatnya, sedikit mendecak dan menarik satu sudut bibirnya. "Maaf, kau tidak mau aku membahasnya lagi."
"Aku izinkan karena hanya ada kita berdua, Kak."
Suasana terasa semakin dingin setelah Jihyuk mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Hyora. Lelaki bermarga Lee itu maju beberapa langkah kemudian memutar tubuhnya. Sengaja supaya ia bisa melihat wajah Hyora.
"Bukan kau yang seharusnya meminta maaf, tapi aku ...." Hyora menyadari keberadaan Jihyuk, tapi gadis itu enggan mengangkat kepalanya. "Maaf sudah memaksakan kehendak dan bersikap seperti anak kecil. Waktu itu aku hanya kecewa karena tidak bisa bertemu denganmu untuk terakhir kali."
Jihyuk melipat kedua tangannya di depan dada, sedikit memiringkan kepala. Tidak menanggapi satu pun perkataan Hyora dan hanya mendeham. Ia mengerti jika gadis itu memiliki banyak hal yang ingin disampaikan.
"Bahkan untuk bertemu denganmu di kafe ... sama sekali tidak ada dalam rencana kegiatanku. Aku khawatir jika kau menolak keberadaanku, mengabaikanku, atau berpura-pura tidak mengenalku karena sikap yang sudah kuberikan padamu. Mengingatnya kembali sangat menyeramkan, aku tidak mau."
Setelah memastikan bahwa tidak ada lagi yang ingin dikatakan oleh Hyora, barulah Jihyuk sedikit merendahkan tubuhㅡmenyamaratakan tinggi dengan sahabatnya. Kedua tangannya ia daratkan pada bahu gadis itu.
"Kau mengerti seperti apa aku ini."
Hanya mendengar satu kalimat singkat, Hyora perlahan mendongakkan kepalanya. Mempertemukan kedua matanya dengan milik Jihyuk. Satu senyuman singkat lelaki itu tunjukkan seolah meruntuhkan segala kekhawatiran Hyora dan mengatakan bahwa semua hanya rasa takut tanpa dasar. Selalu. Satu-satunya yang mampu membuat Hyora merasa lebih tenang adalah sosok yang sedang berdiri di hadapannya.
Masih mempertahankan senyuman, Jihyuk mengalihkan pandangannya ke pucuk kepala Hyora. Mengusap surai cokelat tua itu perlahan. "Kau ...."
"Benar-benar mengkhawatirkan itu?" lanjut Jihyuk, tapi dengan raut wajah yang sama sekali tidak bisa Hyora mengerti. Lelaki itu malah tertawa, semakin kencang ketika sadar perubahan ekspresi Hyora.
"Aish!" desis Hyora seraya menepis tangan Jihyuk dari kepalanya. "Lupakan saja! Anggap Kak Jihyuk tidak pernah mendengar pengakuanku. Bisa-bisanya kau tertawa saat aku hampir ingin menangis."
Gadis itu melanjutkan langkahnya kembali. Ia berjalan lebih dulu, tidak peduli Jihyuk akan mengikutinya atau tidak. Hyora sudah terlanjur kesalㅡkesal dan malu tepatnya.
Seseorang yang sejak tadi masih ada di belakangnya itu segera berlari untuk menghampiri Hyora. "Kau marah? Benar-benar marah karena apa yang kukatakan tadi? Astaga ... apa yang harus kulakukan supaya Hyora tidak marah?" Lelaki itu meledeknya, lagi.
Jihyuk sengaja berjalan lebih cepat beberapa langkah kemudian berjalan mundur di depan Hyora. Laki-laki itu mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku mantel miliknya. Hyora hanya memperhatikannya tanpa berkomentar apa-apa.
Sapu tangan itu dilebarkan oleh Jihyuk dan diletakkan di atas tangan kirinya yang sudah mengepal. Perempuan di hadapannya diminta untuk melihat baik-baik apa yang terjadi dengan benda di tangannya.
"Tiga!"
Ia cepat-cepat membuka sapu tangan dan menunjukkan jemari yang sudah membentuk sebuah hati. Dengan sengaja, lelaki itu mendekatkan hati buatan tangannya ke depan wajah Hyora. Masih bergeming, Hyora berusaha mengabaikan lelucon sahabatnya.
"Oh, masih kurang." Jihyuk membentuk hati yang lain dengan tangan satunya. Berlanjut hingga laki-laki itu membuat bentuk hati terus-menerus dengan kedua tangan hingga sekarang berjalan mundur dengan tangan hati di atas kepalanya.
"Kak Jihyuk!" Hyora sedikit tertawa melihat Jihyuk yang tidak berhenti bertingkah. "Aku sedang marah denganmu, hentikan."
"Tidak, kau tertawa denganku." Lelaki itu menyudahi aksinya dan kembali berjalan di sisi Hyora. "Apa itu cukup membuatmu yakin kalau aku sama sekali tidak seperti yang kau bayangkan?"
Gadis yang diajaknya bicara itu mengangguk tegas. Pandangan Hyora kembali lurus pada sepanjang jalan di depannya. Membicarakan apa yang selama ini mengganjal di hati memang membuatnya merasa lega.
"Hyora, sebenarnya ada yang ingin kukatakan lagi padamu."
"Eoh? Katakan saja."
Sempat terdiam, Jihyuk menggigit bagian bawah bibirnya. Langkah kakinya sedikit lebih pelan, cenderung tertinggal dari Hyora. Seakan tertahan di tenggorokan, lelaki bersurai hitam itu susah payah memaksa diri untuk menceritakan apa yang harus sahabatnya ketahui. Sampai kegelisahan Jihyuk dapat ditangkap oleh Hyora, gadis itu menghentikan gerakan kakinya.
"Ada apa, Kak?"
"Selama kau pergi, Yeonmi menggantikan posisimu dalam keseharianku. Aku berbagi senang dan sedih bersamanya, membicarakan hari-hari yang melelahkan sampai larut. Semuanya berjalan begitu saja sampai akhirnya dua bulan belakangan ini aku dan Yeonmi menjalin hubungan."
Kedua mata Hyora sempat terbelalak. Tidak dipungkiri kalau gadis itu terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Jihyuk. Banyak hal terjadi selama ia menghilang dalam kurun waktu tiga bulan.
"Lalu? Ah, maksudku, mengapa kau merasa harus mengatakannya padaku?" Hyora menaikkan kedua alisnya. Melontarkan pertanyaan yang Jihyuk sendiri tidak mengerti dengan jawabannya.
"Entahlah," tanggap Jihyuk kemudian memalingkan wajahnya. "Aku merasa mungkin kau akan marah jika aku tidak memberi tahu tentang ini."
"Aku?" Hyora jelas-jelas menunjuk dirinya. Gelengan kepala gadis bernama depan Shin itu menunjukkan penolakan, pun dengan tawanyaㅡmeski sedikit dipaksakan. "Omong kosong. Untuk apa aku marah? Ya! Justru aku ikut senang. Selamat, Kak! Kau harus menjaga Kak Yeonmi baik-baik."
"Benarkah? Aku lega mendengarnya," ujar Jihyuk sembari mengulas senyum, diikuti dengan Hyora.
***
Ponselnya terus berdenting ketika Jihyuk sudah kembali ke rumah. Pemilik benda itu hanya melirik sekilas kemudian kembali menyibukkan diri dengan kertas-kertas yang tergeletak di atas meja. Paling-paling kedua sahabatnya lagi yang membuat percakapan tidak penting dan meramaikan isi ponsel. Sayangnya, semakin Jihyuk bersikap tidak acuh, semakin benda itu tidak membiarkan ia tenang.
Lelaki yang sudah merasa jenuh itu meraih benda berwarna hitam miliknya. Hendak menyampaikan pada mereka untuk berhenti atau setidaknya jika masih ingin berbicara satu sama lain, keduanya bisa melakukan itu tanpa Jihyuk. Namun, niatnya tertahan ketika membaca salah satu pesan yang ditulis oleh Jeongchan. Jemarinya justru sibuk menggulir layar untuk mengetahui sejauh apa pembicaraan mereka.
Choi Jeongchan:
Aku akan bekerja sama dengan Hyora untuk proyek kerja selanjutnya. Sepertinya dia akan segera datang ke Seoul.
Sisa percakapan mereka hanya berputar pada kekhawatiran akan datangnya gadis itu dan Jihyuk. Wajar jika Wonseok dan Jeongchan bersikap begitu karena hanya mereka yang mengerti keadaan Jihyuk kala itu. Termasuk juga dengan penyesalan yang telah lama Jihyuk simpan.
Hanya membaca pesan kedua sahabatnya tanpa ingin menanggapi terlebih dulu, lelaki yang masih terdiam di depan meja itu meraih sesuatu dari dalam laci. Sebuah kotak bersampul cokelat tua lengkap dengan pita putih, tidak lupa dengan secarik kertas yang tersematkan. Setiap kali kotak tersebut terbuka, waktu seakan memaksa Jihyuk untuk kembali ke masa lalu.
"Kau tidak pergi?" tanya Wonseok yang baru saja datang.
Tidak mendapat balasan dari Jihyuk, lelaki itu menoleh ke arah Jeongchan. Namun, pemilik nama depan Choi itu juga tidak memiliki jawaban yang tepat atas pertanyaan Wonseok. Sejak kedatangannya, Jihyuk tidak banyak bicara.
"Dia sudah mengatakan kalau tidak bisa ikut mengantar Hyora, padahal tidak ada yang dikerjakannya selain termenung seperti sekarang. Eiy, bukannya itu terlalu kejam?" tanggap Jeongchan.
"Kau sudah melakukan yang kukatakan?" Wonseok memangku dagunya sembari menaikkan alis.
Yang diajaknya bicara hanya mengangguk. Menunjuk benda yang berada di atas meja dengan gerakan matanya.
"Kalau aku harus melepaskan Hyora, kupikir begini cara yang terbaik. Dengan tidak muncul di hadapannya, semua akan terasa lebih mudah." Satu helaan napas Jihyuk embuskan berat.
"Setidaknya kau memberikan kesan yang baik di hari terakhir bertemu dengannya, begitu yang seharusnya ada di pikiranmu," tolak Wonseok kemudian bersedekap. Ia mendecak. "Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu."
Jeongchan ikut menjentikkan jari. "Benar. Kau sudah merelakan banyak hal dengan mudah dan semua berujung kekecewaan."
"Sekarang bergantung padamu. Kau yang harus memilih, mengakhirinya dengan manis atau pahit," putus Wonseok.
"Bukan itu yang seharusnya kukatakan padamu," ujar Jihyuk sembari kembali meletakkan kotak miliknya di atas meja. "Ini jauh lebih penting, tapi aku terlalu payah."
Sebelum menutup kotak tersebut, Jihyuk memusatkan tatapannya pada sebuah buku kecil yang sempat ia temukan. Mengamati satu per satu halaman seraya menyunggingkan senyum. Gerakan tangannya terhenti pada bagian kertas yang terobek. Terlalu rapi untuk dikatakan bahwa sobekan itu tidak sengaja. Pemiliknya pasti punya alasan tertentu dan Jihyuk sangat ingin mengetahuinya.
🔸🔸
Sudah update lagi, yey! I'm so excited untuk menulis cerita ini.
Semua orang pasti punya satu dan dua hal yang disesali. Gimana sih cara kalian untuk mengatasi penyesalan itu? Yang pasti dengan harapan nggak mengalami penyesalan yang sama dua kali, ya.
By the way, have a nice day always. Stay healthy, teman-teman!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro