Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15 - Takdir Rancangan Presdir(?)

Hey heyyy!

Assalamualaikuum!

i'm so sorry karena hari minggu kemarin tidak up dan hari ini juga ngaret banget updatenya, sebagai gantinya insyaAllah hari ini double ya. hehe.

masih ada yang nungguin, kan? harus donggg.

yaudah, skuy dibaca. jangan lupa basmalah, dan klik bintangnya dulu.

***

Jun Ki meninggalkan rumah sakit bersama Hyung Sik ketika Bibi Sung datang tak lama setelah peristiwa memalukan Namira karena khayalan tingkat tingginya. Bibi Sung bersedia menunggui Namira, bergantian dengan Jun Ki yang akan beristirahat di rumah.

Kembali Hyung Sik merasa curiga, jika Namira adalah istri Jun Ki, mengapa ibunya yang harus menemani Namira disini?

"Aku hanya agak lelah. Tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumah, kau tahu, kan?" Jun Ki beralasan. Belum tepat waktu untuk jujur pada Hyung Sik dan Bibi tentang siapa Namira, menurutnya.

Di dalam mobil, Hyung Sik terus berusaha membuat Jun Ki mengatakan yang sebenarnya. Sia-sia.
Jun Ki hanya menjawab singkat, "kau akan tahu, nanti. Bersabarlah."
Bukannya bersabar, Hyung Sik justru semakin penasaran.
Sesulit itukah?

Keingin tahuan Hyung Sik bukan tanpa alasan. Dirinya merasa aneh saja, setiap hari harus memasak untuk istri orang. Mungkin akan lebih baik jika Namira datang hanya sebagai seorang tamu, bukan sebagai istri hyeong nya itu.

"Ayolah, Hyeong! Katakan yang sejujurnya, katakan wanita itu bukan istrimu ..."

"Wae? johahae? - Kenapa? Kau menyukainya?"

"Maldo andwae, Hyeong! - Mustahil, Hyung. Bahkan jika aku gila, perempuan seperti itu bukan tipeku."

Jun Ki terbahak mendengar pernyataan Hyung Sik yang sangat frontal sekali.

"kkeuttji! Wanita itu bukan istrimu, kan Hyeong? Pastinya, kau takkan tertawa jika seseorang mencela istrimu. Benar, kan?"

Jun Ki tak merespon, ia fokus menyetir.

Namun Hyung Sik tak menyerah, baterai-nya masih penuh untuk berkicau tanpa sudah. Lelah dengan kebisingan Hyung Sik, Jun Ki mengeraskan suara dari radio mobilnya.

Lagu kesukaan Tiffany. Hyung Sik akan menghayatinya, biasanya.

Sayangnya, itu tak berhasil. Hyung Sik justru menyertakan Tiffany untuk menyudutkan Jun Ki.

"Aaah. Andai Tiffany masih disini ... Dia pasti takkan suka pada istrimu itu, Hyeong."

"Dia tidak sesuai denganmu, Oppa. Tidak cocok!" lanjut Hyung Sik dengan meniru gaya bicara Tiffany.

"Begitu, ya? Andai Tiffany masih disini," lirih Jun Ki disusul desahan keras membuat Hyung Sik merasakan aura kesedihannya.

"Ya, Hyeong ... Tiffany pasti bisa memilih wanita yang terbaik untukmu!"

"Jika dia disini, dia pasti akan mengikatmu dan menyumpal mulutmu agar kau berhenti mengoceh! Diam atau ku turunkan kau disini!"

Dengan berat hati, Hyung Sik membungkam mulutnya. Siapa yang mau diturunkan di tengah jalan di malam hari saat cuaca sedang minus 10 derajat celcius?

Suasana menjadi senyap, Hyung Sik mencoba terlelap, jalanan Itaewon malam ini pun agak lengang. Jun Ki mengendarai mobilnya dengan tenang.

Sementara itu, di ruang perawatan kelas presiden.

Namira sangat gelisah.
Sesuatu yang mengganggunya sejak tadi, membuatnya sulit memejamkan mata untuk tidur.

Rupanya, pernyataan Jun Ki yang meresahkannya.
Kata-kata Jun Ki yang menyatakan bahwa kesalah-pahaman yang berujung sakit hatinya selama ini adalah tidak seluruhnya disebabkan oleh Jun Ki, tetapi juga dirinya yang sengaja mengirim fotonya bersama Azrina saat Jun Ki meminta fotonya dulu.

Benar. Namira melupakan hal itu.

Kesalahan besarnya, buah dari kejahilannya yang saat itu menurutnya iseng-iseng saja. Di kepalanya, hanya Azrina yang bersalah. Azrina-lah yang mengkhianatinya.

Likuid hangat yang sejak tadi menggumpal di kedua mata Namira akhirnya lolos juga ketika tanpa sengaja ia menemukan foto saat mengetuk-ngetuk secara acak ponselnya.

Foto dirinya bersama sahabat terbaiknya.

Satu-satunya foto yang tersisa disana. Entah bagaimana foto itu tertinggal setelah dengan penuh amarah ia menghapus semuanya saat mendengar kabar pernikahan Azrina dan Jun Ki tempo hari.
Seolah takdir sedang mencandainya, foto itu yang juga dikirimkan untuk Jun Ki dahulu.

Malam ini, ketika salju turun dari langit Korea untuk ke sekian kalinya. Gadis yang dipermainkan takdir hingga terperangkap dalam kamar perawatan elit itu akhirnya menyadari kekeliruannya.

Yang bersalah adalah egonya. Yang terlalu sulit menerima kenyataan hingga menyalahkan segalanya.

Perasaan bersalah kini merundungnya, terlebih ketika mengingat Jun Ki menceritakan betapa hancurnya Azrina ketika mengetahui hubungan mereka. Bukan hancur karena merasa dibohongi, tapi justru karena merasa mengkhianati. Bahkan penyakit Azrina kambuh lagi karena terus mencarinya tanpa henti.
Bagaimana ia bisa melukai sahabatnya sekejam ini?

Apa yang harus kulakukan?

"Aku harus apa, Az?" lirihnya menatapi gambar wanita yang tersenyum ceria di ponselnya itu.
"Hhhhh ... Biasanya cuma kamu yang selalu bisa melenyapkan kebimbanganku dengan solusi-solusi cemerlangmu."

Rindu. Namira rindu. Sangat rindu. Rindu yang mengalir menjadi pilu.
Atau bahkan bertaburan seperti hujan salju.

****

"Berhenti keras kepala, Lee Jun Ki!"

Presdir Lee terdengar hampir habis kesabaran.
Lelaki yang terlahir sebagai putranya itu tetap berdiri angkuh tak merespon perkataannya.

"Penyesalan terbesar saya adalah terlahir sebagai putra Anda. Tubuh ini ... Tubuh kotor ini, jika bisa ... Aku telah menggantinya sejak lama."

"LEE JUN KI!"

Jun Ki sama sekali tak bergidik mendengar bentakan keras ayahnya.
Bahkan sekertaris Kim mulai ketakutan.
Jarang sekali Presdir seperti ini, kecuali saat ia benar-benar murka.

"Jika tidak ada lagi, saya permisi," Jun Ki mulai melangkahkan kaki hendak beranjak pergi, tapi ia memutar tubuhnya lagi, "tolong berhenti mengatur saya. Saya pastikan, apapun yang saya lakukan, takkan ada hubungannya lagi dengan Anda, Presdir."

Presdir Lee justru terkekeh.

"Pikirmu, kau hidup sampai detik ini karena siapa? Hah?! Dengan keangkuhanmu yang mengerikan itu seharusnya kau berakhir sejak lama!"

Harga diri Jun Ki tertampar.

Selama ini, ia hidup dengan kobaran api dendam. Berharap ketika dewasa, ia bisa tunjukkan pada ayahnya bahwa ia mampu. Ia mampu bertahan tanpa bantuan ayahnya.
Seperti itu janjinya saat terusir dari rumah sehabis berbuat onar di masa remajanya.
Sejak saat itu, ia menolak semua tunjangan dari ayahnya. Menjauh dan melenyapkan namanya dari hiruk-pikuk Hanil Grup dimana dirinya adalah satu-satunya pewaris perusahaan itu.

Ia masih bisa hidup tanpa semua itu. Darimana?

"Kau kira darimana kemewahan yang kau nikmati selama ini, bisa kau jawab?"

"Dari Ibu!" suara Jun Ki ikut meninggi.
Presdir justru terpingkal. Tawanya bahkan terdengar sesekali hanya berupa sengal karena menertawai hal yang sangat lucu menurutnya.

"Ibumu? Apa kau lupa bahwa ibumu itu adalah Istriku? Lucu sekali kau ini ..."

"JANGAN MENYEBUT IBUKU SEBAGAI ISTRIMU! KAU MENGOTORI NAMANYA SETELAH KAU MENGHANCURKANNYA! BIAR AKU INGATKAN, ISTRIMU ADALAH WANITA JALANG ITU, PAK TUA!" Mata Jun Ki membelalak, bola matanya memerah, terlihat bulat sempurna, seperti akan melompat dari tempatnya. Ia sangat marah.

"JUN KI-YA!"

Selamanya, hubungan darah akan selalu erat ikatannya. Seberapa besar kebencian Jun Ki pada ayahnya yang menghancurkan hidupnya, seberapa murka Presdir Lee pada Jun Ki yang semena-mena. Mereka tetap ayah dan anak yang berwatak sama.
Sahut-sahutan bentakan itu buktinya. Watak keras nan arogan yang Jun Ki tunjukkan, tentu diwarisi dari sang ayah, Presdir Lee.

Sekertaris Kim menengahi. Meredakan situasi yang semakin memanas.

Presdir dituntun ke tempat duduknya.
Lee Jun Ki masih berdiri dengan tangannya yang terkepal sangat erat.

"Katakan padanya untuk berhenti menyombongkan diri. Dia harus menuruti perintah---"
Dengan napas yang tak beraturan karena kelelahan, Presdir Lee memberi instruksi pada sekertaris Kim.

"Dia bukan apa-apa tanpaku. Bahkan pernikahannya dengan Azrina juga takkan terjadi jika bukan aku yang memintanya!" Presdir menyudahi adu mulutnya. Tenaga beliau terkuras banyak.

Jun Ki terperangah oleh kalimat terakhir ayahnya.

Apa maksudnya?
B-bagaimana bisa?
Bb-bagaimana mungkin?

"Kau terkejut, kan? Hidupmu diatur olehku. Jangan lupakan itu ... "

Apa yang dimaksudkan Presdir?

Jun Ki benar-benar tak mengerti.
Yang diketahuinya selama ini, sekertaris Kim yang mengurus semuanya.
Ia pergi, berpindah dan menetap dari satu negara ke negara lain, bukankah sejak dulu Paman Kim meyakinkan bahwa semua biaya dan fasilitas yang didapatkannya bukanlah dari grup Hanil? Melainkan memang miliknya dari Yayasan Haesung, sesuai wasiat mendiang ibunya?

Lalu apa ini?
Rahasia apa lagi ini?

****

To be continued. Heheheeee..

Mohon maaf buat yang nyari-nyari Azrina.
Azrina lagi fokus penyembuhan dulu, yaa.. Biar bisa nyusul oppa.. Jadi gak bisa sering muncul.
Jeongmal mianhaeeee..

Typo? Kritik dan saran?
Jangan sungkan untuk komentar yaaa.
Vote & komen akan sangat berarti untuk membangkitkan semangat akuuu..

💓💓💓💓💓

P.s.: Jangan jadi silent reader please.. Aku gak gigit, kook 😘

Keep reading & jangan bosen nunggu ya, sayang sayangnya akuuu..

Oh iya, kamu shippernya siapa nihh?

Azrina-Jun Ki?

Jun Ki-Namira?

Namira-Yoon Jae?

Tiffany-Hyung Sik?

Hyung Sik-Namira?

Atauuuu..

Fariesha-Ceye?

*ups itu lapak sebelah ya. Hahahaaa. Dibaca juga yaa yang sebelah... Ga suram kaya ini kok 😁😁😁😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro