Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4 - Kaukah itu, Cinta?

Assalamu'alaikum! yak, alhamdulillah... setelah melewati proses verivikasi, akhirnya cerita ini lolos untuk secara resmi menjadi bagian dari #Gmgchallenge2020 dan hari ini, tanggal 1 maret 2020 adalah jadwal perdana publish rutin sampai nanti tanggal 15 juli.

doain semoga istiqomah dan ending sesuai jadwal, ya!

oke, sebelumnya mau ingetin dulu nih... seperti yang udah aku pasang di blurb story ini, Lee Jun Ki - Azrina insya Allah akan dipublish setiap hari Kamis dan Minggu. Tungguin terus, yaaa.

buat yang udah pernah baca, sayangnya cerita ini dipastikan gak akan ada perubahan kecuali cuma part-part yang disesuaikan. Tapi, gak ada salahnya untuk dibaca lagi. apalagi kalau kangen ihiwww...

p.s.: Buat yang udah baca, dilarang spoiler.

jangan lupa tag aku di IG kalau kalian membaca cerita ini, atau kalau kalian repost quotes yang kalian suka, yaaaa.

okeshiap, mari kita mulai dengan mengucap Basmalah dan beri bintang wkwk...


🍁

Seperti biasa Jun Ki terjaga sejak sepertiga malam terakhir sampai pagi menjelang. Ia sudah terbiasa dengan rutinitas yang awalnya begitu berat ia paksakan pada dirinya. Dan sekarang dia telah benar-benar mampu melaksanakan tahajud di setiap malamnya, dan berdzikir hingga adzan subuh berkumandang. Tak ada yang diharapkan Jun Ki selain ampunan dan cinta Rabbnya. Juga jaminan surga tanpa penghalang bagi mereka yang berdiri, rukuk dan sujud menghadap Tuhannya ketika kebanyakan orang masih pulas mendengkur.

Tetapi ada yang tak biasa pagi ini, senyumnya terkembang semenjak ia bangun tadi. Istikharah-istikharah cintanya beberapa hari ini sepertinya benar-benar memberi jawaban yang meyakinkan.
Hari ini, ia memantapkan diri menemui dokter Ali berharap semoga beliau menerima niat baik Jun Ki mengkhitbah putrinya, Namira. Hingga pagi ini sama sekali Jun Ki tak menaruh curiga tentang Namira dan Azrina, bahwa ternyata mereka adalah dua orang yang berbeda.

Jarang sekali ia merasakan hal semacam ini, saat ia merasa dadanya bergemuruh hebat tetapi juga beterbangan seperti sayap kupu-kupu, menanti datangnya hari yang mendebarkan sekaligus membuat tak sabar. Hari yang sudah ditandainya di setiap kalendar sejak jauh hari lalu. Berulang kali Jun Ki mencoba latihan seolah berbicara kepada dr. Ali tentang maksud dan tujuannya. Tapi tetap saja, suaranya bergetar dan tak mampu melanjutkan. Ia begitu nervous tapi percaya diri dalam satu waktu.
Bahkan saat interview dihadapan profesor-profesor hebat ia tak separah ini.

"Bismillah!" Mantap Jun Ki melangkah keluar dari apartemennya, dengan menyebut nama Allah di awal langkahnya kali ini, ia yakin Allah akan menyertainya dan memudahkan segalanya.

🍁

Belum lama Jun Ki menghentikan mesin mobilnya tepat di depan gerbang kediaman Dokter Ali. Rumah itu terlihat sepi tanpa satupun kendaraan terparkir di pekarangannya. Bahkan gerbangnya pun tertutup rapat sampai sebuah mobil mungil berwarna lembut datang, memberi isyarat dengan klakson, seseorang membuka gerbang dan mobil itu melaju memasuki halaman rumah disusul Jun Ki yang sejak tadi memperhatikan. Dia sudah pasti tahu siapa pengendara mobil itu.

Bidadarinya.

Benar saja, Azrina begitu anggun keluar dari mobil setelah memarkirnya sempurna. Dengan tumpukan berkas di tangannya juga ransel feminin di punggungnya ia mulai melangkah memasuki pintu rumah. Jarang-jarang Azrina berkendara di pagi akhir pekan seperti ini jika tidak menginap di kost-an teman-temannya semalam dan baru pulang pagi ini.

Hal ini tentu baik bagi Jun Ki, ia menganggapnya rezeki. Pemandangan seorang bidadari yang takkan pernah ia temukan dimanapun. Bidadari yang tak bersayap, tapi beransel dengan jilbab terjulur. Anggun. Cantik. Jelita!

Jun Ki Konyol!

"Assalamu alaikum!" Jun Ki sedikit berteriak saat Azrina hampir menghilang dibalik pintu. Beruntung Azrina masih dapat mendengarnya dan segera menoleh menjawab salamnya.

"Profesor ada?" Jun Ki menyesali kalimatnya yang to the point sekali. Harusnya aku bisa basa-basi dulu kan? Ssshh... tapi bibirnya kelu, ia terlalu gugup.

"Oh, iya. Ada, kok... Silahkan masuk, Dokter." Jawab Azrina mempersilahkan.

Dokter! Dia menyebutku begitu. Apa dia sebegitu mengenaliku? Ouuuchh...!
Beberapa saat batin Jun Ki melonjak girang, ia lalu mengedipkan satu matanya, dan mengepalkan tangannya ke dada, seperti menahan nyeri aneh disana selagi ia berusaha menguasai hati, dan dirinya.
Oooo... Naye sarang... Hatiku sakit. Hatiku sakit. Jangan tersenyum. Hatiku sakit. Senyummu itu. Astaga!

Ia tenggelam dalam imaji, padahal Azrina sudah menghilang sejak tadi tetapi ia justru berkhayal Azrina masih dihadapannya dan sedang tersenyum manis. Mimpi!
Ia lalu menertawai dirinya sendiri.
Hhh.. aku akan gila.

Jun Ki benar-benar sudah melewati batas.

Tapi batas apa? Siapa yang membuatnya?

Tidak. Tidak ada batasan. Tetapi aturan, dan Jun Ki tidak melanggarnya. Ia hanya menjadi sedikit berani pada gadis yang membuatnya hampir gila ini.
Karena sebentar lagi gadis itu akan jatuh dalam peluknya.

Apa ini terdengar seperti mendahului takdir?

Tidak. Tidak juga. Aku hanya mencoba. Aku hanya berusaha agar tidak menjadi gila.

Aku akan gila jika tak segera memilikinya.

Astaga!

Apa aku terdengar seperti psikopat?

Tidak, tidak. Aku hanya menginginkannya. Itu saja.

Sebelum orang lain mengambilnya.

Oh Tuhan!

Bidadariku itu...
Izinkan aku meminangnya, menyempurnakan agama juga jiwaku.

Bidadariku... Tunggulah, tunggu aku disana. Tunggu sebentar lagi.

Aku punya firasat, kau akan menerimaku.
Karena kita sama gilanya.

Jun Ki melangkah memasuki pintu rumah dokter Ali. Angin segar meniup punggungnya yang tegap tanpa keraguan. Seperti sesuatu yang ikut memberi restu dan mendoakan keberhasilan untuknya hari ini.

🍁

https://youtu.be/BwR9oFngvXE

(silahkan play mulmed nya, biar lebih gregets.. Lagu ini masih akan menjadi backsong untuk next part ya, semoga berkenan..)


Saya Terima Nikahnya, Azrina Haura Afifah binti Ali Ahmad Syukri dengan mas kawin tersebut, tunai.."


Mantap Lee Jun Ki melafalkan ijab kabul dengan sekali tarikan nafas.
Hari ini, seperti getaran dahsyat di hati Jun Ki dan Azrina, begitu arasy Allah juga bergetar. Doa-doa yang dilantunkan para saksi dan tamu undangan seakan langsung terkirim ke langit, disambut oleh doa-doa para penghuni langit yang turut berbahagia menyaksikan.

Barakallahu lakuma wa baraka 'alaikuma wa jama'a bainakuma fii khair...

Hari ini, Azrina resmi menjadi milik Jun Ki. Tanggung jawab dokter Ali atas Azrina kini berpindah pada Jun Ki sepenuhnya. Ada janji yang terikat tepat saat ijab kabul tadi, janji seorang imam untuk makmumnya. Menjaga, melindungi, menyayangi, memuliakan, mendidik dan menuntunnya menuju surga. Janji yang tak mudah namun Jun Ki yakin, bersama Azrina ia akan mampu mengarung samudera dengan bahtera penuh cinta.

Bukan mudah bagi Jun Ki untuk tiba di titik ini.


Hari itu, ketika Jun Ki hendak melamar Azrina pada ayahnya dengan segenap keberanian justru dikejutkan oleh dokter Ali yang sontak menciutkan nyalinya.

"Aaah, dr. Jun Ki. Kebetulan sekali saya memang baru akan memintamu kemari.." Begitu dokter Ali menyambut Jun Ki hari itu. Jun Ki seketika jadi merasa kikuk.

"Ehm, begini, Prof... Maaf atas kelancangan saya, tapi.." Jun Ki berusaha menuturkan niatnya. Terbata-bata. Tapi disela oleh dokter Ali.

"Berapa usiamu saat ini, Jun Ki? Sepertinya sudah butuh teman, ya? Karir itu lebih nikmat dibangun bersama pendamping lhoo.." Gurau ddokter Ali, sepertinya memberi kode. Jun Ki malah salah tingkah dan tak lagi dapat berkata-kata selain selain senyum seperti habis cabut gigi.

"Eheh.. iya prof.. saya juga berniat untuk menikah sebelum usia 30, masih 3 tahun lagi sih.. tapi kayaknya gak ada tanda-tanda ada yang mau sama saya ini.. he he he.." Jun Ki pun mencoba bercanda. Garing.

"Mau tau tipsnya? Ini rahasia lho..." Dokter Ali sedikit mendekat pada Jun Ki dan merendahkan suaranya seolah berbisik. "Kamu cari dong, orang tua yang punya anak gadis, ambil hatinya, nanti kalau suka, anaknya dijodohkan sama kamu. Gampang kan? Hahaha..." Lanjut profesor yamg usianya hampir separuh baya itu diiringi tawa yang membuat Jun Ki ikut tersenyum-senyum juga..

"ANDA PROF, ITU ANDA!" Batinnya seakan tak sabar ingin segera meneriakkan itu pada dokter. Ali. Tapi urung ia lakukan.

"Ehehe, memangnya ada, Prof...? anaknya saja gak ada yang mau apalagi orang tuanya.." Jun Ki mengusap-usap kedua telapak tangannya yang mendadak dingin.

Seperti bisa mendengar suara hati Jun Ki, dokter Ali justru memanggil Azrina.

Untuk beberapa saat Jun Ki tak merespon apa-apa. Tidak. Sampai Azrina muncul dari ruang tengah membawa nampan dengan cangkir-cangkir minuman. Tanpa suara, ia terus menunduk menyajikan teh hangat dan camilan untuk ayah dan tamunya. Lalu segera menghilang dari pandangan Jun Ki.

Jun Ki mematung di tempat duduknya. Seolah baru saja ia tersuntik obat bius. Seluruh tubuhnya tak merasakan apa-apa selain jantung yang berdegup kencang.

Namira? Azrina? Mana yang benar? Mengapa dokter Ali memanggil Azrina tapi yang keluar justru Namira?
Dan pertanyaan itu pun segera terjawab dari ucapan dokter Ali kemudian,

"itu putriku, satu-satunya. Sekarang sedang kuliah semester dua fakultas syariah. Namanya Azrina."

Ternyata ini alasan dokter Ali meminta Azrina yang menjamu tamunya, padahal biasanya itu tugas Bi Nah. Jun Ki manggut-manggut saja, meski sebenarnya ia sedang berusaha mengurai kekeliruannya selama ini dan akhirnya ia mengerti, Namira adalah Namira. Azrina adalah Azrina, putri dokter Ali, satu-satunya. Dan Namira, mungkin sahabat Azrina itu..

"Dia sedikit manja, tapi shalihah insya Allah, kamu mau nggak? Cantik lhooo.." Dr. Ali menawarkan anaknya seperti menawarkan kuaci lima ratusan.

Jun Ki yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri tiba-tiba tersedak dan terbatuk-batuk. Dokter Ali tersenyum kecil melihat reaksinya.

Jun Ki hampir saja melonjak kegirangan namun tiba-tiba ia kehilangan kepercayaan diri. Apa yang bisa dibanggakan dari dirinya hingga seorang profesor hebat seperti dokter Ali dengan mudahnya menawarkan anak gadis satu-satunya kepada dirinya? Tidak. Mungkin ada yang salah. Tapi melihat senyum dokter Ali yang sepenuh hati itu rasanya memang tidak ada yang salah.

"Maaf profesor.. tapi apa anda tidak salah orang? Saya ini bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa.. bahkan agama pun baru saya kenal melalui anda, Prof.. saya rasa saya bukan orang yang pantas untuk....." Belum selesai Jun Ki berucap, dokter Ali menyela lagi.

"Sudahlah, saya mengenalmu dengan baik. Lebih baik dari siapapun. Saya juga sudah lihat kesungguhanmu mengenal Islam dan perubahan dahsyat yang kamu usahakan. Itu lebih dari cukup untuk menjadi penanggung jawab putriku selanjutnya. Saya percaya itu."

"Tapi, Prof... Saya takut saya ternyata tidak sebaik yang profesor duga."

"Saya tidak menduga. Saya melihatnya sendiri. Sudahlah, kamu kesini juga pengen minta Azrina kan? Sekarang udah dikasih malah loyo"

"Eh? Ehehe.." Ups. Ketahuan. Entah bagaimana profesor tahu, yang pasti hari itu menjadi satu dari hari-hati terindah dalam hidup Jun Ki.


Ada peperangan batin yang tak berujung dalam diri Jun Ki ketika mempertimbangkan tawaran dokter Ali itu.

Bagaimana bisa beliau secara spontan menyerahkan putrinya begitu saja? Mengapa beliau dengan sangat percaya memilih aku untuk Azrina? Siapa aku ini? Bahkan tidak sebanding dengan Azrina.
Jun Ki bergidik sendiri membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Terlebih jika mengingat tentang Namira.


Apa kabar dia?
Bagaimana dengan dia?
Apa yang terjadi jika dia tahu?


Sungguh ini benar-benar menyiksa. Namun pada akhirnya ia memutuskan dengan segenap keyakinan untuk kembali beberapa hari kemudian ke rumah Azrina, melamarnya secara resmi lalu ditetapkanlah tanggal pernikahan. Segalanya berjalan lancar hingga hari yang ditentukan. Tanpa keraguan.

"Memang dari awal Azrina-lah orangnya.." Begitu Jun Ki meyakinkan dirinya.

.
.
.

🍁🍁🍁🍁

To be continued

katakan YES kalau mau double up!

kamsahamnidaaaaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro