Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 - Cinta Pertama

Assalamualaikum! Double UP! 

siapkan lagunya shaaaayyy. play di mulmed ya. Jangan lupa basmalah, beri bintang dan rusuhkan!!!

.
.
.
.

Azrina tak henti memintal doa bahkan sejak serentetan rangkaian prosesi pernikahan belum dimulai hingga akad dan resepsi selesai digelar. Ia tak pernah tahu Lee Jun Ki akan benar-benar menjadi jodohnya. Teman hidup selamanya. Meski Azrina berusaha menerima setiap keputusan dari Allah, bahwa semua rencana-Nya pasti baik untuknya. Tepat saat ayahnya memulai akad, menyerahkannya pada seorang lelaki pilihan ayahnya itu. Dari kamar pengantin tempat ia duduk anggun bagai bidadari, tak kuasa ia menahan tangis. Entahlah, ia tak mengerti kondisi hatinya saat ini. Porak poranda oleh gempa berkekuatan dahsyat namun juga bersemi indah dengan bunga-bunga yang mulai mekar. Oh, apakah ini bahagia?

Resepsi pernikahan berjalan lancar dan menakjubkan.
Aula gedung pernikahan dihias dengan konsep islami yang elegan, terlihat sederhana tapi tetap terasa mewah. Warna soft pink yang memenuhi ruangan dengan hiasan bunga-bunga berwarna lembut juga hijab atau sekat pembatas yang memisahkan tamu pria dan wanita, begitu pula mempelainya, terasa begitu tentram dan menambah khidmat perasaan.

Azrina duduk anggun di panggung resepsi ditemani ibunya. Di sebelah kanannya, dibalik hijab pembatas, Lee Jun Ki juga duduk bersama dokter Ali. Jun Ki tak henti tersenyum sumringah. Senyum penuh kemenangan. Meski tanpa disertai satupun keluarganya. Beberapa pemuda tamu undangan menatap lelaki berwajah Korea ini dengan sangat iri. Beruntung sekali ia berhasil memenangkan hati dokter Ali lalu diangkat menjadi menantu.

Jun Ki sesekali berdiri menyalami para tamu yang menghampiri memberi selamat. Azrina pun demikian. Banyak sekali undangan yang hadir, dari kerabat, tetangga, kolega ayahnya dan teman-temannya. Semua terlihat takjub oleh pesona Azrina, dibalut gaun pengantin syar'i dengan jilbab yang terjulur panjang. Tidak menghilangkan aura pengantin sama sekali meski riasan wajahnya tidak berlebihan, tanpa cukur alis, tanpa bulu mata palsu. Memang sudah dipesannya sejak jauh-jauh hari. Lembaran pertama yang baru saja ia buka dalam kehidupannya saat ini ia harap seharusnya dipenuhi jutaan berkah yang mengantarkannya pada sakinah, namun apakah akan ada berkah jika memulainya dengan berani melanggar aturan, dan menanggalkan semua prinsip islami yang justru telah berusaha dipertahankan dalam keseharian? Mungkin pernikahan memang tetap sah, tidak ada yang salah. Kedua mempelai resmi halal. Tetapi, sesuatu yang dimulai tanpa berkah, bisakah terbayang bagaimana akhirnya?
Bahkan meski tak ber-tabarruj, Azrina tetap jelita bak bintang, bersinar mempesona lebih terang dari yang lain. Dia tetap indah dalam balutan gaun yang longgar, memancar bak bidadari dengan senyum berseri.

Beberapa teman dekat Azrina menghampiri dengan girang.

"Ya ampun, Az.. sekarang elo orang Koreaaaaa! Omaigaad. Ustazah kita ini loh, jodohnya jauh banget..." Beberapa mereka rusuh sambil mengajak Azrina berfoto-foto ria.

Namun ada seseorang yang sejak tadi dicari-cari Azrina. Seseorang yang tidak juga terlihat bahkan setelah acara berakhir.
Namira.
Kemana dia?
Mengapa sekalipun ia tak pernah nampak di acara penting sahabatnya ini?

Ada yang berubah pada Namira.
Azrina menerka, sepertinya sejak acara lamarannya.
Saat itu Namira girang sekali, tapi seketika berubah mendung lalu tak nampak lagi.
Padahal saat-saat menjelang pernikahan Azrina benar-benar membutuhkan Namira, sekedar untuk berbagi rasa. Tapi Namira seakan menghindar. Beberapa kali ia beralasan ada jadwal meet and greet untuk buku terbarunya.

Seperti Azrina, Jun Ki pun sempat mencari Namira. Tepat setelah lamaran, ketika Namira mengirim email singkat. Mungkin untuk terakhir kalinya.
Sebuah ucapan selamat.
Jun Ki dirasuki perasaan bersalah. Tapi batinnya tetap meyakinkan bahwa Azrina lah pemilik hatinya. Jikapun ada cinta antara dirinya dan Namira, sesungguhnya itu adalah cinta untuk Azrina. Dan ketika kesempatan itu terbuka lebar, apa yang menghalangi Jun Ki untuk menolak?

🍁

Tok.. tok.. tok...

Seseorang terdengar mengetuk pintu kamar pengantin.
Dari dalam kamar, Azrina yang baru saja selesai membersihkan diri dan berganti pakaian tersentak. Seperti tersengat listrik secara tiba-tiba. Jantungnya berdegup kencang. Semakin kencang hingga nyaris lepas dari dirinya ketika seseorang yang mengetuk itu perlahan masuk dan mendekat.
Seketika kamarnya terasa pengap. Atmosfernya menghangat. Tetapi seluruh tubuhnya gemetar nyaris beku.
Bahkan tangannya terasa berat untuk diangkatnya, sekedar untuk membenarkan posisi jilbab.
Ia duduk mematung di atas ranjang. Masih tertunduk.

Lee Jun Ki sama saja.
Baru saja ia penuh semangat mengetuk pintu dan membukanya. Inilah saatnya! Bidadariku, aku datang! Teriak batinnya.
Namun ketika memasuki kamar, saat melihat Azrina duduk menunduk tepat dihadapannya. Ia lemas. Kakinya terasa berat melangkah. Bahkan bibirnya terlalu kaku untuk membuka, memberi salam.

"Assalamu alaikum, ukhti.." Maksud hati ingin mengucap salam manis yang dikeren-kerenkan apa daya yang terdengar hanya bisikan lirih yang terbata-bata.

Ia benar-benar menyesali dirinya.

"Waalaikumsalam.." Azrina memberanikan diri mengangkat kepala.

Duhai! Bidadari! Dia milikku. Untukku! Tidak! Jangan tersenyum sekarang. Atau aku tak tahu apa yang akan kulakukan padamu setelahnya.

Jun Ki malah berperang lagi. Berusaha mengendalikan diri dengan melempar senyuman mautnya. Menambah kesan romantis, mungkin.

"Hari yang cerah, ya..." Mengucapkan kalimat ini di malam hari sepertinya agak sedikit, failed.

Azrina tertawa kecil, tapi di dalam hatinya ia benar-benar terbahak.
Menyadari kekonyolannya, Jun Ki segera membetulkan.

"Tadi, cerah ya. Dan melelahkan.." Lanjutnya dengan senyum cabut giginya. Terlanjur malu. Ya sudahlah.

"Bersih-bersih dulu, Dok. Eh, Mas. Eh? Kak.. eh?"
Azrina ternyata tidak lebih baik. Meski akhirnya berhasil menyegarkan suasana. Mereka jadi punya topik pembicaraan dan berhenti bertingkah konyol.

"Kamu sakit? Apa keluhannya?" Punggung tangan Jun Ki mendarat di kening Azrina. Layaknya dokter yang sedang memeriksa pasien anak kecil.
Azrina tercekat, agak terkejut dengan sentuhan spontan Jun Ki untuk pertama kalinya.

"Duh, dokter..." Azrina memundurkan kepalanya sebagai gerak refleks, tapi lirihnya terdengar manja. Membuat Jun Ki hampir mencubit pipinya karena gemas.

"Makanya jangan panggil dokter..."

"Ya, terus apa?"

"Ya seperti biasa.."

"Biasanya kan dokter..."

Glek!

Jun Ki tercekat. Ia lupa. Azrina bukan Namira--teman chatting-nya. Cinta salah alamatnya. Gadis yang setiap hari mengiriminya email dengan panggilan 'Oppa' yang begitu akrab.
Perasaan apa ini? Sepertinya ada yang salah dalam diri Jun Ki.

"Oh, Oppa? Bener gak? Orang Korea biasanya dipanggil Oppa, kan?"

"Ah. Iya. Bener kok. Oppa..."

Kalimat terakhir Jun Ki seolah menguap ke langit-langit kamar.

Oppa...

Ah! Mengapa justru Namira yang muncul dalam benak Jun Ki dan merusak malam pertamanya?

Ia menghambur menuju kamar mandi, membasahi wajahnya dengan air dingin. Membuyarkan lamunannya.
Mengembalikan kesadarannya.
Azrina disini, dia pengantin wanitanya.

Tidak.
Azrina tidak boleh tahu hal ini. Tidak sampai kukatakan sendiri suatu hari nanti.
Ayo, Lee Jun Ki. Lakukan tugasmu! Semangat!

Jun Ki keluar dari kamar mandi dengan senyum yang lebih berseri. Sepertinya ia sudah sepenuhnya tersadar lagi.
Azrina selesai menyiapkan alat shalat dan membentangkan dua sajadah, untuknya dan untuk imam barunya.
Lagi, Jun Ki terpesona oleh Azrina yang indah dalam balutan mukena.

"Sholat dulu, Oppa.."

"Aduh malu.." Ungkap Jun Ki ragu. Entahlah, berdiri mengimami seorang hafizhah 30 juz, bagi muallaf yang baru menghafal beberapa surah dalam alquran seperti dirinya adalah merupakan sebuah, tantangan mungkin?
Ia tiba-tiba merasa kerdil, padahal sudah melakukan persiapan sejak jauh-jauh hari.

"Gak papa, Oppa. Santai saja. Baca yang paling mudah.." Hibur Azrina bersama senyumnya. Senyum lesung pipit yang akhirnya nyata dihadapan Jun Ki dan ditujukan untuknya. Hanya untuknya.
Semangatnya seperti terisi penuh hanya dengan sekali lengkungan mungil dari wajah Azrina itu.

Keduanya terhanyut dalam khusyu' dan syahdu penghambaan kepada-Nya. Menghadap Sang Pemilik cinta yang telah menyatukan mereka dalam ikatan suci. Mengucap syukur dan memohon tuntunan serta penyertaanNya dalam setiap fase kehidupan mereka kini.
Memohon curahan cinta diantara keduanya, agar terbentuk sakinah dalam rumah tangga yang dipenuhi mawaddah serta rahmah.

Dua rakaat pertama Jun Ki mengimami Azrina berakhir tanpa 'kecelakaan'.
Ia membaca surah kesukaannya tadi. Surah At - Tahrim.
Diam-diam Azrina takjub dan terhanyut oleh bacaan Jun Ki. Dan berharap semoga ia pun termasuk golongan wanita yang beriman seperti yang disebutkan di akhir surah ini.

"Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang beriman, Istri Fir'aun. Ketika ia berkata, "Ya Tuhanku, bangunkan untukku rumah di surga. Dan selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang zhalim ** Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya. Maka Kami tiupkan kedalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami. Dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitabNya, dan dia termasuk orang-orang yang taat." (Q.S. At - Tahrim : 11-12)

Usai salam, Jun Ki membalikkan badannya berhadapan dengan Azrina namun masih tetap duduk pada posisinya dan menyelesaikan dzikir.
Khidmat sekali.
Tapi, bencana itu datang setelahnya.
Ketika ia meletakkan telapak tangannya pada ubun-ubun Azrina.
Ia lupa doanya!

Duh!

Azrina khusyuk memejamkan mata, menyambut jemari Jun Ki yang perlahan menyentuh ubun-ubunnya. Mengaminkan doa yang dipanjatkan sang suami untuk dirinya.
Tiga puluh detik.

Satu menit.

Jun Ki masih terpejam. Berpikir keras. Mengingat-ingat doa yang harusnya ia lafalkan. Ia sudah hafal lancar. Lebih lancar dari ijab kabul. Tapi mengapa tiba-tiba lupa?

Dua menit.
Azrina masih mengaminkan doa kosong Jun Ki.

Tiga menit.

Kenapa lama sekali?
Azrina mulai membatin.
Sementara lengan Jun Ki mulai terasa pegal.

Azrina mengintip dari satu matanya yang terbuka. Dilihatnya Jun Ki masih serius memejamkan matanya. Sangat rapat.
Khusyuk sekali. Dibaca sama artinya kali, ya?

Lima menit.
Tak tahan. Jun Ki menarik tangannya. Menyerah. Tak ada bayangan sama sekali. Bertanya pada Azrina? Heh. Memalukan.

"Sudah?" Tanya Azrina.

"He eh.." Jun Ki nyengir.

"Panjang ya, doanya."

Kali ini Jun Ki tersedak.
"Anu.. itu, eng..."

Azrina menangkap gelagat aneh pada Jun Ki dan langsung menyimpulkan.
"Lupa ya?"

"Eh? Ehehehe.." Seperti anak kecil yang ketahuan minum dari pintu lemari es di siang hari bulan puasa. Jun Ki sudah tertangkap basah. Azrina tersenyum teduh. Memaklumi.

"Minta waktu satu menit, kita ulang lagi. Oke?" Jun Ki meyakinkan. Ia lalu meraih ponselnya dan mencari-cari sesuatu.

Heeeiii! Jinjja!
Doa sependek ini bisa menghilang tanpa jejak gitu aja. Yaa Immaaa! Kau memikirkan apa sejak tadi!
Lagi-lagi Jun Ki mengutuk dirinya sendiri.

Dari sisi ranjang, Azrina memerhatikan dengan senyum malu-malu.
Lelaki dihadapannya ini, benar-benar membuat hatinya seperti bermain roller coaster. Lucu sekali dia. Tetapi juga menawan.

"Oke. Kita mulai lagi. Yang tadi anggap aja gak pernah terjadi."
Ujar Jun Ki mantap sembari meletakkan ponselnya di atas meja lalu mendekat menghampiri Azrina.

"Boleh aku membuka kerudungmu, Nona?"

Azrina mengangguk malu.

"Bismillah..."

Gemetar Jun Ki perlahan menyingkap kerudung yang menutupi kepala Azrina. Keindahan yang tersembunyi dalam hijab itu sebentar lagi akan dipersembahkan untuk ksatria yang berhasil memenangkannya.
Azrina menggenggam tangannya yang semakin dingin terasa.

Dan kini, tak ada lagi hijab antara Jun Ki dan Azrina. Jilbab yang sejak tadi menutupi indah rambutnya, kini sempurna tandas disusul telapak tangan Jun Ki yang hangat menyentuh ubun-ubunnya. Tanpa pembatas.
Usai melafal doa dengan lancar.
Perlahan jemari Jun Ki meraih tangan Azrina, menggenggamnya lalu mendekat, semakin dekat, dan kecupan perdananya mendarat disana.

"Terima kasih, telah menerimaku dengan segala kekuranganku.." Tulus ia berucap. Matanya menatap kedua bola mata Azrina dengan bulu mata lentiknya.

"Mungkin akan sulit untukmu mencintaiku, bahkan mungkin ada seseorang yang telah lebih dulu menghuni hatimu. Tapi kau harus tahu, betapa besar rasa syukurku mendapatkan dirimu. Bidadariku, yang sejak dulu kupinta dalam sujud-sujud panjangku.." Mereka masih beradu tatap. Seakan pandangan itu menembus, merasuk, menyelami jiwa mereka masing-masing.

"...Maafkan aku, ya? Jika memang jodoh impianmu jauh berbeda dari diriku. Kuharap kau tetap akan menuntunku, mengingatkan salahku. Membetulkan khilafku. Membangun surga di rumahku...."

Jun Ki masih akan melanjutkan kalimat romantisnya saat dikejutkan oleh bibir Azrina yang sekilas menyambar pipinya.

"Aku mencintaimu." akunya. "Sejak dulu, saat memakai gamis waktu itu. Tak ada yang lain selainmu, kau cinta pertamaku."

Ya benar. Azrina memang jatuh cinta pada Jun Ki sejak pertemuan pertama mereka.
Tetapi meski cinta, ia membungkusnya dengan cara yang indah. Dengan mencintai Tuhannya. Bahkan tak pernah ia meminta Jun Ki padaNya. Ia hanya berpasrah. Menyerahkan segalanya pada Rabbnya. Biarlah Allah yang memandu langsung perjalanannya menemui cinta yang dipilih untuknya.

"Ooooow! Pernyataan cinta pertama yang cukup mengejutkan.. dan berani." Goda Jun Ki yang sebenarnya melumer atas pengakuan Azrina itu.

Yang digoda sejak tadi telah memerah seperti baru saja menghabiskan tiga porsi Samyang.
Padahal baru cuma mengecup pipi suaminya, sekilas.

"Bener gak sih, ini putrinya profesor Ali yang katanya sholehah itu? Masa baru ketemu cowok langsung nyosor aja.. hmmmm..." Jun Ki melirik Azrina yang semakin memerah. Sisi jahilnya keluar begitu saja.

"Ah, Oppaaaa.." Rajuk Azrina manja, tangannya mencubit pelan lengan Jun Ki. Jun Ki tertawa renyah dibuatnya.

"Iih! Imutnyaaa!" Kali ini Jun Ki benar-benar mencubit kedua pipi Azrina sampai puas.

"Terima kasih karena mencintaiku..." Ujar Jun Ki lembut setelah menghadiahkan kecupan hangat di kening Azrina seraya membelai rambutnya.

"Terima kasih karena memilihku.." Jawab Azrina berseri-seri.

"Ulangi dong, adik kecil.."

"Apa?"

"Yang tadi, apa itu tadi? Semacam pernyataan cinta? Nggak berasa.. lagi dong.."

"Iiih geniit!"

"Gapapa dong, kan udah halal.."

"Mmm... Gak ah, ngantuk."

"Kalo gitu, sekarang giliran Oppa yaaaa.."

"Oppaaaaaa..." Pekikan lembut Azrina seketika dibungkam oleh bibir Jun Ki yang sejak tadi memang tak sabar ingin segera benam di ranjang pengantinnya.

Ini mungkin memang bukan pertama kali bagi Jun Ki menyentuh seorang wanita. Tetapi tetap ada rasa yang berbeda. Dan tentu saja lebih indah. Terlalu istimewa hingga mampu membuatnya lupa akan kenikmatan semu di masanya yang lalu. Begitulah cinta yang diberkahi yang jalannya dipandu langsung oleh Ilahi. Bahkan para bidadari pun mengintip malu, menyaksikan dua cinta yang saling memadu kasih dalam ikatan halal yang telah diberi restu.
Duhai, adakah yang lebih syahdu
Dari dua insan yang saling merindu
Namun memilih untuk menunggu
Terucapnya akad terlebih dahulu...?

🍁

Malam yang indah bagi sepasang pengantin baru itu, nyatanya tak seindah malamnya seseorang yang meringkuk terisak di pojokan kamar kost-annya.
Seseorang yang menganggap hidup sedemikian kejam terhadapnya.
Yang merasa takdir tak berpihak padanya.
Seseorang yang baru saja kehilangan cinta pertamanya yang direbut oleh sahabatnya sendiri.
Ia kehilangan dua orang dalam satu waktu; cinta pertama dan sahabat terbaiknya. Mengapa takdir begitu tega?
Setelah semua kekejaman yang telah ia alami? Masihkah ia harus menanggung derita lagi? Tak pernah ia merasa sehancur ini. Terkhianati oleh sahabat yang paling ia sayangi.
Lantas, haruskah ia pergi?

Ya. Sebaiknya aku pergi...

Namira harus pergi. Menjauh dari kehidupan Azrina juga Lee Jun Ki. Semoga mereka bahagia hingga akhir nanti.
Ah... Semakin ia membayangkan kebahagiaan mereka, semakin perih ia rasa.
Ia benar-benar harus menjauh dari mereka.

.
.
.
.

🍁🍁🍁🍁

To be continued

kalian baper gak sih? aku yang nulis aja pas baca ulang lagi part ini selalu bikin wafer, ambyar, terberai, berserakan :(((

udah mah si Jun Ki nya konyol banget... Azrina terlalu polos. aduh toloonggg... etapi, gimana nasib Namira ya? penasaran? 

temukan jawabannya di next part!

sampai ketemu hari kamis, manis.. insyaaAllah. 

saranghamnida, 

Az-Ki couple. (eaaak couple gaes.)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro