Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 14. Penasaran

Bastian menurunkan beberapa kantong plastik dan meletakkannya di meja makan.

"Aku belikan kamu kripik buah dan Malang Strudel, nih." Strudel adalah salah satu olahan pastry khas Austria yang berisi aneka buah. Namun, oleh-oleh Malang Strudel sudah dimodifikasi agar bercita rasa lokal dan sesuai dengan lidah nusantara.

Amara membuka kantong plastik yang Bastian bawakan. "Makasih ya, Mas," ucapnya. Ternyata, suaminya masih perhatian kepada dirinya.

Bastian merebahkan bokong di atas sofa dan merenggangkan tubuh. "Bikinin aku teh panas, dong, Mara."

Amara segera menuruti titah dari Bastian. Ia melenggang ke dapur dan membuka kabinet untuk mencari kotak teh.

"Capek ya, Mas?" tanya Amara.

Bastian mengangguk.

"Lumayan,"sahutnya. "Tapi tempatnya bagus banget. Kapan-kapan aku ajak kamu main ke sana."

Amara meletakkan cangkir teh ke atas coffee table di hadapan Bastian. "Kamu pergi sama siapa aja, Mas?"

Bastian mengambil cangkir dan bergegas meniupnya pelan. "Sama temen-temen kuliahku dulu. Kan aku udah bilang kemarin. Percuma aku sebutin nama-namanya, kamu juga ngga tahu."

"Iya, sih," gumam Amara. "Oh ya, katanya tempatnya bagus, lihat foto-fotonya dong."

Bastian mendecih. "Nggak ada. Cowok kalau lagi pada ngumpul --- ngga ada pikiran buat foto-foto. Beda sama cewek yang dikit-dikit selfie."

Amara mengambil tempat di sebelah Bastian. Sebelum sang istri kembali bertanya-tanya, Bastian pun mendahului mengubah topik pembicaraan.

"Betewe, ada kemajuan apa sama Pak Keenan? Kemarin, kan, hari libur, kamu bisa ngobrol banyak sama dia."

"Kami lebih banyak membicarakan soal Julie. Anak itu tertekan karena perceraian kedua orang tuanya. Dan sepertinya, ibunya Julie sudah lama tak menemuinya ..." terang Amara.

Bastian tertawa sarkastik. "Jelas saja ibunya malas. Mungkin enggan ketemu Pak Keenan. Mana ada, sih, wanita yang betah berlama-lama sama dia. Udah sombong, jarang senyum, hemat kata pula. Kaku kayak kanebo kering!"

"Masa, sih ..." Sudut hati Amara tak setuju dengan perkataan Bastian. Ia rasa Keenan tak seburuk itu.

Sebelah alis Bastian menukik. "Kenapa? Kamu nggak setuju denganku? Apa kamu dan dia sudah lebih akrab dari sebelumnya?"

"Nggak, kok," kelit Amara.

"Lagian kurasa dia digugat cerai karena impoten," kelakar Bastian.

Mata Amara terbelalak. "Hush! Mas kok ngomong begitu? Nggak pantes!"

"Ya terus apa, dong! Kekayaannya bisa menutup perangai buruk Pak Keenan. Tapi kalau udah bermasalah pada kejantanan, ya, sulit, kan!" Bastian kembali terkekeh.

Amara memilih tak menanggapi. Ia paham betul tabiat Bastian yang hobi menjelek-jelekkan orang ketika merasa kalah saing.

"Kalian tidak membicarakanku?" selidik Bastian lagi.

"Waktu jam les berakhir, aku sempat bilang kalau kamu seorang pekerja keras, Mas," ujar Amara.

"Gitu doang?" Bastian mengernyih.

"Terus kamu maunya aku bagaimana?"

"Bilang ke dia kalau aku pantas mengisi jabatan Vice President Marketing. Kalau nggak ada kemajuan, sia-sia aku izinin kamu kerja jadi guru anaknya. Kamu tuh jembatan antara aku dan dia. Undang dia makan bareng, kek, apalah gitu ..." Bastian mendengkus kesal.

Amara tertunduk. Ia menghela napas berat karena merasa terbebani oleh Bastian.

"Ya, Mas."

Bastian bangkit dari duduk dan berjalan menuju tangga. "Kalau perlu kamu ajak ngentot juga nggak apa-apa. Yang penting ada kemajuan dalam karirku."

"Mas! Kamu kok ngomong begitu!" Amara melotot emosi.

Tawa Bastian kembali pecah. "Ya, bercanda, Mara! Mana mau juga dia sama kamu. Jangan kepedean."

Lelaki itu lantas cekikikan seraya menghilang menaiki anakan tangga. Ia seolah tak peduli akan perasaan sang istri yang berulang kali terluka akibat sikapnya.

***

Keenan duduk dalam ruang kantor sambil memeriksa surel pada laptop. Tampak sang sekretaris berdiri dan mengetuk pintu sang CEO. Ia pun mengalihkan atensi dan mengizinkan sekretarisnya masuk.

"Kenapa, Mir?" selidik Keenan.

Mirna meletakkan sebuah kantong berukuran besar ke atas meja Keenan. "Tadi pagi Pak Bastian - manajer pemasaran menintipkan ini untuk Bapak. Katanya oleh-oleh."

Netra Keenan melirik sepintas ke dalam, ia menduga bahwa itu berisi makanan. "Minta Pak Bastian menemui saya sekarang."

"Baik, Pak." Mirna mengangguk dan keluar dari ruangan.

Keenan merasa ia perlu berterima kasih untuk segala kebaikan Amara Sabtu kemarin. Terlebih sekarang Bastian juga menunjukkan perhatian yang sama pada dirinya.

Ia harus melupakan semua fantasi terlarangnya terhadap Amara. Sebaiknya, Keenan lebih mengakrabkan diri dengan Bastian. Ia butuh seseorang yang dapat dipercaya dan diandalkan dalam perusahaan. Dan bisa jadi itu adalah Bastian.

Setelah beberapa menit berlalu. Pintu ruangan CEO itu kembali diketuk. Keenan pun berdiri dari arm chair untuk menyambut kedatangan Bastian.

"Pagi, Pak Keenan," sapa Bastian.

Keenan tersungging. Ia lebih ramah dari biasa. "Pagi," balasnya. "Silakan, Pak." Ia mempersilakan Bastian untuk menduduki sofa hitam yang terletak di tengah.

"Saya sudah terima oleh-olehnya. Thank you, ya, Pak Bastian."

Bastian sumringah. "Sama-sama, Pak. Maaf kalau sekedarnya saja dari saya."

"Sepertinya baru saja pulang dari Malang, ya?" selidik Keenan.

Bastian mengangguk.

Keenan memang berbeda dari biasa. Dulu, bosnya mana mau membicarakan hal selain pekerjaan. Tampaknya mengirim Amara sebagai guru les putrinya adalah pilihan tepat.

"Iya, Pak. Saya dan teman-teman reunian di sana dari hari Sabtu," jawab Bastian.

Keenan berkernyit. Dari Sabtu ...? Jadi Bastian tidak pergi bersama Amara rupanya.

"Hmm, saya pikir pergi dengan keluarga," gumam Keenan. "Apakah karena harus mengajari Julie, Bu Amara jadi tidak bisa ikut bepergian dengan Pak Bastian? Kalau karena itu, saya jadi tidak enak hati sendiri."

Bastian mengibaskan tangan. "Sama sekali tidak, Pak Keenan. Saya memang tidak mengajak istri untuk ikut serta. Khusus acara sesama lelaki saja," ujarnya. Ia mulai santai mengobrol dengan Keenan.

"Oh begitu ..."

"Ya, kita sebagai lelaki juga butuh refreshing dan menghabiskan waktu bersama teman, bukan? Terlebih setelah lelah dengan rutinitas. Membebaskan diri dari istri atau keluarga supaya tidak jenuh."

Keenan tersenyum tipis.

Bastian menegakkan punggung dan bergegas mengubah topik.

"Bagaimana dengan Amara, Pak? Apa dia bisa mengajar putri Bapak dengan baik?" tanya Bastian.

"Cukup baik." Senyum Keenan kembali terkembang. "Bahkan, Bu Amara sangat cepat akrab dengan Julie. Dia lebih bersemangat dari biasa."

"Syukurlah kalau begitu," ucap Bastian. "Saya tidak keberatan jika Bapak ingin menambah hari lesnya. Toh, Amara di rumah juga tidak ada kegiatan lain. Saya pikir pekerjaan baru ini bisa mengusir kejenuhannya."

"Anda tidak keberatan?" Keenan berbalik tanya.

"Sama sekali tidak," sahut Bastian mantap.

Kedua sudut bibir Keenan tertarik ke atas hingga membentuk lengkungan tipis. "Baiklah kalau begitu. Akan saya pikirkan lagi."

Padahal --- ia sudah berniat menjauhi Amara dan lebih dekat dengan Bastian. Namun, bayangan wanita itu lagi-lagi muncul dan mengganggu.

Seutas rasa iri bercokol di dada Keenan akan sesuatu yang dimiliki oleh Bastian. Andai mereka bisa bertukar tempat --- Keenan tak akan meninggalkan wanita itu sendirian. Tak akan ada istilah jenuh jika bersama wanita seperti Amara Senja.

Sial. Kali ini Keenan memang sudah kehilangan akal sehat.

FORBIDDEN DESIRE sudah tamat di BESTORY dan KARYAKARSA.

Buat yang belum tahu cara baca di Besto & KK, aku kasih dikit panduan, ya! Kalian g perlu download aplikasi, baca lewat web juga bisa. Pembelian koin/kakoin baiknya lewat WEB biar g kena PAJAK.

Ketik nama AyanaAnn di kolom pencarian, FOLLOW, lalu pilih bab yang mau dibaca/buka. Pembelian saldo koin bisa dibayar lewat GoPay, OVO, ShopeePay, Indomart, Alfamart, dll.

Selamat membaca 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro