Bab 3
Pindah
Neil Pov
Setelah kami melakukan seks yang menakjubkan tadi malam, aku tertidur di dalam pelukkan Him.
Kondisiku saat ini tidak jauh berbeda dengan seseorang yang baru pulang perang. 😅
Kalau di lihat dari fisikku, ada banyak kiss mark berwarna merah di seluruh tubuhku dan aku juga merasa sangat lelah.
Aku terbangun pada jam 4 pagi karena merasa sangat haus, makanya aku segera memakai pakaianku dan berjalan ke luar kamar Him ke arah dapur.
---
Dapur Apartment Him
Neil Pov
Saat aku berjalan keluar kamar, aku melihat lampu di luar masih menyala dan membuat aku lebih mudah untuk berjalan.
Aku melintasi ruang tamu tempat kami minum-minum tadi malam dan mendengar suara dengkuran yang cukup keras. Aku terus berjalan ke arah lemari es.
“Hai..”
Aku mendengar suara dari ujung meja makan membuat aku merasa terkejut. 😲
Saat aku mengalihkan perhatianku, aku melihat Techint sedang memakan kue ulang tahun Him sambil tersenyum, aku membalas senyumannya. ☺️
Aku lalu membuka lemari es untuk mengambil air.
"Apakah kamu ingin makan kue bersama-sama denganku?"
"Tidak, terima kasih. Aku hanya keluar untuk mengambil air untuk minum..”
"Oh, apakah tenggorokanmu terasa kering?"
"Hm.. ya.."
Wajahku memanas saat Techint mengatakan hal itu untuk menggodaku. Perkataannya ini cukup membuat aku mengetahui dan sadar bahwa suara eranganku terdengar begitu keras sehingga mungkin saja teman-teman Him dapat mendengarnya. 😣
Semalam aku sama sekali tidak peduli, tetapi.. betapa malunya aku sekarang dan aku berusaha untuk bersikap senormal mungkin.
Aku segera mengambil sebotol air dan lalu menutup kembali lemari es itu. Aku menoleh ke arah Techint yang masih duduk dengan diam sambil memakan kuenya.
“Maafkan aku jika suaraku menganggumu, Techint..”
“Kamu bisa memanggilku Te saja..”
Techint berkata sambil memakan kue ulang tahun yang berwarna seperti permen. Dia lalu segera berdiri dan berjalan kearahku.
“Memangilku dengan nama Techint terdengar sangat formal..”
“Hm…”
“Ayo panggil aku Te..”
Saat mendengar dia mengatakan itu, aku hanya berdiri diam dan tidak bergerak.
“Te..”
“Yeah.. Bagus..”
Techint tersenyum saat melihat aku tidak bergerak. 😏
Dia meletakkan tangannya di lemari es di belakangku dan jarak diantara kami semakin pendek. Techint mengalihkan pandangannya ke wajahku sambil berkata lagi.
“Tapi suaramu cukup menggangguku tadi malam, jadi aku belum tidur sampai sekarang.”
“Maaf..”
Aku lalu melakukan kontak mata dengannya dan menyampaikan permintaan maaf dengan tulus.
Meski memalukan, aku harus mengatakan itu. Suaraku sangat mengganggu sehingga Techint tidak bisa tidur sama sekali.
“Jangan minta maaf lagi..” Katanya lalu melanjutkan perkataannya lagi.
“Sekarang semua sudah kembali tenang dan aku menunggumu untuk keluar kamar untuk melihat wajahmu…”
Techint menurunkan pandangannya, yang membuatku memandangnya dengan enggan. 🙄
Apa yang aku lihat membuat aku tidak bisa berkata-kata. Junior di balik celana Techint terlihat jelas, dia bahkan tidak berpikir untuk menutupinya.
Techint menunjukkan kalau dia mempunyai pikiran yang tidak senonoh padaku. Padahal dia tahu kalau aku dan dia baru saja bertemu... Seharusnya dia tidak berpikir seperti itu, BENARKAN?
Meski aku bukan pacar Him, tapi dia seharusnya jangan berpikiran mesum dengan orang yang dibawa temannya ke kamarnya. 😒
“Kamu telihat marah padaku..”
Techint berkata lagi dan perkataannya menarik perhatianku.
“…”
“Jangan dianggap serius, tubuh kita memang seperti ini bukan?”
“….”
"Him... kalah karena pria cantik."
Aku tidak ingin menerima pujian apa pun darinya.
Techint adalah orang yang cukup sulit untuk dibaca. Dia tidak seperti Cream yang memuji betapa cantiknya aku dengan perasaan polos.
Pujian Techint tampaknya lebih dari itu.
Dan, tahukah kamu, jangan tersinggung jika aku bersikap kasar kepadamu.
Itu yang aku pikirkan. 😑
Tapi aku terus menelan kata-kata itu di tenggorokanku karena aku tidak ingin mendapat masalah.
Techint melihat ke bawah. Dia menatap kaos kebesaran yang aku kenakan. Ini adalah kaos milik Him yang aku pakai dan sangat longgar.
Namun ketika aku mendongak, tubuhku hampir kehilangan keseimbangan karena kaos itu melorot sehingga dada dan pusarku terlihat.
Tangan besar Techint menarik kerah kaosku yang jatuh melewati bahuku sehingga menutupi kulit tubuhku.
“Bisakah kamu bergerak sedikit karena aku ingin mengambil air?”
Aku diam-diam menjauh dari lemari es agar dia bisa mengambil air.
Tentu saja, aku tidak menunggu sampai dia selesai mengambil air. Aku segera berjalan pergi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Entahlah... aku merasa sangat emosional, jadi aku tidak ingin bicara dengannya. 😒
Aku lalu kembali menutup pintu kamar lagi.
---
Di dalam Kamar Him
Neil Pov
Clek!
Saat sampai dikamar, aku meminum air yang aku bawa di tanganku dan meletakkannya di atas meja di samping kepala tempat tidur.
Aku lalu kembali membaringkan tubuhku di tempat yang sama.. masuk ke dalam pelukkan Him seperti sebelumnya.
“Kamu dari mana?”
Him yang baru bangun bertanya dengan nada bingung.
"Aku pergi mengambil air."
“Apakah kamu belum merasa cukup dengan air yang aku berikan padamu?”
“…”
"Apakah kamu ingin lagi?"
Plak!
Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa malu yang aku rasakan saat ini. Aku merasakan tubuhku kembali memanas di tengah panasnya musim panas. 😣
Aku dengan ringan menepuk dadanya dengan keras dan berkata kepadanya.
"Tidurlah lagi..."
Him tersenyum sambil memelukku lagi. ☺️
Lalu dia mengatakan dengan suara tenang.
“Kalau begitu ayo tidur lagi...”
"Uhm.."
Aku menggerakkan tubuhku agar aku bisa berbaring dengan nyaman di pelukannya, dan kami berdua kembali tertidur dalam keadaan saling berpelukan. 🤗
Hal seperti ini mungkin membuat kami terlihat seperti pasangan. Tapi sebenarnya tidak.
Tapi aku sangat terobsesi terhadap hubungan kami karena ini adalah hal baru bagiku.
Sedangkan Him, aku tidak tahu.
Aku masih terobsesi dengannya... itu saja.
---
Pagi Hari
Neil Pov
Aku baru bangun lagi setelah Him selesai mandi dan berpakaian. Jadi aku bangun perlahan.
Saat ini sudah sangat terlambat untuk bangun karena sinar matahari sudah bersinar terik. Aku mandi dan memakai pakaianku yang kemarin.
Aku tidak memiliki urusan hari ini.
"Aku akan mengantarmu.."
Him mengatakan itu kepadaku.
Saat ini Him sedang berbaring di atas tempat tidur, dia menandangi dirinya sendiri dan memeriksa keseluruhan diriku di lewat cermin.
Him berbaring seperti itu untuk sementara waktu, hanya melihat... dan dia tidak mengatakan apa-apa karena matanya hanya menatapku dengan kagum.
Him sama sekali tidak membuatku merasa tidak nyaman.
"Aku bisa pulang sendiri.." kataku sambil berpikir.
"Jangan menolaknya.." Him memutar matanya lagi.
“Kamu tersenyum dan ingin mengantarku kembali kenapa?”
“Benarkah aku seperti itu?”
Him bertanya tanpa menginginkan jawaban dariku, lalu melanjutkan dengan nada tenang seolah-olah kami sedang membicarakan masalah umum.
"Aku adalah seseorang yang bisa kamu datangi kapan pun kamu mau karena kamu sudah tahu keberadaaku dan aku juga ingin seperti itu, makanya aku tersenyum."
"Lain kali mari kita saling mengenal satu sama lain lebih jauh."
"Aku tak sabar untuk mengenalmu lebih jauh."
“Jika kamu mengizinkannya, hal ini cukup masuk akal, tapi mau tak mau aku merasa sangat senang...”
“Apa yang terjadi jika aku tidak mengizinkannya?”
“Tidak masalah. Buatlah senyaman mungkin sebanyak yang kamu inginkan..”
“Kamu sangat mudah untuk menyerah?”
Aku berbalik untuk menatap matanya, tersenyum penuh tanya.
"Jadi, apa yang bisa aku harapkan?"
"Entahlah.."
Aku merasa tidak bisa memahami senyumannya, tapi dia memilih untuk menyerah begitu saja. ☺️
Him pasti mempunyai beberapa pertanyaan.
Tapi kenapa kamu tidak ingin aku antar? Atau pertanyaan seperti itu. 🙄
"Aku tidak mengerti, tapi aku tidak melakukannya untuk menyelesaikan masalah..”
“Lalu kenapa kamu menyetujui melakukan hal ini?”
“Karena aku menghormatimu..”
Jawaban Him membuat wajahku dipenuhi senyuman, dialah pria yang membuat aku merasa nyaman. 😊
Him lebih baik dari yang aku kira.
“…”
“Bukankah itu bagus?”
Saat Him melihat aku tidak bereaksi, dia mengangkat alisnya bertanya-tanya, wajah tampannya penuh kebingungan. 🤨
Aku baru saja memujinya, dia cukup baik. Aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak, tapi aku tidak terlalu peduli.
"Kamu tidak bisa menerimanya, aku tersenyum seperti biasa.."
"Tapi aku ingin kamu tersenyum.."
Aku memberikan perhatianku juga padanya. Aku tidak mau hanya menerimanya saja.
"Bagaimana dengan ini?"
Him berjalan mendekatiku sambil membawa sekotak cincin, kami saling menatap langsung ke mata tanpa melihat diri kami lagi di cermin.
“Jika kamu tidak bisa menggunakannya, maka kamu harus tetap tersenyum agar tetap sama seperti sebelum aku memberikannya padamu.”
“….”
"Tetapi jika cincin ini pas maka, kamu harus memakai dan menerimanya.."
“Hm.. baiklah..”
“Jari apa yang kamu ingin memakainya?”
"Jari manis kiri…"
“Kenapa kamu sepertinya tidak percaya bahwa cincin ini tidak pas dan membuat wajah seperti itu?"
Aku bahkan tidak tahu wajah seperti apa yang kubuat saat ini. 😅
“Jika kamu bisa memakainya, aku ingin kamu memakainya..”
Him meraih tanganku dan memegangnya erat-erat sebelum berkata lagi.
“Kamu juga tidak ingin ada orang yang masuk ke dalam kehidupanmu lagi, kan? Anggap saja ini seperti tongkat anti anjing. "
“Itu ide yang bagus.”
Aku setuju dengan idenya, tapi aku yakin cincin di dalam kotak itu pasti tidak pas di jariku, jadi aku berani mencobanya. ☺️
Him lalu membuka kotak beludru itu dan mengambil cincin perak bertatahkan berlian kecil. Cocok dipakai di jari manis kiriku.
Aku cukup yakin cincin yang dibelinya mungkin tidak pas di jariku.
Namun sepertinya pikiranku tersebut salah total.
Cincin berlian perak itu sangat pas di jariku, tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat. Kelihatannya sangat bagus sehingga aku dan Him merasa cukup terkejut. 😳
“Kamu harus memakainya..”
Him mengatakan itu sambil tersenyum.☺️
Dia terlihat senang saat jariku pas memakai cincin itu.
"Apakah kamu yakin ingin aku memakainya?"
Aku bertanya kepadanya lalu mengangkat tanganku yang memakai cincin itu setinggi mataku.
"Iya.. aku yakin..”
"Aku tidak akan mengembalikannya."
“….”
"Bahkan jika aku sudah berhenti menghubungimu, aku tidak akan mengembalikannya. Aku akan menjualnya."
Meskipun kata-kata itu terdengar seperti sedang bermain-main, aku benar-benar memikirkan hal itu. 😅
Harga cincin ini pastinya tidak main-main.
Him hanya tersenyum karena pasti cincin ini sangat mahal. Sekarang cincin ini ada di jariku.
Kiss 😘
Him membungkuk dan mencium bibirku dengan lembut lalu menarik diri dan berkata dengan suara lembut.
"Terserah kamu... sekarang cincin itu milikmu.."
Setelah kami berdua berpakaian sambil tersenyum. ☺️
Kami lalu pergi dari apartmentnya karena dia ingin mengantarkan aku kembali ke asramaku yang letaknya tidak jauh dari apartmentnya.
---
Mobil Him
Neil Pov
Kalau tidak ada kemacetan, kami hanya perlu beberapa menit saja untuk sampai ke asramaku dan sekarang macet. 😅
Jika tidak macet, kami tiba dalam waktu singkat.
“Bisakah kita mampir dulu ke minimarket sebelum kamu mengantarkan aku pulang?”
Aku bertanya kepada Him yang sedang mengendari mobilnya.
"Ya.."
Him menyetujui perkataanku dan menyalakan lampu untuk memberikan tanda.
Begitu mobilnya sudah berhenti di trotoar bergaris hitam putih, aku segera membuka pintu dan berjalan menuju mini market.
---
Mini Market
Neil Pov
Aku langsung mengambil kue kecil, lilin ulang tahun dan korek api.
Kemarin adalah hari ulang tahun Him.
Meskipun kami baru mengenal satu sama lain untuk sementara waktu, menurutku aku harus menyiapkan sesuatu untuknya...
Yeah.. hanya ini saja yang aku bisa temukan di dalam mini market ini. ☺️
Setelah aku selesai mengambil apa yang aku perlukan, aku segera membayarnya dan kembali berjalan masuk ke dalam mobilnya lagi.
---
Dalam Mobil Him
Neil Pov
Setelah aku kembali duduk di kursi di sebelah Him, aku segera membuka bungkus kuenya dan menempelkan lilinnya.
Aku lalu menyalakan lilin itu dan memegangnya di depan Him sambil bernyanyi selamat ulang tahun.
“Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya..”
“Hei..”
Him tersenyum hingga matanya hampir terpejam. Dia tersenyum lebih lebar dari yang pernah kulihat. ☺️
"Kamu sangat manis.."
"Benarkah?"
“Hm.. apa yang kamu lakukan ini sangat manis..”
“Benarkah?” tanyaku acuh tak acuh.
"Kamu tahu, aku belum pernah punya pacar yang menghadiahkan aku kue ulang tahun."
“Aku bukan pacarmu..”
Him menganggukkan kepala sebagai tanda pengakuan.
"Kamu adalah temanku.."
"Ya.. kamu adalah temanku, kan?"
"Ayo tiup lilinnya dan kita jalan lagi.."
"..."
wajah tampan Him tersenyum ringan sebelum menutup matanya untuk membuat permintaan. ☺️
"Apa yang kamu inginkan?"
Aku bertanya dengan penuh kasih sayang.
"Biarkan aku menciummu.."
Him berkata sambil tersenyum. ☺️
“…”
"Sekarang."
Mendengarkan perkataan Him, alisku berkedut tak dapat ditarik kembali. 🤨
Sepertinya Him memohon lebih padaku, yeah.. karena aku sudah bertanya, mau tidak mau aku harus melakukannya.
Kiss 😘
Aku mencondongkan tubuh ke depan dan menempelkan bibirku pada bibir-Nya yang bergelombang.
Aku berpikir hanya akan menyentuhkan bibirku dengan bibirnya saja lalu menarik diriku, tetapi ternyata Him menggunakan kedua tangannya untuk menahan wajahku.
Him tersenyum membalas ciumanku dengan ciuman lembut di sepanjang kelopak bibirku.
Dia tidak memasukkan lidahnya ke dalam. Kami hanya berciuman seperti ini sambil menghisap dan menarik bibir bawah bergantian dengan bibir atas.
Kami hanya berciuman sebentar. 🥰
Dialah yang menarik diri dari ciuman kami ketika dia sudah merasa puas.
“Apakah itu sudah cukup?”
Seharusnya kami berciuman tidak terlalu lama tapi...kami berdua tidak bisa berhenti.
"Ya, sudah cukup..”
“…”
“Jika aku menciummu lebih lama lagi, aku khawatir aku akan melakukan hal-hal tidak senonoh di dalam mobil.”
“Jangan sampai begitu..”
Aku mengatakan itu dan Him kembali mengemudikan mobil mewahnya ke jalan raya sambil berkata.
“Siapa yang akan melakukannya di dalam mobil padahal kamarmu begitu dekat?”
Aku mengerti apa yang Him katakan.
"Asramaku tidak sebagus apartment mu."
Aku benar-benar tidak bisa menahan diri untuk tidak bercanda, kami melakukannya beberapa kali tadi malam, tapi dia tidak terlihat selelah diriku. 🙄
“Siapa pun kamu, aku hanya akan mengatakan itu saja..” katanya tanpa menoleh ke arahku.
"Yah.."
Aku membalasnya dan seolah-olah tidak peduli, sambil menutup tutup kotak kue dan memasukkan lagi di dalam tasnya.
Pada saat yang sama, Him membuat kami untuk mengubah topik pembicaraan sehingga suasana di antara kami yang semula tenang mulai saling berbicara lagi.
"Apa yang akan kamu lakukan hari ini?"
"Aku tidak punya janji di dengan siapapun hari ini.."
Aku mengatakan itu dan aku mungkin hanya akan duduk di dalam kamarku.
"Apakah kamu ingin makan bersama-sama denganku?"
"Apa?"
Aku meringis sambil berpikir sejenak sebelum menjawab.
“Hm… Aku ingin makan bersama-sama denganmu. ”
“Baiklah.. Berikan aku waktu satu jam. Aku harus memilih pakaian dan berdandan. Hal itu memerlukan waktu yang lama..”
“Baiklah..”
Kami berdua akhirnya sampai di asrama tempatku tinggal.
Begitu mobil mewah itu merapat di trotoar, Him segera berbalik dan mengerutkan kening seolah-olah dia tidak menginginkan kami berpisah.
“Terima kasih sudah memberiku tumpangan..”
Aku mengatakan itu sambil melepaskan sabuk pengamanku dan berkata lagi.
“Jangan lupa makan kuenya juga.”
“Hm.. Terima kasih..”
“Iya..”
“Tunggu..”
Sebelum aku sempat membuka pintu untuk keluar, sebuah tangan kasar meraih pergelangan tanganku dan berkata lagi.
“…”
“Neil..”
“Hum?!”
"Bisakah kamu menciumku untuk mengucapkan selamat tinggal?"
"Aku khawatir ciuman kali ini bukan untuk mengucapkan selamat tinggal."
Aku khawatir bahwa aku akan bertindak terlalu jauh karena kami berdua juga tidak pandai untuk menahan diri.
"Hehehe.."
Him tertawa sambil melepaskan lenganku. 😄
Saat aku bilang tidak, maka Him tidak akan memaksaku..
Aku tidak mengatakan dia sopan, tapi aku tidak merasa tidak nyaman membicarakannya.
Kiss 😘
Aku memutuskan untuk mengangkat wajahku dan mencium sudut mulutnya dengan lembut sebelum keluar dari mobilnya dan mengucapkan selamat tinggal dengan sungguh-sungguh.
"Sampai jumpa nanti malam.."
Tindakanku itu membuat wajah tampannya menunjukkan senyuman lebar seperti sebelumnya. 😄
"Sampai nanti, Neil..."
Aku tersenyum padanya untuk terakhir kalinya dan berniat memasuki gedung tanpa menengok lagi.
Tetapi Him memangilku lagi dari mobilnya.
“Phi Neil..”
Rasanya sangat aneh karena terasa sangat menyenangkan dan aku tidak tahu kenapa begitu. 🥰
Tapi aku ingin mendengarnya memangil namaku dari mulutnya lagi.
Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada-Nya, aku pergi ke kamarku.
---
Asrama Neil
Neil Pov
Aku mengenakan pakaian yang nyaman dan pergi tidur. 😴
Aku kembali bangun lagi ketika hampir jam dua siang. Aku lalu segera duduk bersila di tempat tidur dengan masih mengantuk.
Drr.. Drr…
Aku mendengar suara ponselku berbunyi. Aku yang belum sepenuhnya terbangun segera mengulurkan tangan untuk meraih ponselku.
Aku meletakan ponselku di nakas dan aku menekan jawab dan menjawab panggilan itu dengan suara serak sehabis bangun tidur.
“Hallo..”
“Neil.. Kamu ada wawancara dengan Nong Fair hari ini atau besok?”
Nong Fair yang dibicarakan Chao Chom adalah salah satu anggota grup idola wanita yang sedang naik daun, T-POP.
Dia belajar di universitas yang sama dengan kami di media online.
Profesor meminta aku untuk membuat berita atau artikel tentang universitas. agar kelompokku mempunyai pembahasan untuk minggu ini dan akan ditulis dalam bentuk artikel, maka aku menghubunginya untuk membuat janji wawancara.
Orang yang bertanggung jawab atas wawancara tersebut adalah aku, Chao Chom dan teman kami yang lainnya.
Tapi saat kami membuat janji dengan Nong Fair, bukan hari ini.
“Besok.. Memang kenapa?”
Aku mendengar Chao mengerang di tenggorokannya sebelum dia menjelaskan kepadaku.
“Aku hampir saja merasa putus asa karena aku mempunyai janji untuk bertemu dengan adikku hari ini. Tadi saat aku selesai berpakaian dan ingin pergi aku ingat kita mempunyai tugas, jadi aku meneleponmu untuk memastikan karena aku belum melihatmu. Apakah kamu ada masalah..”
“Tidak.. Aku hanya sedang tidur..”
“Hahaha..”
Aku mendengar temanku tertawa dan aku tidak menceritakan tentang kegilaanku semalam.
“Adikku saat ini sedang ada di toko buku dan meneleponku. Dia meminta aku untuk menemani dia menghadiri acara di tempatnya. Jika dia tahu aku tidak ingin ikut.. Apakah menurutmu dia akan marah kepadaku?”
“Siapa yang akan marah kepada orang yang selalu terlihat mengantuk sepertimu?”
Aku mengatakan itu dengan jijik. Aku tahu bahwa sahabatku ini tidak hanya bekerja paruh waktu saja. Tetapi.. aku tidak yakin apa yang dia lakukan di samping itu dia mungkin melakukan sesuatu yang lain. 🙄
Aku hanya tahu bahwa ada hari-hari dimana Chao Chom akan bekerja di Flower Club. Dia tadi malam bekerja disana. Jadi dia baru bisa tidur pagi ini dan tidak aneh bagiku jika dia sedikit bingung dengan semuanya. 😅
“Aku sedikit bingung..”
“Kamu ingin aku menemanimu makan?”
Aku bertanya dengan nada lelah karena aku tahu bahwa Chao Chom butuh uang dan dia harus berkerja keras, tetapi mau tidak mau aku merasa khawatir juga kepadanya. Aku sebenarnya merasa lelah, tapi karena aku sudah berpakaian, kenapa aku tidak pergi dengannya untuk makan shabu-shabu saja?
“Hei…Bagaimana kabar pemilik mobil Audi itu?”
Chao segera membicarakan tentang Him.
“Ah.. Kami tadi malam bersama-sama..”
“Apakah kamu akan pergi bersama-sama dengannya lagi hari ini?”
“Yeah.. Dia mengajak aku pergi makan malam hari ini..”
“Benarkah akan pergi makan saja?”
“Jangan usil!! Yeah.. kami hanya makan saja..”
“Kamu ingin mengajakku makan dan pergi makan juga dengan pria pemilik mobil Audi itu!”
“Yeah.. Kenapa tidak? Kamu tinggal duduk saja sebagai temanku..”
“Dia anak orang kaya bukan?”
“Yeah.. Dia anak orang kaya..”
“Aku merasa bosan mendengar kamu mau berhubungan dengannya karena ingin membuang-buang uangnya..”
“Hei.. Itu tidak benar!!”
“Apapun yang kamu katakan aku tidak peduli dan siapa yang akan membiarakan kamu makan berdua saja dengannya, Neil?”
“Baiklah aku akan mengajakmu juga..”
“Baiklah.. aku tidak akan membiarkan kamu merasa sendirian.. Jam berapa kamu akan pergi?”
“Satu jam lagi..”
“Baiklah.. aku akan kembali meneleponmu jika aku sudah sampai di tempatmu..”
“Baiklah..”
Lalu Chao Chom segera mengakhiri panggilan kami. ☺️
Aku lalu segera bangun untuk mencuci mukaku dan mengolesi wajahku dengan berbagai krim agar tidak terlalu terlihat sangat lelah.
Setelah beberapa menit, Chao Chom mengirimkan aku Line yang mengatakan bahwa dia sudah ada di dalam bus menuju tempatku.
Jadi aku segera mengambil dompetku dan menuju ke lantai bawah.
---
Mini Market
Neil Pov
Aku mampir ke toko serba ada di gedung asramaku ini karena aku ingin makan yang manis-manis. ☺️
Aku segera mengambil permen favoritku dan kembali berjalan untuk segera membayarnya agar aku bisa segera memakan permen itu dalam berberapa menit kemudian.
Asramaku dan Chao tidak terlalu jauh satu sama lain, hanya beberapa halte bus sebelum dia tiba di asramaku.
“Neil..”
Aku mendengar sebuah suara yang terdengar familiar dan membuat aku segera berbalik untuk menghadap orang yang memangil namaku.
Aku sedang berdiri di depan konter kasir di sebelahnya.
“Hai Te..”
Aku merasa cukup terkejut melihatnya ada di dalam mini market ini. 😳
“Apa yang sedang kamu lakukan disini?”
“Aku sedang menunggu temanku..”
“Kamu ingin menemui temanmu disini?”
Aku segera menganggukkan kepalaku dan bertanya kepadanya lebih jauh.
“Apakah kamu mau bertemu dengan teman-temanmu?”
“Hm..”
Te terlihat enggan menjawab pertanyaanku. Tetapi.. pada akhirnya dia berkata lagi.
“Aku.. harus pergi untuk menemui temanku karena dia sedang sakit dan dia meminta aku untuk melanjutkan sisa pekerjaannya..”
Aku menganggukkan kepalaku tanda mengerti.
Tetapi mataku melihat ke belakang dan melihat ada sekotak kondom yang tergeletak di konter dan diambil oleh staf untuk dia bayar. Hal ini membuat aku segera memahami situasinya sekarang dan aku mengerti mengapa dia enggan menjawabnya.
“Yeah.. aku mengerti..”
“Tolong jangan bilang kepada Him tentang hal ini atau dia akan mencoba untuk membunuhku..”
"Ya.."
Aku mengangguk tegas dan melanjutkan.
“Itu bukanlah sesuatu yang harus kita katakan padanya..”
Aku tidak ingin memikirkan hal ini. Aku melihat Te menelan ludahnya, aku tahu bahwa maksudnya dia tidak ingin ada yang tahu, tapi aku mengetahuinya secara tidak sengaja. 😅
"Neil adalah orang paling lucu yang pernah aku temui."
Aku baru saja membayar permen lolipop yang aku beli dan menggelengkan kepalaku kepadanya dan mengambil kembalian dari kasir.
Te dan aku meninggalkan mini market itu pada saat yang bersamaan.
Kami masih saling berbicara sendikit lagi.
"Apakah kamu tidak ingin pergi, Neil?"
"Oh, aku akan menemui seorang teman."
Kami berdua mengerti bahwa kami berdua hanya bisa berbicara tadi malam hanya sebentar saja.
Dia adalah orang yang mengatakan segala sesuatu sesuai perasaannya tanpa implikasi.
Dia cukup mudah ditebak.
"Ayo kita pergi.."
"Yeah.. Terima kasih.."
Te tersenyum lebar. ☺️
Dia memiliki senyum yang manis. Apakah semua orang akan terasa begitu menakjubkan?
TBc
Vote and comment.. ☺️
Maaf na udah lama gk update cerita ini.. soal na aku lagi gk mood.. Tapi karena masih ada yang nungguin cerita ini makanya aku update lagi..
Vote and comment yang banyak biar aku makin cepet update ni cerita smpe selesia na.. 🙏😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro