Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Black Rose


  Langit berwarna merah yang di gradasi oleh warna jingga, seiras dengan keadaan yang sedang ricuh dilanda perang. Suasana panas berada disekitarnya akibat suhu peperangan yang makin memanas. Kobaran api berada dimana-mana, lautan darah menggenang di sekitar, dan banyak para pejuang samurai yang berjatuhan. Namun walau begitu, masih ada yang tetap berjuang hingga akhir demi tujuan akhir yang ingin diraih. Sebuah harapan yang sangat ia nanti-nantikan.

   Seorang pemuda berambut coklat muda panjang yang di ikat dengan model pony tail, mengenakan kimono yang serasi dengan warna kedua matanya, merah. Ia kemudian mengangkat pedang samurai dengan kedua tangannya. Menusukkan pedang tersebut pada lawan dihadapannya dengan cekatan, lalu menghunuskan pedang tersebut.

   Okita Sougo, benar-benar menikmati  peperangan ini. Raut wajahnya pun terlihat sangat senang--tentu karena ia dapat membunuh hampir setengah pasukan lawannya. Tidak peduli caranya ia menusuk, menebas, atau membunuh lawannya, asalkan kemenangan berada di tangannya. Sougo akan lakukan berbagai cara agar tujuannya tercapai.

  Tetapi saat itu, ia melihat seseorang yang tidak kalah cepat sepertinya. Menebas satu persatu anggota Shinsengumi. Membuat Sougo naik darah dan segera menghampiri seseorang tersebut sehingga pedang mereka berdua saling beradu satu sama lain.

-※※※-

"Hijikata-san, aku pergi keluar dulu." Ucap Sougo dengan santai berjalan melewati ruangan Hijikata. Hanya balasan 'Hm' yang Sougo dapatkan dari sang wakil ketua Shinsengumi itu, karena Hijikata sedang sibuk mengerjakan tugas yang diberikan Kondo.

   Kemudian setelah Sougo pergi, Yamazaki datang mengunjungi ruangan Hijikata sambil membawa tumpukan kertas dikedua tangannya yang tingginya hampir menyamai tinggi Yamazaki. Sang pria yang merasa kehadiran Yamazaki, Hijikata pun menoleh. Pandangannya terdapat pada tumpukan kertas yang ada pada Yamazaki.

  "Apalagi ini?"

  "Oh ini? Okita-san menyuruhku untuk membawanya pada fukuchou." Tukas Yamazaki pada Hijikata yang dimana ia langsung terdiam.

"SOUGOOO!!!"

  Berakhir teriakan marah Hijikata kepada Sougo yang melemparkan tugas miliknya kepada Hijikata. Sedangkan Sougo sendiri, berjalan santai sambil menggigit sebatang kayu kecil dimulutnya.

  Siang itu, Sougo ingin berjalan-jalan menghibur diri. Ia memutuskan untuk menelusuri hutan yang tidak jauh jaraknya dari markas Shinsengumi. Semenjak kepergian kakak perempuannya, Sougo merasa ia hanya sebatang kara--walau Kondo, Hijikata, dan anggota Shinsengumi lainnya bersamanya setiap hari. Itu tidak membuat Sougo merasa lebih baik. Karena kehilangan sosok yang paling ia sayangi, itu seperti pedang yang menusuk ke jantung.

  Lalu, Sougo berhenti ketika ia menemukan tempat yang pas untuk dia singgahi sejenak untuk melepas penat. Sebuah pohon rindang yang cukup besar, sehingga dedaunan pohon tersebut memiliki celah untuk sinar matahari yang masuk. Ia berjalan mendekati pohon tersebut, setelah itu duduk bersandar disana. Sougo memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang berlalu-lalang, suara nyanyian burung yang mengiringi, serta dedaunan dan rumput yang menari-nari. Sebuah hari yang tenang baginya.

  Tetapi sayangnya, tidak berlangsung lama. Setelah beberapa menit berlalu, ia mendengar suara langkah kaki yang sepertinya lebih dari satu orang. Suara teriakan juga terdengar seperti memanggil nama seseorang--mencari seseorang lebih tepatnya. Sougo menghela nafas pelan setelah membuka kedua matanya. Pandangannya teralihkan oleh beberapa orang samurai yang muncul dari arah berlawanan ia datang tadi. Seseorang mendekati dirinya, Sougo segera berdiri dari tempatnya.

  "Oi, samurai."

  "Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Sougo sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ia juga masih menggigit batang kayu kecil tersebut.

   "Apakah kau melihat seorang gadis berlari melewati tempat ini?" Tanya salah satu samurai dari lima samurai yang ada.

  Sougo hanya terkekeh pelan, ia kembali menjawab,"Aku saja habis terlelap disini, bagaimana aku bisa melihatnya?"

"Jangan bohong kau!" Sahut salah satu samurai lainnya.

"Tapikan, aku hanya terlelap disini. Kedua mataku tertutup, lalu aku melihatnya dengan cara apa?" Pertanyaan Sougo membuat kelima samurai tersebut terdiam, sedangkan Sougo hanya menyeringai kecil.

  "Sebaiknya kalian kembali ke asal kalian sebelum aku habisi, hm? Kalian mengangguku." Salah satu tangan Sougo mengambil pedang samurainya yang berada di sisi kirinya.

  "B-baiklah! Kami akan pergi." Tukas salah satu samurai tersebut. Kemudian, mereka menepati janjinya untuk pergi dari tempat dimana Sougo berada.

 
  Sang pemuda menghela nafas. Padahal jika mereka saling beradu pedang, akan menjadi sebuah hiburan yang menarik. Lantas, ia memutuskan untuk beranjak pergi--sebelum sebuah suara 'Bruk!' terdengar pada indera pendengarannya. Segera Sougo menoleh kebelakangnya.

  "Terima kasih untuk yang tadi." Tukas seseorang sembari membersihkan kimono hitamnya yang sedikit kotor karena baru saja ia berada di atas pohon--lebih tepatnya, bersembunyi.

  "Oh jadi ini yang dicari-cari?"

  Sougo berhadapan dengan seorang gadis berambut ungu panjang dengan di kepang panjang hingga lutut kaki, dan warna gold pada matanya terlihat jelas. Sang gadis pun juga membawa pedang samurai. Namun, bukan itu yang menjadi perhatian Sougo--karena terdapat sesuatu yang tidak asing dipandangannya.

  "Ah, mereka pasti bertanya padamu ya?" Tanya seseorang itu, seorang gadis. Sougo masih terdiam sambil kembali melipat kedua tangan di depan dada. Membutuhkan penjelasan.

   "Baiklah, sebagai gantinya--kau mau apa? Akan ku berikan, namun besok." Tukas sang gadis sambil tersenyum, berjalan mendekati Sougo.

  "Lima roti yakisoba."

  "Ok deal!"

  "Tapi, sebelum itu. Ada hal yang ingin aku tanyakan." Ucap Sougo lada sang gadis.

  "Apa?"

  "Bagaimana caramu memanjat pohon ini tanpa ku sadari?"

  Ia terdiam, bahkan mengalihkan wajahnya ke arah lain.

  "Aku hanya menaikinya seperti orang pada umumnya--kurasa?" Ucap sang gadis. Sougo yang berada di hadapannya hanya menaikan salah satu alisnya.

  "Lalu?"

  "Mencari tempat yang pas untuk bersembunyi. Ah, sepertinya aku terlalu lama disini. Aku harus segera pergi, janji ya besok kita bertemu lagi disini?" Tanya sang gadis pada Sougo sembari ia kembali menatap Sougo yang berada di hadapannya.

   "Oke."

'Jika aku bisa kabur lagi dari Hijikata-san, akan aku lakukan.' batin Sougo dalam hati.

    Sang gadis mengangguk, raut wajahnya terlihat senang. Kemudian, ia beranjak pergi--tetapi sebelum itu, ia menoleh kebelakang. Mendapati Sougo yang masih berdiri memperhatikannya. Sang gadis merasakan sebuah kejanggalan.

  "Siapa namamu?" Tanya sang gadis.

  "Sougo."

  "Kamehime."

   Itulah pertemuan pertama mereka. Setelahnya, akan terdapat pertemuan selanjutnya, dan seterusnya. Entah, akan berakhir hingga kapan.

-※※※-

  Hampir setiap hari mereka bertemu. Ditempat yang sama seperti biasa pada saat siang hari. Mereka menghabiskan waktu bersama dibawah pohon rindang tersebut. Bercanda tawa, saling berlatih bersama, atau makan siang bersama karena Kamehime membawanya dari tempat asalnya sebelum kemari.

   "Aku penasaran, dari sekian jenis bunga mawar, kenapa kau memilih warna hitam?" Tanya Sougo ketika ia beranjak duduk disebelah Kamehime selepas melakukan pemanasan untuk mengasah kemampuannya.

  "Hm? Aksesoris yang berada di rambut ku? Aku pikir bunganya cantik--aku juga menyukai warna ini. Kenapa?" Kamehime menatap Sougo yang berada disebelahnya, bertanya-tanya kenapa sang pemuda bertanya sedemikian rupa.

"Tidak apa, aku hanya penasaran saja."

   Kamehime mengangguk, kemudian ia menoleh kearah lain. Memperhatikan sekelilingnya. Membuat atmosfernya seketika menjadi canggung antara keduanya.

"Sepertinya, ini hari terakhir aku menemui mu, Sougo." Ucap Kamehime mencairkan suasana.

  "Hm? Kenapa?"

  "Tidak apa--aku akan sibuk mempersiapkan sesuatu."

  "Baiklah, jika senggang mari kita berjanji akan bertemu disini?"

  "Janji!"

  Seulas senyum tercetak dibibir Kamehime--membuat Sougo terkagum dalam diam melihat hal tersebut. Pipi Sougo sedikit memerah, sehingga ia memalingkan wajahnya. Hari itu, cuacanya sedang cerah. Secerah kesenangan mereka berdua yang tidak disangka memendam perasaan satu sama lain. Karena terbiasa.

   Mungkin, ada rasa dimana tidak ingin kehilangan satu sama lain. Tetapi, bagaimana jika salah satu dari mereka, terlebih dahulu pergi?

-※※※-

   Satu bulan berlalu, namun Sougo belum mendapat kabar soal Kamehime sama sekali. Terkadang jika Sougo sedang tidak bertugas, ia sesekali mampir di tempat yang sudah dijanjikan. Namun, Kamehime tidak muncul sama sekali. Disisi lain, Sougo selalu membawa setangkai mawar hitam tiap kali pergi berkunjung kesana--sebagai penanda jika ia menunggunya. Ia selalu meletakkannya di dekat dahan pohon.

   Hari ini, Sougo akan kembali pergi berperang. Ia dan pasukan anggota Shinsengumi lainnya akan membalaskan kekalahannya yang sebelumnya dengan kemenangan kali ini. Ia memegang perkataan Kondo baru saja, bahwa hari ini adalah hari kemenangan mereka. Tetapi, sesuatu mengganjal dipikirannya, begitu juga hatinya. Mereka siap pergi ke medan perang.

'Cling!'

  Suara pedang yang saling beradu. Terdengar lagi bunyi tersebut hingga salah satunya berhasil tumbang. Sougo lagi-lagi menikmati peperangan ini. Demi kembalinya kejayaan Shinsengumi, ia harus mengorbankan segalanya.

   Dengan sigap, Sougo menghindari serangan yang berdatangan kearahnya. Sesekali ia menepis pedang yang mendatanginya, lantas Sougo membalasnya balik. Hingga sang pemuda berhasil menghabisi hampir seperempatnya. Masih banyak lagi yang harus ia bersihkan, maka dari itu Sougo melangkah kearah teman-temannya yang membutuhkan bantuan.

   Belum sampai pada temannya, pandangan Sougo teralihkan oleh mayat yang tergeletak dihadapannya--ia pernah bertemu sebelumnya. Kemudian, kedua mata Sougo melebar--ia terkejut. Melihat perawakan mayat yang masih terlihat jelas bahwa orang itu adalah seorang samurai yang ia jumpai sebulan lalu. Bahkan pertemuan pertamanya oleh Kamehime.

   "Berhenti disitu! Jangan bergerak." Seseorang memerintah Sougo yang suaranya terdengar dari belakangnya. Sang pemuda hanya tersenyum kecut, ia menghela nafas sambil mengangkat kedua tangannya keatas.

   "Aku tidak pernah tahu jika kau, Okita Sougo, dari Shinsengumi." Ucap seseorang tersebut sambil berjalan mendekat kearah Sougo dengan menodongkan pedang samurai di tangannya.

   "Dan aku tidak pernah tahu jika kau berada di pihak musuh, Kamehime. Padahal, aku jatuh hati padamu." Tukas Sougo dengan santai.

    Langkah Kamehime terhenti ketika ujung pedang samurainya berhenti tepat pada permukaan punggung Sougo. Bahkan, Kamehime memilih bungkam dari pada menjelaskan.

  "Kau sendiri juga tidak menepati janji mu. Lihat? Kita malah bertemu disini." Ucap Sougo lagi yang masih mengangkat kedua tangannya.

   "Jika saja perang ini tidak pernah terjadi. Jika saja saat itu kau tidak membunuh pemimpin kami--semua ini tidak akan pernah terjadi." Jelas Kamehime yang masih berada diposisi yang sama.

   "Jadi, apa yang akan kau pilih sekarang Kamehime?"

  "Maafkan aku," Ucap Kamehime.

  "Dan terima kasih karena telah menyukaiku. Tetapi, inilah keputusan yang ku ambil." Lanjut Kamehime sambil tersenyum kecil--Sougo sendiri tidak bisa melihatnya. Dan maaf, aku tidak bisa membalasnya.

  Pedang Kamehime bergerak mundur. Sang gadis menghela nafas dalam. Ia memejamkan mata sejenak, lalu ia kembali menggerakkan pedangnya ke depan. Tentu saja, menebas yang berada di depan matanya lekat. Mau tidak mau, Kamehime harus melakukannya demi melakukan tugasnya. Merelakannya, ia juga mengkhianati janji yang ia buat. Begitu juga perasaan Sougo dan Kamehime sendiri juga membohongi perasannya sendiri. Setelah itu, ia kembali menghunuskan pedang samurainya. Diam seribu bahasa.

  Tidak ada pergerakan yang Kamehime lakukan. Tatapannya kosong--menyesali perbuatannya. Tetapi, ini sudah terjadi. Penyesalan selalu terjadi belakangan. Rasanya sakit harus membunuh Sougo. Kedua matanya melihat secara langsung dan kedua tangannya yang melakukan hal itu. Ia tahu, Sougo selalu meninggalkan setangkai mawar hitam ditempat mereka bertemu. Ia juga tahu bahwa Sougo menunggunya hampir setiap hari. Tetapi, Kamehime tidak berani bertemu dengannya.

   Apalagi jika keesokan harinya ia masih bisa bertemu dengan Sougo, apakah ia akan menoleh kearahnya setelah aku melakukan semua ini?
  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro