Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 2 - Kejujuran


"Loh, Iskandar Muda?"

Mendengar namanya disebut, Iskandar Muda mengangkat kepalanya, mendapati seorang wanita tengah menatapnya penuh selidik.

"Oh? Bu Fany?" ucapnya dengan terkejut.

Alena mengerutkan keningnya, siapa bu Fany ini?

"Sudah lama ya, kita nggak ketemu." Wanita bernama Fani itu tanpa dipersilakan sudah duduk di hadapan mereka. Alena mengerucutkan bibirnya, siapa sih dia?

"Oh iya ... kenalkan bu, ini istri saya."

Mendengar Muda memperkenalkannya, bibir Alena tersenyum dengan begitu lebar. Oh ... syukurlah, Muda mengakui Alena sebagai istrinya.

"Oh, halo ... saya Fany. Dosen Muda," sapanya.

Oh, Dosen ... untung saja!

Alena tersenyum, "Saya Alena."

"Kamu cantik ya! duh, Mud! Maaf kemarin waktu kalian nikah saya nggak hadir. Suami saya lagi sakit, mana kita lagi di Singapura lagi."

"Oh, iya tidak apa-apa bu."

"Eh kayaknya anak saya udah beres pesen makan deh, saya samperin dulu ya, yuk Mud ... duluan, Alena juga."

Alena menganggukkan kepalanya, kembali tersenyum ketika melepaskan kepergian Fany menuju anaknya. Ia terkekeh pelan, dan ketika menoleh, Muda menatapnya penuh pertanyaan.

"Dosen, kan?"

"Hmm," gumam Muda. Pria itu sedang melanjutkan makannya, jadi hanya bisa bergumam saja.

"Lena udah deg-degan tau A!"

"Kenapa?"

"Lena kira, cewek itu manggil Aa mau marah-marahin. Siapa tahu aja, tiba-tiba bilang 'Loh, Iskandar Muda? Jadi selama ini kamu begini di belakang aku? aku membesarkan anakmu dengan kesusahan dan kau!!!! Kau malah berduaan bersama wanita di sini?!'" Alena mengucapkannya dengan berapi-api, sementara Muda malah menatapnya datar kemudian berkata, "Kamu mengira Aa bermain-main di luar?"

JEDERRR!!!

Bukannya tertawa dan meyakinkan Alena, Muda malah menanyakan pertanyaan yang terdengar seperti menuduh Alena yang macam-macam. Kan jadi berbalik, jadi Alena yang takut sekarang.

"Ih, Aa kan Lena bercandaaa ... Emang beneran kok Lena takut kalau tiba-tiba ibu-ibu itu bilang begitu," dumelnya,

Muda tertawa sekarang, "Oke, maaf. Aa juga bercanda."

Hah? Apa katanya? Tidak lucu sama sekali.

"Aa nggak bakat jadi pelawak," gerutu Alena.

"Memang nggak berniat jadi pelawak, toh Aa punya pekerjaan yang lebih menjanjikan dari pelawak."

"Iya, tahu kok!" ketus Alena. Muda tersenyum, "Yang tadi itu dosen, kebetulan rumah dia Aa yang rancang, makanya kita akrab."

"Oh, pantes aja! eh ... kok dosen minta rancangin sama mahasiswa? Emangnya dia nggak bisa?"

Muda mengangkat bahunya, "Memberdayakan mahasiswa, Len..." sahutnya.

"What? Memberdayakan mahasiswa? Aa nggak dibayar dong?"

Muda tersenyum,menjawil hidung Alena dengan gemas dan berkata, "Dia aja bimbing Aa nggak pamrih, masa cuman rancangin rumah aja pamrih?"

Luar biasa memang pria ini! Alena harus bertepuk tangan dengan kakinya lain kali untuk mengapresiasi kebaikan manusia satu ini. ah, manusia satu ini yang ternyata adalah suaminya.

Kemudian tiba-tiba saja sebuah pikiran melintas di kepala Alena, "Kalau Astrid yang minta dirancangin rumah ... Mau kasih gratisan juga?"

Muda tertawa, "Sayangnya Astrid sudah pernah Aa buatkan rancangan rumah."

Apa? jadi Alena kalah satu langkah?

"Oke berarti Lena belakangan ya."

"Ya, walaupun kamu belakangan, rumahnya juga untuk kita tinggali. You and me." Sahut Muda.

Alena menahan tawanya, "Geli ya kalau Aa bilang bahasa inggris," kekehnya.


*******


Bangun pagi, membersihkan rumah, sarapan, dan bermalas-malasan bersama sepertinya sudah menjadi sebuah kegiatan rutin yang dilakukan oleh Muda dan Alena di masa cuti dan bulan madunya.

Hari ini mereka tak bermalas-malasan, Alena duduk bersila di atas karpet dengan Muda yang bersila juga di belakangnya. Mereka sedang mengerjakan desain rumah milik mereka. Laptop yang berada di atas meja menampilkan sketch up, sebuah aplikasi untuk mendesain rumah yang di sediakan oleh google.

Alena bersandar pada tubuh Muda yang berada di belakangnya, "Lena mau cerita, tapi Aa jangan marah ya?"

Mengeratkan pelukannya, Muda mencium kepala Alena, "Apa?" tanyanya.

"Dulu Lena sama Al juga rancang rumah begini, itu ... rumahnya yang sekarang ditempati Icha sama Al," ungkap Alena dengan ragu.

Ia kira Muda akan marah, tetapi justru suaminya itu malah semakin mengeratkan pelukannya dan kembali menciumi kepalanya.

"Gimana perasaan kamu?" tanya Muda.

Alena menoleh ke belakang, "Perasaan apa?"

"Yah, merancang rumah untuk masa depan. Tapi yang menempatinya bukan kamu," sahut Muda.

"Oh, itu ..." Alena terdiam, berpikir sejenak kemudian menolehkan kepalanya lagi pada Muda, "Aa mau Lena jujur atau bohong?"

"Kamu sendiri yang bilang. jujur itu meringankan dan bohong itu berdosa," timpal Muda tanpa ekspresi.

"Yah, awal waktu Al nikah sih Lena sakit hati juga, yang rancang rumah siapa ... yang tempatin siapa. Tapi kan dibalik kesedihan selalu ada kebahagiaan. Sekarang, Lena udah nggak peduli lagi sama rumah itu karena Lena bakal punya rumah yang lebih indah lagi sama Aa," ucap Alena.

Muda hanya bergumam, tidak menjawab ucapan Alena sama sekali. tuh kan, katanya Alena harus jujur tetapi ketika Alena mengatakan kejujuran, Muda malah tidak menyahutinya.

Menolehkan kepalanya ke belakang, Alena menatap Muda seraya mengerjapkan matanya dengan polos.

"Aa marah?"

Muda diam.

"Aa cemburu?"

Muda masih diam.

"Aa cinta sama Lena?"

Muda tetap diam.

"Aa mau tidur di lantai nanti malam?"

Mendengar pertanyaan dari Alena barusan membuat mimik wajah Muda berubah dan kini mengeluarkan sedikit ekspresi yang terlihat begitu menggemaskan.

Alena tertawa, ia membenahi posisi duduknya. Berpindah menjadi di atas pangkuan Muda kemudian mengalungkan tangannya di leher Muda dan tersenyum, "Aa gemesin. Lena makin cinta," kekehnya, "Jadi ini ya, caranya bikin Iskandar Muda berekspresi. Aishh ... kok suami Lena gemesin gini ya. Te Amo, A," ucap Alena seraya mencium bibir Muda kembali.

Ketika Alena hendak menjauhkan kepalanya, Muda langsung menahan kepala Alena dan menciumnya dengan dalam. Tangannya turun dari wajah Alena menuju pinggang Alena dan memeluknya dengan erat ketika istrinya membalas ciumannya dengan tempo yang sama dengan dirinya.

Mereka saling memejamkan mata, sama-sama terbuai dengan perlakuan masing-masing sampai Muda melepaskan pertautan bibir mereka kemudian menempelkan keningnya pada kening Alena.

"Jangan dilanjutkan di sini." Muda memperingati, sementara Alena malah terkekeh, "Emang Lena mau lanjutin gitu?"

"Bukan kamu yang mau lanjutin. Tapi Aa," timpal Muda dengan nada yang sedikit tersinggung.

Alena tertawa, "Terus rancangan kita gimana?"

"Itu bisa menunggu. Sementara Aa nggak bisa nunggu," terang Muda.

Alena tertawa, ia bangkit dari pangkuan Muda dan menjauhkan dirinya dari Muda.

Suaminya berdiri, mengulurkan tangannya pada Alena dan menunggu Alena menyambut uluran tangannya.

Tersenyum, Alena berkata, "Te Amo, A."

Kemudian mereka berdua berjalan seraya bergandengan menuju kamar Mereka. Alena bersandar di bahu Muda, "Pasangan yang paling enak tuh Adam Hawa yah, A."

"Kenapa memangnya?"

"Mereka nggak punya mantan. Terlahir hanya untuk melengkapi satu sama lain. Nggak usah cemburu-cemburuan kayak kita ini," kekeh Alena.

"Tidak apa-apa. cemburu tanda cinta. Justru Aneh, kalau suami tidak cemburu sama istrinya," jelas Muda begitu saja.

Aihhsss ... menggemaskan sekali memang suaminya ini.


******


"A! bangun. Katanya mau survey tempat!" Alena duduk di samping ranjang, menggoyang-goyangkan Muda yang masih tenggelam dalam alam mimpinya. Setelah sholat subuh, pria itu berolahraga sebentar lalu tertidur dan belum bangun juga hingga jam menunjukkan pukul 11.30 .

"Sebentar lagi," Protes Muda.

Enaknya jadi seorang suami ya begini. Alena sudah membereskan rumah dan memasak makanan untuknya lalu mati kebosanan karena tak ada teman, eh Muda malah asik sendiri dengan tidurnya.

"Aa! Katanya itu buat rumah kita, kok Aa males sih?" Gerutu Alena

Muda menyipitkan matanya, "Jam berapa sekarang?"

"Jam 11.30," ucap Alena.

Seketika, mata Muda terbuka dengan sempurna dan pria itu langsung terduduk, dia sudah terbangun dengan sempurna dari tidurnya.

"Kenapa kamu nggak bangunin Aa?" tanyanya tak terima.

Alena mengulurkan tangannya dan membersihkan mata Muda, "Aa itu kalau tidur kayak bangke. Lena udah bingung juga gimana banguninnya."

"Ya, tapi kamu kan bisa melakukan apapun. Siram, atau apa lah gitu."

"Dan memangnya Aa nggak akan marah kalau Lena siram? Ih Lena kan sayang sama suami, masa di siram-siram," kekeh Alena.

"Kamu sudah mandi?" tanya Muda.

Alena mengangguk, "Sudah."

Muda menelusuri pandangannya pada tubuh Alena yang terbalut dress tanpa lengan berwarna biru dengan tinggi di atas lutut yang menampilkan setengah pahanya. Ia berdesis, tidak suka kalau Alena berpakaian seperti itu nanti ketika mereka keluar rumah.

"Kamu siap-siap, ganti baju. Pakai celana panjang dan atasan panjang, Aa mandi dulu," perintahnya.

Alena menahan senyumnya, bilang saja kalau Muda tidak suka Alena keluar seperti ini. dasar!

Lagipula memangnya dia lupa? Alena kan sudah lama tak memakai baju yang terlalu minim ketika berpacaran dengannya. Alena selalu menggunakan baju yang Muda belikan dulu untuknya. Tapi Alena juga menyisakan beberapa bajunya yang terlihat sexy. Untuk apa? tentu saja untuk ia pakai ketika bersama Muda.

******

"Apa susahnya kita sarapan dulu di rumah, A?"

Alena menyuapkan lagi satu suapan untuk Muda yang sibuk menyetir. Kemudian ia menyuapkan satu suapan untuk dirinya sendiri.

"Waktunya mepet Lena, janjian sama yang mau ngebangunnya kan jam dua belas," sahut Muda.

Itu sih salahnya sendiri. Suruh siapa susah sekali di bangunkan?

"Sarapan begini enak juga, Kamu mau nggak jadi Asisten Aa Len dikantor? Biar sarapannya di mobil begini tiap hari, makan siangnya juga mungkin di suapin juga sama kamu," tiba-tiba saja Muda mengatakan hal menggelikan yang membuat Alena ingin tertawa dengan kencang, tapi Alena menahannya karena Muda bisa kesal padanya kalau Alena menertawakannya.

"Lena itu jadi Asisten apa jadi baby sitter ya, A?"

Muda tersenyum lebar, "Mungkin dua-duanya?"

"Aa berani gaji Lena berapa emang?"

"Gaji? Kebahagiaan seumur hidup. Bagaimana?" tawar Muda.

Alena tertawa, "Pake cinta?"

"Tentu saja."

"Kalau gitu deal!" pekik Alena.

Mereka berdua tertawa, dan melanjutkan perjalanan dengan canda tawa yang meramaikan suasana diantara mereka berdua.

Berharap saja, bahwa perjalanan hidup mereka akan seperti perjalanan mereka dalam mobil seperti ini. berdua, saling percaya, dan saling tertawa dengan bahagia.


*****


"LENOOOOYYY!!! KEMANE AJE LU WOY! MENTANG MENTANG UDAH NIKAH DIEMNYA DI RANJANG TERUS BUKA LAPAK!"

Alena tertawa mendengar sahutan meriah dari Icha yang kini sudah jadi adik iparnya, sementara Muda memukul kepala Icha dengan gemas, "Emangnya dagang. Buka lapak."

"Dih, emang dagang kali. Dagang kenikmatan," goda Icha. Wanita itu tertawa dengan keras sendirian sementara Muda dan Alena malah merasa malu, mengingat satu kata terakhir yang baru saja Icha ucapkan.

Memang tidak beres isi kepala adiknya yang satu ini. untung saja sekarang Muda sudah menikah dan tak harus mengurusi spesies aneh yang berpredikat sebagai adiknya ini.

"Aa ketemu mereka dulu, kamu di sini aja ya Len." Muda mencium kepala Alena, kemudian meninggalkan istrinya bersama Icha di sini.

"CIEEEE YANG UDAH SAH MAH CIUM CIUM MULU! " goda Icha tepat ketika Muda keluar dari rumahnya.

Alena tersipu malu, "Kata Aa juga kan udah sah, mau apa-apa juga udah halal."

Jadi sekarang 'kata mami' mulai bersanding dengan 'kata Aa' ya?

"Btw Noy, gimana malam pertama lo? Sakit nggak?" Icha bertanya seraya menaik-naikkan alisnya dan menampilkan tampangnya yang tengah menggoda Alena dengan pertanyaannya.

Alena tertawa, "Kata Aa, kalau Icha nanya soal itu nggak usah di jawab, itu rahasia dapur, nggak boleh di sebar luaskan."

Mata Icha berkilat penuh kekesalan, "Abang gue terlalu mengenal diri gue, sialan ah kesel. Ih cerita napa dikit-dikit."

Oke, Icha masih berusaha dan akan tetap berusaha.

"Dylan mana Cha?"

Nah, Alena malah mengalihkan pembicaraan. Membuat Icha semakin kesal padanya, "Anak gue lagi sama neneknya. Mama Heni kesini tadi, dia ada acara di Kantornya, katanya mau sekalian ngenalin cucunya. Ya udah gue kasih aja, pusing juga nih Len. Anak gue nggak bisa diem banget, udah mulai belajar berdiri. Mana tenaga nya kayak samson, segala dia dorong, segala di tumpahin, segala diberantakin. Lelah adek ini kakak ipar," adu Icha dengan wajahnya yang memelas.

"Kalau lelah, badan lo nggak bakalan makin gede Cha!"

"Itu dia masalahnya. Gue bebas malem aja kalau Dylan tidur, dan suami gue si babang Mus tercinta selalu cekokin gue makanan malem-malem, padahal kan makanan paling enak sejagad raya ya kentang mustopa nya gue."

Alena tertawa lagi, kali ini lebih kencang. Tetapi ia setuju dengan usul Icha, karena menurutnya makanan terenak dalam hidupnya juga kelapa Muda miliknya. HA! Apa semua wanita yang sudah menikah akan seperti ini ya pikirannya?

"Btw Noy! Jadi kita tetanggaan nih?" tanya Icha.

Alena tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan mantap. Ya, Alena akan menjadi tetangga Icha dan Sharen beberapa bulan lagi. ternyata Muda sengaja membeli tanah kosong di samping rumah Icha, suaminya itu mengatakan bahwa setidaknya Alena akan merasa nyaman dan senang kalau tetangga nya adalah orang yang ia kenal, sehingga Alena tak perlu beradaptasi lagi dengan lingkungan barunya. Aihs, benar-benar suami yang penuh pengertian.

"Do'ain ya Cha! Semoga rumahnya cepet selesai."

"Pastinya Len! Tinggalin aja nanti Pak Iskandar sama Bu Tiwi mah lah, biar mereka berdua aja. biar berasa pengantin baru." Ujar Icha dengan tawanya yang kembali terdengar.


******


Alena membaringkan kepalanya di atas paha Iskandar Muda sementara suaminya sibuk dengan laptop yang berada di atas meja tepat di hadapannya. Dulu ketika masih belum berpacaran dengan Muda, ketika mereka berada di Bali dan Alena menemani Muda mengerjakan rancangannya, Alena pernah berharap bahwa ia ingin menemani Muda seperti itu setiap harinya.

Dan kini harapannya telah menjadi kenyataan!

Bukan hanya menemani, tapi Alena juga ikut membantu Muda mengerjakannya. dan dari semua pekerjaan yang ada, dari semua rancangan yang telah ia buat, baru kali ini Alena merasa begitu bahagia mengerjakannya. ditambah lagi ia mengerjakan dengan orang yang membuatnya bahagia. Dan tidak ada yang lebih membahagiakan dari merancang rumahmu sendiri!

Rancangannya sudah selesai, Muda yang mengerjakannya dengan mempersembahkan gambarnya untuk kado ulangtahun Alena. Kini tinggal Alena yang mengerjakan sisanya. Desain interior untuk rumah mereka.

"Jadi kamu mau kaca yang digeser atau dibuka, Len?" tanya Muda. Matanya masih fokus pada laptop di hadapannya dan tangannya bergerak-gerak dengan lincah bersama mouse dan keyboard.

"Digeser. Hmm di luar kaca ruang tamu kita, tamannya jangan hijau gini A," tunjuk Alena pada laptop Muda, "Kalau Lena minta Aa bikinin Lena taman, Aa mau?"

"Kalau taman mending di halaman belakang aja," sahut Muda.

Alena memeluk paha Muda seraya menggeleng, "Lena mau di situ aja. Kan lucu, kalau siang sambil makan siang atau sambil nonton TV sambil ditemenin bunga-bunga gitu A."

Muda terkekeh, "Kamu mau bunga apa?"

Ditanya seperti itu, Alena tersenyum dengan bahagia, "Aa masih inget nggak waktu kita ketemu dulu Lena cerita soal temen Lena yang minta desain panti asuhan?"

Mengerutkan keningnya, Muda mencoba mengingat-ingat apa yang dikatakan oleh Alena barusan, "Kenapa temen kamu?"

"Bukan ... bukan temen Lena yang kenapa. Itu, waktu kita bahas itu Lena juga bilang kalau Lena suka sama bunga ... ekhem! Coba Aa tebak, bunga apa?"

Mampuslah ia! Muda sama sekali tidak bisa mengingat percakapannya dengan Alena waktu itu. jelas lah, Alena kalau berbicara panjang kali lebar dengan banyaknya sisi yang menghasilkan keliling yang begitu luas nantinya. Tidak tahu juga apa maksud Muda berpikir hal ini, ia pusing sebenarnya.

"Ayo, tebak ... bunga apa?"

Menurut Mushkin ketika Muda berkonsultasi dahulu, wanita memang suka memainkan permainan tebak-tebakkan dan pria harus menjawabnya tepat sasaran. Tetapi jika tahu jawabannya, jangan langsung menjawab, perlihatkan ketika kalian berpikir agar si wanita merasa senang karena pertanyaannya membuat pria berusaha untuk menjawabnya.

Masalahnya di sini adalah Muda tidak tahu sama sekali apa jawabannya. Kalau Muda mengarangnya dengan asal menyebut nama bunga, dan salah ... alena pasti kesal padanya. Ya, walaupun Alena biasanya tak pernah marah padanya, tapi tetap saja Muda harus menjaga perasaan Alena dan mood nya agar tetap bagus.

"Aa ... ayo! Bunga apa? jangan bilang waktu itu Aa nggak dengerin Alena ngomong terus—"

DDDRRTTT DDDRRRTTT DDDRRRTTT

Luar biasa! Sepertinya Semesta menghendaki Muda hari ini karena ponsel Alena tiba-tiba bergetar dan ketika Muda meliriknya, ada panggilan masuk di sana.

"Ih, siapa sih yang nelpon," gerutu Alena. Ia bangkit dari posisinya dan mengangkat telponnya.

"Oh? Mami!" Pekik Alena saat mengangkat telponnya.

Mendadak wanita itu sibuk di telponnya, dan Muda menggunakan kesempatannya untuk mengetahui apa yang ditanyakan oleh Alena padanya.

Mengambil ponselnya, Muda memutuskan untuk menghubungi Mushkin kemudian berbicara di kamarnya.


*****


"Ih Lenaaaa. Kenapa nggak bilang kalau tadi ke rumahnya Icha? Tau gitu mami dari tadi kesini."

Icha menghentikan sejenak kegiatannya memakaikan Dylan celana dan mendengarkan Maryam berbicara dengan kakak iparnya.

"Mami kangen tahu! kamu bukannya kunjungin mami dulu, malah kunjungin si Icha dulu. Mending kalau kamu di kasih makanan sama Icha," gerutu Maryam.

Icha menggerakkan bibirnya dengan kesal, "Tante awas loh ya! yang tante cemil-cemil itu makanan buatan Icha tahu!"

"Yaelah cha! Makaroni doang, kamu tinggal ngegoreng aja ini mah," timpal Maryam.

Benar juga sih, Icha kan hanya menggorengnya. Tapi tetap saja, untuk seorang Icha menggoreng Makaroni pun merupakan hal yang sulit. Bayangkan! Makaroni yang kecil-kecil ketika di goreng menjadi sangat besar dan banyak. Icha tidak tahu hal itu, makanya ia menuangkan satu genggaman penuh makaroni mentahnya ke dalam wajan sampai makaroninya memenuhi seluruh bagian wajan.

Semua karena genggaman tangan icha yang begitu besar.

"Yang! Kamu dengerin emak-emak gosip, anak sendiri nggak dipakein celana. Liat, jempol kakinya sampe masuk ke mulut begitu," tiba-tiba saja Mushkin datang dan langsung menggendong Dylan yang tengah bermain-main menjilati jempol kakinya.

"Dy No! daddy bilang jangan menjilati jari ya sayang, nggak enak. Nanti jempol kamu cantengan kayak jempolnya tante Lena." mushkin mengucapkannya seraya tertawa dengan kencang.

"Tante Mar lagi marahin si Lena tuh yaang." Icha melanjutkan kegiatannya memakaikan celana Dylan yang kini ada di pangkuan Mushkin.

"Eh yaang, ini pegang Dylan. Hp aku bunyi."

Belum selesai memakaikan celananya, Mushkin sudah menyerahkan Dylan pada Icha. Anaknya itu sudah berdiri dan memukul-mukul kepala Icha.

"Ih! Telpon dari siapa sih? selingkuhan ya? makanya sampe nggak mau pegang anak sendiri," gerutu Icha.

Mushkin tertawa, mencium bibir Icha kemudian menunjukkan layar ponselnya, "Abang kamu, sayang," kekehnya.

"Hadeuh. Itu penganten baru bukannya naena. Yang cewek nelpon maminya, yang cowok nelpon musuhnya," gerutu Icha.

"NYAAHH NYAAHH!" Dylan bersuara mengikuti ucapannya, membuat Icha tertawa, "Naena!" bisiknya pada Dylan. Icha terkikik, "Jangan di turutin ya sayang, bunda mah becanda doang. Aaaa ... tini tium tium bibit unggulnya bunda!"

Mushkin tersenyum melihat anak dan istrinya, sejenak ia lupa dengan dering telponnya.

"Kenapa bang?" tanya Mushkin begitu telpon mereka tersambung.

"Saya mau tanya, bunga favorit Alena apa ya?"

"Oh, itu. kalau nggak salah sih melati. Hahaha Alena kan titisan susanna," canda Mushkin.

"Bohong kamu!" tuduh Muda di sebrang sana. astaga! Mushkin hampir jantungan mendengarnya.

"Bentar ya bang," ucapnya. ia menjauhkan ponselnya dari telinga kemudian menengok Maryam yang masih sibuk berbicara di telpon, "Tante Mar! si Alena sukanya bunga apa sih?"

"Oh, Tulip Mus!" sahut Maryam.

Mushkin mengangguk, kembali berbicara di telponnya, "Tulip, bang."

"Oh, oke. Terimakasih. Salam untuk Dylan ya, Assalamualaikum."

"Iya bang. Waalaikumsalam..." ucapnya.

Setelah itu, Mushkin melemparkan ponselnya ke atas sofa kemudian meraih Dylan yang berada di pangkuan Icha,"Kita main superman superman an sama Daddy. Yuhuuuu!" ucapnya seraya membaringkan Dylan di tangannya dan menerbangkannya tinggi-tinggi.

Sayup-sayup Mushkin mendengar Maryam berkata pada Alena, "Itu si Mus tadi nanyain bunga kesukaan kamu Len, kalian main belakang lagi?"

Seketika Icha berteriak dengan kesal, "ENAK AJA TANTE! CUKUP ICHA AJA YANG MAIN BELAKANG SAMA SI MUSTOPA! ALENA SAMA SI ABANG AJA! BIAR DIA RASAKAN SENSASINYA!!"


*****


Tulip!

Oke, Muda sudah menyimpannya dalam memori kepalanya dan ia bahkan sudah mencatat di ponselnya bahwa bunga favorit Alena adalah tulip! Dan bunga yang ingin Alena tanam di rumah mereka juga adalah tulip!

Muda kembali ke ruang tamu, Alena baru saja berpamitan dengan ibunya di telpon kemudian tersenyum padanya.

"Aa darimana?" tanya Alena.

Muda tersenyum, "Aa kebelet tadi," sahutnya. Oke. Ia. Berbohong!

"Oh, kirain Lena Aa kemana. Ayo! Lanjutin lagi desain nya kita A."

Muda kembali pada posisinya seperti semula, sementara Alena memilih duduk di sampingnya. Tidak berbaring seperti tadi.

"Eh! Aa belum jawab pertanyaan Lena ..." Alena mengucapkannya seraya menyandarkan kepalanya di bahu Muda.

"Jawaban apa?"

"Bunga," kekeh Lena.

Muda memasang akting berpikir dengan keras yang mungkin akan terlihat sangat konyol sekali. tetapi namanya juga usaha ...

"Hmmm, tulip kan?" ucapnya dengan ragu.

Alena berterpuk tangan, "Yeaaah! Aa benar! Selamat! Anda mendapatkan satu pelukan penuh cinta dari Alenaaaa!"

Alena bersorak dengan meriah, kemudian memeluk Muda dengan erat dari samping. Wanita itu memiringkan kepalanya, "Aa tahu dari siapa?" tanyanya tiba-tiba.

Muda mengerutkan keningnya, "Maksudnya?"

"Barusan mami bilang, kalau Al nanyain bunga kesukaannya Lena. kayaknya aneh kalau Al tiba-tiba nanya. Jadi Lena simpulin aja kalau Aa hubungin Al," jelas Alena.

Oh, tidak ... belum apa-apa sudah ketahuan. Matilah ia!

Muda menggaruk tengkuknya, "Kok mami kamu tahu?"

"Dia ada di rumah Icha sekarang."

HAHAHAHA BETAPA MALUNYA ISKANDAR MUDA SAAT INI!!!

Tenggelamkan saja ia, tenggelamkan!!

"Hmm, yah ... Aa yang nanya sama Al."

Sekarang, tidak ada jalan lain lagi selain mengakui yang sebenarnya pada Alena.

Alena sendiri masih memiringkan kepalanya, menatap Muda, dan memeluknya.

"Kenapa Aa nanya sama Al?" tanya Alena lagi. Muda gelagapan. Ketahuan juga kan akhirnya!

"Hmm, Aa—"

"Kenapa Aa nggak nanya sama Lena aja, a?" ucap Alena lagi.

Muda mengerutkan keningnya, ia hendak berbicara tapi Alena menyelanya lebih dulu,"Kalau Aa nggak tahu, bilang aja nggak tahu A. nggak usah berusaha untuk tahu semua tentang Lena. Lena juga nggak akan marah, toh kita juga hidup bersama kan? kita berjalan bersama dan saling mengetahui satu sama lain secara pelan-pelan,"

Muda terdiam, benar juga. Apa susahnya untuk jujur pada Alena kalau ia tidak tahu? seburuk-buruknya kejujuran memang yang paling baik. Ingatlah bahwa jujur meringankan, sementara berbohong justru berdosa.

Tersenyum, Muda mengusap lengan Alena kemudian berkata, "Benar juga, maaf ya sayang ... Aa takut saja, kalau kamu kesal."

Dipanggil sayang seperti itu, Alena tersenyum dengan rona wajahnya yang memerah.

"Saking cintanya sampe nggak mau bikin kesel ya, A?" godanya.

Muda tertawa, "Ya ... Aa jaga hubungan kita saja, Len."

"Cieee yang takut Lena marah, cieee saking cintanya. Ih, Lena makin gemes tahu sama Aa."

Muda tertawa, ia mencubit pipi Alena dengan gemas, "Dipikir lagi, Aa belum pernah liat kamu kesel sampe marah-marah banget," sahut Muda.

Alena terkikik, "Emangnya Aa. Tahu nggak kalau Aa marah, dunia hancur."

"Masa sih?"

"Aa inget waktu marahin Astrid di pesta reuni SMA dulu? Gila! Itu suara Aa lebih menyeramkan dari omelannya si Reno tahu A."

Muda tertawa, "Separah itu?"

"Belum! Itu belum parah. Lena kasih contoh lagi, kalau Aa marah ... apapun Aa salahin. Aa inget waktu kita ketemu di undangan sehabis kita putus? Masa Aa marah-marahin sepatu gara-gara dia bikin kaki Lena sakit."

Seraya mengucapkannya, Alena tertawa dengan begitu keras. Sementara Muda malah diam, ia malu ... sebenarnya.

"Sama satu lagi yang paling serem, waktu Aa tiba-tiba tindih Lena dalem mobil! Whoooaaa ... mendebarkan banget! mana Aa bilang 'KITA KE KUA SAJA' . ciee. Aa marah apa ngebet ya?"

Jika dulu Alena ketakutan, kini Alena justru merasa begitu menggelikan ketika mengingat saat-saat itu. kenangan itu menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri yang membuatnya terus menerus tertawa ketika mengingatnya.

Ah, semua karena Iskandar Muda.

Hal kecil pun terasa begitu membahagiakan.

Sementara Alena tertawa, Muda malah merasa mengecil dan begitu malu. Tingkah bodohnya baru ia sadari sekarang rupanya.

Gila! Jatuh cinta memang semenggelikan itu.

Alena menghentikan tawanya, ia menatap Muda lagi kemudian berkata, "Kita harus saling jujur ya A. kalau nggak tahu, ya bilang nggak tahu. kalau marah ya bilang marah juga, dan kalau sakit ... bilang juga sakit. Karena bagaimana pun kan kejujuran itu segalanya. Percuma kita hidup berdua saling mencintai kalau tidak ada kejujuran di sana."

"Yah, ternyata saya nggak salah pilih istri," Muda memeluk Alena dengan erat, "I Love You ..." bisiknya.

Alena tertawa, "Mau di sini nggak A? kata Icha di ruang tamu lebih enak! Sebelum papa sama mama pulang! Besok mereka pulang, kan?"

Mendengar tantangan dari Alena, seketika Muda membalikkan posisinya dan membuat Alena kini berbaring di atas sofa tepat di bawah kungkungan tubuhnya.

"Lena sayang Aa!" pekik Alena, sebelum Muda mencium bibirnya dan kembali membawanya dalam sebuah perjalanan indah yang membuatnya terbang dengan indah untuk menari-nari di angkasa bersama Muda.



TBC



YUHUWWWW ....

SI TBC KEMBALI LAGI HAHAHAHA

EKHEM! MAAPIN YA BARU NONGOL. AKU BANYAK TUGAS DERS TT.TT

Dan sebenernya kemarin kemarin aku dapet sesuatu yang mencengangkan dan bikin aku agak males sama yang namanya pernikahan, jadi aku nggak ada feel. Aku nulis mudal flat, nggak mau, males, dan semacam trauma gitu hahaha

Sekarang semua sudah kembali normal ya, kecuali hidup aku yang belum normal karena dia tidak mau menormalkannya XD

Ini aku masih bingung sih, sebenernya aku siapin konflik untuk mereka. tapi sayangnya udah ada orang yang nebak ceritanya, sampe nebak nantinya gimana kan keselll.. aku ga suka di tebak-tebak. Aku maunya di cabak-cabak (pegang pegang) HAHAHAHA ASTAGFIRULLAH PUASA WOOO!!

Oke, bagaimana puasa kalian wahai cintaku sayangku kasihku?

Lancar kah? Kalau aku lancar, lancar perbaikan gizinya karena batal wkwkwk

Ya udin akh segitu dulu aja cyiiin!

Sampe ketemu part selanjutnya yang entah kapan karena mau nugas dulu wkwk 

maaf ya yang chatnya lama dibales yang ngga dibales yang apapun lelet misalnya, maafkan aku yang sok sibuk ini *kejer

Dah ....

Aku sayang kaliaaaan!!! :*

Marhaban ya Ramadhan ...

Semoga puasa kita lancar dan membawa berkah ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: