Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EXTRA PART - Happiness

"Nusa..."

"Dua..."

"Bali..."

Alena berjongkok dengan pasrah. Ketiga anaknya berlarian dengan kencang sementara ia lelah mengikuti ketiganya ke sana kemari. Masalahnya kalau satu saja pasti ia ikuti, tetapi ini... tiga! Demi Tuhan! Mengawasi mereka tidak semudah menyusui mereka.

"Kenapa sayang?"

Alena mendelik tajam pada Muda yang tiba-tiba datang dan merangkul dirinya, "Bukan kenapa-kenapa! Itu anak-anak lari-larian terus A. Lena capek ikutinnya. Aa kemana aja sih? yang ajak keluar bukannya Aa?"

Muda menggaruk kepalanya, "Tadi mereka mau beli—"

"Ini tuh pantai, nggak masalah sih kalau mereka item. Cuman masalahnya ya itu, kalau main pasir terus kan bajunya kotor. Yang kemarin aja bajunya kita buang, karena susah dibershihin kan? dari pada jahitannya harus dibuka terus Lena jahit ulang."

Muda menganggukkan kepalanya.

"Kemarin Nusa kakinya kan luka, emang nggak perih kena air laut? Liat mereka. kalau diliatin diem, lah giliran disamperin, lari-lari. Aa sih, sukanya main kejar-kejaran sama mereka. kalau Aa yang lari-larian sama mereka ya nggak apa-apa, tapi kan beda sama Lena."

Semenjak memiliki anak, Alena bertambah cerewet dan Muda bertambah diam. tentu saja, kalau Muda banyak berbicara, apa kabar rumah mereka? Ah, bicara soal rumah... sejak setahun yang lalu, saat usia anak mereka dua tahun, Alena dan Muda pindah ke Bali karena Muda mengurus perumahan baru milik ayahnya sementara Alena juga memang sudah sejak lama ingin tinggal di Bali. Katanya Alena dan Bali sudah menyatu. Tetapi mereka tak berencana tinggal selamanya di Bali, hanya sampai pekerjaan Muda selesai saja.

"Aa, dengerin Lena kan?" Alena memiringkan kepalanya dan menatap Muda dengan kerutan di keningnya. Muda benar-benar heran, semakin ke sini, kenapa Alena justru semakin cantik sih?

"Dengar," sahutnya.

"Kalau denger ya—Tuh kan! Nusaa... Kata bunda juga apa?" Alena belum sempat menyelesaikan ucapannya ketika Nusa terjatuh karena dikejar-kejar oleh adiknya.

Alena meraih Nusa dan menggendongnya, "Mainnya udah ya? kita mandi. Biar Nusa cantik," bujuknya.

Nusa menggeleng dalam pangkuannya, "Main! Nusa au main ndaaa!"

"Iya, nanti kita main lagi ya? atau ini deh, Nusa sama ayah dulu..." Alena menyerahkan Nusa pada Muda sehingga pria itu menggendongnya sementara dirinya berdiri di hadapan kedua anaknya yang lain dan tersenyum, "Boy! Siapa yang mau mandi bareng buayaaa?" tanyanya.

Dua dan Bali bersorak, kemudian melompat dan berkata, "Aku!"

Dan akhirnya Alena menuntun mereka masuk ke dalam rumah—tepatnya halaman favorit Alena di hotel Reno yang Muda renovasi untuk mereka tinggali—membawa keduanya sampai di kamar mandi dan menyerahkan boneka buaya mereka.

Boneka karet buaya yang akan berbunyi ketika dipencet. Hadiah ulang tahun dari om mereka, Mushkin. katanya supaya Dua dan Bali tidak menjadi buaya darat, entah filosofi darimana itu. masa bodoh, yang penting mereka menyukainya dan sampai sekarang masih bisa dibuat untuk membujuk mereka.

"A..." Alena berseru karena tak melihat kedatangan suaminya bersama putrinya. Aish! Pasti Muda masih di luar. Alena yakin itu, karena Muda tak pernah tahan dengan rengekan Nusa. Heran, kalau Alena yang merengek saja... Muda diam, tapi kalau Nusa yang merengek, Muda berani melakukan apa saja untuk membuat putrinya tersenyum. Beruntungnya jadi Nusa..

"Aa..."

"Iya sayang! Ini, lagi bawa Nusa ke kamar mandi. Sini, tukeran. Aa yang mandiin Dua sama Bali, kamu mandiin Nusa."

"Aa bawa dulu Nusanya ke sini, nanti dia lari-lari."

Tak lama kemudian, Muda muncul dengan Nusa yang berada dalam gendongannya.

"Yah! Main.. Buayaa!! Aaaa!" Bali berteriak dengan histeris, bergidik ngeri melemparkan buaya pada Muda sementara Muda tertawa dengan kencang.

"Buaya? Yang tidak mau mandi... akan diserang oleh buaya... DUARRR!!!"

Dan teriakan-teriakan dari Dua juga Bali menggema di kamar mandi. Alena menggelengkan kepalanya seraya menggendong Nusa. Sejak satu tahun lalu, Alena dan Muda mulai memisahkan kegiatan mandi mereka, Nusa bersama Alena, dan kedua adiknya bersama Muda. Itu juga merupakan usulan Muda, katanya supaya ia bisa lebih leluasa pada anak laki-lakinya dan Alena pada anak perempuannya. Ya, kurang lebih seperti itu lah, karena bagaimana pun yang mengenal tubuh perempuan adalah perempuan lagi. begitu juga sebaliknya.

"Yang tidak mau mandi, akan digigit buaya yang lebih besar. DUARRR!"

Alena tertawa lagi, "Dasar ngaco. Mana ada buaya suaranya duarr!" gerutunya.

"Dual. Dual... nda?" tanya Nusa polos. Alena hanya bisa tertawa seraya menciumi putrinya.


****


"Yah! Uca gambal gajah besaaaaal!" Muda sedang menerima telpon ketika Nusa berlari kecil dan mengampirinya. Pipi chubby putrinya dan mata bulat yang mengerjap dengan menggemaskan membuat Muda tertawa dan segera mengakhiri pembicaraannya.

"Nusa gambar apa?" tanyanya lagi.

"Gajaah!" pekik Nusa.

Muda tertawa lagi, "Coba! Ayah mau lihat gajah punya Nusa seperti apa."

"Aa, nitip kakak sebentar ya! Abang sama Kakang mau Lena suapin dulu," suara teriakan menggema di luar sana. kakak adalah sebutan untuk nusa, sementara Abang untuk Dua, dan Kakang untuk Bali. Semua dipanggil setara, karena menurut Alena bisa jadi mereka bertiga punya adik. Aish, padahal Muda tidak ingin lagi mempunyai anak. Mereka bertiga sudah sangat cukup, sangat cukup memusingkan. Sungguh, membesarkan tiga anak yang semakin hari semakin aktif tentu saja membuat Muda benar-benar kelelahan, tapi kelelahan Muda tidak separah kelelahan Alena.

"Gajahhh!!" Nusa berteriak lantang dan bergerak-gerak ingin turun dari pangkuannya sehingga Muda menuruti permintaan putrinya dan mengikutinya di belakang.

"Gajaaah! Uca gambal gajah! Sama Tuip!" Cerita Nusa lagi. tuip adalah tulip, Nusa memang senang menggambar dan tentu saja Muda mengajarkannya menggambar, menggambar bangunan pastinya. Tetapi Alena mengomelinya, katanya bagian mana yang menyenangkan dari menggambar sebuah bangunan bagi anak-anak, sehingga Alena mengajarkan Nusa menggambar bunga kesukaannya, tulip.

Nusa menyerahkan sobekan kertas padanya yang membuat Muda membelalakkan matanya. Tunggu... ini kan...

"Kakak, kakak gambar ini di mana?" tanya Muda.

Nusa menunjuk meja di pojok rumahnya yang masih terdapat Sketchbook A3, pensil, drawing pen, penggaris, dan perlengkapan-perlengkapan lain milik Muda. Seketika Muda membalikkan kertas yang diserahkan oleh Nusa dan dia membelalakkan wajahnya.

Oh, tidak... bencana besar datang menghampirinya.

Rancangan yang ia kerjakan setiap malam, di sobek oleh anaknya, dan digambari gambar bunga juga gajah yang sebenarnya terlihat abstrak di belakangnya.

Muda mengatur napasnya seraya mengepalkan tangannya.

"Yah! Bagus?" Nusa bertanya dengan polos padanya. bukan masalah bagusnya... tapi...

Dengan cepat, Muda meraih Nusa ke dalam pangkuannya dan berjalan menuju Alena yang sedang menyuapi Dua dan Bali.

"Lena! kenapa kamu biarin Nusa gambar-gambar di Sketchbook Aa?" tanyanya seraya menunjukkan gambaran Nusa.

Alena meraihnya dan tertawa, "YEAAA! Nusa ancurin kerjaan ayah!" pekiknya. aneh, wanita itu malah tersenyum kegirangan.

"Kamu tertawa?"

"Ini mah salah Aa sendiri. Lena kan udah bilang, kalau abis kerja tuh langsung beresin. Aa malah ingetnya langsung tidur terus. Kan... kalau udah begini, mau gimana?"

Ada perubahan dari Alena, Muda sudah bilang kan... kalau Alena lebih cerewet? Dan sekarang Alena sudah bisa melawannya, dalam artian bisa bertahan untuk bersitegang dengannya. Kalau dulu kan Alena sering mengalah, sekarang tidak. Walaupun sebenarnya setiap pertengkaran mereka akan berujung dengan Alena yang memeluk Muda dan mengatakan, "Udahan yah A, kita udahan ributnya.", dan berakhir dengan Muda yang tersenyum dan melupakan segala kekesalannya.

Tapi sekarang, pekerjaannya... Ah... Muda benar-benar speechless.


*****


Salah satu kewaspadaan terbesar di dunia selain status gunung berapi yang terus berubah, adalah membawa ketiga anak yang senang berlarian ke alam bebas. Dalam artian keluar rumah, ke luar wilayahnya.

Hari ini Muda dan Alena akan membawa mereka menaiki kapal selam, dan biasanya setiap mereka berlima keluar rumah, akan ada saja kejadian yang membuat panik keduanya. Seperti ketika Alena ingin berbelanja ke Mall, Muda menuntun Dua dan Bali sementara Alena menuntun Nusa, Alena mendudukkan Nusa di sampingnya ketika ia mencoba sepatu tetapi Nusa malah berjalan-jalan ke sana kemari sampai Alena mengejarnya dengan sepatu yang tengah dicobanya dan berakhir dengan pelayan yang mengejar-ngejarnya karena mencurigai Alena sebagai pencuri, kemudian Dua yang tiba-tiba saja menaiki mobil-mobilan yang berada di mall sementara Bali menangis karena ingin naik juga.

Hasilnya selalu sama, alih-alih refreshing, Alena dan Muda malah pusing. Tetapi saat sampai rumah, mereka berdua akan tertawa habis-habisan, dan tawa itu selalu datang dari ketiga malaikatnya. Jadi senakal apapun mereka, tetap saja menggemaskan, karena membuat orangtuanya tertawa tanpa henti.

"Yeee... Ikan! Ikan! Ikan!" Ketiganya berteriak saat mereka masuk ke dalam kapal selam.

Peraturannya adalah, perhatikan saja mereka. diam, dan jangan mendekati mereka karena mereka akan berlarian kesana kemari. Jadi, ketika ketiga anak kembarnya tengah berdiri di depan kaca melihat ikan-ikan, Alena dan Muda duduk berdua di belakang mereka.

"Kalau tahu mereka bakal anteng liat ikan, Aa bakal bikin aquarium besar aja di rumah."

Alena menyandarkan kepalanya di bahu Muda, "Aquarium, harus kaca begitu, harus tinggi banget A. percuma kalau pendek, mereka pasti naik terus mainin airnya."

"Ah, iya. pusing juga ya..."

"Iya, pusing banget. tapi Lena bahagia..."

Muda menatapnya, "Aa juga bahagia..."

"Tahu nggak A, bagian mana yang membuat Lena bahagia jadi seorang ibu?"

"Apa?"

"Bagian waktu mereka ketawa, manggil Lena, cerita sama Lena soal hari-hari mereka, ngadu kalau sodaranya jailin, atau ngadu kalau Aa cubitin pipi mereka..." ucap Alena, "Kalau Aa apa?"

"Hm... kalau Aa... bagian paling membahagiakan dari mereka adalah, melihat kamu."

"Kok Lena?"

"Karena kamu bahagia Len, kamu bahagia, dan Aa bersyukur akan hal itu."

Alena merona, "Aish, kenapa nggak bilangnya di rumah? Kalau di sini kan Lena jadi nggak bisa cium Aa," keluhnya.

Muda tertawa, "Sstt.. jangan kencang-kencang bicaranya."

"Ih, yang lain lagi sibuk tahu A."

"Sibuk liatin ikan, ya?"

"Iya. kalau Lena sibuk liatin ayah dari anak-anak Lena..." Alena terkekeh sementara Muda tergelak, "Ada apa sama ayah dari anak-anak kamu?" tanya Muda.

"Ada yang beda tahu. Aa sadar nggak?"

"Apa?"

"Aa tuh cowok paling pendiem di hidupnya Lena, Aa ngomong seperlunya aja, tapi berubah jadi cerewet waktu kita nikah, dan berubah super cerewet waktu kita punya mereka. Aa jadi seneng cerita, Aa ceritain tentang kerjaan Aa, bahkan Cuma soal pensil aja Aa bisa cerita panjang lebar sama mereka, dan Aa jadi lebih sering ketawa sekarang. Aa tetep orang yang gila kerja, tapi Aa nggak pernah lupain mereka. Inget nggak waktu Aa dikejar deadline rancangan? Waktu itu kakang lagi sakit, tapi Aa rela gendong-gendong dia berjam-jam sampai akhirnya rancangan Aa terbengkalai dan besoknya Aa dapet teguran dari klien. Hahahaha. Lucu ya..."

Muda menganggukkan kepalanya, benar... selalu ada perubahan dalam setiap langkah hidup manusia setiap harinya. Muda hanya berusaha untuk menjadi ayah yang terbaik saja bagi anak-anaknya. Setidaknya ia memiliki ayah yang hebat juga, Haris Iskandar, dan Muda ingin ketiga anaknya juga mengucap namanya dengan bangga, bahwa ayah mereka adalah Iskandar Muda.

"Ndaaa! Ikannya baguuusss!" Dua mengetuk-ketuk kaca seraya menunjuk-nunjuk ikan yang berada di hadapannya.

"Yahh! Uca mau ikan ini!"

"Ali juga mau!"

"Uca!"

"Ali!"

"Uca dulu yang mau Ali!"

"Ih! Belicik! Dua dulu yang ayah beliin! Uca sama Ali diem!"

"Nggak mauuu! Ndaaa.. Uca mau ikan!"

"Nggak boleh!"

"Itu punya Ucaa!"

"Nggak!"

"Uca!"

"Dua!"

"Ali!"

Dan mereka bertiga menangis karena berebut ikan yang berada di luar kaca di hadapan mereka sementara Alena dan Muda menghela napasnya. Ketika Nusa Dua Bali menangis, air pantai akan sampai di daratan karena ombaknya begitu kencang. Aihs...

"Nggak lari-lari, teriak-teriak. Nangis-nangis," dumel Muda.

Alena menggelengkan kepalanya, "Senggaknya Lena seneng, mereka jauh dari mimpi Lena dulu."

"Mimpi apa?" tanya Muda.

Alena berdiri, mengambil ketiga anaknya dan menenangkannya sebentar.

"Sst... Anak bunda nggak boleh nangis, nggak boleh rebutan."

"Kata ayah apa kalau rebutan?" tanya Muda.

Dua berteriak, "Digigit buayaa!"

"Nah, kalau begitu nonton ikannya lagi, tapi jangan rebutan. Kalian itu saudara, tidak boleh saling berebut satu sama lain. Ya sayang?"

"Iya, ayah!"

"Iya!"

"Iyaaa!" Nusa yang paling semangat. Ia mengangguk antusias dan mencium pipi ayahnya lalu mereka kembali melihat ikan-ikan yang menjadi permasalahan mereka tadi.

Muda menatap Alena, "Jadi... mimpi apa?" tanyanya.

Alena tertawa, "Mimpi punya anak, cowok. Sama pendiemnya kayak Aa, dia Cuma bisa ngangguk sama geleng doang!" kekehnya.

Muda tergelak, "Serem banget."

"Iya, itu horor! Lena mimpi itu waktu kita di Bali, dulu..."

Muda merangkul alena, "Ya... sekarang pun kita di Bali, sayang."

"Nanti sore, ke café yuk! Lena kangen salsa sama Aa."

"Anak-anak?"

"Tenang! Mami kan lagi di jalan, mau ke sini. jadi kita bisa salsa, setuju?"

Muda menjawil hidung Alena dengan gemas, "Setuju..."

"Aish... bilang cinta dong A kalau setuju." Pinta Alena.

Muda tersenyum, "Te Amo..."

"Te Amo juga..."

"I Love you..."

"I Love You too..."

"Aa cinta sama kamu..."

"Dan Lena, lebih.. lebih, dan lebiiiih cinta lagi sama Aa. Teddy Bearnya Lena..."

"Teddy bear? Nda punya tedi bel? Uca mauuu!!!"

Tiba-tiba saja Nusa sudah berada di hadapan Alena dan Muda yang tengah berangkulan.

Alena menduduk, menatap anaknya dengan gemas kemudian berkata, "Nanti kalau udah besar, Nusa juga pasti punya Teddy Bear.. kalau yang ini.." Alena menunjuk Muda, "Ini khusus Teddy Bearnya bundaaa..." ucapnya. Nusa segera memisahkan Alena dari Muda dan duduk di pangkuannya lalu memeluk ayahnya dengan erat, "Yah.. punya Ucaaa.." ucapnya. membuat Alena dan Muda tertawa bersama-sama.

Lalu kedua anaknya yang lain berlari dan memeluk Alena karena melihat Nusa memeluk ayahnya.

Siapa bilang manusia harus berusaha mati-matian untuk bahagia? Bahagia semudah ini, sesederhana ini, ketika kau tertawa bersama orang-orang yang paling berharga dalam hidupmu. Dan bagi Alena, bahagianya adalah Iskandar Muda dan ketiga anaknya.



END



UDAH YA, LUNAS EXTRA PARTNYA.

JANGAN NAGIH-NAGIH LAGI. KITA AKHIRI SAMPAI DI SINI.

MEREKA SUDAH BAHAGIA, BIARKAN TETAP BEGITU SELAMANYA..

Oke aku mulai baper ini :""""

Sedih, harus berpisah sama mereka. karena aku menikmati banget nulis mereka, walaupun sebenernya aku sempert stuck gara-gara ada seseorang seperti Muda yang tiba-tiba aja hadir.. eyaakk. Sempet gak mau nulisin karena nulis MUDAL tuh kayak nulis kisah aku sama dia wkwkwk makanya sempet ilang feel dan lain-lain. Tapi alhamdulillah yaa...

Alhamdulillah sekali, selesai sampai di sini.

Aku sendiri ikut jatuh cinta sama Muda, jadi excited sama seorang arsitek wkwkwk malah sampe ngiri sama temen karena pacar dia arsitek dan agak sebelas duabelas sama muda wkwkwkwk

Haru Jino masih bingung menentukan judul wkwkwk

Aku nggak edit ulang part ini, bangun tidur langsung ketik dan langsung aku post karena aku buru-buru mau jadi teteh rumah tangga wkwkwk jadi

Oke, semoga kalian nggak bosen sama cerita aku yaa... terimakasih buat dukungan kalian semua selama ini.

Maaf kalau banyak banget kesalahan dari segi dialog, cerita, dan paling penting sih ucapan aku wkwkwk

Yaudin.

Dah...

AKU SAYANG KALIAN :*


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: