Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 - CHEESECAKE


~~~

"Tumben banget kamu ngajakin belanja."

Ucapan Sabrina tersebut memang bukan sesuatu yang salah karena belanja adalah aktivitas terakhir yang akan dilakukan Ava bersama Sabrina. Kebalikannya, Sabrina justru yang sering menyeret Ava agar menemaninya loncat dari satu butik ke butik lainnya karena sahabatnya yang satu itu selalu menyisihkan anggaran khusus per bulan untuk mengisi lemarinya yang sudah penuh.

"Lagi pengen aja."

Balasan Ava tersebut justru ditanggapi Sabrina dengan tawa yang cukup menggelegar. "Ava, kamu belanja itu nggak pernah yang alasannya lagi kepengen. You always have a reason to do shopping." Sabrina lantas memandang Ava menyelidik. "Kemungkinannya cuma satu. You're going on a date! With Kastra Moga!"

Ava berusaha tenang supaya menghindarkan dia dan Sabrina dari kecelakaan sekalipun dia tidak tahu dari mana atau bagaimana sahabatnya itu bisa menebak dengan tepat. Ava tetap menyetir dan mengkalkulasi reaksi yang harus ditunjukkannya kepada Sabrina.

"Aku nggak perlu lagi ketemu Mbak Sheila kalau kamu jadi cenayang."

"Oh my God, Ava! How did it happen? How is it even possible? You're not only going on a date, but with the one and only Kastra Moga!"

"Bri, bisa sedikit dijaga nggak excitement-nya? It's so distracting." Namun Ava mengucapkannya dibarengi dengan senyum di wajah.

"Ya nggak bisalah! Kamu dan Moga? Aku beneran nggak nyangka, Ava! Good job!" Sabrina lantas memiringkan sedikit tubuhnya. "Tell me everything!"

Mengiyakan ajakan Moga bukanlah perkara gampang. Sesampainya di rumah selepas pria itu mengantarkan banana bread, Ava duduk di meja kerjanya dengan selembar kertas. Dia menuliskan pro dan kontra jika menyetujui bertemu dengan co-owner Metis Patisserie tersebut. Menemukan alasan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan ternyata cukup memeras otak Ava karena selama ini, hubungannya dengan Moga selalu bersinggungan dengan kehidupan profesional mereka.

Ava mencari-cari alasan selain ingin mendengar kisah tentang tato Moga karena satu hal itu tidak cukup baginya. Setelah menjernihkan pikiran, Ava mampu mengisi daftar pro dan kontra tersebut dengan alasan-alasan yang cukup penting. Terlebih setelah dia mengingat kembali percakapannya dengan Sheila, yang mengatakan dia sebenarnya sudah bertemu dengan calon pasangan melalui pekerjaan, hanya saja waktu belum berpihak untuk keduanya. Ava berpikir mungkin saja pria itu adalah Moga dan saat ini adalah waktu yang ditunggu olehnya.

Jadi Ava mengirimkan pesan ke Moga, meminta tanggal, waktu, serta tempat mereka bisa berjumpa.

Selepas melakukannya, kedua pundaknya terasa begitu ringan seolah ada beban berat yang baru saja diangkat.

"Ya nggak ada yang perlu diceritain banyak. Dia ke kantor bawa banana bread, terus aku keceplosan bilang pengen tahu cerita soal tato dia," Ava menelan ludah ketika bayangan Moga muncul hanya dengan menggunakan kaus oblong putih dan celana jin seperti ketika datang ke Lemongrass, "dan kami kemudian setuju buat ketemu."

"Ava, aku kenal kamu. You don't just say yes to a date like that. Pasti proses kamu panjang. Bikin daftar pro dan kontra, nggak yakin apakah nge-date sama Moga buang-buang waktu atau nggak, belum lagi kamu tahu sejak awal kalau Moga itu bukan tipe kamu. Fakta bahwa akhirnya kamu setuju buat nge-date sama dia itu adalah sebuah keajaiban."

Ava mengembuskan napas sebal karena Sabrina bisa membaca pikirannya dengan sangat detail. "Ya anggep aja tebak-tebak berhadiah, Bri."

"Ava, kamu itu nggak pernah yang namanya ngelakuin sesuatu tanpa hasil yang jelas. Kamu bukan tipe kayak gitu. Seenggaknya ada satu-dua hal tentang Moga yang bikin kamu penasaran—selain tato dia tentu aja—sampai akhirnya kamu mengiyakan ajakan dia. Tunggu dulu!" Sabrina mengangkat jari telunjuknya seolah dia baru ingat sesuatu. "Dia dateng ke kantor Lemongrass bawa banana bread? Buat apa?"

"Bilang terima kasih langsung karena dia suka artikel yang aku tulis tentang Metis di Lemongrass."

"Ava, nggak semua cowok mau effort ekstra kayak gitu, lho."

"Dan dia bilang banana bread itu nggak dia jual di Metis karena itu favorit dia. A sentimental reason."

"Jangan-jangan dia udah naksir berat sama kamu, lagi. Nggak ada alasan lain yang menjelaskan sikap Moga selain dia udah jatuh hati sama kamu."

Kali ini giliran Ava yang tidak mampu menahan tawa karena menurutnya, alasan yang diungkapkan Sabrina sulit untuk diterima akal sehatnya.

"Bri, orang nggak mungkin jatuh cinta tanpa kenal lebih dulu. Love at first sight is such a lie. More like lust at first sight. Lagipula, kami kan nggak sering ketemu, dan di awal-awal kenal juga lebih sering berdebat, bahkan pernah perang dingin. Nggak mungkin rasanya orang bisa suka cuma dari beberapa kali ketemu." Ava kemudian menggeleng, yakin bahwa teorinya benar. "Jadi aku nggak bisa terima alasan dia ke Lemongrass adalah buat menunjukkan dia suka sama aku. It only happens in fiction."

"Ava, kita bicara soal hati ini. Bukan sesuatu yang bisa dibuktikan dengan rumus atau punya hasil akhir yang bisa dilihat dengan angka. Everything is possible."

Ava paling enggan jika sudah diajak bicara mengenai hati karena sekali lagi, dia perlu bukti yang lebih banyak dibanding kenyataan bahwa Moga datang ke Lemongrass membawa banana bread. Dia mengakui itu usaha yang cukup tidak terduga, tapi Ava tahu bahwa ada banyak langkah yang belum dilaluinya bersama Moga untuk sampai di tahap muncul perasaan khusus di antara mereka.

"Charlie really changed you, didn't he?"

Kening Ava mengerut karena sudah sangat lama Sabrina tidak menyebut nama mantan pacarnya tersebut. Terlebih ketika bahasan mereka jauh dari Charlie. Dia menoleh sesaat tepat ketika lampu lalu lintas berganti merah.

"Apa hubungannya Charlie sama Moga?" tanya Ava bingung.

"Ava, kamu sadar apa nggak sih kalau sejak putus dari Charlie, pandangan kamu soal cinta dan relationship berubah? Kamu jadi lebih pesimis dan mempertanyakan terlalu banyak hal. Punya standar itu harus, wajib malah. Cuma aku jadi bertanya-tanya apakah standar itu cara kamu menyabotase atau menyortir potential partner yang ada. Soalnya buatku, keduanya beda-beda tipis."

Ava sudah membuka mulut dan bersiap membalas pernyataan Sabrina, tapi lampu lalu lintas terlanjur berubah warna hingga dia memutuskan untuk fokus ke jalan di depannya lebih dulu.

"Aku udah move on lama dari Charlie, Bri. Rasanya obrolan soal dia nggak relevan lagi sekarang."

"Bukan itu yang aku bicarain, Ava. Tapi efek dari putusnya kamu dan Charlie itu masih ada sampai sekarang, entah kamu sadar atau nggak. Coba inget-inget lagi kapan terakhir kali kamu belanja khusus buat pergi nge-date. Selama ini, kamu selalu tahu bahwa cowok yang bakal kamu temuin nggak akan cocok bahkan dari kalian saling texting, jadi kamu nggak ada usaha ekstra. But this one with Moga is different. Jadi aku harap ini adalah perubahan yang positif. Plus, aku nggak keberatan dapet diskon tiap kali ke Metis."

Mereka berdua kemudian tertawa mendengar kalimat terakhir Sabrina. Di saat yang bersamaan, Ava merasa dia berhasil menghindar dari percakapan sulit mengenai Charlie dan after effect yang ditinggalkan pria itu. Sejujurnya, Ava belum siap jika mereka harus membahas ini ketika dirinya sedang menyetir. Ini adalah jenis obrolan yang hanya bisa dilakukan ketika dirinya duduk sembari menikmati kopi yang sudah dingin.

"Aku kadang ngerasa, semua pertemuan nggak terduga dengan Moga itu adalah cara semesta buat ngasih tahu aku supaya aku ngasih Moga kesempatan. At least try first. Apalagi setelah konsultasi dengan Mbak Sheila yang merujuk ke Moga karena nggak ada pria lain dalam hidupku sekarang yang cocok dengan gambaran yang dikasih Mbak Sheila." Ava menarik napas panjang. "But I'm preparing myself for another disappointment, Bri. Sakitnya nggak akan kerasa nendang kalau aku udah ancang-ancang dari sekarang."

"Gimana kalau ancang-ancangnya diganti jadi hal yang positif? Kamu nggak bisa terus-terusan berpikir bahwa Moga akan sama kayak cowok-cowok lainnya. I can tell you're intrigued by him, Ava, and I haven't seen you like this in ages. Kamu mau nge-date sama Moga aja itu udah nggak biasa. Bisa aja hasilnya nanti beda dengan yang udah-udah."

"Kita lihat aja nanti, ya? Aku nggak mau berharap terlalu banyak karena jujur, aku nggak ngerasain apa-apa ke Moga."

"Belum," koreksi Sabrina. "But you will. I know that."

Ava hanya berharap, dia punya sentimen yang sama mengenai Moga, dan semua ucapan Sabrina, Cara, serta Sheila, tidak menjadi dugaan dan opini semata.

For once, Ava wants this to be something more than just a date. She just doesn't want to admit it. Yet.

~~~

Halo semua,

Ada yang penasaran gimana kencan Ava dan Moga? Stay tuned!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro