10 - Episode Pertama Duka Masa Lalu
Assalamu 'alaikum, chingudeul!
Semoga kalian selalu sehat, terlindung dari segala marabahaya. Amin.
Sudah siap untuk part ini?
Vote dulu jangan lupa.
Bismillah...
🍁🍁🍁🍁
S
uasana rumah Lee Jun Ki pagi ini berbeda dari biasanya.
Bibi Sung sejak awal hari sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatu menyambut kembalinya Jun Ki ke rumahnya.
Bertahun-tahun lelaki itu tak menginjakkan kaki ke rumah penuh kenangan ini.
"Mungkin sejak Tiffany ahgassi meninggal?"
Bibi Sung menerka-nerka sembari tangannya masih sibuk mengaduk-aduk kimchi kesukaan Jun Ki.
Hari ini, meja makan dipenuhi berbagai macam hidangan. Selayaknya pesta. Hanya saja tak ada tamu undangan, semuanya dipersiapkan hanya untuk Jun Ki dan istri (samaran) nya, Namira.
"Hoooo, ige mwohaeyo ahjumma? Apa akan ada acara?" Lee Jun Ki yang baru saja keluar kamar terperanjat melihat perubahan drastis suasana rumahnya yang semalam terasa hampa, kini amat sangat hidup.
"Hey, Jun Ki-ya, ini pertama kalinya kau disini lagi, ahjumma hanya terlalu bahagia hingga melakukan semua ini, hahaha" Bibi Sung tertawa hingga matanya hampir tertutup sempurna, memamerkan kerutan kecil disekitarnya. "Jika ada yang kurang, katakanlah. Ahjumma hanya mempersiapkan dengan sedikit bahan yang masih ada di dapur. Jun Ki datang tiba-tiba, bahkan ahjumma tak sempat berbelanja.
"Aah, ahjumma.. ireojimayo.. tak usah repot-repot seperti ini. Aku jadi merasa sungkan.
Karena datang tiba-tiba, maafkan aku, ahjumma."
"Eeei, ani gwaenchanha.."
Berulang kali Sung Ahjumma mengatakan itu dengan wajah yang terus tersenyum.
"A, matta. Kim ahjussi sudah bilang tentang beberapa hal yang berubah dariku kan, ahjumma? Maksudku.. sekarang aku adalah muslim. Beberapa hal tidak boleh dilakukan, beberapa makanan dan minuman tidak boleh dikonsumsi." Jun Ki menjelaskan pada Bibi yang sudah mengasuhnya sejak kecil itu.
"Aa, nee.. deoryeonim. Aku sudah tahu itu. Maka dari itu menu makanan hari ini semuanya segar datang dari laut. Hal-la-leu! Bibi sudah mulai mempelajari itu, aigooo banyak sekali aturannya, tapi kami menghormati pilihan anda, deoryeonim, haha" Sung ahjumma tertawa lagi, Jun Ki mengikuti.
Ditengah suasana ceria itu, Namira muncul dari arah kamar Jun Ki.
Sung Ahjumma mempersilahkan Namira bergabung tanpa merasa curiga mengapa Jun Ki dan Namira keluar dari kamar yang berbeda.
Suasana berubah canggung. Hyung Sik yang diam-diam mengamati dari jauh menyadari keanehan itu.
"Bukankah mereka terlihat sangat berjarak untuk ukuran suami istri?"
Hasrat menyelidikinya lalu buyar saat Sung ahjumma tiba-tiba mengetuk kepalanya dengan kepalan tangan.
"aigooo.. Anak tidak berguna! Sepagi ini kau hanya melamun saja!" Sung Ahjumma menggerutu.
"Ah eomma! Selalu saja merusak suasana. Selesaikan saja tugas eomma. Jangan mengganggu orang yang sedang berpikir!!"
"oho! Berpikir, katamu?! Bahkan jika direbus otakmu itu juga tidak lezat rasanya. Bagaimana kau bisa berpikir dengan otak bodohmu itu!"
"eeishh! Jinjja! Kau berisik sekali, eomma! Tunggu saja, aku akan melakukan hal hebat dengan otak cemerlangku ini! Jika itu terjadi, aku takkan memberimu apa-apa, eomma!" Hyung Sik berlalu dengan kesal, bibir atasnya sedikit dimiringkan.
Di meja makan, Jun Ki terdiam. Padahal baru saja ia terbahak bersama bibi Sung tadi. Namira bisa melihat matanya yang masih sembab sedikit bengkak sisa tangisan semalam. Rasa ingin tahu dalam hati Namira setengah mati ditahan. Namun tatapannya tak berpaling dari Jun Ki yang kini fokus pada ponselnya.
Mengetik huruf per huruf dari keyboard touchscreennya.
"Shabahul khair, permataku. Tidurmu nyenyak? Sarapan pagi ini hambar, tanpamu.. *sad emoticon*"
<send>
Tentu saja, mengirim pesan untuk istrinya tercinta.
Korea lebih cepat dua jam dari Indonesia. Jika di Korea sudah jam 8 pagi berarti di Indonesia matahari baru saja menampakkan diri.
Masih tak bersuara, Jun Ki hanya terlihat sesekali tersenyum sendiri.
Namira hampir kesal dibuatnya. Beberapa kali Namira sengaja membunyikan benda-benda dihadapannya, tapi Jun Ki seolah tak menganggapnya ada.
Lalu sesuatu muncul merusak kehangatan pagi Jun Ki.
Yoon Jae datang bersama setumpuk rasa penasarannya.
"Ya, Lee Jun Ki, apa dia benar-benar istrimu?"
Begitu Yoon Jae membuka kalimatnya, tanpa basa-basi.
Namira yang mendengarnya hampir saja menyemburkan nasi dari mulutnya karena terkejut.
"Iya atau tidak, apa keuntungannya bagimu?" Jawab Jun Ki sinis.
"Entahlah, hanya terasa aneh saja..." kalimat Yoon Jae menggantung.
"Sepagi ini kau mengacau di rumah orang hanya untuk mengatakan omong kosong? Aku tak menyangka kau masih sangat terobsesi padaku" Jun Ki menyerang.
"Ya! Kalau dia memang istrimu, untuk apa dia terlantar disini tanpamu sekian lama? Kau membuangnya?" Yoon Jae membalas.
"Kuperingatkan kau untuk pergi sebelum aku bisa melakukan sesuatu yang akan kau sesali!" Jun Ki berusaha tenang.
"Barusan kau mengancamku? Yaa, mendadak aku merinding..." Yoon Jae malah mengejek, lalu mengalihkan pandangannya ke meja makan.
"heol! Lihatlah, kau bahkan tidak tahu makanan apa yang istrimu sukai"
Bukan tanpa alasan Yoon Jae tiba-tiba datang pagi ini.
Di sebuah club malam, ditemani beberapa gelas minuman beralkohol, semalam dia terus memikirkan kejadian Jun Ki menjemput Namira dirumahnya waktu itu.
Berapa kalipun ia berusaha mencari kebenaran bahwa Namira memang adalah istri Jun Ki, ia justru semakin menemukan kejanggalan.
"Jadi Namira itu istrinya?
Bukan?
Lalu Namira siapa?
Dan istrinya Jun Ki sebenarnya siapa?"
Hanya itu yang terus diucapkannya, berulang kali dalam keadaan mabuk. Ia sedikit terkejut mendapati kenyataan bahwa gadis yang beberapa waktu lalu ditolongnya, dan tanpa sadar mengindahkan harinya, kemudian perlahan menarik perhatiannya ternyata adalah bagian dari Jun Ki yang berarti merupakan mimpi buruk untuknya .
"Musun mariya?" Jun Ki gelagapan.
Apa maksudnya dia tak tahu makanan apa yang Namira sukai?
Apa yang salah dengan makanan yang dihidangkan Sung Ahjumma ini? Sejak tadi Namira makan, kok.. eh? Bukankah makanan Korea adalah kesukaan Namira? Benarkan? Dia pernah mengatakan itu. Bahkan dulu kami berjanji untuk makan makanan itu bersama.
Dalam hati Jun Ki mulai bertanya-tanya. Kepanikan mulai melandanya. Cinta salah alamatnya bersama Namira pun harus terungkit kembali.
"Suami macam apa yang tidak tahu apapun tentang kesukaan istrinya?" Yoon Jae merasa menang kali ini.
"Aku yakin, kalian tidak seburuk ini jika kalian benar suami-istri" lanjutnya dengan penekanan di akhir kalimatnya.
Jun Ki melirik ke arah Namira. Beruntung Namira menatap ke arahnya. Segera ia memberi isyarat agar Namira membantunya.
"Aku gak suka makanan Korea he eh" setengah berbisik dan agak malu-malu, Namira mengutarakan maksud sindiran Yoon Jae dengan bahasa Indonesia. Tentu saja hanya Jun Ki yang mengerti.
"Benarkah!? Kukira selama ini kau tergila-gila sama masakan Korea. Bukannya kamu pernah bilang gitu?" Sekarang Jun Ki yang penasaran.
"He eh..." Namira hanya mengernyit, malu. Dan kembali mengingat kejadian di rumah presdir saat pertama kali ia menemukan makanan khas Korea. Jun Ki tidak salah. Memang benar Namira dulu tergila-gila pada segala hal yang berbau Korea, termasuk makanannya yang memang sangat lezat kelihatannya.
Tapi lidah Namira murni lidah Indonesia yang tidak mudah berkhianat. Saat ia sangat bersemangat menyantap semua makanan Korea dihadapannya, ternyata tepat saat sumpit mendarat di mulutnya, "yuck!"
Nyaris saja ia memuntahkannya, jika tidak ada Yoon Jae dan presdir Lee dihadapannya. Ia tidak suka. Ya. Seberapa keras pun ia mencoba menyukainya tetap saja makanan Korea tidak bisa diterima lidahnya. Sejak itu Yoon Jae jadi orang paling berjasa bagi Namira, dia yang langsung mengerti Namira tak bisa menyantap makanan Korea, dan dia yang selalu berhasil mencari makanan yang sesuai selera Namira.
Namira malu sendiri jika mengingat hal itu lagi.
"Ah! Ahahaha.. ha.. ha.. Chagiya, kau tidak perlu memakannya jika tidak suka. Sepertinya aku lupa membicarakan soal ini pada Sung ahjumma. Hari ini dia hanya menyiapkan apapun yang ada di dapurnya, kau tahu kan? He ehe he.."
Jun Ki mencoba melawan serangan Yoon Jae. Kali ini dia manis sekali berbicara pada Namira. Bahkan menyebutnya dengan panggilan kesayangan untuk pasangan.
Heol!
Bagaimanapun. Ini bukan saat yang tepat untuk ketahuan!
Lalu, seorang lagi datang. Mencairkan ketegangan.
"Oraenmane, Lee Jun Ki" suara lembut itu datang dari seorang wanita cantik yang muncul tiba-tiba.
Busana musim dingin khas wanita Korea kelas atas yang elegan, meski berlapis-lapis namun tidak meninggalkan kesan sexy nya.
Dress berwarna putih gading yang tidak menutupi lututnya, dibalut sweater rajut tipis berwarna maroon dan diperhangat dengan mantel beludru tebal berwarna pastel yang baru saja dilepas dan disangkutkan ke lengannya sesaat setelah memasuki ruang makan rumah Jun Ki.
Riasannya tak terlalu mencolok, tapi tetap membuat mata Namira berdecak kagum. Saat ini dia merasa seperti melihat artis korea yang sering muncul di serial tv.
"Aaaa, pengacau datang, penguntitnya menyusul. Hari yang cerah~" Nafas berat yang dihembuskan Jun Ki menyadarkan Namira dari sihir pesona kecantikan wanita Korea yang sebagian besarnya diperoleh dari operasi plastik, selebihnya dengan produk skincare berkualitas tinggi yang terkenal hingga ke Indonesia.
Wanita itu semakin mendekat ke arah Jun Ki dan Yoon Jae.
Tersenyum lebar tanpa memperlihatkan giginya. "Annyeong!" Ucapnya singkat dengan mengangkat setengah tangannya, melambai kecil ke arah dua lelaki di hadapannya. Bahkan Namira pun terpukau oleh senyumnya yang mempesona. Sepertinya wanita ini bagian dari masa lalu Jun Ki, begitu Namira menerkanya.
"Ya! Baek Ji Young, kenapa kau juga kemari?"
Yoon Jae menyerbu.
"Katamu, Jun Ki datang. Aku hanya ingin menyapa uri Jun Ki setelah lama tak mendengar kabarnya. Waaa! Ternyata kau semakin keren, yaaa!"
Baru saja jemari Baek Ji Young akan menyentuh wajah Jun Ki, Jun Ki segera menghindar.
"Oh! Hoh!"
Namira membelalak.
Sepertinya wanita itu bukan kandidat teman, tapi saingan. Kekaguman dan pesona Ji Young yang secara singkat langsung menyihirnya tadi segera ditepisnya.
Jun Ki memicingkan mata pada Yoon Jae.
"heeey! Tatapanmu hampir saja membunuhku" Yoon Jae bergidik ngeri. Dia mengerti sinyal yang disampaikan Jun Ki lewat mata elangnya.
"ya! Ji Young-ah.. Naega onje?!" Yoon Jae sedikit berteriak.
"Kapan aku memberitahumu tentang Jun Ki? Waaaa.. Kau memang selalu ahli menjual diriku.." Lanjutnya.
"ck! Sebelum menyalahkan orang lain, sebaiknya kau mengubah kebiasaan burukmu saat mabuk itu. Sungguh menyusahkan!"
Baek Ji Young menjawab santai lalu tersenyum lagi.
Namira diam menyaksikan tiga orang dihadapannya yang sama sekali tak melibatkannya.
Anggap saja menonton drama secara langsung. Gratis lagi. Wk!
"musun soriyaaa?" baru saja Yoon Jae akan membela diri namun sesuatu segera muncul di pikirannya. Ingatan yang hilang saat mabuk semalam. Dia diam beberapa saat, kemudian bereaksi berlebihan.
"waaa. Daebak! Aku tak percaya ini. Ji young-ah, kau memanipulasi ingatanku, ya kan?!"
"ch! Terus saja kau seperti itu. Kau dan kebiasaan burukmu itu, lakukan sesukamu. Tapi jangan melibatkanku! Kau tau, Jun Ki? Sahabatmu ini selalu meneleponku saat dia mabuk berat. Haaaaah, menyusahkan!"
"yaaa! Apa salahku? Memangnya aku memintamu datang?"
"itu karena kau benar-benar mengganggu, sialan!"
"Nah. Nah. Uri Ji Young-i memang takkan bisa mengabaikan Yoon Jae oppa, keutji?!"
"ch! Waaaaa.. Aku kehabisan kata-kata.. Yaaa! Paboya! Kau tahu? Kau baru saja melakukan sesuatu yang akan kau sesali dalam lima detik!"
"uuuuu.. I like it! Aku suka saat kau mulai mengancamku seperti ini" Yoon Jae malah makin bersemangat.
"Ya! Ya! Kalian berdua, selesaikan urusan kalian di tempat kalian sendiri! Atau kutuntut kalian karena membuat keributan di rumah orang sepagi ini!" Lee Jun Ki membuka mulut. Dingin. Bahkan asap dingin seolah terlihat menguap dari tubuhnya.
"Jun Ki-yaaa.. Apa kau akan selalu sekejam ini pada kami? Ayolah.. Semuanya sudah sangat lama berlalu" Ji Young merengek, nada suaranya sengaja dimanja-manjakan.
"Kami memang salah, Jun Ki... Tapi kau tak harus menghukum kami seperti ini. Geurae.. Kami memang pantas dihukum. Tapi kenapa kau juga menghancurkan dirimu sendiri karena kesalahan kami?"
Obrolan berubah serius.
Untuk beberapa saat ketiganya terdiam.
Yoon Jae menganga, terkejut atas pilihan topik Ji Young. Seharusnya ia tidak membuka kenangan buruk masa lalu.
Terlambat.
Jun Ki yang berdiri dihadapan mereka terlihat benar-benar akan menghabisi mereka berdua.
Kedua tangannya dikepalkan, rahangnya mengeras. Seakan berusaha menahan kecamuk amarah yang nyaris mendidih di seluruh tubuhnya.
Ia menatap Ji Young. Tajam. Seakan mampu merobek tubuh kurus wanita itu.
Yoon Jae menghampirinya, meraih tangannya.
"Jun Ki-ya, jalmothaesseo.. Aku yang salah. Maaf. Jangan dipikirkan, Oh?"
Kepanikan melandanya. Sepertinya ia tahu betul apa yang akan terjadi selanjutnya. Bisa saja dia yang lagi-lagi jadi sasaran amukan Jun Ki. Jun Ki membatu.
Bahkan Namira pun tercengang. Baru kali ini ia melihat Jun Ki begitu menyeramkan. Seolah sesuatu yang besar dan ganas hidup dalam dirinya.
"Jun Ki-ya! Jeongsin charyeo! Sadarlah!" Yoon Jae mencoba mengguncang tubuh Jun Ki yang tetap diam saja seperti tak sadarkan diri, namun matanya tetap terbuka. Menyorot tajam entah kemana. Kau mungkin akan melihat kobaran api disana. Ji Young bersembunyi dibalik Yoon Jae. Syok.
Beberapa detik kemudian, tanpa mengubah ekspresi, Jun Ki menepis kedua lengan Yoon Jae dengan kasar.
"kkeojyeo!" ucapnya tegas. Siapapun yang mendengarnya akan tahu, kata itu keluar bersama segenap amarah dan kekesalan bercampur rasa muak.
"enyahlah kau! Menjauh dariku! Bawa dia bersamamu dan pastikan kalian takkan muncul lagi!" Masih dengan intonasi yang sama, Jun Ki melanjutkan kalimatnya.
Yoon Jae meraih lengan Ji Young tanpa berkata-kata lagi.
"Jun Ki-ya.. Kau sangat berlebihan!" ketus Ji Young sesaat sebelum berbalik meninggalkan Jun Ki yang tak sekalipun melirik kearahnya. "Lepaskan! Aku bisa keluar sendiri" kali ini kalimatnya sedikit membentak ditujukan untuk Yoon Jae yang mencoba menuntunnya dengan menggenggam lengannya.
Sepi.
Ji Young dan Yoon Jae sudah pergi sejak tadi tapi Jun Ki masih berdiri mematung di posisinya.
Namira juga masih ketakutan di sudut ruangan.
Lelaki itu, besar sekali luka yang disembunyikan dibalik tangguhnya...
Itu yang bisa dilihat Namira dari kejadian tadi.
"aigooo.. Tuan Muda yang malang.. Setelah kehilangan keluarganya, ia pun harus kehilangan dua sahabatnya.." Lamunan Namira dikejutkan oleh suara bibi Sung yang tiba-tiba berada disampingnya entah muncul darimana.
"Sahabat?" tanya Namira. Sedikit memastikan apa yang didengarnya sesuai kalimat bahasa Korea yang ia ingat.
"yee.. Ji Young ahgassi, Yoon Jae dan Tuan Muda tumbuh bersama sebagai sahabat. Sampai sesuatu yang buruk terjadi memberi luka dihati tuan muda yang mungkin akan membekas selamanya. Aigoo.. Dunia begitu kejam menyakiti anak lelaki kami.."
"apa yang terjadi?" Namira semakin penasaran, tetap bertanya walau ia tahu, penjelasan dari Bibi Sung tidak akan dimengertinya, karena ia belum bisa berbahasa korea kecuali beberapa kata saja.
Mereka awalnya sangat berbahagia, mereka adalah anak-anak yang sangat akur dan tak terpisahkan. Yoon Jae, Jun Ki dan tetangga depan rumah mereka, Ji Young.
Gelak tawa mereka selalu terdengar begitu renyah, mereka menertawai segala hal. Apapun menjadi lucu menurut pandangan mereka.
"Saat dewasa, kau ingin menjadi apa?" Ji Young 7 tahun bertanya.
"Aku ingin menjadi dokter seperti ibuku!" Jun Ki 7 tahun menjawab dengan semangat.
"aku.. Ingin menjadi pengantin prianya Ji Young!" Yoon Jae 8 tahun pun menjawab disusul teriakan Ji Young.
"yaaaa! Andwaeee! Aku sudah menikah sama Jun Ki, tau!"
"haha. Ani, naega Ji Young-i shirheo.. Aku tidak suka sama Ji Young. Ji Young jelek! Hahaha" Jun Ki meledek, membuat Ji Young menangis. Lalu Yoon Jae memeluknya.
"uljima, Ji Young-ah.. Menikah saja denganku, aku tak akan mengejekmu seperti Jun Ki, oke?"
Hahaha
Jun Ki dan Yoon Jae tertawa lalu berlari-lari kecil menjauhi Ji Young
"yaaaaaa!!!" Ji Young kesal, dan segera mengejar kedua sahabatnya.
"aku tidak akan menikah dengan kalian! Aku ingin jadi dokter juga dan tidak ingin menikah seumur hidup!"
Mereka berlarian berkejaran sambil terus tertawa. Seolah takkan ada duka yang sanggup merenggut kebahagiaan mereka.
Kotak kenangan terbuka. Potongan-potongan episode masa lalu Jun Ki satu persatu kembali membanjiri benaknya. Kenangan pahit yang sanggup melumpuhkannya.
Jun Ki remaja memasuki ruang kelas dengan santai. Dia terlambat 30 menit. Murid-murid dan guru serentak menatapnya.
"Tuan muda kita sudah datang.. Silahkan duduk tuan muda, selamat menikmati hidangannya.." begitu guru Han menyambutnya.
Jun Ki duduk di bangkunya tanpa sepatah kata. Penampilannya tak beraturan. Amburadul. Seragam sekolah yang sengaja tidak dikancingnya, menjadi penegasan image preman yang dibentuknya.
Siapapun tak tahu apa yang terjadi dengan Jun Ki hingga berubah menjadi remaja tak tahu aturan semacam itu. Namun jika mengetahui kisahnya mungkin setiap orang akan mengerti. Beban berat yang dibawanya seorang diri memaksanya bertahan dengan pemberontakan yang dimulai dari perubahan dirinya.
Sementara Yoon Jae remaja, dengan kecerdasannya sebagai pemegang nilai tertinggi. Ketampanan yang mempesona, serta kepribadiannya yang menyenangkan menjadikan dirinya bintang sekolah. Ditambah latar belakangnya sebagai putra ketua yayasan, calon pewaris grup Hanil. Dia adalah raja sekolah ini. Semua orang mengimpikan untuk dekat dengannya.
Hanya Jun Ki yang tahu, segala kemewahan dan keagungan yang diterima Yoon Jae saat ini adalah seharusnya miliknya. Namun Jun Ki pun tak tertarik akan itu. Menjadi preman yang dikucilkan dengan latar belakang keluarga menengah kebawah yang dengan beruntung dapat belajar di sekolah elit karena ayahnya merupakan orang kepercayaan presiden grup Hanil, Jun Ki cukup menikmatinya. Ia tidak terlalu menyukai ketenaran.
Selain Jun Ki, Yoon Jae dan Ji Young pun tahu. Tapi Yoon Jae sepertinya terlalu menikmati posisi yang bukan miliknya.
"Biarkan aku di posisimu untuk sementara, suatu hari aku akan mengembalikan semuanya padamu. Sesekali kau perlu tahu rasanya menjadi bukan siapa-siapa. Benarkan?"
Begitu Yoon Jae yang akhirnya mengubah persahabatan mereka menjadi permusuhan yang menumbuhkan dendam di hati Jun Ki. Terlebih saat Yoon Jae juga berusaha mengambil Ji Young yang selama ini menjadi satu-satunya yang peduli pada Jun Ki. Meski Jun Ki memang tak pernah menyukai Ji Young lebih dari sahabat, tapi cara Yoon Jae memprovokasi Ji Young agar berpaling dari Jun Ki cukup keji untuk tidak menyakitinya.
"Aku lelah denganmu! Bodohnya aku terus melindungi seseorang yang sama sekali tak menganggapku ada! Seberapapun kerasnya aku berusaha berada di sisimu, jika kau tak menginginkanku, untuk apa aku tetap disini? Cham.. Kau dan kesombonganmu itu! Bahkan kau tidak lebih baik dari Yoon Jae! Setidaknya dia jujur dan tidak membodohi dirinya sepertimu!!"
Baek Ji Young pun pergi darinya. Menambah luka yang kian perih.
Hari itu, ia pulang dengan babak belur setelah diserang sekelompok pelajar dari sekolahnya. Tak lupa ia membeli beberapa tangkai bunga mawar merah muda, untuk pesta kejutan ulang tahun adiknya, ulang tahun terakhirnya.
Belakangan ia tahu, ia diserang atas perintah Yoon Jae karena 'membuat Ji Young menangis'. Sungguh klise.
Kenangan-kenangan itu kembali muncul, membanjiri pandangan Jun Ki. Dendam yang selama ini hampir padam kini tersulut kembali, semakin besar seperti baru saja ditambahkan bahan bakar.
Rahangnya masih mengeras. Beku hatinya mencair keluar dari sudut matanya. Bongkahan-bongkahan es yang memenuhi dirinya selama ini seolah meleleh dibakar api dendam.
"Semua ini karena Choi Mi Ran! Si Jalang itu! Kuharap dia musnah di neraka!"
Sung Ahjumma menutup ceritanya yang hampir sama dengan kenangan yang membuat Jun Ki menangis saat ini.
Hanya saja, ada satu hal dari cerita Sung Ahjumma yang mungkin tidak diketahui Jun Ki. Sesuatu yang penting, yang mungkin akan mencegah Jun Ki membalaskan dendamnya, andai ia tahu kebenarannya.
Hari ini Namira bisa menerka, dendam membara yang dinyalakan Jun Ki bertahun lalu adalah dipicu oleh sebuah kesalahpahaman seorang bocah lelaki yang sangat menyayangi ibunya. Bocah lelaki yang belum terlalu mengerti bagaimana dunia orang dewasa. Bocah yang tumbuh besar dengan memegang janji membalaskan luka sang ibu yang tiap hari dilihatnya menangis, hingga hembus nafas terakhirnya.
🍁🍁🍁
To be continued
Apa yang didengar Namira dari Sung ahjumma?
Kebenaran apa yang tidak diketahui Jun Ki?
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Jun Ki dan Yoon Jae?
Lalu bagaimana dengan Azrina?
Tunggu kelanjutannya, next episode yaaa ^^
Gumawooooo, saranghandaaa 💓
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro