Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Epilog


Bahwa jodoh adalah bukan siapa yang namanya begitu rapi kau tuliskan jauh di lubuk hatimu di sebelah kata cinta, tapi dia yang namanya sedari dulu telah dituliskan di Lauh Mahfudz berdampingan dengan namamu.

Bukan siapa yang namanya begitu fasih kau pinta pada Tuhan, tapi sebuah nama yang telah dituliskan jauh sebelum engkau dipersatukan.

Bukan dia yang wajahnya tiap hari kau rindukan, melainkan dia yang dirahasiakan, tetapi jalannya dipandu langsung oleh Tuhan.

Jodoh ... Menanti atau mencarinya bukan tanpa ujian, ia menempuh masing-masing jalannya, mencari dan menemukan pasangan hati yang sesungguhnya, yang benar-benar dicipta untuknya.
Meski berliku, namun mekarlah bahagia ketika dipertemukan.

Begitu ia membaca penggalan terakhir dari novel yang menjadi tema acara bedah buku di sebuah universitas. Novel yang sedang laris di pasaran yang ditulis oleh dirinya sendiri.

Ada banyak kesyukuran yang ia panjatkan ketika akhirnya ia dapat menulis sebuah karya untuk kali ke sekian dan kembali diminati banyak kalangan. Kali ini di dalam novelnya ia menyisipkan sebuah hikmah besar dari kisah nyata kehidupan yang ia alami sendiri selama beberapa tahun terakhir. Segala hal yang tidak akan terlupakan saat takdir mengajaknya pergi jauh menuju negeri yang pernah ia impikan, memaksanya berdamai dengan segala guncangan demi guncangan hingga akhirnya ia mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari yang dahulu ia harapkan.

🍁🍁🍁

Semilir angin meniup ujung rambutnya, kedua tungkainya bergerak maju langkah demi langkah untuk mencapai sosok yang menantinya dengan senyum terindah dan tangan yang terbuka.

Suara gadis kecil di belakangnya masih dapat ia dengar namun tak ia hiraukan,

"Appaaaaa!"

"Appaaaaa!"

Semakin lama, suara itu semakin terdengar jelas.

"Appa!"

"Ish!"

"Abba!"

Claps!

Sebuah tepukan keras tepat di depan wajahnya mengembalikan kesadaran Lee Jun Ki dari lamunannya.

"Ish! Abba tidak mendengarku!"

Gadis mungil tujuh tahunan itu berkacak pinggang dengan mata mengerling dan bibir mencebik di hadapan ayahnya. Membuat sang ayah yang melamun tadi seketika tersenyum lebar karena tingkahnya.

"Oh sampai mana kita tadi?"

"Aku sudah selesai dari tadi."

"Ada yang salah, tidak?"

Putrinya menggeleng, "mm-hm."

"Yakin?"

"Abba! Makanya Abba dengarkan bukannya malah melamun."

"Lamunan Abba tadi terlalu indah untuk dilewatkan. Umma-mu yang cantik sedang tersenyum pada Abba."

"Kenapa harus melamun? Aku juga mirip Umma, kok."

"Iya, sih. Tapi ... Ah! Ayo baca lagi, biar nanti tidak ada yang salah."

"Abba! Aku sudah mengulangi tiga kali dari pagi. Hafalanku sudah lancar sekali."

"Benar, ya? Surah Ar Rahman itu susah, lho."

"Ar Rahman itu paling gampang. Yang susah itu Maryam. Memangnya Abba? Yang sampai sekarang Ar Rahman nya belum lancar."

"Eh? Kata siapa?"

"Bunda."

"Kau jangan percaya apa yang dikatakan Bunda tentang Abba. Bundamu suka mengada-ada dan menjelek-jelekkan Abba."

"Memang benar, kan?"

"Tidak, tuh." Sekarang Jun Ki yang mencebikkan bibir.

"a matta! Abba, ayo berangkat! Bunda akan mengomeli kita kalau terlambat."

"Ah, iya. Benar juga. Kalau kita terlambat Bunda pasti akan mengoceh panjang."

"Hahaha, Abba harus menyiapkan penyumpal telinga."

Kedua ayah dan anak itu terkekeh bersama.

"Yakin? Nanti nggak akan ada ayat yang ketinggalan?"

"Ayo, Abba. Kita harus berangkat. Percaya, deh. Aku akan membuat Abba bangga," kelakar gadis kecil itu.

Mereka kemudian berangkat menuju sebuah tempat yang sudah diberikan alamatnya lebih dulu dengan mobil yang dikemudikan seorang sopir.
Sejak kecelakaan tujuh tahun yang lalu itu, Lee Jun Ki yang masih bisa diselamatkan tidak pernah lagi mau menyetir sendiri. Setidaknya bagi dia, setelah kesempatan kedua yang diberikan membuatnya belajar untuk menikmati hidup dan tidak menyia-nyiakan kesempatan lagi. Terlebih karena sekarang ada seorang putri bersamanya.

Tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di tempat yang dituju kemudian memasuki aula gedung yang terlihat dipadati para peserta acara bedah buku novel dan meet and greet dengan penulisnya.

"Bundaaaaa!" pekik gadis kecil ketika atensinya menangkap sosok yang sedang berbicara sebagai pengisi acara.

Namira membalas lambaiannya kemudian memberi isyarat untuk menghampiri Namira.

"Alhamdulillah yang ditunggu sudah datang, kenapa ini anaknya bunda kerudungnya berantakan begini? Bunda benerin yaa," sapa Namira dengan menyambut putri Jun Ki duduk di pangkuannya dan merapikan hijabnya. Keduanya nampak sangat dekat dan akrab.

"Acara selanjutnya, kita persilahkan kepada adik lucu yang sudah hadir di tengah-tengah kita, mungkin sebagian udah ada yang kenal ya adik ini masyaAllah sudah menjadi hafizhah di umur 6 tahun. Di kesempatan ini kita akan mendengarkan adik membacakan hafalan Alquran,silahkan ..." moderator mempersilahkan gadis kecil itu untuk berdiri di tengah panggung.

Dengan langkah percaya diri, ia mengambil posisi dan menatap para penonton di hadapannya. Ayahnya yang berdiri paling depan mengacungkan dua ibu jarinya memberi semangat.

"Annyeonghaseyo, Lee Atifa Imnida." sahutnya memperkenalkan diri dengan membungkukkan tubuhnya sebentar.
Kemudian tercekat ketika menyadari sesuatu, mengingat dirinya sedang tidak berada di Korea maka mungkin salah jika ia memperkenalkan diri dengan bahasa korea.

"Ups, sorry." Ucapan maafnya justru mengundang gelak tawa seisi ruangan, ia pun tersenyum lebar memamerkan dua gigi susunya yang baru tanggal beberapa hari yang lalu.

"Umma, bahasa apa yang harus ku gunakan?" tanyanya pada Azrina dengan bahasa arab, maksudnya ingin berbisik saja tetapi bisiknya melalui mikrofon yang ia pegang. Para penonton kembali riuh tertawa menyaksikannya.

"Indonesia, sayang."

"Oh, aiwa, aiwa." angguknya kemudian mulai memperkenalkan diri kembali,

"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh, perkenalkan saya Atifah Lee akan membacakan Surah Ar Rahman," serunya lantas berdeham.

Ini bukan pertama kalinya Lee Jun Ki menyaksikan putrinya tampil di depan umum, tetapi degup di dadanya masih saja terasa tidak teratur.

Sejak memulai dengan lafaz ta'awudz dan basmalah, seisi ruangan menyimak dalam hening. Beberapa orang bahkan meneteskan airmata haru karena bacaannya yang indah dan merdu.

Hingga ayat terakhir yang ia baca tanpa tersangkut meski sekali saja, seluruh penonton menghadiahkannya dengan gemuruh tepuk tangan yang meriah.

"MasyaAllah sekali, ya, bacaannya indah dengan tartil dan sesuai makhrajnya, ditambah cadelnya, uuh menggemaskan sekali! Pasti penasaran kan gimana adik Atifa bisa menjadi hafiz quran di usia yang sangat muda? Sudah hadir bersama kita, orang tua dari adik Atifa, yang katanya juga jadi tokoh inspirasi dibalik novel For The Rest Of My Life karyanya Kak Namira ini... Silahkan Mama, Ummi atau—?

"Umma," suara itu berujar lembut dengan senyum yang segera menampilkan lesung pipitnya.

"Baik, Umma Azrina, bagaimana caranya mengasuh dan mendidik adik Atifa sampai bisa jadi seperti ini? MasyaAllah..."

Azrina memulai ceritanya, seperti reka ulang kejadian tujuh tahun lalu. Dimana ia berhasil menjaga amanah Allah dalam rahimnya dan melahirkannya secara mendadak dalam keadaan koma.

Hari itu, putrinya terlahir sebelum waktunya. Dokter sudah mewanti-wanti jika mungkin akan ada efek yang tidak diinginkan dari perkembangan janin yang dilahirkan lebih cepat dari seharusnya. Kemungkinan cacat fisik atau kelainan mental yaitu autisme. Azrina menyebutkan putrinya memang mengalami kelainan mental tetapi gejalanya justru membuat sang putri menjadi lebih cepat menyerap segala yang ia tangkap dari inderanya. Kemudian tepat di saat ia terlahir dari rahim ibunya, kecelakaan besar menimpa ayah dan bibinya dalam perjalanan pulang seusai menjemput bibinya terbebas dari penjara.

"Jadi sebenarnya, bukan karena saya tetapi memang dia yang terlahir sebagai keajaiban bagi kami," lanjut Azrina menceritakan pada hari kelahiran Atifa itu adalah hari dimana segala yang diperjuangkan nyaris direlakan.
Azrina yang hampir menyerah pada hidupnya, Lee Jun Ki yang juga seperti tak lagi bergairah menghadapi dunia. Namun hadirnya bayi mereka seolah menjadi energi yang membuat mereka saling menyembuhkan.
Meski setelah melahirkan jantung Azrina sempat berhenti, namun dokter berhasil mengembalikannya sementara sampai beberapa hari kemudian Azrina tersadar dengan kondisi jantung yang baru dari seorang pendonor yang berhasil didapatkan.
Begitu pula Lee Jun Ki yang berangsur-angsur pulih. Tidak banyak luka serius yang di alami, hanya beberapa jahitan dan pemasangan pen di tulangnya yang patah dan kembali seperti semua setelah menjalani fisioterapi.

Dua tahun adalah waktu untuk keduanya saling memulihkan diri. Menata kembali semangat hidup dan tujuan utamanya. Kemudian saling membuat janji bahwa mereka tidak akan kalah lagi di kesempatan kedua ini. Tahun-tahun setelahnya mereka gunakan untuk bangkit dan melanjutkan misi perjuangan sebagai khalifah di bumi. Azrina menyelesaikan kuliahnya kembali di Jakarta. Kemudian terbang ke Turki untuk melanjutkan S2 di jurusan manajemen pendidikan. Sedangkan Lee Jun Ki rela melepaskan profesi dokternya untuk terjun berfokus pada posisinya sebagai Presdir Grup Hanil, langkah pertama yang ia tempuh adalah mempelajari ilmu manajemen bisnis yang akan sangat ia perlukan.
Pada akhirnya Lee Jun Ki telah siap, tegap berdiri sebagai angin segar bagi grup Hanil. Ia menciptakan terobosan-terobosan baru yang menguntungkan para pegawai muslim, dengan meninjau ulang sistem keuangan, pendapatan dan saham-saham yang tertanam di dalam sana. Kemudian juga perusahaannya mulai mengeluarkan produk-produk halal yang memudahkan orang muslim untuk menjangkau makanan ataupun barang yang mereka inginkan tanpa khawatir dengan komposisi yang terkandung di dalamnya.

Lee Jun Ki juga mengambil langkah berani yaitu membangun sekolah islam tahfizul quran dibawah naungan yayasan Haesung yang menunjuk Azrina sebagai kepala sekolah dan menyerahkan yayasan untuk dipimpin oleh bibi Jun Ki dari pihak ibu. Sekolah ini menerima anak-anak muslim usia taman bermain sampai tingkat sekolah dasar yang baru beroperasi selama satu tahun dan Lee Atifa sebagai angkatan pertama sekolah itu.

Obrolan berlanjut sampai sesi tanya jawab dari para penonton.


"Azrina adalah sahabat terbaik saya, saudari saya, sosok inspiratif saya. Bahkan anaknya juga anak saya. Novel ini menjadi kisah perjalanan kami berdua dalam menjaga ikatan persahabatan meski ujiannya seringkali membuat kami harus terjatuh, tertatih bahkan nyaris menyerah." Namira menjawab pertanyaan salah satu penanya.

Lain halnya dengan Namira, kecelakaan itu membuatnya kehilangan sebagian ingatan yang memberinya trauma besar di masa-masa sebelum terjadi kecelakaan. Ketika ia tersadar, yang ia ingat adalah dia seorang Namira sahabat dari Azrina yang kini telah menikah dengan lelaki Korea bernama Lee Jun Ki dan putri mereka si kecil Gongju. Segalanya terasa begitu indah ketika Namira dapat bergembira tanpa terhantui duka-duka masa lalunya termasuk Lee Jun Ki. Selama beberapa tahun ini ia berada di sisi Azrina, turut membantu mengasuh putrinya ketika Azrina berangkat kuliah. Bahkan ketika pada akhirnya ingatan Namira kembali, self-healing dari segala yang telah ia lewati tidak membuatnya serta merta terpuruk dan kembali meratapi nasib tetapi justru mulai menguraikan benang kusut hidupnya menjadi sebuah mahakarya yang menarik banyak penggemar hari ini.


Pertanyaan kembali dilontarkan untuk Azrina, "apa yang menjadi motivasi terbesar anda untuk menyebarkan misi agen muslim di Korea dengan membuat sarana pendidikan untuk umat islam di Korea baik itu imigran ataupun penduduk asli Korea sendiri?"

"Motivasi terbesar saya adalah, karena kesempatan kedua yang Allah berikan kepada saya. Sejak terbangun dengan jantung yang kembali berdetak, saya tahu, ada alasan dibalik rencana Allah atas hidup saya ke depannya. Dan saya harus benar-benar memanfaatkannya dengan menjadi manfaat bagi orang lain. Kebetulan basis pendidikan saya memang bergerak di bidang ini, maka saya menggelutinya dengan lebih serius. Dan, ah. Iya. Buat teman-teman yang berminat untuk melanjutkan pendidikan di Korea, kami membuka pendaftaran beasiswa Fakultas Kedokteran atau fakultas manapun di Universitas Haesung untuk para penghafal Alquran yang ingin bergabung menjadi pengajar secara paruh waktu di sekolah tahfizh kami, jika ada yang berminat, kami tunggu ya!"

"Apakah Mbak Azrina tahu siapa pendonor jantung untuk Mbak?"

Azrina tersenyum syahdu sembari menganggukkan kepalanya mantap.

"Mungkin ada yang pernah mengenal seorang da'i muda, influencer di sosial media bernama Furqon Azizi yang meninggal karena meningitis sekitar tujuh tahun lalu?"

Beberapa orang terperangah bahkan berdecak saat mencoba menerka apa yang akan disampaikan Azrina.

"Beliau adalah sahabat saya yang ternyata juga kakak sepersusuan saya. Pertemuan kami pertama kali setelah sekian lama terpisah adalah di Masjid Nabawi, Madinah tempat beliau menempuh pendidikan saat itu. Hari itu, tepat setelah saya memohon jawaban atas segala kekhawatiran tentang penyakit yang saya derita dan juga kehamilan saya. Furqon muncul secara tiba-tiba. Sempat bergurau pada saya bahwa dia adalah jawaban dari doa saya. Kurang dari setahun kemudian saya sadar, bahwa dia memang benar-benar menjadi jawaban dari doa saya waktu itu ..."

"... Ini juga yang menjadi penyemangat bagi saya, untuk dapat menjaga amanah dari beliau yang dititipkan kepada saya. Meski pada awalnya terasa berat sekali, ada perasaan bersalah yang besar menghantui. Terlebih saat itu, tidak ada yang tahu bahwa Furqon menderita penyakit mematikan yang memang baru terdeteksi ketika sudah parah, tidak ada yang tahu kedatangannya ke Korea saat itu bukan untuk wisata dan menjenguk saya, tetapi untuk berobat. Bahkan tidak ada yang tahu, ketika dokter sudah memvonis hidupnya tidak akan bertahan, ia mendaftarkan diri menjadi pendonor organ jika ia benar-benar tidak bisa diselamatkan. Saya benar-benar merasa bersalah. Beliau sama sekali tidak pernah menunjukkan kesakitannya. Dan harus menyerah pada impiannya dan mengikhlaskan jantungnya untuk saya. Tetapi lama kelamaan saya diyakinkan bahwa adalah pilihan Furqon agar saya tetap hidup dengan sebagian dari dirinya. Maka jika saya masih mampu mewujudkan impiannya, saya akan berusaha melakukannya. Bahwa jiwa beliau mungkin telah tenang di alam sana, tetapi ghirah dan semangat dakwah beliau masih berdetak di dalam sini," tutur Azrina sambil menunjuk ke dadanya.

Lee Jun Ki menyunggingkan senyum diantara decak kagum para peserta. Turut menatap kagum seseorang yang duduk di atas panggung itu. Seorang wanita yang membuat dunianya menjadi lebih indah.

"Pada akhirnya, aku percaya. Cinta memang selalu datang bersama luka. Rasa sakit yang sanggup melumpuhkan kita.
Namun, kenyataan bahwa aku mencintaimu dan kau pun mencintaiku bagiku adalah kebahagiaan yang sanggup melenyapkan rasa sakit itu." - Lee Jun Ki

"Cinta kita diuji karena sucinya. Sebab rumah tangga kita dibangun atas harapan cinta yang lebih besar dari Sang Mahacinta. Sebab impian kita adalah sehidup sesurga, maka ujian kita datang secara tak biasa." - Azrina

"Layaknya nahkoda saat berlayar, aku mungkin tak tahu dari arah mana badai akan datang menghempas. Aku pun tak dapat menjanjikan perjalanan kita tidak akan terhalang oleh badai yang menyambar begitu keras.  Tetapi bersamamu — bidadari shalihah yang penuh cinta — kujanjikan cinta yang akan terus tumbuh untukmu dalam senang ataupun kelam. Dalam tangis atau tawa, dalam badai ataupun berbunga-bunga. Selamanya, sampai akhir usia." - Lee Jun Ki

Acara selesai ketika moderator menutupnya seusai mengucapkan terima kasih kepada Azrina dan keluarga yang menyempatkan hadir meski baru tiba dari Korea kemarin malam.

Seusai acara mereka pun bergegas untuk pulang dan sesosok manusia muncul dari tengah kerumunan.

"Haaah! Banyak sekali orang. Aku terhadang untuk bisa sampai kesini. Sayang, maaf ya, aku terlambat. Oh, Hyeong!" pekik Hyungsik saat menyadari keberadaan Jun Ki di dekatnya.

"annyeong, samchon!" sapa Atifa riang dengan mengacungkan kepalan tangannya mengajak tos Hyungsik.

"uri gongju, kau tumbuh semakin besar, yaa! Giginya ompong lagi seperti harabeoji."

"Ah samchoooon!"

Hyungsik terbahak, dia memang senang menggoda Atifa. Nama yang diberikan Jun Ki untuk putrinya untuk mengenang mendiang Tiffany, adiknya.

"Yeobo, uri Sehun-ie baegupa," Namira menarik tangan suaminya dengan mengucapkan kalimat bernada aegyo.

"Heh? Siapa yang kau sebut Sehun? Enak saja! Tidak, tidak! Anakku tidak boleh bernama Sehun!"

"Kalau begitu Cha Eunwoo!"

"Hey! Margaku Kim bukan Cha!"

"Kim Soohyun! Yess!"

"Azrina! Tolong ruqyah dia. Sepertinya kesurupan jin k-pop!"

Namira memajukan bibir cemberut. "Aku kan cuma bercanda, sayaaang. Ayo lah anakmu lapar ini."

"aiguuuu ... Lisa-nya Appa lapar, ya?"

Bahkan Atifa yang mendengarnya sontak memekik, "Lisa?!" kemudian terkekeh geli setelahnya.

"Kalau dia tidak boleh Sehun, kata siapa dia boleh menjadi Lisa?! Yang benar saja!"

"Katanya kau bercanda, aku juga bercanda."

"Tapi kau kelewatan!" Namira hampir menangis.

"Ah hyung! Apakah wanita hamil memang serumit ini?"

"Persoalan rumah tangga, tolong selesaikan sendiri," jawab Jun Ki singkat lalu keluar dari gedung duluan masih bersama tawanya.

"Ck tidak membantu! Duh! Sayaaaang, cup cup cup. Kamu lapar, kan? Ayo kita makan. Mau makan apa? Aku akan buatkan makanan yang paling enak, spesial untukmu. Ayolah..."

Mereka pun akhirnya pergi ke restoran milik Hyungsik yang sedang naik daun. Restoran bertema rustic dengan menyediakan menu mancanegara yang beragam. Sebuah restoran impian Hyungsik yang akhirnya dapat ia wujudkan berdiri di Jakarta, kota tempatnya menetap kini.

"Selamat untuk kalian berdua, ini bagus sekali!" ucap Lee Jun Ki yang sangat terkesan dengan restoran Hyungsik begitu tiba di sana.

"Ah ini juga berkatmu, Hyung. Silahkan hidangan pembukanya."

"Wow! Jalmeogesseumnidaaa!"

Saat sedang asyik-asyiknya menyantap makanan sambil sesekali mengobrol renyah, ponsel Jun Ki berbunyi dan menampilkan nama Yoonjae sebagai peneleponnya.

"Eo, Hyung!" sapa Jun Ki setelah memosisikan ponsel di depan wajahnya agar nampak jelas dalam video call.

"Apa kau sudah tiba?"

"Wae?"

"Aku hanya ingin tahu saja."

Jun Ki mengarahkan kamera ponselnya ke Hyungsik dan Namira. "Woho, calon orang tua! Selamat untuk kehamilanmu, Namira."

"Terima kasih, Oppa." Hyungsik terlihat memelototi Namira, tapi dibalas dengan Namira menggigit bibir bawahnya dan pelototan yang tak kalah lebarnya.

Azrina tertawa kecil melihat mereka, pasangan yang unik tapi serasi satu sama lain.

"Aku juga punya pengumuman penting." Yoon Jae masih di telepon, kali ini seseorang bergabung bersamanya.

"Jiyoung Noona!" teriak Hyungsik heboh.

"Hyungsik-ah! Selamat atas restoranmu."

"Terima kasih, Noona. Kau harus kesini kapan-kapan."

"Nanti ya, saat kami bulan madu."

"Kami? Nugu?"

Seluruh atensi ditarik oleh pasangan dalam video call itu. "Siapa yang akan berbulan madu? Kalian?" tanya Jun Ki memastikan.

Baek Ji Young memamerkan punggung tangan kanannya yang pada jari manisnya melingkar sebuah cincin dengan permata yang berkilauan.

"Someone ask me to marry him, finally!"

"And someone accepted my propose."

Semuanya berseru riang, Namira bahkan bertepuk tangan dengan begitu semangat.

"Akhirnyaaaa!"

"Selamat, Eonni! Kami akan kembali segera."

"Aku juga akan datang, Eonni!"

"Baiklah, sampai bertemu! Bye!"

Telepon terputus, tapi masih berlanjut mengobrol tentang Jiyoung dan Yoonjae. Setelah hukuman penjara atas kesalahannya membantu nyonya Choi Miran selama 5 tahun lelaki itu bebas dan memulai hubungan yang serius dengan Baek Jiyoung yang selalu berada di sisinya sejak hari itu.

Nyonya Choi sendiri ditemukan tewas di dalam sel tahanannya beberapa hari setelah ia ditangkap. Wanita itu mengakhiri hidupnya dengan menenggak pil anti depresan sebanyak mungkin. Ia terlalu terguncang atas vonis yang dijatuhi pengadilan untuknya, penjara seumur hidup.

Pada akhirnya, kebenaran akan selalu menjadi pemenang.

For the rest of my life, kita mungkin pernah salah menerka.
Kita pun pernah saling memaksa.
Namun ketika semesta melakukan tugasnya, yang perlu kita lakukan hanya berbaik sangka.
For the rest of my life, aku pernah mengharapkan seseorang, dan keyakinanku terhadapnya tidak mendatangkan apa-apa selain kecewa.
Perihal hati yang memaksa mungkin tak akan pernah mendapati bahagia yang seutuhnya.

For the rest of my life, pada akhirnya semesta tak akan pernah salah.
Pada hari ketika langkah membawaku tiba di hadapanmu.
Saat itu semesta bekerja untuk sebuah rencana yang paling sempurna bagi kita.

For the rest of my life, kau dan aku. Kita akan baik-baik saja. Sebab cinta tidak akan melukai kita, jika kita mempercayai-Nya.

The end

.

1 Oktober 2016 - 13 Juli 2020

Lots of love, many thanks to all of you who keep supporting me to finish this story.
...

Akhirnya, kisah ini benar-benar berakhir sampai disini.

😭😭😭😭

Makasih banyak gais.
Semoga suatu hari aku bisa bikin extra part nya.
Doain juga semoga cerita ini bisa lancar proses revisinya biar bisa kita peluk sama-sama 💟 amin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro