Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 5 - Masa lalu, biarlah masa lalu


WARNING : mungkin membosankan, karena kelamaan :D . bijaklah sebelum membaca /? Wkwkwk 

nyanyi dulu ah~ 

MASA LALU BIARLAH MASA LALUUU . JANGAN KAU UNGKIT JANGAN INGATKAN AKU~ 

-

-

-

"Itu ... kamu ... kenapa kamu putus sama si Mushkin dulu?"

Gerakan mulut Alena yang tengah mengunyah makannya tiba-tiba saja terhenti. Alena menatap mertuanya dengan tatapan tak percaya. Dari sekian banyak pertanyaan yang dilontarkan mertuanya, kenapa harus pertanyaan itu yang beliau tanyakan?

Lama Alena terdiam, bingung mengatur kata-kata yang tersimpan di kepalanya. Kalau saja Maryam yang menanyakannya, dengan Mudahnya Alena akan menjawab dan menceritakan semuanya. Tetapi pada kenyataannya, mertuanya lah yang menanyakan hal itu padanya. menurut petuah dari maminya tercinta, ketika mertua menanyakan sesuatu yang menyinggung ingatlah untuk tidak memberikan jawabanmu secara langsung. Berpikir dan atur kata-kata, karena jatuhnya akan serba salah nanti. Dipikir-pikir memang pertanyaan ini menjebak juga. Kalau Alena mengatakan bahwa ia putus dengan Mushkin karena tidak mau diajak menikah, maka mertuanya akan menanyakan hal lain lagi seperti; 'Terus, kenapa kamu nikahin anak saya?' kan berabe urusan.

"Len?"

Alena berdehem, ia menatap mertuanya seraya tersenyum kikuk, "Bukan jodohnya ma, jodoh Lena kan Aa. Jodoh Al juga Icha," sahutnya.

Tiwi mengerutkan keningnya, tidak puas dengan jawaban Alena.

"Kamu masih cinta sama si Mushkin?" tanya Tiwi lagi.

Alena menggeleng, "Kan Lena cintanya sama Aa, ma."

"Nggak, bukan masalah itu loh. Gini ... kamu kan pernah punya hubungan sama si Mus, pasti kalau liat si Al sama Icha ... pasti mikir 'Ah, dulu aku gitu sama dia,' atau kalau kamu pelukan sama Muda, bisa aja kamu mikir kalau dulu kamu pelukannya sama si Mus!"

Alena menelan ludahnya. Sulit juga rupanya, entah kenapa mertuanya tiba-tiba bersikap seperti ini padanya. Padahal kemarin-kemarin biasa saja.

Tiwi menatap ponselnya dan membaca pesan yang berada di sana kemudian menatap Alena, "Mama mau tanya sama kamu! Apa makanan favorit Mushkin selain gepuk?" tanyanya.

"Sayur daun singkong, ma" sahut Alena. Tiwi berdecak, "Tuh kan! kamu tahu! si Icha malah jawabnya 'Sosis sama nugget, soalnya Icha sering gorengin itu buat dia.' . lihat kan?"

Alena menggaruk kepalanya, belum mengerti sepenuhnya dengan maksud dari mertuanya.

Menatap kembali ponselnya, Tiwi mengetikkan pesan pada Mushkin dan Muda yang berisi pertanyaan yang sama.

'Apa Alena suka seragaman baju sama maminya?'

Dan jawaban langsung ia dapatkan dari kedua orang itu.

Si Sulung : Muda nggak tau ma, blm pernah liat.

Suami si Bungsu : suka ma! Tante Mar rempong sih, punya anak ya rempong juga. Mereka punya hampir sekodi baju yang samaan! Lah dipakenya sekali2 doang sma si Lena.

Lihat! ternyata bukan Icha saja yang tidak tahu soal pasangannya, tetapi Muda juga! Anak sulungnya tidak tahu tentang Alena, sementara Mushkin ... mantan pacarnya, malah tahu dengan jelas. Apa-apaan!

"Lena ... kamu nggak akan balikan sama si Mushkin kan? gila. Kalian saling tahu begini, sementara pasangan kalian sendiri nggak tahu. Mau jadi apa hubungan kalian nanti? Emangnya kamu nyaman sodaraan sama mantan pacar kamu?"

"Lena—"

"Aduh! Tau deh! Mama pusing. Pusing banget. Kalau aja mama nggak ketemu si Astrid, nggak akan pusing begini."

Maksudnya? Bertemu dengan Astrid?

"Mama ketemu Astrid kapan? Dia ngomong apa?" desak Alena. Tiwi mendecak kesal, "Waktu kamu abis ke dokter, periksa kehamilan. Mama ketemu dia di PVJ, katanya syukur banget kamu bisa hamil, Astrid kira kamu belum bisa move on terus dari si Mushkin, katanya semua pacar-pacar si Mushkin kamu yang depak," sahutnya.

Alena menelan ludah. Aish! Dasar Astrid menyebalkan! Orang hamil seharusnya tidak boleh berkata asal-asalan, orang hamil harus jauh dari dosa dan pergunjingan, kenapa wanita menyebalkan itu malah seperti itu sih?

"Mama juga dulu liat foto kamu sama si Mus, di dalem mobil kamu tuh yang dulu sempet dianterin ke sini."

Matilah Alena! Matilah ia sekarang juga! Rupanya foto yang sempat Muda bicarakan dengannya diangkat juga ke permukaan oleh mertuanya.

Alena menelan ludahnya lagi, ia menatap mertuanya yang menatapnya tak suka. Bagaimana cara Alena menjelaskannya pada ibu mertuanya?

"Udah ah! Mama kesel nanti kalau liat kamu! kalau kita terus-terusan omongin ini! mana mama masih kesel karena guci lagi, selama berpuluh-puluh tahun tempatnya ya di situ! Apa-apaan tiba-tiba Muda minta pindahin, padahal dia tahu mama paling nggak suka barang-barang yang pada tempatnya itu geser, aneh aja liatnya! Lagian kamu kok macem-macem, masa sering kesandung sih! Len, kamu nggak penyakitan kan? itu kamu udah periksa belum?"

Sebenarnya, ada sebuah perhatian dalam rentetan kalimat yang diucapkan oleh mertuanya, hanya saja tersampaikan dengan sinis karena kekesalan mertuanya akibat paksaan Muda soal guci dan ucapan Astrid soal masa lalunya. Lagi pula Alena juga sudah memeriksa kesehatannya, dan tidak ada masalah sama sekali. 

Alena tersenyum tipis, tidak menjawab apa-apa. Ia berdiri dan tersenyum pada mertuanya, "Lena mau nyetrika dulu ya ma, baju Aa ada yang belum disetrika. Katanya mau dipake besok," ucapnya.

Tiwi tidak menjawabnya, beliau asik menonton saluran Televisi dan tak menghiraukan Alena. Baiklah, mungkin ini saatnya angin kencang datang dalam kehidupan rumah tangga Alena yang damai dibawah atap rumah mertuanya. 

*****

Ada yang berbeda dari ibu dan istrinya ketika Muda pulang untuk makan siang. Ibunya tiba-tiba saja meninggalkan mereka berdua tanpa makan bersama sementara Alena terlihat lebih pendiam dari biasanya. Apa yang terjadi ketika Muda tidak ada?

"Len?"

Alena tidak menjawab panggilannya. Wanita itu sibuk mengaduk-aduk makanannya dengan malas.

"Lena, sayang. Kamu kenapa? Makanannya nggak enak?" kali ini Muda memutuskan untuk menyentuh tangan Alena sehingga wanita itu terperanjat dan segera menatapnya.

"Eh, kenapa A?"

"Kamu kenapa? Nggak suka sama makanannya? Itu masakan mama, kan? kenapa? Kamu kangen masakan mami kamu?"

Alena menggeleng lemah seraya tersenyum tipis, "Nggak apa-apa kok. Lena cuman mual aja," sahutnya.

Muda menghentikan kegiatan makannya, "Sejak kapan kamu mual?" serobotnya.

Alena terdiam, sejak kapan? Bagaimana menjawabnya ya?Alena kan tidak mual sebenarnya.

"Lena nggak apa-apa kok A. Aa lanjut ya, makannya. Lena temenin Aa aja," sahutnya.

Muda meraih piringnya, bangkit dari kursi dan berpindah untuk duduk di samping Alena. Ia memiringkan kursi Alena agar menghadapnya kemudian menyendokkan nasi dan berusaha untuk menyuapi Alena, "Aaaaa,"

Alena menggeleng, "Lena nggak mau, Aa ..." rajuknya.

"Terus bagaimana? Masa kamu nggak makan? Ini sudah Aa suapi."

"Nanti Lena makan kok, tapi nanti ya?"

"Nanti kapan? Nanti Aa nggak lihat kamu makan. Sekarang aja, atau mau Aa suapi pake mulut Aa?"

Wajah Alena memerah seketika. Apa-apaan! Suapi pake mulut? Hahahaha! Iskandar Muda! Benar-benar.

"Ekhm!" Alena berdehem, "Tuh, kamu malu kalau dibilangin begitu," sahut Muda.

Alena terkekeh, "Ya ... lagian kok tiba-tiba sih? kan Lena kaget, nggak persiapan dulu."

Muda tergelak, ia memajukan wajahnya kemudian mencium bibir Alena dengan cepat.

"Kalau kamu nggak makan, Aa juga nggak makan," ancamnya.

Alena tertawa, ia tidak tahu juga kenapa dirinya tertawa. Muda tidak sedang melucu, hanya saja ... entah mengapa Alena malah tertawa dibuatnya.

"Ya, sekarang Aa nggak makan. Nanti pulang dari sini menuju kantor pasti mampir ke tempat makan dulu, Aa kan nafsu makannya gede. Lena merhatiin loh, kalau makan diluar pun Aa selalu nambah."

Muda tertawa, "Nah, ketauan dong ya," sahutnya. Alena mengangguk, dan mereka terdiam sejenak hingga Muda meraih tangan Alena dan memaksanya berdiri untuk duduk di atas pangkuannya.

Muda menggeser piringnya ke bagian kosong meja makan dan memeluk pinggang Alena ketika istrinya sudah duduk di atas pangkuannya dengan tangannya yang mendarat di bahu Muda.

"Kenapa?" tanya Muda.

Alena mengerutkan keningnya, "Apanya?"

"Kamu, kenapa? Apa yang kamu pikirkan? Apa yang mengganggu kamu sekarang?" tanyanya.

Alena kembali terdiam, ia memainkan dasi Muda dengan tatapannya yang kosong, membuat Muda membuang napasnya kasar dan meraih tangan Alena untuk menghentikan gerakan tangannya.

"Alena ..." panggilnya dengan sabar.

"Kalau kamu nggak mau bilang, ya jangan buat saya bingung dong."

Ketika kata 'Saya' keluar, ketika itu juga ekspresi wajah Alena memucat seketika. Wanita itu memeluk suaminya dengan erat kemudian mencium bibirnya dan memeluknya lagi.

"Nggak boleh bilang saya," rajuknya, sedikit panik.

Muda melepaskan pelukan mereka, "Kalau begitu bilang, kamu kenapa. Laki-laki bukan pembaca tingkah laku wanita yang langsung bisa mengetahui apa yang wanita pikirkan. Cara berpikir kita berbeda, cara memandang masalah juga berbeda, bisa jadi Aa malah mikir yang jelek-jelek kalau kamu tiba-tiba diam seperti itu."

Alena menelan ludahnya, rasanya ia seperti anak SD yang dimarahi orangtuanya karena bertengkar dengan teman sekolahnya. Sekali lagi Alena memajukan tubuhnya untuk memeluk Muda, tetapi pria itu menahannya.

"Aa nggak akan membiarkan kamu meluk Aa sebelum kamu bilang kenapa kamu diem aja."

Entah mengapa ucapan Muda barusan membuat Alena merasa begitu tak diinginkan. Apa semenyebalkan itu ia sampai Muda tidak mau memeluknya sama sekali?

Matanya berkaca-kaca, lama-kelamaan air mata mulai turun dari pelupuk matanya dan Alena menangis dengan kencang sementara Muda panik, ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Loh, kok kamu nangis?"

"AA JAHAAT!" teriak Alena. Kali ini wanita itu memukul-mukul dadanya dengan kesal.

"Lena tuh belum mau cerita! Nanti juga Lena cerita, kenapa Aa harus paksa? Kenapa juga Aa harus ancam-ancam Lena? kenapa Aa bilang kalau Aa nggak mau meluk Lena? kenapa? Aa maunya meluk Astrid si mantan Aa, gitu? Atau Aa maunya meluk wanita lain yang lebih cantik? Emangnya Lena udah nggak cantik lagi? perasaan perut Lena belum besar, kenapa Aa udah begini sama Lena?"

Muda benar-benar tidak bisa mendengarkan dengan baik-baik apa yang dikatakan oleh Alena. Ia terdiam, menunggu waktu yang tepat untuk membuat Alena diam sementara ia mengatur kata-kata penenangan untuk Alena. Tetapi ketika wanita itu diam, ketika itu pula ia bangkit dari pangkuan Muda, berjalan dengan kesal menuju kamarnya dan menutup pintu dengan sangat kencang, meninggalkan Muda seorang diri di ruang makan. Bahkan ketika Muda menyusulnya, pintunya dikunci. Alena marah padanya, Alena menangis karenanya, sementara jam istirahatnya sudah berakhir dan ia harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Sial, semangatnya hilang sekarang.

****

Untuk ke sekian kalinya, Alena menatap ponselnya. Sudah jam sembilan tetapi Iskandar Muda belum juga pulang. Alena mengerucutkan bibirnya, Muda tidak mengabarinya sama sekali. Apa jangan-jangan suaminya marah, ya? karena Alena yang meninggalkannya makan tadi siang?

Tuh kan! selalu saja begini. Kalau Alena marah, Muda mendiamkannya, dan Alena akan ketakutan setengah mati hingga ia benar-benar menyesal karena sudah marah kepada suaminya. Sekarang dimana dia? Bahkan ponselnya tidak aktif ketika Alena menelponnya dengan telpon rumah tadi.

Rumah ini sedang kosong, kedua mertuanya pergi ke Batam sore tadi, sementara Alena hanya diam di kamar seorang diri. Ia kira Muda akan pulang di sore hari seperti biasanya, nyatanya ... sudah malam tapi pria itu belum pulang.

Alena berjalan mondar-mandir, keluar kamar, duduk di ruang tamu, ke dapur untuk mengambil makanan, menonton di kamarnya, lalu kembali lagi ke ruang tamu, dan begitu berulang-ulang, hingga akhirnya ia tertidur di atas sofa.

Muda menatap istrinya dengan senyuman, Alena pasti menunggunya. Menyimpan tasnya, Muda meraih tubuh Alena dan menggendongnya untuk memindahkannya ke kamar mereka.

Mata Alena terbuka begitu Muda menidurkannya di atas ranjang.

"Hai," sapa Muda.

Alena mengerucutkan bibirnya, "Nggak mau jawab, Lena lagi sebel sama Aa," rajuknya.

Muda bangkit, melepas dasinya dan duduk di dekat Alena.

"Masih sebal?" tanyanya.

Alena mengangguk.

"Sekarang mau cerita?" tanya Muda lagi.

Alena terdiam untuk berpikir. Sepertinya untuk bercerita ...

"Aa mandi dulu aja," sahutnya. Mengalihkan pembicaraan.

Muda mengangkat bahunya, ia tahu Alena belum mau bercerita padanya. maka ia putuskan untuk meninggalkan Alena mandi, dan ketika ia kembali ... Alena sudah tertidur memunggunginya.

Muda mendekat, meraih tubuh Alena dan memeluknya dari belakang.

"Selamat tidur, sayang."

*****

Napas Muda sudah teratur, itu berarti pria itu sudah tertidur sementara Alena masih terjaga sampai dini hari. ia membalikkan tubuhnya, menatap wajah tertidur Muda yang sangatlah lucu.

Ingatannya melayang pada pembicaraannya dengan mertuanya pagi tadi, mengenai Alena ... dan masa lalunya. Mengenai hubungannya dengan Mushkin, dan mengenai reputasinya sebagai perusak hubungan orang.

Seperti apapun ia mencoba menghapus masa lalunya, nama Alena sebagai perusak hubungan orang tetap tersimpan dengan begitu rapi dalam benak setiap orang, dan semua itu bukanlah kehendak Alena untuk menghapusnya, ia tidak berhak dengan jalan pikiran dan pandangan orang lain terhadapnya.

Alena menghela napasnya, "Lena dapet Aa, kayaknya Lena dapet jackpot, ya? Lena dapet suami yang baik banget, pengertian, dewasa, bener-bener jaga Lena, dan selalu mengusahakan kebahagiaan Lena. sementara Aa ... Aa dapet Lena, rugi bandar mungkin ya? Aa harus ngadepin orang nyebelin kayak Lena, Aa harus terancam sama kehadiran adik ipar Aa sendiri karena dia mantan pacar Lena, dan ... Lena bagusnya apa sih? bahkan Lena bikin Aa berantem sama mama gara-gara letak guci doang," ucapnya dengan lemah.

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"

Alena tersentak, mendapati Muda menyahutinya dan menatap dirinya. hey! Bukankah pria itu sudah tidur? Dan ketika Muda tertidur, pria itu akan tertidur seterusnya sampai pagi. Kenapa sekarang tiba-tiba bangun?

"Kok—Aa nggak tidur?"

Muda tersenyum, "Aa tidur, tapi kamu geser. Jadi Aa bangun."

Ya, sejak menikah—terlebih lagi sejak Alena hamil, Muda selalu mengusahakan dirinya untuk terjaga. Sepulas apapun ia tertidur, Muda akan terbangun ketika Alena menjauh dari pelukannya atau Alena pergi ke kamar mandi. Pola tidurnya bahkan berubah sekarang.

"Tadi mama tanya, hubungan Lena sama Al."

Muda mengerutkan keningnya mendengar ucapan Alena yang tiba-tiba.

"Aa pernah ngerasa nggak, kalau misalkan ... Lena itu bekas adik iparnya Aa?"

"Hus! Kok kamu bicara begitu?"

Alena mengalihkan tatapannya ke arah lain, "Aa ... Aa kan tahu sendiri, Lena tukang hancurin hubungan orang. Aa nggak malu gitu, punya istri seperti Lena?"

"Alena ...."

"Kasarnya, Lena itu jalang loh A! kok Aa mau mungut Lena sih?" tanya Alena lagi, dengan menyedihkan.

Muda bangkit dari tidurnya, terduduk dan membimbing Alena untuk duduk juga.

"Kenapa kamu bicara seperti itu?" tanyanya, tidak terima.

Alena memainkan jarinya, "Lena cuman mikir aja, A. kok Aa rugi bandar dapetin Lena. Udah yatim piatu, perusak hubungan orang, bekas adik ipar Aa, dulu malah Lena sempet mau hancurin hubungan Al sama Icha juga kan ... Lena jahat, nggak kayak Aa."

"Alena ...."

"Aa pernah mikir nggak, kok mau-maunya Aa sama Lena?"

"Lena ..."

"Lena tuh—ah, pokoknya Lena tuh udah kayak sampah yang nggak bisa diperbarui lagi. udah nggak bisa dipungut, udah nggak—"

"ALENA MAHARANI. CUKUP ATAU KITA BERTENGKAR SEKARANG JUGA!!" Pekik Muda. Pria itu membentaknya dengan kencang, dan Alena menangis, menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu terisak dengan hebat di depan suaminya.

Muda mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak bermaksud membentak Alena, ia hanya tidak suka dengan Alena yang tiba-tiba saja berpikiran seperti itu.

Lama mereka terdiam, hingga Muda memeluk Alena dengan erat seraya mengulangi kata-kata yang sama, "Maafin Aa, sayang."

Dan malam ini Alena habiskan dengan menangis sejadi-jadinya dipelukan suaminya. 

******

"Mud, kamu nggak mikir gitu tiba-tiba si Lena diem-diem ketemu sama si Mushkin?"

Muda menatap ponselnya seraya mengerutkan keningnya. Maksud hati ingin menelpon ibunya menanyakan kabar, malah membicarakan hal seperti ini.

"Maksud mama, apa?"

"Iya, kan mereka pernah pacaran tuh. Pasti ada kisah yang belum selesai lah Mud, bukan apa-apa ya. bukannya mama suudzon, tapi mama takut aja. makanya mama waspada, siapa yang tahu kalau mereka diem-diem lanjutin hubungan. Lagian Alena kan cantik, walaupun anak mama si Icha paling cantik, tapi secara realistis ya dia kalah telak sama Alena. Bisa aja kan, memang Alena sama Mus—"

"Mama nuduh mereka selingkuh? Mama punya bukti?"

"Nggak sih, tapi kan kata Astrid ... si Alena tuh pacar abadinya Mushkin, Mud. Ya mama takut aja anak mama di mainin, mana udah nikah."

Begitu nama Astrid disebut, Muda langsung mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang.

Ia memejamkan matanya seraya mengatur emosinya, "Ma ... setiap orang punya masa lalu, dan semua itu harus ditinggalkan di belakang, nggak bisa dibawa-bawa ke masa kini karena akan menghambat masa depan. Masa lalu Alena sama Mushkin, tapi masa kini dan masa depan dia kan sama Muda. Lagi pula Alena dan Mushkin nggak ada hubungan apa-apa lagi. mama memangnya nggak liat, secinta apa Mushkin sama Icha? Dan apa mama nggak liat, secinta apa Muda sama Alena? Lupakan soal perasaan Alena, Muda sudah menerima dia ... sepaket dengan kisah dan nasib hidupnya ketika Muda menikahi dia. Perihal perasaan Alena atau pemikirannya tentang Mushkin, Muda nggak peduli. Kita manusia normal, jangankan Alena ... mama saja mungkin kadang masih kepikiran sama mantan pacar mama dulu. Iya kan?"

"Ya ... mama kan cuman takut aja Mud. Namanya waspada, kan?"

"Ya, oke mama. Waspada boleh, tapi jangan keterlaluan. Jatuhnya malah mama nuduh yang nggak-nggak. Muda sayang sama mama, dan Muda juga sayang sama Lena. Muda nggak mau aja, masalah sepele seperti ini membuat mama dan Alena nggak nyaman hidup bersama."

"Ya ... mama berlebihan ya? ya udah deh, maafin mama ya Mud. Ini sih! si Astrid, make jadi kompor segala," gerutu Tiwi.

Muda tersenyum, "Coba deh mama tanya Icha, apa arti nama Astrid," kekehnya.

"Nanti deh, mama mau nemenin papa kamu dulu. Ya sudah, kamu lagi sarapan kan? makan yang banyak, biar semangat di kantor. Dah, Assalamualaikum."

"Iya ma, waalaikumsalam."

Mematikan ponselnya, Muda meneruskan kegiatan memasaknya.

Ya ... Alena masih tertidur, karena ia baru tidur subuh tadi, sehingga Muda sengaja tidak membangunkannya, dan karena ayahnya tak ada di kantor, Muda memutuskan untuk berangkat siang hari ini.

****

Alena membuka matanya ketika sebuah kecupan ia terima di keningnya.

"Morning," sapa Muda. Pria itu sudah sangat tampan dan wangi! Siap untuk pergi bekerja.

Alena bangkit dari tidurnya, "Jam berapa? Kok Aa nggak bangunin Lena?"

"Ya, kamu kan baru tidur subuh. Sini ... sarapan dulu."

Tahu-tahu Muda sudah membawakan sarapan untuknya. Alena terduduk dengan rasa bersalah pada suaminya. Yah ... hari ini ia gagal jadi istri yang baik.

"Aa sudah berbicara dengan mama barusan,"

Alena menatap Muda.

"Jadi, ini cuman kekhawatiran mama saja, dan kayaknya kecendrungan hormon kamu yang sensitiv juga, makanya sampai menangis-nangis begitu semalam."

Alena mengerucutkan bibirnya.

"Namanya juga orangtua, pasti selalu waspada dan khawatir sama anaknya. Kita juga segera menjadi orangtua, dikit-dikit waspada juga kan? Aa pun sampe masalahin letak guci gara-gara keselamatan anak kita. Begitu juga mama, beliau terlalu khawatir. Maklumi ya Len,"

Alena menganggukkan kepalanya. ia juga memakluminya sih, sebenarnya.

"Soal masa lalu. Ya ... sudahlah, kita nggak akan bisa maju kalau terus terpaku sama masa lalu. Kamu pernah sama Mushkin, Aa pernah sama Astrid. Kita berdua sama-sama orang yang pernah memiliki seseorang lain dalam hidup kita. Hanya saja, kita sudah memutuskan untuk menjalani ini bersama kan, Aa punya kamu, dan kamu punya Aa. Beres, benar atau benar?"

Alena tertawa, "Benar," sahutnya.

"Jadi apa yang harus dipikirkan lagi? toh Astrid tidak tahu bagaimana Aa telanjang, begitu juga Mushkin yang tidak tahu bagaimana kamu telanjang."

Eiihhsss ... kenapa harus bahasan ini yang dibawa ke permukaan?

Alena tersenyum jahil, "Gimana kalau Al tahu?"

"Maka Aa akan membiarkan Astrid tahu juga."

What the ...

APA-APAAN!

Alena buru-buru menjauh dari Muda kemudian berteriak, "SANA PERGI! TUNJUKIN SAMA ASTRID!!" pekiknya.

Melihat reaksi Alena, Muda tertawa dengan keras.

"Harusnya mama liat ini. Jelas sekali, kamu cinta banget sama Aa," ucap Muda.

Alena mengerucutkan bibirnya, "Lena kan memang cinta sama Aa! Harus berapa kali bilang sih?"

Muda masih tertawa, "Kalau cinta, sini dong. Jangan jauhan begitu," ucapnya, dan dalam sekejap Alena sudah berada di atas pangkuannya dan memeluknya dengan erat.

"Te Amo! Lena nggak suka Aa sebut nama Astrid!"

"Aa juga nggak suka kamu sebut nama Mushkin, apalagi sama sebutan 'All'."

"Oke, besok Lena panggil dia Mushkin," kekeh Alena.

Mereka berpelukan dengan erat, kemudian Muda berkata, "Tidak peduli apa yang sudah terjadi di masa lalu. Kita tidak bisa menghapus semuanya Lena, tapi kita bisa menjadikan masa lalu sebagai sebuah pembelajaran untuk hidup kita, untuk menjadi kenangan kita. Bahwa kita pernah begini, kita pernah begitu. dan kini kita memutuskan untuk tidak seperti masa lalu yang begini dan begitu."

Alena tertawa seraya meraih wajah Muda, "Aa ngomong apa sih? begini sama begitu." ledeknya.

Muda terkekeh, "Aa bingung."

"Kenapa?"

"Karena aku sayang kamu," sahut Muda.

Seketika Alena tertawa dengan kencang, "Apaan! Ngeselin deh!"

"Biarin, yang penting aku cinta kamu."

"Hiiiii ... geli!"

Dan tangisan semalam Alena, terganti dengan senyuman dan tawa yang menggema dengan bahagia di pagi hari ini.

*****

"Kenapa sih ma? Nggak bisa diem banget." Haris mulai kesal dengan istrinya yang sejak tadi tak bisa diam di tempatnya.

"Ini loh pa! mama kan minta maaf sama si Lena, lah nggak dibales terus. Mana sekretarisnya Muda smsin mama katanya si Muda belum ke kantor. Ini jam berapa? Udah jam sebelas. Tapi hpnya juga mama telponin nggak diangkat terus. Kenapa ya? mereka berantem kah? Atau gimana?"

Haris menggaruk kepalanya, "Mungkin Muda di jalan ma."

"Nggak mungkin. Kalau dijalan tetep angkat telpon mama, kalau naik motor juga dia pake headset, suka angkat telpon. kayaknya masih di rumah deh, aduh pa! ini apa gara-gara mama ontrog si Lena ya, Lena jadi marah sama Muda terus mereka berantem hebat? Aduh, rumah kita apa kabar, pa?"

(Ontrog : labrak)

"Mama lebay, ah. Lagian suruh siapa tanya Lena macem-macem."

"Namanya juga penasaran papa, ya mama takut aja kayak sinetron-sinetron tuh."

"Mama kebanyakan nonton sinetron! Besok-besok nonton spongebob aja."

"Ih papa! Aduh, mama udah smsin Icha sih suruh dia liat ke rumah, tapi kok lama ya?"

Haris memutar matanya, "Dari rumah Icha ke rumah kita kan bukan bersin langsung sampe ma, tunggu aja."

Baiklah. Tiwi memutuskan untuk menunggu kabar dari Icha saja, dan lima belas menit kemudian, ponselnya berbunyi. Cepat-cepat Tiwi mengangkatnya.

"Halo Cha?"

"MAMA JAHAT! APA-APAAN SURUH ICHA TENGOK ABANG KE RUMAH! MEREKA LAGI BIKIN FILM DI KAMARNYA! GILA! SUARANYA KENCENG BANGET MAMAAA! Icha jadi nyesel pernah tunjukin suara begitu sama si Lenoy, dia bales dendam pasti. mamaaaa! ICHA MERINDING! MANA SI MUSTOPA LAGI KE JAKARTA!!!"

Haris yang mendengar pekikan Icha langsung meraih ponsel Tiwi dan mematikannya. Matanya masih terbelalak karena terkejut dan bibirnya tersenyum dengan kaku.

Dasar! Kalau sudah tua, telpon selalu di loadspeaker. Haris kan malu, semua orang menatapnya dengan tersenyum sekarang.

Aihs! Semua gara-gara kedua anaknya itu!!!



TBC



Tau kok tau, ini apaan ya! wkwkwk

Namanya hiburan jangan dibawa serius ya hahahahaha jadi kalau part ini jelek ya maaf maaf aja wkwkwk ini aku dua kali ngetik loh, beda versi wkwkwk

Btw hamil muda boleh naena kok :D asal aman aja. kan Lena kandungannya bagus, sehat . wkwkwk

Part depan tamat ders :3 yuhuu .

Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri ini, tadinya ada konflik tapi udah ah ini aja. anggap aja ini extra part yaaa :D

Dan ... SIAP SIAP UNTUK HARU JINO! CUSS SINI MANA YANG MAU BIKININ COVERNYA HAHAHAHAHAHA

Oke, sampai jumpa di part depan.

Dah ... aku sayang kalian :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: