01. Hanya Kita & Waktu
Suasana bangunan yang sudah berdiri sejak tiga tahun lalu itu masih sama. Begitu pintu toko dibuka, siapa pun yang masuk akan disambut oleh ruangan bergaya minimalis. Tidak ada banyak dekorasi dinding, hanya sebuah pigura kaca berisi beberapa catatan tentang kepuasan pelanggan yang datang. Beragam suara dan aroma yang bercampur menjadi satu pun turut serta memanjakan satu per satu pengunjung.
Laki-laki berkemeja hitam dan apron berwarna cokelat tua yang selalu berdiri di belakang meja pesanan berbahan granit itu mengulas senyum. Menuntun seorang gadis yang baru masuk berjalan menghampirinya. Lelaki itu melambaikan tangan.
"Oh, Yeonmi, urusanmu sudah selesai? Bagaimana adikmu?" tanya Jihyuk sembari memajukan tubuh dan memangku dagu.
Gadis yang sekarang sudah ada di sebelahnya itu adalah Bae Yeonmi, seorang yang memiliki peran penting dalam hidup Jihyuk. Sudah satu setengah tahun lamanya mereka saling mengenal. Hubungan keduanya cukup dekat. Bisa dibilang bahwa Yeonmi yang juga membantu Jihyuk mencapai keadaan seperti sekarang ini.
Yeonmi mengangguk. Tangannya segera meraih apron miliknya usai menyimpan barang di dalam loker. Ia menanggapi pertanyaan Jihyuk tanpa menoleh.
"Sudah. Keadaannya tidak buruk. Anak laki-laki biasa melakukan hal semacam itu? Untung lebam di wajahnya tidak banyak membekas. Setidaknya aku tidak perlu repot-repot memikirkan alasan untuk bicara pada Ibu."
Jihyuk terkekeh. "Sepertinya kau harus mulai membiasakan diri. Oh iya! Karena kau sudah datang ...."
Lelaki itu memutar tubuhnya dan mengambil beberapa gelas minuman. Menata pesanan tersebut kemudian mengangkatnya supaya Yeonmi dapat melihat. "Aku harus mengantar pesanan ini. Tidak jauh. Kau urus kafe dulu sendiri, ya."
"Oh? Oke, serahkan saja padaku. Hati-hati!" balas Yeonmi sembari menggeser tubuhnya ke depan meja kasir.
Kaki Jihyuk bergerak cepat menuju pintu keluar. Tampak terburu-buru sampai tanpa sadar tubuhnya menabrak seseorang yang sedang berdiri di depan pintu. Bukan sesuatu yang diharapkan oleh laki-laki itu, tapi apa yang tidak diinginkan terkadang justru terjadi. Salah satu minuman di tangannya terjatuh akibat benturan tubuh keduanya. Menciptakan suara yang berhasil memancing perhatian seluruh pengunjung.
"Astaga, ada apa lagi pagi ini?" Jihyuk menggeleng kemudian mendecak. "Tidak bisakah kau perhatikan jalanmu dengan benar?"
Lelaki itu merendahkan tubuh untuk mengambil gelas yang berada di lantai. Seseorang di hadapannya terlihat tidak tertarik untuk membantu. Ia hanya berdiri di tempat terakhir kali kakinya berhenti melangkah.
"Seharusnya kau tidak berdiri di sana," gerutu Jihyuk. Menatap wajah laki-laki yang berdiri di dekatnya. "Tidak berniat meminta maaf?"
Jihyuk berdiri, sedang tatapannya tidak teralih sedikit pun. Menanti reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh seseorang yang sudah membuat paginyaㅡsedikitㅡberantakan. Ucapan yang baru terlontar dari mulut Jihyuk bahkan tidak membuat laki-laki di hadapannya berbicara atau setidaknya menunjukkan rasa bersalah. Namun, pandangan Jihyuk segera terusik ketika ada yang menggapai lengannya. Ia menoleh.
Gadis di sebelahnya itu membungkuk, diikuti dengan lelaki yang menabrak tubuh Jihyuk tadi. "Ah, maaf karena seharusnya kami tidak menyambut pelanggan dengan cara seperti ini."
"Tidak apa-apa," balasnya kemudian beralih pergi. Tidak meninggalkan kafe itu, ia justru menuju salah satu meja kosong yang ada di sana.
Yeonmi yang masih menggenggam lengan Jihyuk mendekatkan wajahnya dengan telinga lelaki itu. "Semuanya memperhatikanmu. Jangan lagi."
Bisikan gadis itu nyatanya malah membuat Jihyuk mengembuskan napasnya berat. Ia membalikkan tubuh, mengarahkan sorot mata mengikuti kepergian laki-laki itu dari hadapannya. Salah satu sudut bibirnya terangkat. Hanya satu seringaian singkat yang menanggapi perkataan Yeonmi. Jihyuk menggeleng sembari meletakkan salah satu tangannya di pinggang.
"Dia menanggapimu, tapi tidak dengan aku?" Lelaki itu masih terperangah dengan perlakuan yang didapatkannya. Kedua maniknya beralih ke arah Yeonmi.
Yang ditatapnya itu mengangguk. Berada di dekat Jihyuk beberapa tahun belakangan sedikit-banyak membuat Yeonmi mengerti bagaimana sifat lelaki itu. Ia menepuk-nepuk lengan Jihyuk pelan.
Seraya mendesis, gadis itu berkata, "Kau tidak punya banyak waktu untuk membahas ini denganku. Biar aku yang membuatnya."
"Ah!" Tersadar dengan apa yang harus dilakukannya, Jihyuk berhenti memandangi laki-laki yang tengah terduduk di ujung ruangan. Sementara itu, Yeonmi sudah mengambil alih gelas kosong di tangannya. "Benar, tolong buatkan minuman itu lagi. Aku harus segera mengantarnya dan Yeonmi ...."
Gadis yang disebut namanya itu mendeham. Memperhatikan Jihyuk yang sengaja memberi jeda pada ucapannya.
"Terima kasih karenaㅡ"
"Jangan katakan hal itu lagi. Aku sudah katakan padamu kalau kau tidak perlu terus-menerus berterima kasih karena sikapku," balasnya sembari tersenyum kemudian memberikan isyarat dengan matanya bahwa ia harus segera kembali dan menyelesaikan pesanan.
Usai Yeonmi pergi, Jihyuk menarik kursi yang ada di dekatnya. Mendudukkan tubuhnya kemudian menunduk. Sesuatu mengganggu pikirannya. Mata lelaki itu sedikit menyipit dan jemarinya memijat dahi asal.
"Tidak asing."
***
Gadis kuncir satu sedang menyibukkan diri dengan beberapa kertas yang tersimpan di dalam mapnya. Membolak-balikkan benda tersebut sembari membagi fokus dengan seseorang yang sedang berbicara dengannya di telepon. Dengan ponsel yang masih dihimpit dengan salah satu sisi bahu, ia membenarkan posisi kacamatanya. Cepat-cepat mengambil alih telepon genggamnya dan menegakkan tubuh ketika sang lawan bicara mulai menaikkan intonasi suaranya. Gadis itu hanya memejamkan mata dan menggerakkan bibirnyaㅡtanpa suara.
"Hyora, aku sudah bilang padamu bagian mana yang perlu kau perbaiki, bukan? Apa kau tidak membaca catatanku seluruhnya?"
Bibir gadis itu bergerak selaras dengan apa yang didengarnya. Hyora sudah hafal dengan dialog tersebut. Jangan salahkan gadis itu mengapa selalu mendapatkan teguran yang sama pada setiap proyeknya. Pada dasarnya, kelemahan Hyora masih sama. Bekerja dengan semangat yang luar biasa saja akan percuma jika ia belum bisa mengikuti standar yang kelewat tinggi dari atasannya. Satu dari sekian alasan.
"Aku yakin sudah mengikuti semua catatanmu. Coba bandingkan dengan yang sebelumnya, sudah sangat berubah, 'kan? Kau sajaㅡ"
"Tidak, jangan beralasan lagi. Waktunya sudah tidak banyak. Ah, aku bahkan harus memperpanjang waktu dari batas yang ada karenamu."
Satu helaan napas ia hela. "Oke, aku mengerti. Maafkan aku, Manajer Yoon."
"Bayar saja kata maafmu dengan hasil yang lebih baik. Aku tunggu, ya. Oh iya, kau jangan lupa untuk datang ke pertemuan hari ini."
Perbincangan keduanya telah terputus usai Hyora menanggapi pemberitahuan dari Manajer Yoon. Hal yang juga menjadi alasan bagi gadis itu berada di sebuah mobil yang akan membawanya ke suatu tujuan.
Hanya meletakkan ponsel di atas map kertasnya, jemarinya beralih untuk menurunkan kaca mobil. Sengaja, membiarkan angin kota tersebut menyapa wajahnya. Hyora sempat menyipitkan mata lantaran sinar matahari yang cukup terang. Namun, setelahnya ia menyunggingkan senyum. Mengamati pemandangan yang tidak ditemuinya selama tiga bulan terakhir.
"Pak," panggilnya membuat seseorang yang duduk di kursi depan menanggapi dengan sebuah dehaman, "kita ubah tujuan, ya."
Sebuah buku catatan berukuran sedang lengkap dengan alat tulisnya dikeluarkan dari dalam tas Hyora. Jemarinya bergerak cepat di atas kertas tersebut, menuliskan beberapa poin penting yang sudah disampaikan melalui telepon. Tidak hanya itu, ia juga mencatat beberapa kegiatan yang harus dilakukannya beberapa hari berikutnya. Untuk mengatasi salah satu kebiasaan buruk Hyora, gadis itu harus mencari cara dan perlahan-lahan membuat daftar kegiatan dirasa cukup membantunya dalam mengatur waktu.
"Selesai," ujar Hyora setelah memenuhi satu halaman kertas dengan tinta hitam. Salah satu tangannya ingin menutup buku tersebut, tapi hal yang menarik perhatian membuatnya menunda gerakan tangan itu.
Sebuah kertasㅡyang sampai saat ini tidak diketahui dari mana asalnyaㅡtersemat dalam saku transparan kecil di bagian awal buku tersebut. Kalimatnya terbilang singkat, tapi setiap kali membaca apa yang tertulis dapat memberikan semangat tersendiri bagi Hyora. Berkat tulisan tersebut, gadis yang sedang mengarungi nasib di kota orang lain itu masih mampu bertahan sekalipun harus melewati hari melelahkan.
"Aku benar-benar harus berterima kasih kepada orang ini. Ah, lebih menyenangkan jika kami bisa bertemu dan menyampaikan betapa ajaib kata-kata yang dituliskannya."
🔸🔸
Hai, aku mau mulai konsisten lagi buat up cerita ini rutin. Banyak yang berubah dari Forelsket versi baru and I'm so excited!!!
By the way, kalian punya sesuatu yang bisa bikin kalian semangat nggak sih hanya dengan lihat benda itu?
Have a nice day, everyone!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro