Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4 - Sesuatu yang Mengejutkan


"RENOOOO!!!!" Alena berteriak dengan kencang ketika menatap benda yang kini ia pegang dan membuatnya gemetaran karena tak percaya akan hasilnya.

Ayah tiga anak yang diteriakinya segera berlari dengan susah payah seraya menggendong Putra dan menghampiri Alena dengan panik.

"Kenapa? Kenapa? Kamu Jatoh Len?" tanya Reno.

Alena mengangkat kepalanya, menatap Reno dengan tatapan berbinar lalu berdiri dan memeluk kakaknya dengan sangat erat.

"AKU HAMIL!!!" teriak Alena.

Ia memeluk Reno kemudian meloncat-loncat kegirangan, sementara Reno kelimpungan menahan berat tubuh Alena dan Putra yang masih berada dalam gendongannya.

"Lihat!" Alena melepaskan pelukannya dan menunjukkan test packnya pada Reno, "Kalau dua garis berarti hamil kan? bener kan?" tanyanya tak percaya.

Reno mengangguk, "Setahu aku memang hamil, kalau du—"

"YEAY!!! Akhirnya aku hamiiil! Akhirnya aku sama Aa punya baby! Aaaa Renooooo!" Alena kembali mendekat, ia kini malah memeluk Reno dengan gemas dan menciumi wajah kakaknya.

"Lena kamu kena—" dan Muda datang di saat yang sangat tepat untuk ia memarahi Alena karena tengah menciumi pipi pria lain tepat di hadapannya.

Alena mengerjapkan matanya, ia menjauhi Reno kemudian terkekeh, "Aa ... Lena lagi—"

"Aa ke kamar duluan!"

Hanya itu saja yang Muda ucapkan, selebihnya pria itu memilih diam dan pergi ke kamar Alena.

"Yah, Aa marah ...." Gumam Alena.

Reno tertawa, "Jelas lah Len! Kamu hamil kok teriak nama aku, cium juga malah ciumin aku," gerutu Reno.

Alena mengerucutkan bibirnya, "Abisnya orang yang aku liat sebelum aku masuk kamar mandi kan kamu Reno. Lagian kan dari dulu kalau aku seneng, aku laporan sama kamu."

Reno mencibir, "Salah! Dulu laporannya sama si Mus!" ralatnya.

Alena kembali terkekeh, "Iya juga ...."

"Kenapa sih rame-rame? Lena! kamu di apain sama suami aku?" tiba-tiba Sharen bergabung dengan mereka dan menatap keduanya penuh tanya.

Alena segera menyembunyikan test pack nya di belakang punggungnya, "Nggak apa-apa mbak Sharen. Aku tadi liat kecoa mirip Reno," sahutnya seraya terkikik geli.

Sharen mengerutkan keningnya tak mengerti, sementara Reno menggerak-gerakkan bibirnya dengan kesal, mendumel mengenai banyak hal pada Alena.

Alena tidak mempedulikannya, yang lebih penting dari semuanya adalah suaminya yang mungkin tengah kesal padanya. Tetapi ... entah kenapa Alena malah senang ya, Muda merasa kesal padanya.

Ya ... sebenarnya Alena ingin melihat Muda kesal juga sih. Pria itu kalau kesal menggemaskan.


******


"Om! Om Muda kenapa?" Haru memakan coklatnya seraya duduk menemani Muda yang tengah menatap banyaknya kucing milik Maryam yang berada di halaman belakang rumahnya.

Muda menoleh, ia tersenyum dengan kikuk pada Haru.

"Om! Om marah ya sama tante Lena?" tanya Haru lagi.

Muda menatapnya dengan senyuman di wajahnya, "Kok Haru bilang begitu?" tanyanya.

Haru kembali melahap coklatnya, "Soalnya kalau papa lagi marah sama mama, papa juga mukanya begitu. Jino juga, kalau marah sama Haru begitu. kata oma ... laki-laki kalau marah kayak ibu-ibu yang jualan tutut, manyun terus."

Muda terkekeh, "Om suka tutut. Haru suka?"

Haru menggeleng, "Haru sukanya Jino."

Seketika Muda tergelak, "Jino? Jino itu apa?"

"Jino itu ... nanti deh kalau Jino main ke rumah Haru, Haru kenalin Jino ke om."

Muda menganggukkan kepalanya, "Oke ... boleh," sahutnya seraya tersenyum. Ia menatap Haru lagi dan melihat betapa belepotannya anak itu ketika sedang makan coklat. Muda mengulurkan tangannya, mengelap sisa-sisa coklat di mulut Haru dan membersihkannya.

"Tadi Haru bilang papa Haru suka marah sama mama?"

Haru mengangguk.

"Haru tau, kenapa papa Haru marah?"

Haru diam, memikirkan beberapa hal seraya memiringkan kepalanya, kemudian ia menatap Muda dan menggeleng, tapi selanjutnya ia menganggukkan kepalanya seraya terkekeh, "Papa suka marah sama mama kalau ada Jino main di rumah, papa ngomel-ngomel nggak jelas. Mama ketawa aja, Haru juga ketawa."

Dan Muda juga tertawa mendengarnya. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut Haru dan mengusapnya kemudian tangannya bergerak menuju pipi tembem anak itu dan mencubitnya dengan gemas.

Yah ... lucu mungkin kalau mempunyai anak perempuan. Pikirnya.


*****


Katanya mau ke kamar. Tetapi ketika Alena masuk ke dalam kamar, Muda tidak ada. Padahal Alena ingin sekali segera menunjukkan test pack yang menunjukkan dua garis tersebut.

Seminggu lalu, Maryam dan suaminya pergi untuk Umroh dan liburan. Alena bersama Muda tinggal di sini untuk mengisi rumahnya, termasuk Reno dan Sharen yang menemani Muda juga Alena di rumah ini. hari ini Hari Minggu, Muda libur kerja. Mereka harusnya berolahraga bersama, tetapi Alena menggagalkannya karena mereka bangun kesiangan setelah sholat subuh dan Alena lebih dulu dikejutkan dengan hasil tes nya di pagi hari.

Pintu kamarnya terbuka, dan sosok tinggi suaminya muncul di sana.

Alena bangkit dari ranjang dan berlari menuju Muda tetapi kakinya kehilangan keseimbangan hingga tubuhnya limbung dan hampir saja jatuh ke lantai kalau saja Muda tidak segara menahannya dengan cara memegangi kedua sisi tubuhnya.

Alena terkekeh, sementara Muda menatapnya tajam, "Hati-hati!" peringatnya.

Alena mengangguk seraya tersenyum, sementara Muda masih menatapnya tajam, "Sepertinya ini pertama kalinya kamu hampir jatuh lagi gara-gara kaki kamu. Setelah beberapa lama Aa nggak lihat kamu jatuh," ucapnya.

Alena mengangguk lagi, "Biasanya kan Lena pelan-pelan. Barusan Lena seneng banget liat Aa, makanya Lena langsung lari."

"Dan siapa yang menyuruh kamu lari-lari?"

Nah nah nah! Keluar sudah tanduk merah dalam kepala Muda. Ucapan sinisnya mulai hadir mewarnai pembicaraan mereka.

"Ya ... kan Lena seneng lihat Aa. Makanya Lena lari."

"Jarak dari kasur ke sini hanya satu meter lebih sedikit saja. kalau kamu jalan juga nggak akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk ke sini," gerutunya.

Alena terkikik, "Iya tahu! ya namanya seneng lihat suami atuh A. kan perasaan itu nggak bisa dikendalikan kalau udah muncul."

"Iya. termasuk meneriaki dan menciumi suami orang," sindir Muda.

Alena mundur dan duduk di atas ranjang sementara Muda masih berdiri.

"Reno kakak aku."

"Dan saya suami kamu."

JEGERRRR!!!

Ketika kata 'Saya' keluar, saat itulah Alena dalam bahaya.

Alena menelan ludahnya, tapi bibirnya masih tersenyum pada Muda.

"Aa marah ...." Ucap Alena.

"Jelas lah marah! Yang suami kamu siapa yang diteriakin siapa yang dicium juga siapa!" jelasnya.

Alena menganggukkan kepalanya.

"Kamu nggak tahu. tadi saya panik. Lagi di kamar mandi denger teriakan kamu kirain kenapa. Udah lari-lari dari kamar, ternyata kamu malah ciumin suami orang! Kalau Mushkin yang berada di sana, kamu mau ciumin dia juga?"

Entah mengapa ketika Muda membawa nama Mushkin, Alena malah semakin terkekeh, "Aa cemburu," godanya.

"Jelas lah! Coba kalau kamu yang lihat saya lagi ciumin Sharen!"

"Ih ngapain Aa ciumin mbak Sharen?!" pekik Alena.

"Tuh kan! kamu saja mikirnya begitu. Terus kamu ngapain tadi ciumin Reno?"

"Lena tadi terlalu seneng, kalau Lena seneng kan memang Lena suka ciumin orang. Aa sendiri tahu itu."

"Iya dan kalau tukang sayur lewat waktu kamu senang, dia juga pasti kamu ciumin, kan?"

Begitu ya, kalau orang cemburu. Tukang sayur ikutan eksis!

"Yah ... nggak gitu juga, Lena kan—"

Belum sempat Alena menyelesaikan ucapannya, Muda sudah berjalan keluar dari kamar dan menutup pintunya dengan kencang.

Well ... sepertinya kali ini Muda sangat marah padanya.

Tetapi entah mengapa Alena malah senang kalau Muda seperti ini. ya ... habisnya, selama menikah dapat di hitung dengan jari saja ketika Muda marah kepadanya.


******


Menjelang siang Muda baru kembali ke dalam kamar, Alena sedang tertawa menonton acara TV yang kini sedang berlangsung. Pria itu mendengus, bahkan ketika ia marah ... Alena membiarkannya. Benar-benar Alena yang selalu membuatnya kelimpungan!

"Aa mau makan?" tanya Alena begitu melihat Muda.

"Sudah." Ketus Muda.

"Lena belum makan, Aa mau temani Lena makan?"

"Makan saja sendiri!"

Makan ... makan sendiri ....

Walau punya suami ...

Suami sedang marah, tak ingin menemani ....

Alena mengerucutkan bibirnya. Yah ... percuma saja menikah kalau makan sendiri.

"Lena pengennya ditemenin Aa," pintanya.

Muda menatapnya dengan malas, "Minta Reno temani kamu saja," sahutnya. Ia berjalan menuju kamar mandi dan membanting pintunya hingga menimbulkan debaman yang cukup keras. Alena tersentak dibuatnya, tetapi anehnya lagi-lagi ia malah terkekeh lagi. kesenangan melihat Muda marah padanya.

Alena mengambil test pack dalam saku bajunya, menatapnya dan sepertinya memang sudah saatnya untuk menunjukannya pada Muda. Bangkit dari ranjang, Alena berjalan menuju kamar mandi. Ia tahu Muda tak pernah mengunci kamar mandi, dan pria itu juga tak memperbolehkan Alena untuk mengunci kamar mandi di dalam kamar mereka karena kalau ada sesuatu, salah satu diantara mereka bisa memastikannya dengan mudah.

Muda sudah bertelanjang dada ketika Alena membuka pintu kamar mandi. Pria itu menatapnya, "Kenapa?"

Alena menggelengkan kepalanya, menutup pintu kamar mandi kemudian memeluk Muda dari pinggir, "I Love you ..." ucap Alena tiba-tiba.

Muda mengerutkan keningnya.

"Maaf, tadi bukan maksud Lena lebih memilih cium Reno daripada cium Aa. Tapi serius, Lena lagi seneng banget."

Muda diam.

Alena mengeratkan pelukannya.

"Tadi, waktu Lena mau ke kamar mandi yang ada di luar, Reno yang Lena liat. Jadi Lena ingetnya sama Reno waktu mau teriak."

Muda masih diam.

Alena memiringkan kepalanya, "Aa mau tahu nggak kenapa Lena seneng?"

Muda tetap diam. Masih kesal sebenarnya. Dalam hati ia sudah banyak menggerutu, hanya saja bukan Muda sekali kalau ia mengeluarkan gerutuannya.

Alena mencium pipi Muda, "Lena seneng juga loh, Aa marah sama Lena. Abisnya Aa jarang marah ... tapi emang serem sih kalau Aa marah," kekehnya.

Muda melepaskan pelukan Alena dari tubuhnya, "Saya mau mandi. Bisa kamu keluar?" pintanya.

Alena menggeleng, "Mandi aja, Lena tetep di sini," keukeuh Alena. Menimbulkan kerutan dalam di kening Muda.

Hey ... wanita ini kenapa?

"Ya sudah."

Muda tidak mau ambil pusing, ia membuka kancing celananya dan menurunkan sletingnya. Tepat ketika tangannya memegang celana dan hendak menurunkannya, Alena memeluk Muda lagi kemudian berbisik, "Lena hamil ..."

Seketika mata Muda terbelalak, ia menatap Alena tak percaya, menuntut penjelasan Alena atas apa yang baru saja ia dengar.

"Kamu ... hamil?"

Alena mengangguk, ia menunjukkan test pack nya pada Muda, "Dua garis berarti hamil," kekeh Alena.

Luar biasa! Muda benar-benar tidak percaya.

Pria itu menarik kembali sleting celananya, memasang kancing dan meraih kaosnya untuk memakainya kembali.

"Kita ke dokter sekarang."


*****


Testpack yang Alena pakai untuk mengetes kehamilannya ternyata benar, dokter sudah membenarkan hal itu. keduanya bahkan sudah melihat hasil USG dimana kantong kehamilan sudah terlihat di dalam rahim Alena.

Sejak pulang dari dokter, Muda tak bisa menghentikan senyuman di bibirnya barang sebentar saja. Pria itu terlihat bahagia sekali, bahkan saat di Rumah Sakit, berkali-kali Muda menciumi Alena dan mengucapkan beribu terima kasih juga kata cinta untuk Alena.

Ternyata, kabar baik bisa membuat Muda semanis itu. Biasanya pria itu tak pernah mau menunjukkan kemesraan di depan umum, tetapi hari ini pengecualian.

"Aa seneng banget, Len. Makasih, sayang."

Sepertinya sepanjang hari ini Alena akan sangat kenyang dengan kalimat yang Muda ucapkan. Jelas saja, kalau Alena tidak malas menghitung, mungkin Alena sudah tahu jumlah tepat dari kalimat Muda untuknya.

"Lena juga seneng, Lena sayang Aa!" sahut Alena. Wanita itu memiringkan tubuhnya untuk menghadap Muda yang sedang menyetir.

"Kalau masalah sayang, Aa lebih sayang sama kamu."

"No! kayaknya Lena deh yang lebih sayang sama Aa."

"Masa sih sepertinya Aa yang lebih sayang."

"Nggak. Lena ... tahu! kalau Aa lebih sayang sama Lena, Lena lebih ... lebih, dan leeebiiiihh sayang lagi sama Aa. Pokoknya sayangnya Lena nggak bisa dibendung lagi.."

Muda terkekeh, "Jadi kita mau bertengkar karena bahas siapa yang lebih sayang?" tanya Muda dengan geli.

Alena mencium pipinya, "Ya udah sih. nggak peduli siapa yang lebih sayang siapa, yang paling penting kita bersama. Iya nggak A?"

Muda mengangguk setuju, "Iya ... dan yang paling penting, kita berjalan dalam tujuan yang sama."

Alena mencium Muda lagi, "Te Amo, A! maafin, tadi Lena meluk Reno ... hehehe."

Mendengar nama Reno disebut, senyuman di wajah Muda menghilang. Pria itu menatap Alena dengan datar, "Lain kali kalau kamu seneng, Aa yang harus kamu peluk pertama kali. Dan kalau kamu sedih, Aa juga yang harus kamu peluk."

Alena mengangguk dengan patuh.

"Siapp suami Lena sayaang!"

"Nah, kalau nurut begitu kan Aa makin cinta."

Rasanya, Alena ingin tertawa begitu kencang sekarang juga.

Apa kata suaminya? Tidak salah? Ucapannya kenapa menggelikan sekali?

HAHAHAHA! ISKANDAR MUDA GITU LOH!!


****


Iskandar Muda benar-benar tidak bisa membendung lagi rasa bahagianya mengenai kehamilan Alena. Ketika mereka sampai di rumah Maryam, semua orang sudah berkumpul di sana. Haris dan Tiwi, Mushkin dan Icha juga Dylan. Alena tidak menyangka kalau suaminya menghubungi mereka semua. Rasanya seperti Mushkin ketika Dylan pertama kali tengkurap, pria itu memberitahukan semua orang bukan? Dan sekarang suaminya, memberitahukan semua orang mengenai kehamilan Alena.

Lihatlah betapa lebarnya senyuman suaminya itu. juga semua orang yang kini memeluk Alena bergantian untuk mengucapkan selamat atas kehamilannya.

"Lenaaa ... selamat! Semoga sehat ya!" Sharen mengucapkannya begitu ia melepaskan pelukannya. Alena mengangguk seraya tersenyum bahagia.

"Semoga ngidam kamu nggak aneh-aneh Len!" sahut Reno. Alena hendak memeluk Reno seperti sebelumnya tetapi tiba-tiba saja Muda merangkulnya dan membuat Alena tak bisa bergerak untuk mendekat pada Reno.

Aishhh ... dasar suami manis yang posesif! Bisa juga bertingkah seperti itu.

"Lenaaaa! Ya ampun, mulai besok bilang ya kamu mau makan apa di rumah biar mama masakin. Aduh, akhirnya mama mau punya cucu lagi," ucap Tiwi yang kini mengusap perut Alena dengan bahagia.

"Gila lu Noy! Tokcer juga! Mantep nih kayaknya goyang tiap malam!" celetukan Icha membuat semua orang tertawa, dan Alena malu dibuatnya.

Alena hanya bisa tersenyum malu, "Makasih ya semuanya. Do'ain Babynya Lena sama Aa sehat terus sampai nanti lahir."

"Kalau kamu sehat, bayinya juga pasti sehat Lena." Haris yang sejak tadi memperhatikan kini membuka suaranya.

Alena tersenyum, "Aamiin. Makasih papa!"

Dan semua orang kembali bergantian memeluk Alena. Mereka benar-benar bahagia mendapat kabar mengejutkan itu, dan Iskandar Muda yang diam memperhatikan mereka hanya bisa tersenyum seraya mengucapkan beribu-ribu do'a di dalam hatinya.

Kini ... hidupnya benar-benar terasa sempurna.

Alena, dan calon anak mereka.


*****


"Ma, maafin Muda. Tapi Muda minta izin sama mama buat pindahin guci ini ya?"

Sudah hampir setengah jam Muda membujuk ibunya untuk mengizinkannya memindahkan guci besar yang berada di ruang tamu rumahnya, tetapi Tiwi tak juga menjawab ucapannya. Wanita paruh baya itu memberengut sedih, tak rela barang kesukaannya harus berpindah tempat. Karena sesungguhnya Tiwi adalah orang yang tidak suka perubahan. Jika barang itu sudah berada di tempat yang semestinya, maka selamanya harus seperti itu.

"Disitu aja kenapa sih nggak boleh Mud? Kamu kok tumben komen barang-barang mama!"

"Bukan begitu ma, cuman Muda takut aja Lena kesandung guci ini." benar ... usia kehamilan Alena menginjak tiga bulan, dan Muda tidak mau hal sekecil apapun dapat membahayakan keselamatan Alena.

"Kesandung gimana? Muda, gucinya besar. Emang si Lena bolor sampe-sampe guci besar aja bikin dia ke sandung?"

"Bukan begitu ma, Cuman kan bagian yang ada guci ini agak ngalangin jalan."

"Muda, rumah ini luas. Sebelah mananya yang menghalangi jalan? Pokoknya mama nggak mau kalau guci mama kamu pindahin!"

"Sebentar aja mama, sampai rumah Muda jadi dan kita pindah. Muda cuman mau memastikan Alena baik-baik aja. keselamatan Alena yang paling penting, dia lagi hamil."

"Memangnya apa hubungannya hamil sama letak guci? Kamu suka ngaco ah!" Tiwi tetap keukeuh pada keputusannya, dan Muda tetap keukeuh dengan tekadnya untuk membujuk ibunya.

"Mama ... Lena suka ke sandung kalau jalan. Bukan masalah kesandung guci yang segede ini. takutnya Lena kesandung, malah jatoh nyenggol guci ini sampe pecah, atau mungkin jatohnya kena guci ini. kan bahaya mama."

"Memangnya tenaga si Lena sebesar apa sampai nyenggol guci aja bisa langsung pecah!"

Jika saja Icha yang tengah ia bujuk, Muda bisa membentaknya dan memelototinya. Tetapi semua terasa begitu sulit ketika yang ia bujuk adalah ibunya sendiri. Muda menghela napasnya, "Ma ... hanya sementara kok, ya? Muda mohon, sekali lagi. Semua untuk keamanan Alena."

Tiwi menatap anaknya tak menyangka, "Kok kamu gitu sih? kamu lebih mentingin Alena daripada mama? Lupa ya? siapa yang lahirin kamu? Yang urus kamu?"

Lihat! ibunya malah berbicara kemana-mana. Sepertinya salah Muda juga, ia berbicara di waktu yang tidak tepat. Ketika ibu dan ayahnya sedang dalam sebuah perdebatan kecil yang membuat mood ibunya mungkin hancur dan lebih sensitiv.

Benar kata ayahnya, antara ibu dan seorang istri selalu ada pihak yang merasa tersisihkan ketika mereka tinggal bersama.

Muda meraih tangan ibunya dan menggenggamnya, "Mama ... mama memang orang yang melahirkan Muda, mama mengurus Muda dan mengorbankan hidup mama untuk Muda. Mama orang yang paling Muda sayangi. Tapi ma, Alena istri Muda. Dia wanita yang menjadi makmum Muda, yang harus Muda jaga juga Muda sayangi dan tuntun setiap langkahnya. Rasa sayang Muda sama mama dan rasa sayang Muda sama Alena mempunyai porsinya masing-masing, di tempat berbeda yang tak pernah bisa mengganggu posisi masing-masing. Mama orang yang melahirkan Muda, dan Alena orang yang meninggalkan seluruh hidupnya, meninggalkan seluruh keluarganya untuk melangkah bersama Muda, demi mengikuti Muda. Muda hanya ingin memastikan keselamatan Alena saja mama, karena mencegah lebih baik daripada memperbaiki."

Tiwi terdiam mendengar ucapan dari anaknya. Ia berpikir sejenak, kemudian melepaskan genggaman tangan Muda dan memalingkan wajahnya lalu berkata, "Oke. Kamu boleh pindahin guci itu."

Seketika, Iskandar Muda tersenyum dan memeluk ibunya.

Sementara Alena yang baru saja lewat dan tanpa sengaja mendengar ucapan Muda yang terakhir, ia menatap Muda seraya berkaca-kaca, tersentuh oleh ucapan Muda mengenai dirinya. bahwa Alena meninggalkan segalanya untuk Muda, padahal sepertinya semua terbalik. Yang sebenarnya adalah ... Muda yang meninggalkan semuanya untuk Alena.

Muda meninggalkan hidupnya yang normal untuk meraih seseorang yang begitu malang seperti Alena.

"Ayah ... lihat! suami Lena lebih hebat dari ayah!" gumamnya dalam hati.


*****


"Kenapa?"

Ada yang aneh dari Alena ketika Muda hendak berangkat kerja. Wanita itu memeluknya erat sekali, seolah tidak mau kalau Muda berangkat kerja.

"Nggak apa-apa, tapi Lena kok kangen Aa terus," kekeh Alena.

Muda mengerutkan keningnya, "Kemarin kita jalan-jalan, sayang. Sekarang Aa harus kerja," sahut Muda.

"Iya, Lena tahu kok. Aa juga kerja kan buat kita," ujarnya seraya mengusap perutnya.

Muda tertawa, "Kamu nggak usah anter makan siang ya. biar Aa pulang aja, makan siang di rumah."

Alena mengangguk, "Siap! Aa mau di masakin apa?"

"Mama udah masak katanya."

"Oh, oke."

"Nanti mau Aa belikan apa?" tanya Muda.

Alena memeluk Muda lagi, "Kayaknya Lena pengen pempek Bang Rico, A!"

"Oh, yang jualannya pake mobil di Katamso, ya?" tanya Muda lagi.

Alena mengangguk antusias, "Iya! yang itu!"

"Oke, nanti Aa beli. Kamu jangan lupa minum susunya."

"Kan udah tadi Aa sayang."

"Kalau gitu jangan lupa makan buah-buahan."

"Siap!"

"Makan nasinya juga! Pakai sayur."

"Iya."

"Kemarin kita udah jalan-jalan. Hari ini kamu istirahat saja, jangan banyak kemana-mana."

Ish! Mulai deh bawelnya Iskandar Muda.

Alena mencium bibir suaminya, "Udah ah. Udah Lena cium, sana Aa pergi," kekehnya.

Muda menggelengkan kepalanya. dasarrrr ... istri yang menggemaskan!

"Oke, Aa pergi. Assalamualaikum, I love you."

Alena menjawabnya seraya tersenyum dengan bahagia.

Begitu mobil Muda menghilang dari pelataran rumah mertuanya, Alena berbalik dan tersenyum pada Tiwi.

"Mama lagi apa, ma?"

"Sini Len! Nih ada gorengan," sahut Tiwi yang sedang menonton TV.

Alena duduk di sebelahnya dan memakan gorengan yang mertuanya berikan.

"Len, mama boleh nanya nggak?" tiba-tiba saja Tiwi bertanya seperti itu padanya.

Alena mengangguk, "Boleh dong, Ma! Mama mau tanya apa?"

"Itu ... kamu ... kenapa kamu putus sama si Mushkin dulu?"

Gerakan mulut Alena yang tengah mengunyah makannya tiba-tiba saja terhenti. Dan Alena menatap mertuanya dengan tatapan tak percaya.

Dari sekian banyak pertanyaan yang dilontarkan mertuanya, kenapa harus pertanyaan itu yang beliau tanyakan?



TBC



MASA LALU BIARLAH MASA LALUUU

JANGAN KAU UNGKIT JANGAN INGATKAN AKU~

Mama tiwi oh mama tiwi. Pertanyaannya bikin pengen makan kiwi (buat semir sepatu) wkwkwk

HAYYYY SAYANG-SAYANGKU. MALAM APA INI? MALAM KAMIS! YUHUW KALAU MALAM JUM'AT MAH SUNNAH ROSUL XD

Inih santapan di hari lebaran untuk kalian semua hai manusia jengjenggg! Hormati ibumuuuu! Yang melahirkan! Jengjengg!! Dan membesarkanmu~

Eyaaaak maapin biduan malah nyanyi. Udah lama nggak goyang karena puasa.

Ah aku ingin bergoyang~ wkwkwkwk

Maapin ini kelamaan jadi pusing deh pala nabila hhohoho

Yaudin. sampe jumpa part depan.

Dah ...

Aku sayang kaliaaan !! :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: