21 - Menjaga Hati
Assalamualaikum, guys.
Gimana puasanya? Masih semangat, kan?
Masih 3 hari nih, semoga semangat ibadahnya belum kendor, yaa!
Okay, seperti janji sebelumnya. This is it, the next chapter.
Enjoy! Please click the star first 💕
🍁🍁🍁
A
zrina baru saja menyelesaikan rangkaian ibadah umrahnya ketika Mekkah memasuki waktu shalat Isya. Ia tak henti memuji Allah, bersyukur atas kekuatan yang diberikan sehingga ia mampu menyelesaikan thawaf dan sa'i tanpa kendala yang memberatkan seperti yang dikhawatirkan orang tuanya sejak awal.
Setelah selesai tahallul atau mencukur rambut minimal tiga helai, sebagai akhir dari rangkaian ibadah umrahnya, Azrina bergabung bersama jamaah lainnya untuk menunaikan shalat isya berjamaah.
Ada haru yang menyeruak ketika suara imam terdengar mengumandangkan takbirnya lalu mulai membaca surah Alfatihah.
Dalam hati Azrina bersorak, Syaikh Maher Al Muaiqly!
Imam masjidil haram yang lantunan tilawahnya sangat difavoritkan Azrina. Betapa bahagia dirinya disambut oleh suara syaikh favoritnya ketika baru tiba di Mekkah. Airmatanya tumpah begitu saja mendengar lantunan ayat demi ayatnya.
Ia ingat, saat pertama kali Lee Jun Ki mengimaminya, lantunannya mirip seperti syaikh Maher Al Muaiqly. Tidak terlalu sama persis, tapi mendekati, apalagi tipe suara Jun Ki yang memang hampir sama dengan syaikh Maher. Hingga Azrina terbiasa dengan suara Jun Ki mengimaminya, mendengar syaikh Maher memimpin shalat kali ini, membuat hatinya dipenuhi rasa rindu yang membuncah pada sang suami.
Tak habis-habis airmata Azrina meski menangis tiada henti. Betapa ia rindu, diimami oleh Jun Ki ... Azrina terhanyut dalam emosi, ia mengisak dengan tubuh yang berguncang meski shalatnya masih di permulaan, merasa dirinya tengah shalat bersama suaminya saat ini.
Untungnya, bacaan surah Ar Rahman yang dibaca syaikh Maher selepas Fatihah mengembalikan kekhusyu'an Azrina. Benar. Ia sedang di Masjidil Haram, diimami imam besar. Bukan suaminya, sebab suaminya hingga kini belum berani membaca surah Ar-Rahman dalam shalatnya, karena ia —entah mengapa—masih saja kesulitan menghafalkan surah Ar-Rahman. Padahal menghafalkan surah-surah lain sangat mudah baginya.
Lee Jun Ki, suaminya itu. Apa kabar dia?
Sedang apa dia?
Ia shalat bersama siapa?
Mungkinkah kini ia shalat mengimami Namira?
Masihkah Azrina bisa mendengar suara tilawah Lee Jun Ki suatu hari nanti?
Atau memang tak ada satu hari lagi yang tersisa bagi mereka?
Tidak.
Sama sekali Azrina tak boleh berpikir demikian, sekalipun Jun Ki memang benar berlaku zhalim padanya.
Faktanya, tidak bisa dipastikan Jun Ki benar-benar mengkhianatinya. Apalagi hingga hari ke empat di tanah suci, suaminya itu masih berusaha meminta maaf sembari menceritakan segala yang terjadi dari awal. Menyangkal apapun yang mungkin bisa disangkakan Azrina pada dirinya.
Bahkan Jun Ki mulai membuka satu persatu rahasianya.
Semuanya.
Termasuk tentang mengakui Namira sebagai istrinya selama di Korea, dengan menyertakan alasan tentunya.
Memang cukup menyakitkan di awal. Seperti dugaan Jun Ki bahwa membongkar rahasianya hanya akan membuat Azrina bersedih. Azrina prihatin atas apa yang menimpa Jun Ki di masa lalunya, terlebih ketika menyadari betapa kekanakannya ia berpikir bahwa Lee Jun Ki telah mengkhianatinya, padahal suaminya itu sedang berjuang sendirian, sama seperti dirinya.
Segalanya menjadi kemakluman pada akhirnya.
Azrina, memaafkan Jun Ki lalu memohon maaf kepada Jun Ki pula.
Kedepannya, Azrina harus menjadi lebih kuat, sebab dialah yang akan membantu Jun Ki menciptakan bahagia di rumahnya. Ya, Dirinya sebagai pendamping Lee Jun Ki. Bukan orang lain.
Bagaimanapun, ia harus menyelamatkan rumah tangganya.
Ini baru ujian pertama, mengapa ia harus menyerah pada badai gelombang pertama? Azrina tak selemah itu!
Namira juga tak tinggal diam, berusaha membantu Lee Jun Ki meyakinkan Azrina bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi diantara keduanya, selain karena kebetulan yang sedikit rumit saja.
Meski tak bisa dikatakan lancar, hubungannya dengan Azrina perlahan mulai membaik. Beberapa kali mereka bertukar kabar melalui telepon, tak lagi canggung untuk berbagi cerita selayaknya dahulu mereka. Bahkan Azrina menceritakan pada Namira tentang Furqon yang secara ajaib juga ditemuinya disini.
Respon Namira?
Tentu saja histeris.
Siapa yang tak kenal Furqon Azizi?
Bang Furqon.
Seorang influencer di media sosial yang soleh tapi kekinian.
Lantunan suara tilawahnya yang mengagumkan, serta wajahnya yang tak kalah cemerlang dari oppa-oppa Korea, dibalut gaya berpakaian yang trendi, ditambah statusnya saat ini tercatat sebagai mahasiswa Universitas Islam Madinah, fakultas Syariah jurusan Ushul Fiqh...
Membuat followersnya yang sebagian besar adalah wanita tak malu-malu meninggalkan jejak di kolom komentar foto atau video yang dibagikannya, kalimat-kalimat seperti; calon imamku 💓 — yaAllah semoga jodohku seperti Bang Furqon ... Atau sejenisnya. Tentu saja, komentar nirfaedah semacam itu tak pernah digubris si empunya akun. Meski pembawaannya humoris, Furqon tetap piawai menjaga muruah di depan publik. Ia hanya membagikan hal-hal yang bermanfaat menurutnya tanpa merespon komentar yang beruntun setelahnya. Tugasnya hanya mem-posting sesuatu yang berupa ajakan untuk ke arah yang lebih baik, tapi dikemas dengan konten yang menarik, targetnya untuk mengarahkan remaja atau pemuda-pemuda di puncak gemilangnya usia agar tidak menyia-nyiakan potensi besar mereka, berkarya, menebar manfaat sekaligus tetap mengedepankan Allah dari segalanya.
Dengan mengusung slogan, "Masa mudamu, bagaimana kau habiskan?"
Beberapa kali ia diundang mengisi kajian atau seminar agama yang pesertanya membludak. Tentu saja mayoritasnya adalah akhwat.
Termasuk sejak di Madinah, ia membantu mengurusi travel sembari ikut terjun membimbing ibadah umrah para jamaah.
Kecuali di depan Azrina, anjlok sudah image-nya.
Entahlah ... Furqon ini, berlaku konyol dihadapan Azrina belakangan ini menjadi hal yang candu baginya.
Dan entah karena Azrina bukan orang yang aktif ber- sosmed atau memang dasarnya dia tidak pernah peduli pada obrolan tak berfaedah yang menyangkut kaum adam, hiruk pikuk tentang Furqon Azizi ini tak sampai di telinganya kecuali hanya sekilas saja dari Namira. Dan itu disangkanya karena Namira memang sering ia ceritakan tentang Furqon di masa kecilnya. Hanya itu. Padahal, beberapa teman kuliahnya juga heboh jika sudah membahas si Bang Furqon ini. Azrina hanya benar-benar tidak tahu, bahwa Bang Furqon itu adalah Furqon nya yang jahil dan menyebalkan dulu lalu kini menjelma prince charming dambaan ribuan kaum hawa diluar sana. Yang berharap bisa shalat satu shaf di belakangnya.
Azrina tergelak tertahan demi mendengar Namira —yang juga merupakan pengikut akun instagram Furqon— membongkar fakta tentang 'malaikat penjaganya' itu dengan berapi-api.
Masalahnya, beberapa hari bersama Furqon disini, sama sekali tidak ada tanda-tanda orang ini merupakan orang yang berpengaruh positif di dunia maya. Tingkah konyolnya bahkan sering membuat Azrina lupa bahwa laki-laki itu adalah calon ulama masa depan.
"Cieee, calon menantu idaman para orang tua ... Bisa keren begitu gimana sih, Nak ... ?" goda Azrina ketika Furqon selesai mengobrol dengan seorang jamaah paruh baya usai memberi tausiah singkat pada rombongan travel di pelataran Ka'bah. Azrina yang tak berapa jauh dari mereka bisa mendengar percakapannya dengan cukup jelas.
"Yes I am ... Susah sih terlahir jadi orang keren, jadi banyak fans," sela Furqon sambil merapikan rambutnya dengan jari. "Mau daftar jadi anggota fansclub aku? Atau mau jadi ketuanya?~~~"
"Duh, narsisnya ... Tapi itu kenapa nggak tadi diterima?" tanya Azrina perihal percakapan Furqon dengan ibu tadi, Furqon ditawari anak gadis sang ibu untuk diperistri. Ya semacam itu.
"Udah sering digituin sama ibu-ibu jamaah umroh ... Masa semuanya harus diterima? Bolehnya kan cuma empat~"
"Huuu, maunyaaa! Eh, tapi pasti beruntung banget deh gadis yang nanti jadi istrinya Bang Furqon Azizi nan ganteng sholeh maksimal ini ..." Furqon tersenyum lebar mendengar pujian Azrina barusan dengan nada gurauan.
"Kamu nggak berminat buat jadi gadis yang beruntung itu?" ucap Furqon sambil menahan tawa dengan kedua alisnya yang sengaja dinaik-turunkan.
Sontak ia dihadiahi lirikan mata tajam dari Azrina, lengkap dengan bibir bawahnya yang dimajukan beberapa senti.
"Tuh'kan, tapi ini loh ... Candaannya, ngeselin. Belum lagi modusnya ... Aku curiga, kerjaan kamu disini selain tebar pesona sama ibu-ibu, juga ahli modusin anak perawan orang, ya?" Furqon hanya terkekeh. "Gara-gara kamu, citra baik UIM dimata aku jadi rusak, Qon!"
"Dih! Kok gitu? Salah gueee? Please deh, Fah ... Hidup itu jangan diseriusin. Bercandain aja. Toh kita nggak selamanya disini, kan? Kalo terlalu serius, yang ada hidup cuma monoton. Lahir, nangis, makan, tidur, trus mati. Begitu aja? Aku mah ogah."
"Ya bukan itu maksud aku, Qon. Lagian dunia 'kan bukan tempat main-main. Tapi tempat mengumpulkan bekal untuk ke akhirat."
"Akan lebih menyenangkan mengumpulkan bekal sambil tertawa. Asal tahu kapasitas dan kondisi aja. Dimana kita harus bercanda, sebanyak apa ... Trus dimana kita harus serius. Kapan kita boleh tenang, kapan kita harus membangkitkan ghirah," Furqon menimpali. Meski tidak membantah apa yang dikatakan Azrina. "Bukannya kita sering berdoa meminta kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat?"
Azrina menoleh pada Furqon memberi tatapan seolah menuntut penjelasan, "menurut aku, bahagia di dunia ya begini. Bisa tertawa, bercanda, bersama keluarga dan orang-orang tercinta. Menebar energi positif seluas-luasnya dan orang lain pun akan mengembalikan hal positif pada kita, itu adalah kesuksesan dunia yang berdampak pada kesuksesan akhirat kita. Ngerti nggak? Lagian, bahagia di dunia sama orang-orang tersayang yang bikin kita berharap agar kelak di surga kita kembali dipertemukan, kan?" kedua alis tebal Furqon terangkat.
"Kalau nggak seneng sama orang mah, ngapain mau ketemu lagi. Hus hus aja mendingan," jelas Furqon panjang lebar.
Azrina mengangguk sambil merekatkan kedua bibirnya dengan sedikit tekanan hingga terdengar suara "mmmm ... "
"Tapi kamu nggak ada positif-positifnya sama aku, Qon. Bikin kesel melulu."
"Ya elah, Fah. Anggap aja kamu itu pelarian. Abisnya, kalo sama kamu, energi positifnya kesedot kamu semua deh kayaknya ... Aku jadi nggak punya apa-apa ... Selain cinta ... *eh..." Furqon buru-buru menepuk bibirnya yang baru saja salah bicara.
"Eh, Ya Allah ... Fakultas syariah juga ada mapel gombal gitu, ya, Qon? Ahli banget kayaknya ..."
"Duh, Fah. Jangan bawa-bawa jurusan dulu bisa nggak? Lagi lelah-lelahnya sama buku-buku arab yang tebal dan berat nih ... Kalo liat kamu kan jadinya pengen cepet-cepet bikin buku nikah ... Wakakakakaaaaa."
"Furqon Azizi! Udah, ya! candaan kamu udah kelewatan. Aku nggak mau jalan ditemani kamu lagi!" Azrina geram lalu berjalan beberapa langkah mendahului Furqon, keluar dari masjid.
"Cie, baper, cieee ... Kalo suka bilang aja, Fah. Aku yakin Om Ali restuin kita. Kalopun nggak, kita kawin lari aja, tuh, di depan Ka'bah," sedikit berlari menyejajarkan langkahnya dengan Azrina, Furqon masih bergurau tiada henti.
Hingga saat ini, sulit untuk Azrina menebak apa yang diucapkan Furqon itu gurauan atau benar-benar sungguhan dari isi hatinya. Pasalnya, Furqon memang selalu begitu. Sulit dipercayai pada situasi tertentu.
Tapi demi menghindari hal buruk di kemudian hari, Azrina menegaskan bahwa dirinya telah bersuami.
"Eh, solat di Masjidil Haram pahalanya ribuan kali lipat. Bohong juga dosanya berlipat-lipat, loh, Fah ..."
Azrina bisa apa jika Furqon menolak mempercayai statusnya sebagai perempuan bersuami?
Furqon ini memang benar-benar menaruh hati padanya? Atau hanya sekedar senang menggodanya saja?
Duh ... Bertemu Furqon di tanah haram ternyata merupakan ujian tersendiri bagi Azrina.
🍁
Hari ke dua di Mekkah hampir berakhir. Azrina sedang berada di lantai tiga Masjidil Haram. Hari ini ia berniat untuk shalat di lantai yang berbeda dari biasanya.
Sambil menunggu waktu adzan, Azrina mengetik pesan pada Lee Jun Ki, mengabari dirinya baru saja kembali dari perjalanan ziarah mengelilingi kota Mekkah, mengunjungi jejak-jejak peninggalan sejarah. Di akhir pesannya, Azrina menuliskan harapan, semoga suatu hari ia kembali kesini lagi bersama dengan Lee Jun Ki.
남편님 💍:
Amiiin.. Miss you, my Queen. 😘
Pap, Please...
Me:
*sending picture*
Beberapa foto dikirim Azrina kepada Lee Jun Ki, fotonya ber- selfie saat di Jabal Rahmah. Ada juga fotonya sendirian tengah tersenyum indah pada sesuatu yang entah apa. Furqon berhasil mengabadikannya lewat jepretan kamera tanpa disadari Azrina, belakangan Furqon mengiriminya dengan penuh rasa bangga. Tidak ketinggalan foto bersama Ummi dan Abi, juga foto rombongan satu travelnya.
남편님💍:
Itu cowok, siapa sih?
Kayaknya di setiap foto, dia
dekat kalian terus, 😒😈
Belum tau dia di rumah Prof. Ali udah nggak ada lowongan?😏
Me:
😅😅😅
Loh, bisa pas begitu posisinya ya?
Orang travel, Sayang
Namanya Furqon
남편님💍:
Oh kenalan?
Me:
Na'am..
Dulu rumahnya sebelahan. Baru ketemu lagi disini setelah sekian lama.. 😊😊😊
남편님💍:
Sepertinya akrab ya.. 😌
Seneng banget kelihatannya...
Ingat suami ya, Mrs... 😌😌😌
Me:
kenapa Oppa?? justru karena ingat oppa. makanya dikabari terus.. kangen malah...
💓💓💓💓💓💓💓💓
Tak ada balasan lagi dari Lee Jun Ki meski terlihat tanda pesan Azrina telah dibacanya.
Duhai, lelaki dengan segala tumpukan ego dan harga dirinya. Hanya karena melihat foto istrinya dekat dengan seorang pria yang penampilannya lumayan bisa menyainginya, seketika ia lupa, siapa yang lebih dulu menetap satu atap dengan perempuan asing yang diakui sebagai istri, tanpa sepengetahuan istrinya yang asli. Sebut itu kekanakan. Pada dasarnya lelaki memang seperti itu.
"Ya Allah ... Apa lagi ini?" Azrina menatap layar ponselnya dengan tatapan kelelahan, membuang napas berat lalu memasukkan benda persegi panjang tipis dengan logo buah apel bekas tergigit itu ke saku gamisnya. Ia menopangkan dagunya pada tembok yang memagari lantai tiga yang berfungsi sebagai pengaman. Dari posisinya ini, ia bisa melihat aktifitas di pelataran ka'bah secara keseluruhan. Riuh para hamba Allah yang mengemis kasih-Nya. Berthawaf, memanjatkan segala harap. Bermunajat, seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas beribadah di tempat impian yang rela mereka tukarkan dengan tanah ataupun ternak mereka yang berharga.
"Kamu udah bosan hidup?" suara itu membuat Azrina terperanjat. Si pemilik suara bahkan juga terkejut tak menyangka respon Azrina akan setotalitas itu.
"Furqon Azizi! Usil banget, deh ... Ya Allah ... " omel Azrina masih berusaha mengontrol detak jantungnya.
"Maaf, Az ... Nggak nyangka kamu bakal sekaget itu ... Kan aku nggak ngagetin," Furqon menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya. Memelas.
"Tapi kamu tiba-tiba muncul begitu 'kan bikin kaget ... " Azrina benar-benar hampir menangis. Mungkin saat ini jiwa dan raganya benar-benar sedang lelah. "Pake segala ngomong yang gak penting, udah bosan hidup? Apaan coba itu ..."
"Yaaa, kamunya. Berdiri disitu nggak semangat banget, mirip orang yang lagi ngumpulin keberanian buat terjun bebas kebawah sana," jawab Furqon seadanya. Ia jujur kali ini. Azrina memang terlihat semenyedihkan itu di matanya.
"Astagfirullah, Qonzi. Sembarangan ih. Ada gitu orang yang mau bunuh diri di tempat suci ini?"
"Eh jangan salah. Beberapa orang percaya, berada di depan Ka'bah berarti sedang dekat sekali dengan Allah. Maka, bunuh diri disini berarti meninggal di dekat-Nya."
"Nggak masuk akal! Ngarang banget kamu, Qon," Azrina menganga tak percaya.
"Eh, nggak percaya. Baru-baru ini kejadian. Mungkin karena didukung dengan depresi yang berat ... Lalu dia pikir, nggak ada tempat yang paling baik untuk mati kecuali disini. Fyuuuung, terjun deh ..."
"Naudzu-billahi min dzalik ... Harusnya orang itu tahu, bunuh diri itu mau di tempat suci sekalipun, tetap saja dosanya besar. Nanti di Neraka, dia kerjaannya terjun terus dari atas ... Bener kan, Qon? Haditsnya begitu?"
Furqon mengangguk. Lalu membaca keseluruhan terjemahan hadits yang dimaksud Azrina; "Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka Jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara meminum racun maka ia akan selalu menghirupnya di neraka Jahannam dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara terjun dari atas gunung, maka ia akan selalu terjun ke neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya,” (Hadits Riwayat Muslim)
"Btw, obrolan kita kali ini faedah sekali ya, Az ... Rada aneh rasanya hahaha,"
"Yah, mulai lagi deh," Azrina memutar bola matanya. Membuat Furqon tergelak.
Kumandang adzan menghentikan percakapan mereka. Furqon lalu membantu Azrina mencari tempat shalat di bagian shaf wanita, setelah itu baru Furqon mengambil tempat yang tidak jauh dari Azrina. Keduanya larut dalam khidmat memuji Allah dan menguntai doa-doa.
"Pulang yuk, Az. Aku kesini disuruh Om Ali jemput kamu," ujar Furqon seusai shalat ketika ia kembali menghampiri Azrina.
"Az banget, Qon? Udah nyerah manggil aku Fifah?"
Mereka berdua mulai berjalan menuju pintu keluar Masjidil Haram. Tak ada yang curiga pada sepasang muda-mudi ini. Mungkin beberapa orang benar-benar menyangka mereka pasangan pengantin baru yang masing-masing masih malu-malu.
"Abis kamu udah nggak marah kalo dipanggil Fifah. Nggak seru lagi deh," jawab Furqon santai.
"Hah? Jadi kamu manggil Fifah cuma karena pengin aku marah-marah?" Azrina mengerjap, "kirain gara-gara kamu nggak suka aku panggil kamu Qonzi," lanjutnya yang lagi-lagi membuat kedua mata Furqon menyipit karena tawanya.
"Aku suka kok dipanggil Qonzi. Aku anggap itu panggilan sayang," seru Furqon tak segan-segan.
"Siapa juga yang sayang, yeee," sergah Azrina.
"Jadi nggak sayang nih? Bener?"
"Ya Allah ini orang kenapa sih?" batin Azrina.
"Yaaa ... Sayang sih. Tapi ..." belum selesai Azrina dengan kalimatnya, Furqon langsung menyela, "aku juga sayang kamu. Berarti sekarang kita jadian. Cieeee ... "
"Qonzi, kamu sehat? Kayaknya kamu kebanyakan makan daging onta, ya, sejak disini?"
"Salah. Efek kelamaan jomblo kayaknya. Hehe," koreksi Furqon.
"Ya udah, segerakan atuh ... Emang udah usia wajib kayaknya kamu tuh," Azrina sok bijak memberi saran.
"Ya udah, yuk?" timpal Furqon.
"Apaan?" Azrina menghentikan langkah.
"Katanya suruh segera, ayok. Menghadap ke wali kamu," jawab Furqon, kepalanya menoleh pada Azrina, lagi-lagi disertai senyumnya yang kelebihan gula.
"Aku tau kamu senang bercanda, Qon. Tapi kalo candaannya begini, lebih baik dikurangi ya ... Nggak baik bercanda seperti ini sama istri orang,"
"Emang istri siapa kamu, Naaak. Jangan halu."
"Siapa yang halusinasi? Aku serius, Qonziiii. Ana mutazawwijah! Kamunya aja yang nggak mau percaya."
"Mana buktinya? No pic, hoax."
"Oke, sebentar, ya." Azrina merogoh ponselnya di dalam saku, demi memperlihatkan bukti akurat tentang statusnya pada Furqon. Terakhir kali ia menunjukkan cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya, Furqon malah tertawa. Katanya, Azrina belum cukup mahir untuk mengarang cerita, "cincin apa saja bisa dipakai lalu disebut sebagai cincin pernikahan, bukan?"
Pernah juga Azrina menyatakan bahwa dirinya tengah hamil. Lalu dijawab Furqon dengan sarkas, "mana ada orang hamil kurus begitu?"
Kali ini, Azrina yakin Furqon akan berhenti mengusilinya jika melihat fotonya bersama Lee Jun Ki.
Tapi tunggu,
Kemana semua fotonya?
Saat ini Azrina benar-benar menyesali mengapa sebelum berangkat umrah, ia memindahkan semua foto-foto dari ponselnya ke tempat yang lebih aman. Ia mengosongkan memori ponselnya agar ada ruang yang cukup untuk foto-foto selama perjalanan spiritualnya. Azrina yang malang. Hanya tersisa satu foto yang diambilnya dari profil Lee Jun Ki pada aplikasi messenger pria itu. Itupun, tak ada Azrina bersamanya.
"Nih. Ini suamiku. Cuma ada foto itu. Yang lain dipindahin ke laptop," ragu-ragu Azrina menyodorkan ponselnya pada Furqon. Ia yakin, foto itu belum cukup untuk menjadi bukti bagi Furqon.
Tidak disangka.
Laki-laki berkulit putih itu tiba-tiba terperangah.
"Azrina ... Aku nggak nyangka," kalimatnya terhenti beberapa saat, "ternyata kamu ..."
"Iya, aku udah nikah, Qon ... "
"Ternyata kamu, anak k-pop yang suka ngaku-ngaku jadi istri idolanya juga ya? Haqqon? (beneran nih?) Hahaha,"
Grrrr...
Azrina geram bukan main. Andai saja boleh, ingin sekali ia menarik kuping laki-laki yang sedang tertawa mengejek dihadapannya ini.
"Ter-se-rah!" jawab Azrina ketus, lalu berjalan sendiri meninggalkan Furqon yang masih tertawa kecil dibelakangnya.
"Jadi ... barusan aku ditolak, nih?" kata Furqon saat langkahnya mulai mendekati Azrina.
Azrina melirik sekilas, lalu kembali fokus pada jalanan. Tidak menjawab.
"mal-ladzi yanqushu minni fii hayaatikiiii ..." (apa kurangnya aku di dalam hidupmu)
Furqon malah berdendang ria.
"Nggak lucu!" Azrina menjawab sinis.
"Ayolah, Az. Aku kurang apa sampe kamu tolak dengan alasan kamu udah punya suami? Aku kurang cakep? Kurang soleh? Kurang lucu? kurang imut? Atau jangan-jangan aku kurang jelek, ya? Ayo dong, Az ... Jangan ngambek gitu laah. Jadi cantik kamunya. Nanti aku khilaf,"
"Furqon! Kamu emang terbiasa to the point gini ya kalo ngomong?"
"well ... Kita sudah sama-sama dewasa. Sudah saling mengerti kemana arah pembicaraan kita. Ngapain ribet-ribet main kode-kodean? Masa kalah sama anak SD yang udah Ayah-Bunda-an."
"Tapi maaf, Qon. Bukan aku orang yang seharusnya kamu halusin begini... Aku - sudah - ber - suami" Azrina menekankan.
"Iya. Aku tahu. Aku kan udah liat tadi, suami kamu yang orang Korea itu. Pffttt," Furqon menahan tawa. Dibalas Azrina dengan membentuk kerutan di keningnya tapi melotot matanya.
"Aku juga kemarin ditembak Song Hye Kyo. Tapi aku tolak karena dia nggak mau ninggalin karirnya demi berjuang menuju surga sama aku. Hahaha,"
"Kenapa kamu susah banget percaya sih, Qon? ... " Sejujurnya, Azrina sangat lelah dengan ini. Sangat sangat lelah.
"Percaya sama kamu? Musyrik!" Furqon terkekeh sebentar. "Banyak hal yang bikin aku susah percaya, Az," ujarnya kemudian ketika tawanya mulai reda. Nada bicaranya terdengar serius kali ini, "Pertama; katanya kamu udah nikah. Kalo emang iya, suami kamu mana? Suami mana yang nggak nemenin istrinya umrah sedangkan dia berkecukupan dan tidak ada udzur syar'i? Padahal umrah sama pasangan pasti akan jauh lebih menyenangkan. Tuh liat tuh, disana sini suami istri pada mesra banget. Baper nggak?"
Deg. Azrina tertohok. Dalam hati ia membenarkan, seharusnya Lee Jun Ki yang menemaninya disini.
"Dia kerja. Sibuk. Susah atur jadwalnya," jawab Azrina asal bicara.
"Nah itu. Kedua; suami macam apa yang lebih mementingkan kerjaannya daripada istrinya yang cantik jelita?"
Azrina mulai terpancing. Di satu sisi ia menyetujui pernyataan Furqon, tapi disisi lain ia tak terima seseorang berspekulasi buruk tentang suaminya.
"Ya, suami yang macam suamiku. Lagian, dia lagi nggak di Jakarta waktu aku izin berangkat. Dan berangkatnya tiba-tiba. Nggak bisa dong dia mendadak begitu."
"Nah kan! Ketiga; kalau emang dia suami yang baik ... Dia pasti susulin kamu, walau harus ke bulan sekalipun. Lagian kenapa juga sampe berangkatnya mendadak? Kecuali kamu emang lagi ada masalah sama dia. Makanya kamu umrah sendiri. Aaaah, muka kamu tadi emang keliatan ngenes, sih, mirip orang yang hancur hatinya karena suaminya izin poligami."
Tak tahan. Azrina memukulkan sajadah yang digenggamnya ke punggung Furqon yang seenaknya saja mengatakan hal yang tidak-tidak.
Azrina benar-benar kesal. Bukan karena Furqon yang asal-asalan berbicara. Tapi karena apa yang dikatakan Furqon memang ada benarnya.
Ia juga diam-diam mempertanyakan, mengapa Jun Ki tidak menawarkan diri menemaninya umrah waktu itu? Benarkah dirinya tidak lebih penting dari pekerjaan Jun Ki? Atau mungkin Namira jauh lebih penting?
Azrina menggeleng kuat. Melenyapkan segala buruk sangka yang muncul di otaknya.
Hampir saja ia mencurahkan segalanya pada Furqon saat itu juga. Tapi urung ia lakukan. Yang terjadi dalam rumah tangganya, cukup ia dan suaminya saja yang tahu.
"Kenapa kamu harus begini, Qon? Maksud aku ... Kenapa harus, aku? Mendingan kamu pilih aja satu dari banyak followers kamu di instagram itu. Pasti banyak yang lebih baik dari aku. Masih single pula.
"Kalau Allah sudah pilihkan kamu untuk aku, kenapa aku harus repot-repot pilih sendiri?" jawab Furqon penuh keyakinan sembari melipat kedua tangannya di dada dan matanya melirik ke arah Azrina.
Azrina bergidik dibuatnya. Tapi tak merespon apa-apa. Tak berminat lebih tepatnya.
Perjalanan mereka menuju pintu masuk hotel yang sudah kelihatan pun hening seketika. Hanya Furqon yang tampak ragu-ragu tiap kali ia hendak membuka suara.
"Duluan, ya," suara Azrina memecah keheningan ketika mereka keluar dari lift yang mengantar mereka tiba di lantai yang mereka tuju.
"Azrina, tunggu ... " Azrina menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Furqon. "Ya?" tanyanya.
"Kamu nggak bener-bener baper sama gombalan-gombalan aku tadi, kan?" Azrina mengerutkan kening, tubuhnya telah diputarnya jadi berhadapan dengan Furqon.
"Maksud aku, kamu nggak bener-bener nyangka aku serius sama kamu, kan?" lanjut Furqon yang nampaknya kesulitan memilih kata yang tepat.
"Nikah maksudnya?" tebak Azrina.
"Mm hm. Apapun yang aku bilang tadi, jangan dimasukin hati, ya. Anggap aja aku lagi latihan buat gombalin istri aku nanti."
"Ch! Terus ajaaa jadiin aku tempat latihan. Latihan taekwondo, latihan ceramah, trus sekarang latihan gombalin cewek? Kalo aku kenain tarif jadi bisa buat umrah lagi kayanya."
Keduanya tertawa.
"Emangnya udah ada calonnya, Qon? "
"Oh jelas ada dong. Disini." Furqon menunjuk ke dadanya. "Di dalam sini, sudah tertulis namanya. Eaaaaa,"
Lagi-lagi mereka tertawa dan saling melempar canda hingga Azrina pamit masuk ke kamarnya. Furqon pun kembali menekan tombol lift untuk naik ke lantai atas dimana kamarnya berada.
Saat baru memasuki kamar hotel, orangtuanya justru sedang bersiap hendak keluar. "Cari makan, bosen makanan hotel ... Mau ikut nggak? Atau nunggu aja?" Abinya menawarkan.
"Nunggu aja deh, Bi ... Azrina agak capek, mau istirahat sebentar. Azrina shawarma aja ya, Bi. Jangan nasi ..." jawab Azrina sambil duduk di ranjang lalu melepas kaos kaki dan kerudungnya.
"Eh harus nasi. Kasian cucu Ummi, nanti Ummi sekalian beli jus ... Furqon mana? Tadi sama kamu, kan?"
"Lagi nggak pengen jus, Mi... Halib yang rasa mangga aja, ya ... Furqon baru aja pergi, mungkin udah ke kamarnya ... Kenapa emangnya?"
"Ada lagi nggak yang kamu mau? Ntar Ummi sekalian minta Furqon anterin ke Bin Dawood."
"Furqon diajak? Kasian dia juga capek itu, Mi."
"Ululu, perhatian banget. Anak muda nggak boleh capek. Udah kamu istirahat sana, Ummi Abi pergi dulu yaaa... Assalamualaikum,"
Azrina menjawab salam sambil mengoceh. Umminya itu sepertinya lupa jika anaknya sendiri masih seusia dengan Furqon.
🍁
Malam yang berat bagi Azrina.
Setelah membersihkan diri, ia merebahkan dirinya di kasur. Sesekali mengusap-usap perutnya, mengajak berbicara makhluk yang mulai hidup didalamnya.
Bibirnya tersenyum senang, akhirnya Furqon melenyapkan kekhawatirannya. Kekhawatiran akan kemungkinan ia mematahkan hati pemuda itu karena mencintainya yang sudah lebih dulu dinikahi orang lain.
Bohong jika Azrina tidak merasakan desiran dalam hatinya tiap kali Furqon melemparkan gurauan bernada gombal semacam itu. Ayolah Dia - seorang - wanita —
Hanya saja, hal itu tidak benar. Maka ia harus dengan tegas meminta Furqon untuk menghentikan aksinya yang buruk bagi kesehatan hati itu.
(author note: Now playing ▶ Fatin Shidqia - Aku Memilih Setia )
Duh aduh... Bang Jun Ki, istrinya mulai goyang tuhh... Jempuutttt.
———
Dalam hati ia berjanji, mulai hari ini ia akan menjaga jarak dengan Furqon. Meskipun kedekatan mereka masih terbilang wajar, karena tetap menjaga batasan-batasan non-mahram. Tetapi, menurutnya ini sudah terlalu jauh sebab mulai berurusan dengan hati.
Selain ia tak ingin melukai hati Furqon pada akhirnya, meskipun ia tidak tahu apa yang disembunyikan Furqon dalam hatinya.
Ada hati yang lebih penting untuk ia jaga.
Hati milik seseorang yang sangat jelas menampakkan ketidak-sukaannya pada laki-laki asing yang terlihat akrab dengan keluarganya itu melalui pesan yang ia kirim tadi.
Cemburu atau bukan? Lebih baik Azrina mencari aman. Baru saja satu masalah ia selesaikan. Jangan sampai Furqon menjadi prahara kedua bagi biduk rumah tangganya dengan sang Oppa.
Azrina sadar, beberapa hari ini ia sedang mengendorkan prinsip-prinsip yang selama ini dipegangnya erat-erat. Dan kini saatnya, ia kembali pada prinsipnya itu.
Bahwa tidak ada ikatan halal yang bisa terjalin antara pria dan wanita yang bukan mahram kecuali pernikahan.
Benar.
Katakan Azrina terlalu kaku.
Memang dirinya sebenarnya begitu.
Selain Furqon, tak ada lagi teman lelaki yang dimilikinya. Itupun, setelah beranjak remaja, Furqon dianggap bukan lagi temannya. Ia benar-benar menjaga diri dari fitnah yang bisa ditimbulkan karena berhubungan dengan lawan jenis.
Lalu ketika bertemu Furqon setelah dewasa, mungkin Azrina memang kecolongan.
Namun mulai saat ini tidak lagi.
Seberapa besar rasa sayangnya pada Furqon sebagai teman. Di mata Allah, hubungan mereka tetap tidak diizinkan.
Sebab, meski dikemas dengan label apapun ... Keakraban antara wanita dan pria non-mahram memang tetap tidak halal, bukan?
Keakraban mereka harus segera diakhiri.
Tanpa tapi.
Tanpa nanti.
🍁
Sementara itu, ketika matahari di langit kota kelahiran Rasulullah mulai meninggi, seorang pemuda sedang berjalan menuju puncak Jabal Nur.
Hanya dirinya dan Allah yang tahu, apa yang ingin dilakukannya disana.
Dengan langkah yang lebar-lebar, dengan cepat ia tiba di puncak. Kain imamah yang disampirkan di kedua pundaknya terkepak-kepak oleh hembusan angin.
Pemuda itu,
Furqon.
Menatap nanar pada gurun pasir yang luas dan bangunan-bangunan persegi kediaman khas penduduk setempat.
Apakah ia patah hati?
Entahlah.
Furqon memang senang menyendiri ketika dia ingin. Atau saat pikirannya terasa buntu, atau sedang merasa terganggu.
Pada langit kugantungkan sebuah asa.
Pada angin kubisikkan sebuah nama.
Pada gurun kuceritakan betapa aku cinta.
Mungkin terdengar mengada-ada
Atau justru bercanda.
Tapi tanyakan pada mereka, sudah berapa lama kujaga hatiku untuknya.
Ketika kuukir namanya
Pada hatiku dengan sempurna
Lalu ku kunci serapat-rapatnya
Agar tak hilang atau terganti dengan nama lainnya.
Kau, alasan terindah untukku setia.
Azrina Haura...
Begitu Furqon bersajak dalam heningnya.
Sekalipun hati kecilnya mempercayai Azrina kini tak lagi bisa digapainya.
Namun seluruh anggota tubuhnya menolak untuk percaya.
Azrina mungkin belum bisa menerimaku saja.
Memang seharusnya, kuminta dia pada ayahnya, dan Tuhannya tentu saja.
Tekadnya dalam hati.
Furqon yang malang ...
🍁🍁🍁
To be continued.
Acie cieeeee... Baper ga?
Maaf, episode ini mengandung banyak recehan yang gak jelas. Huehueee
Tolong dooong itu
Babang Furqooonnn disadarkan. . .
Biar gak kelamaan
Menolak patah hati. Wkwkwkk
*apa kurangnya akuuu didalam hidupmu, dedeqqq?
Selamat menikmati, ya. Semoga bermanfaat untuk menemani puasa kalian. Ehe.
Wassalamualaikum.
Love,
Calonnya babang Furqon.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro