Episode 18
*MELUPAKAN LILIAN*
.......*♥*.......
Aku turun dari kamar menuju ke dapur. Sarapan sudah tersaji di meja makan, tetapi, mama dan papa tidak ada di sana. Ada secarik kertas di bawah gelas. Aku mengambil dan membacanya.
'Elian! Mama pergi lebih awal. Mama pergi belanja dengan teman-teman mama. Kamu makan yang banyak ya. Tidak tahu kapan mama pulang, nanti mama kabari. Mama sayang kamu.' Aku meletakan surat itu di meja dan memakan sarapanku. Aku harus bersiap-siap pergi.
Setelah kejadian kecelakaan Serena, aku berusaha bangkit kembali. Aku juga terkadang menjenguk Serena walaupun tidak sesering Ellie. Akhirnya aku ke sini sendirian. Ned dia tidak bisa menemaniku karena harus menjaga toko ayahnya. Sedangkan Orlan dia tidak tahu pergi ke mana. Mengajak Erisha pun aku tidak bisa, karena kita sudah putus. Orlan pergi ke mana sampai telfonku tidak diangkat. Aku mencari ke rumahnya juga tidak ada. Aku tidak perduli lagi, aku bisa datang ke sini sendirian.
Aku memasuki gerbang universitas dan berjalan menuju gedung Rektorat fakultas Seni Pertunjukan Film Astley. Aku memarkirkan mobil di depan gedung Rektorat Seni Pertunjukan film Astley. Aku berjalan ke depan pintu gedung dan mengamati beberapa orang yang lewat. Karena aku tidak tahu pasti letak ruang pusat informatika itu, aku berusaha menanyakannya kepada mahasiswa yang baru lewat.
"Permisi, bisa minta waktunya sebentar. Aku sedang butuh bantuan." Tanyaku dengan sopan menghentikan langkah mahasiwa itu.
"Iya silahkan, apa yang bisa aku bantu." Ucapnya dengan ramah.
"Ahh itu, apa anda tahu ruang pusat informatika jurusan Seni Pertunjukan Film Astley." Tanyaku lagi menanyakan ruangan itu. Semoga saja dia tahu, karena dia baru saja keluar dari gedung ini.
"Ruangan itu ada di lantai 3 ruang 307. Ruangannya dekat tangga jika kau ke atas dengan menggunakan tangga. Kalau menggunakan lift, kau harus berjalan ke kanan dan lurus sampai kau menemukannya. Ruangannya bersampingan dengan akademik, jadi cukup mudah menemukannya." Jelasnya yang cukup mudah untuk aku temukan.
"Terimakasih banyak atas informasinya." Aku mengucapkan Terimakasih atas bantuanya.
"Iya sama-sama. Tapi, di sana ada penjaganya yang sangat tidak ramah. Jadi, semoga beruntung." Serunya sebelum pergi.
"Baiklah terimakasih informasinya." Kataku mengerti. Setidaknya mendapat informasi lagi.
Dia memberi tahuku kalau ruang itu ada di lantai tiga dekat tangga. Ruang nomer-307 dan di depan pintu bertuliskan pusat informatika seni pertunjukan film.
Aku berjalan masuk ke gedung dan menunggu liftnya terbuka. Sembari menunggu liftnya terbuka aku melihat jam yang menunjukan 11 siang. Sebentar lagi jam istirahat, semoga saja ruangannya tidak tertutup. Lift sudah terbuka, aku langsung bergegas masuk ke dalam. Tidak aku sadari, ternyata ada orang lain di belakangku yang juga masuk. Aku memencet lantai 3. Aku acuh dengan orang yang berada di sampingku karena aku merasa tidak kenal dan tidak perlu berbasa-basi lagi. Setelah sampai aku langsung berjalan sesuai arahan menuju ke kanan, mencari nama ruangan dengan nama pusat informatika kesenian pertunjukan film. Satu persatu aku membaca nama ruangan di lantai tiga, sampai pada ruangan bertuliskan akademik, berarti ruangannya berada di sampingnya. Akhirnya aku menemukannya, aku berdiri bersiap untuk masuk.
"Selamat siang!" Sapaku membuka pintu. Namun, tidak ada orang yang menjawab. Aku langsung masuk saja tidak perduli ada penjaganya atau tidak. Ketika hendak menutup pintu aku terkagetkan dengan seseorang yang berdiri di sana. Dia laki-laki yang ada di lift bersamaku tadi, aku sampai tidak sadar kalau dia mengikutiku.
"Ada yang bisa aku bantu!" Tanyaku gugup.
"Aku ingin masuk kau menghalangi jalan." Serunya dengan nada dingin.
"Ahhh silahkan masuk!" Kataku mempersilahkan dia masuk. Saking gugupnya pikiranku menjadi bodoh dengan sendirinya.
"Hahaha kau lucu sekali, aku penjaga di ruangan ini. Ada yang bisa aku bantu, siapa namamu?" Tanyanya beruntun. Dia berjalan masuk dan duduk di depan komputer. Pantas saja tatapan dan cara bicaranya dingin sekali, ternyata dia penjaga ruangan ini. Benar sekali yang dikatakan orang itu jika penjaganya tidak bersahabat.
"Maafkan aku, maafkan aku telah lancang masuk ke ruanganmu." Ucapku meminta maaf di depannya karena telah lancang masuk ke ruangan ini. Aku takut jika aku akan diusir sehingga aku tidak bisa mecari informasi tentang bibi Lilian.
"Tidak masalah, santai saja. Ada keperluan apa kau datang ke ruangan ini. Aku rasa kau bukan salah satu mahasiswa di fakultas ini, kau dari jurusan apa?" Tanyanya yang membuatku harus berfikir keras mencari alasan.
"Aku dari jurusan biologi." Kataku akhirnya. Tidak lupa senyum ramah aku keluarkan seramah mungkin agar dia percaya. Tapi ada yang aneh, astaga. Seharusnya aku tidak mengatakan jurusan biologi. Ini adalah kampus kesenian, bukan pengetahuan alam. Semoga saja dia tidak menyadari kebohonganku.
"Biologi! Tapi kenapa bisa sampai ke sini?!" Tanyanya lagi penasaran.
"Ahh itu aku, aku ingin mengetahui data diri ayahku. Dulu dia kuliah di jurusan perfilman ini." Kataku gugup memberi alasan.
"Ayahmu mahasiswa di sini, maksudku alumni di universitas ini?" Tanyanya lagi. Sepertinya dia ingin membantuku.
"Iya, namanya Allan Hogwarts lulusan tahun 2003. Mohon bantuannya." Aku menjawab sesuai dengan kelulusan papa. Seharusnya tidak sulit jika mencarinya di computer.
"Baiklah, silahkan kau cari sendiri. Aku tidak bisa membantumu karena aku masih sibuk. Kau bebas mencari, tapi ingat, rapikan lagi seperti semula." Aku pikir dia akan mencarikan data diri ayahku dengan komputernya ternyata dia malah bersikap acuh dan menguruhku mencarinya sendiri di banyaknya kumpulan berkas dari para alumni sekolah ini.
"Iya terimakasih banyak." Ucapku berterimakasi sambil mendengus kesal. Lalu pergi ke tempat di mana tempat yang menyimpan begitu banyak data-data para alumni dari universitas jurusan ini.
Aku masuk ke lorong-lorong yang berisi banyak dokumen dari tahun ke tahun. Aku menelusuri di mana ayahku lulus dari universitas ini. Namun aku dikagetkan oleh penjaga ruangan ini yang menatapku dengan tajam lalu tersenyum lebar menakutkan.
"Kau tadi tidak menyebutkan namamu, siapa namamu?" Tanyanya dengan seringai yang menakutkan.
"Ahh itu, namaku Elian Hemswarth." Jawabku ragu-ragu.
"Elian Hemswarth, keluarga Allan Hemswarth." Gumannya tersenyum lebar kembali. Aku rasa orang ini sangat aneh, seperti seorang pesikopet.
"Tentu saja, ada yang salah?" Tanyaku penasaran, sepertinya dia mengenal keluargaku.
"Tidak ada, silahkan dilanjutkan." Ucapnya berlalu pergi.
Dasar orang aneh, aku harus segera mungkin keluar dari tempat ini. Aku mencari nama jurusan yang di tempuh bibi Lilian dan tahun dia lulus. Aku malah menemukan berkas dokumen saat papa lulus berada tepat di depanku sekarang. Cukup mudah menemukannya karena aku tahu kapan ayah lulus kuliah. Aku membukanya dokumen dari jurusan pertama sampai terakhir. Aku langsung bergegas memfotonya data-data ke-7 orang itu tidak terkecuali ayah. Aku kemudian memasukan kembali ponselku dan mengambil kembali berkas dokumen milik progam studi editor dan membuka kembali data diri bibi Lilian. Dia cantik sekali saat kuliah bahkan menjadi hantu pun masih cantik. Golongan darah B+ sama sepertiku. Dia dulu tinggal di alamat jln.Xxxx. anak ke 2 dari 1 bersaudara. dia hobby .....
"Arghh!" Jeritku saat ada sebuah pukulan yang cukup keras mengenai tengkuk leherku sampai aku jatuh ke bawah bersama beberapa dokumen yang berjatuhan menimpaku.
Hahh kepalaku pusing sekali, aku tidak bisa bergerak. Mataku perlahan menutup bahkan kesadaranku mulai hilang. Tunggu sebentar, jangan pingsan, aku pasti bisa sadar.
"Kenapa kau tidak menghentikannya sejak awal dasar bodoh."
"Aku hanya tidak perduli."
"Dia itu ancaman, kenapa tidak kita percepat saja ritualnya dan menghilangkannya dari dunia ini."
"Kenapa kau terlalu terburu-buru. Raja saja santai, kau yang terlihat terburu-buru."
"Aku hanya tidak suka dengan anak ini."
"Buat dia hilang ingatan dan buang badanya ke hutan. Aku tidak ingin dia tahu lebih banyak lagi tentang mereka."
"Kau terlalu kejam. Kasihan sekali anak malang ini."
Aku mendengar suara mereka, suara debat yang begitu banyak orang mengelilingiku. Aku tidak mau pinsan, aku ingin tetap sadar dan melihat siapa mereka. Aku merasakan jika perlahan pipiku dicengkram dengan kuat. Namun, aku tidak bisa membuka mata dengan lebar, hanya siluet merah yang bisa aku lihat. Aku juga tidak bisa melawan karena tubuhku lemah tidak berdaya. Dalam benakku rasanya ingin meloloskan diri dari mereka yang ingin berbuat jahat. Mereka memegang kepalaku. Mereka mengucapkan sesuatu dan menekan keningku dengan kuat. Kepalaku langsung terasa pusing, berat, dan sakit seperti tertusuk ribuan jarum. Aku berusaha memberontak, namun tidak berdaya. Aku tidak bisa bergerak maupun melawan. Sampai aku tidak kuasa untuk menahan kesadaranku Sendiri.
.....~•*♥*•~.....
Aku terbangun dari tidurku. Aku tertidur di kursi, pantas saja badanku terasa sakit semua. Kenapa keadaan rumah begitu gelap. Hanya ada sedikit cahaya remang-remang.
"Hahaha hahaha hahaha!" Aku mendengar tawa anak kecil di rumahku. Siapa anak itu. Aku mencari anak itu di dapur karena aku mendengat suaranya dari sana. Tapi tidak ada orang. Jangan-jangan hantu lagi.
"Hahaha hahaha hahaha!" Tawanya lagi berlari di belakangku. Sekarang aku malah mendengar semakin banyak tawa anak kecil di rumahku. Semakin lama semakin banyak, membuatku bingung dan ketakutan. Tawanya memenuhi gendang telingaku, membuat kepalaku pusing.
"Hentikan! Hentikan! Jangan tertawa!" Bentakku menutup telinga sambil jongkok untuk meredakan tawa yang mengiang-iang di telingaku. Suara tawa mengerikan itu tiba-tiba menghilang dan suasana menjadi hening kembali. Aku berlari ke atas menuju ke kamarku. Aku tidak ingin melihat atau mendengar suara hantu.
Saat di depan pintu kamarku, aku mendengar banyak suara anak kecil di sana. Aku urungkan niatku membuka pintu kamarku. Jangan-jangan hantu anak kecil itu berkumpul di kamarku.
"Elian, ayo main!"
"Main apa?"
"Petak umpet!"
"Tapi kalian tidak boleh keluarga dari rumah."
"Baiklah! Uren yang jaga. "
"Aku bersiap menghitung, 1, 2, 3, .....10."
Aku mendengar percakapan mereka, kenapa mereka menyebut namaku. Aku mendengar suara kenop pintu kamarku berputar. Perlahan secara perlahan pintu kamarku terbuka dengan suara derit pintu yang mengerikan. Jantungku memompa darah dengan sangat cepat membuatku kesusahan bernafas. Aku sudah bersiap berlari ketika melihat sesuatu yang mengerikan muncul di balik pintu kamarku. Pintu kamarku dengan cepat terbuka tetapi hanya kekosongan yang aku lihat. Jantungku langsung rileks kembali karena tidak ada sesuatu yang mengerikan aku lihat.
"Elian ketemu!" Seru seorang anak berdiri di depanku. Tubuhnya sangat dekat dengan kakiku. Aku melihat wajahnya yang pucat mendongak ke atas untuk melihatku. Seketika banyak anak muncul di sampingku mengelilingiku.
"Elian ketemu kau, hahaha Elian, kami menemukanmu. Hahaha Elian, Elian, Elian. Elian ketemu hahahha." Seru mereka bersama berulang kali dengan wajah pucat yang mendongak melihatku. Hentikan ini, ini hanya mimpi kan, aku takut sekali.
'Tidakkk!' Teriakku menutup telingaku dengan kedua tanganku agar tidak mendengar suara gaduh anak-anak itu dan memejamkan mataku tidak berharap melihat wajah mengerikan mereka lagi.
Aku terbangun dari tidurku. mimpi apa aku sebenarnya. Rasanya melelahkan sekali. Masih gelap. Sebaiknya aku mengambil minum untuk membasahi tenggorokanku. Aku bergegas turun dari kamarku dan mengambil sebotol minum dari kulkas. Meminumnya sambil mencari kursi untuk duduk, tetapi aku dikejutkan dengan makluk mengerikan di depanku. Dia memanggil namaku dan mendekatiku. Aku berjalan mundur untuk menghindarinya. Apa ini mimpi buruk lagi aku mohon bangunkan aku.
"Elian! El! Elian!" Panggilnya berulang kali sambil melayangkan tangan hitam panjang mengerikan itu ke arahku. Sepontan aku mundur dan menghindarinya.
"Tidak, aku mohon menjauhlah dariku." Aku langsung membuang minumanku dan berlari masuk ke kamarku. Sialnya, aku terjatuh di tangga karena aku kelebihan menginjak anak tangga. Di bawah sudah ada makhluk mengerikan itu dan menarik-narik kakiku. Aku ketakutan sekali dan menjerit memintanya melepaskan kakiku.
"Elian! Elian!" Panggilnya yang membuat telingaku sakit mendengar suaranya.
"Tidakkkk. Lepaskan aku, lepaskan!" Teriakku sambil menendang-nendang kakiku agar dia melepaskan kakiku. Akhirnya aku bisa bebas dan berlari masuk ke kamar dan menguncinya. Apakah ini mimpi buruk lagi, ayo bangunlah Elian, bangun, bangun, cepat bangunlah.
"Elian? Elian kau baik-baik saja nak?" Panggil mama dari luar kamarku.
"Mama, aku takut ma." Jawabku sambil membuka pintu kamarku. Namun aku terkejut lagi melihat makhluk mengerikan itu bertambah satu lagi, mereka ada dua. Mereka menyamarkan suaranya mirip dengan mama. Sepontan aku langsung menutup pintu dan menguncinya.
"Elian! Elian ini mama nak! Kau kenapa?" Panggilnya berulang kali yang membuatku ketakutan.
"Tidak! kau bukan mamaku. Pergi dariku! menjauhlah dariku! Jangan gangguku! Pergi!" Teriakku histeris agar mereka pergi tidak menggangguku lagi. Kenapa makhluk mengerikan itu ada di rumahku. Apa yang mereka inginkan dariku. Kumohon siapapun tolong aku, aku takut sekali. Mama, papa kalian di mana. Kalian baik-baik saja kan.
"Elian? Elian! Buka pintunya nak." Panggilnya lagi. Aku hanya bisa meringkuk sembunyi di samping kasurku.
"Pergi kau dasar iblis jahat! Jangan mendekat! Pergi!" Tidak terasa dari tadi air mataku mengalir karena ketakutan, aku ternyata menangis ketakutan. Aku mendengar pintuku bergetar seperti ada benda menghantam pintuku. Makhluk itu berusaha menerobos ke kamarku. Aku perlahan menjauh, pintu yang di dobrak paksa terbuka. Pintu perlahan terbuka dan memperlihatkan dua makhluk mengerikan itu. Mereka kemudian mendekatiku, aku hanya bisa mundur sampai ke pojokan dekat rak sepatuku. Aku tidak bisa kabur lagi.
"Kumohon jangan mendekat! Pergi! PERGI! Menjauh dariku!" Teriakku melempar sepatu-sepatu di rak sepatuku pada mereka. Namun mereka malah semakin mendekat. Mau tidak mau aku harus melompat dari balkon untuk bisa kabur dari mereka.
"El! Elian!" Mereka langsung menangkapku dan membawaku ke kasur. Satunya mengunci tanganku dan satunya lagi menusukkan sesuatu di leherku. Sepertinya sebuah jarum dan perlahan mataku mulai berat dan kepalaku mulai pusing. Aku tidak bisa bergerak lagi.
.....~•°♥°•~......
Aku terbangun setelah mendengar suara burung berkicau dengan riang. Kamarku sudah mulai terang. Rasanya lelah sekali. Apakah aku bermimpi buruk. Mimpi yang sangat mengerikan. aku lapar, apakah mama sudah masak. Sudah jam 8, hari apa ini astaga sudah hari Kamis aku harus bergegas untuk berangkat sekolah. Aku pasti telat.
Aku sudah bersiap-siap berangkat ke sekolah. Aku keluar kamar dan menuju ke ruang makan. Namun aku terkejut karen melihat makhluk mengerikan itu duduk di sana aku menelan ludahku dengan kasar. Aku hendak kabur dari sana tetapi ada makhluk mengerikan mengagetkanku dari belakang.
"Elian!" Panggilnya yang membuat sekujur tubuhku bermandian keringat dingin. Tidak ada henti-hentinya mereka memanggilku.
Aku hanya berdiri mematung tidak bisa berbicara. Air mataku menetes mengalir ketakutkan dan menangis. Kenapa tidak henti-hentinya mimpi buruk ini berakhir. Kapan akan selesai, di mana ujungnya.
"Tidakkkk! Jangan menyentuhku. Pergi! Mejauhlah dariku." Teriakku ketakutan berlari ke dalam dapur dan mengambil sebuah pisau untuk melawannya. Namun, makhluk satunya melawanku dan berhasil merebut pisau itu dari tanganku. Menangkap kedua tanganku menguncinya dan menjatuhkan tubuhku ke lantai.
"Tidak lepaskan aku, ku mohon lepaskan aku." Teriakku histeris dan meronta-ronta agar bisa bebas dari mereka. Makhluk mengerikan satunya pergi membawa pisau dan menghujamkanya ke leherku. Aku ketakutan sekali saat makhluk itu menghujamkan pisau ke leherku, apakah aku akan mati. Entah mengapa kepalaku terasa berat lagi dan perlahan mataku tertutup, aku rasanya mengantuk ingin tidur.
.......~•°♥°•~.......
Samar-samar aku mendengar suara Mama dari kejauhan. Rasanya gelap sekali, aku ingin melihat cahaya. Akhirnya dengan sebuah perjuangan aku bisa melihat kembali, tetapi mama sudah pergi. Tangan kiriku tidak bisa bergerak, aku berusaha melihatnya ternyata ada sebuah jarum dan selang menuju sebuah infus. Apa aku sakit. Ini bukan mimpi kan.
"Ma...!" Panggilku mencari mama.
"Elian kau sudah sadar nak?!" Aku mendengar jawaban dari mama.
Mataku terasa berat, rasanya mengantuk ingin tidur lagi. Aku dikejutkan dengan pintu yang terbuka menampakan makhluk mengerikan bukan mama. Di mana mama, kenapa ada makhluk mengerikan itu lagi. Dia mendekatiku membawa pisau lagi. Apa dia ingin membunuhku lagi.
"Tidak, aku mohon jangan lagi. Pergi! Menjauh dariku!" Kataku memohon padanya agar berhenti menakutiku lagi.
Dia malah semakin mendekat dan meletakan pisau di sampingku aku sepontan menendang pisaunya sampai terlempar jauh. Aku menjauh ke sisi kasur yang jauh darinya dan merasakan sakit di tanganku yang tertanam jarum infus. Aku langsung mencabutnya dan hendak kabur namun kakiku terasa lemas sekali yamg membuatku terjatuh. Makhluk itu sekarang ada di depanku. Ada dua makhluk yang mengerikan berkumpul di kamarku. Makhluk yang satunya sudah siap menikamku dengan pisau. Mereka menarikku ke atas dan membaringkanku di sana. Aku yang meronta-ronta dan menangis tidak mereka pedulikan. Aku sudah memohon berkali-kali agar tidak membunuhku tetap gagal. Dia menghujamkan pisau tajam itu lagi ke leherku. Aku kehilangan kesadaran lagi. Inilah rasanya dibunuh berkali-kali dengan pisau yang menancap di leherku. Apa sekarang aku akan benar-benar mati.
......~•°♥°•~......
"Elian kamu kenapa nak! Sadarlah, mama khawatir sama kamu." Aku mendengar tangisan mama di sampingku. Aku sedih mendengar tangisan mama yang pilu. Sebenarnya apa yang terjadi, rasanya kepalaku berat dan sakit sekali. Perutku juga sakit dan perih. Mataku juga susah untuk terbuka. Perlahan aku bisa membuka mata dan melihat makhluk mengerikan itu berada di depan mataku, sepontan aku menjerit ketakutan. Mataku berlinang air mata. Rasanya aku takut sekali, dia selalu ada di sekitarku. Apa yang dia inginkan.
"Huaaaaa, aku mohon menjauhlah dariku, pergi!" Aku merasakan tangan dan kakiku tidak bisa bergerak, ternyata tangan dan kakiku diikat di pinggiran kasur. Tangan kiriku yang tertancap infus juga diperban dengan kuat agar tidak lepas infusnya. Apa yang dia inginkan, aku mohon jangan siksa aku lagi. Biakan aku bebas dan pergi dari sini. Aku mohon selamatkan aku, siapa pun selamatkan aku. Mama, papa, Orlan, Ned, bibi Margaretha selamat aku.
"Elian!" Panggilnya lagi yang tidak ingin aku dengar.
"Tidak! Tidak! Menjauh dariku. Mama, papa, Orlan, Ned, tolong selamatkan aku." Teriakku mencari mereka untuk menyelamatkanku. Kenapa mereka tidak kunjung datang menyelamatkan aku.
"El, Elian! Elian!" Lihat sekarang bertambah satu lagi dan ada tiga makhluk mengerikan itu lagi. Semakin lama bertambah banyak mengelilingiku. Mereka menyentuh dahiku satu persatu, kemudian mengucapkan sesuatu yang tidak aku mengerti. Tidak tahu makhluk apa mereka dan apa yang sedang mereka lakukan, aku mohon siapapun tolong aku.
"Mama, papa, Orlan di mana kalian. Aku mohon tolong aku. Aku takut. Mama, papa, di mana kalian. Jangan tinggalkan aku sendirian dengan mereka. Mamaaaa!" Teriakku lagi dengan Tangisku yang pecah. Aku sudah tidak perduli lagi jika aku terlihat lemah di mata orang lain. Yang aku rasakan sekarang adalah ketakutan yang luar biasa memenuhi tubuhku.
"Elian, Elian ini mama sayang! Jangan khawatir, mama di sini." Makluk satunya yang berada di sampingku itu berbicara dengan suara aneh, namun aku sedikit mengenali suara mama dalam suaranya.
"Mama?" Tanyaku memastikan.
"Iya ini mama sayang. Tutup matamu, mama di sini sayang. Tenanglah, mama akan menjagamu." Dia memeluk kepalaku dan menenggelamkan wajahku di jubah merahnya sampai aku tidak bisa melihat apa-apa. Aku benar-benar merasa kantuk yang luar biasa menyerang mata dan pikiranku.
......~•°♥°•~.......
Udaranya dingin sekali. Aku mendengar suara hujan membasahi balkonku. Bau tanah dan dedaunan menyapu hidungku. Aku masih mengantuk namun rasanya ingin bangun. Aku akhirnya membuka mata dan melihat sekelilingku, kamarku masih terang di sinar lampu. Sedangkan diluar jendela terlihat juga sudah terang, jam berapa sekarang. Aku menyapukan mataku ke meja di mana kaca mataku biasa ada di sana dan mengambilnya. Aku baru sadar ternyata tanganku ada jarum infus yang diperban dengan kuat, ada kayu yang menyangganya pula. Kenapa aku dirawat di rumah sendiri bukan di rumah sakit. Aku memakai kacamataku dan melihat jam di dindingku yang menunjukan pukul sebelas siang. Kenapa masih turun hujan bukannya sudah memasuki musim panas. Cuaca tahun ini tidak menentu.
"Maaa! Mama!" Berulang kali aku memanggil sampai akhirnya aku bisa mendengar balasan dari Mama.
"Iya sayang kamu sudah sadar?" Timpal mama dari luar kamarku yang terlihat tergesa-gesa ingin masuk ke kamarku.
"Mama!" Panggilku lagi sampai mama muncul dari balik pintu kamarku.
"Astaga, kamu sudah sadar nak. Kamu sudah baikan sayang. Masih sakit? Mana yang sakit sayang." Ucap mana menyentuh keningku dan meraba-raba tubuhku memastikan ada yang sakit atau tidak.
"Perutku yang sakit mah rasanya perih." Kataku mengelus perutku yang terasa perih.
"Kamu sedang sakit tipes sayang. Badan kamu panas sekali sampai berhalusinasi yang aneh-aneh. Syukurlah kamu sudah baikan. Mama ambilkan makan dan minum biar kamu cepat sembuh." Seru mama berlalu pergi.
"Iya mah!" Jawabku melihat mama keluar kamarku. Aku masih terbengong apakah aku saat sakit sampai seperti itu. Aku tidak menyangka jika yang aku rasakan itu beneran nyata atau hanya halusinasi saat aku sakit.
.......~•°♥°•~........
Seminggu berlalu, tidak menyangka aku bisa sakit dan absen selama seminggu penuh. Hari ini akhirnya aku bisa berangkat sekolah kembali. Aku berangkat sekolah diantar oleh mama karena keadaan tubuhku belum pulih sepenuhnya. Badanku lemah tidak bertenaga walaupun badanku sudah tidak sakit lagi. Mungkin efes setelah sakit seperti ini.
"Akhirnya kamu berangkat sekolah juga." Sapa Ned yang sudah duduk kursinya.
"Ya!" Jawabku sekenanya.
"Kau sakit apa, sampai pihak sekolah tidak bisa menjengukmu. Katanya kau sakit parah sehingga butuh pengobatan ke luar kota." Seru Ned yang membuatku menyipitkan mata tidak percaya. Aku hanya sakit tipes dan dirawat di rumah.
"Aku cuma sakit tipes." Kataku menyebut sakit yang aku alami.
"Tipes! Aku pikir kau terkena kanker atau tumor ganas, makanya aku panik sekali." Ucap Ned yang membuatku heran. Jangan sampai aku menderita penyakit mengerikan seperti itu.
"Jangan bicara mengerikan seperti itu." Kataku takut dengan penyakit mengerikan itu.
"Maaf!" Ucapnya meminta maaf padaku.
"Kau tau kelas berikutnya nanti kita akan bergabung dengan kelas sebelah. Kelasnya Orlan, dia pasti senang berada satu kelas denganmu." Ucap Ned memberitahu kelas berikutnya. Aku tidak perduli jika kita akan berada di kelas yang sama. Yang pasti aku tidak ingin berdekatan dengan Orlan karena dia berisik dan mengganggu.
"Kau bicara sesuatu yang tidak ada gunanya." Kataku tidak suka.
"Aku tahu kau juga menyukainya." Cibir Ned menyenggol bahuku dengan senyum anehnya. Aku tahu aku menyukai Orlan tapi aku malu mengakuinya.
"Berhentilah bercanda Ned, aku tidak suka itu." Kataku malu.
"Hahaha wajahmu memerah." Aku menutup wajah memerahku. Kenapa aku malu jika ada yang tahu perasaanku kepada Orlan. Berhentilah bedegup dengan kencang Wahai jantungku.
Setelah pembelajaran matematika, aku dan Ned memasuki Laboratotium sejarah di mana dua kelas digabung menjadi satu untuk mempersingkat waktu. Aku menemukan bangku yang kosong dan hendak memberitahu Ned. Namun, dia malah langsung duduk di kursi yang lain dengan orang lain. Dasar tidak setia kawan. Orlan juga sudah duduk dengan orang lain. Ada bangku kosong di depan Orlan aku langsung berjalan dan duduk di sana. Duduk berdampingan dengan wanita yang terlihat antisosial.
"Hei kentang, kau sudah sembuh?" Sapa Orlan dari belakangku. Aku hanya mengangguk tanpa menoleh ke belakang.
"Lihatlah aku! Elian! Lihat aku!" Serunya memainkan rambutku dengan bolpoinnya. Kenapa dia mengganggu sekali.
"Aku tidak mengenalmu!" Timpalku agar dia tidak mengganggu konsentrasiku belajar.
"Elian! Elian!" Panggilnya lagi yang membuatku geram.
"Bisakah kau tidak berisik!" Timpalku emosi.
"Baiklah, nanti pulang bareng aku ya." Aku hanya menjawab dengan deheman saja. Aku tidak ingin menimbulkan banyak suara yang mengganggu orang lain belajar. Aku juga tidak bertegur sapa dengan siswa sebangkuku, karena kurasa dia juga tidak mau aku ganggu. Dia terlihat introvert sepertiku, bedanya ada sahabatku yang selalu menggangguku. Seperti Orlan yang memiliki kepribadian bertolak belakang dariku.
......~•°♥°•~......
Setelah pembelajaran selesai Ned mengajakku makan siang dengannya di taman. Dia bilang jika ibunya membawakan bekal cukup banyak setelah liburan ke museum internasional. Akhirnya kami makan berdua di taman dibawah pohon dengan angin dingin yang sepoi-sepoi. Sepertinya akan turun hujan karena awan gelap sudah berkumpul menjadi satu di atas langit.
"Sepertinya akan turun hujan." Gumanku melihat ke atas langit.
"Iya." Ucap Ned yang bersiap-siap memakan makan siangnya.
"Aku tidak bawa jas hujan." Guman Ned sambil makan.
"Mau bareng denganku, bersama Orlan." Tawarku.
"Tidak perlu. Jika aku pulang denganmu, lalu motorku mau ditaruh di mana. Sekolah tidak aman untuk meninggalkan motor di sana." Tolaknya tidak ingin pulang bareng dengan Orlan dan aku.
"Terserah kau saja." Kataku tidak memaksanya untuk pulang bersama denganku. Aku ikut makan bekal yang dibawakan oleh ibunya Ned.
"Hei, lagi makan siang. Aku bawa takoyaki, ini enak sekali. Ayo makan bareng." Arash datang membawa dua kotak takoyaki ke hadapan kami. Kami makan bersama bertiga sambil berbincang-bincang.
"Bagaimana kelanjutan dari pencarianmu?" Tanya Arash tiba-tiba padaku. Aku bingung dengan pertanyaannya. Apa yang aku cari, aku tidak ingin mencari apapun. Buku Flower From The Hell itu sudah aku kembalikan kepada Rhein.
"Pencarian apa?" Tanyaku penasaran. Aku tidak ingin mencari sesuatu sekarang.
"Pencarian itu, kau lupa? Hantu bibi Lilian yang selalu menghantuimu. Bukannya ibu menyuruhmu untuk mencari keluarga bibi Lilian!" Jelas Arash yang membuatku bingung. Bibi Lilian, siapa dia. Aku terus berusaha mengingatnya, tetapi aku tetap tidak bisa mengingatnya.
"Aku tidak ingat, siap Lilian? Apa aku pernah diganggu hantu?" Tanyaku masih memikirkannya.
"Astaga, kau tidak amnesia kan? Padahal baru satu minggu kau sudah melupakannya." Seru Arash geram. Aku tidak amnesi, aku masih mengingat kalian semua dengan baik. Apa ada sesuatu yang aku lupakan.
"Tapi aku tidak mengingatnya. Aku serius! Aku tidak tahu siapa bibi Lilian itu. Jadi, untuk apa aku harus mencari tahu tentang keluarganya." Kataku tidak perduli dan fokus makan kembali.
"Sudahlah, dia bukan urusan Elian lagi." Ucap Ned yang setuju denganku.
"Di mana kau menyimpan kasetnya?" Tanya Arash dengan paksa.
"Kaset apa. Jangan membuatku bingung." Kataku bingung karena Arash meminta kaset. Aku tidak memiliki kaset film, hobiku hanya membaca bukan menonton film.
"Kaset Film dokumenter yang kau tunjukan padaku kemarin." Ucapnya lagi.
"Aku tidak merasa memiliki kaset film. Aku tidak suka menonton film." Jelasku jika aku tidak memiliki apa yang Arash katakan.
"Ayo kita cari di lokermu?!" Seru Arash memaksaku. Aku melanjutkan makanku sampai habis dan Arash sudah siap menungguku selesai makan.
Setelah selesai makan siang Arash langsung menarikku menuju loker. Dia membuka lokerku mencari-cari dan akhirnya menemukannya.
"Apa itu yang kau cari? Kenapa bisa ada dilokerku!" Tanyaku saat Arash menunjukkan kaset itu padaku.
"Benar! Ayo kita lihat dan semoga saja kau bisa mengingatnya meskipun sedikit sekali." Serunya mengajakku menonton film itu di leptopnya.
"Baiklah, ayo lihat!" Kataku mau menonton film itu. Sebenarnya isinya tentang apa, aku penasaran sekali.
"Aku rasa kau mengalami kecelakaan sampai kepalamu terbentur dengan keras hingga kau hilang ingatan. Tapi jika kau hilang ingatan seharusnya kau juga lupa siapa aku. Tapi, ahhhh pusing aku memikirkan dirimu yang hanya lupa tentang bibo Lilian itu, itu sungguh Aneh kan." Serunya saat berjalan kembali ke kelas. Aku tidak mengalami kecelakaan sama sekali yang mengakibatkan aku hilang ingatan. Aku masih mengingat kalian dengan sangat jelas.
"Berhenti bicara dan ayo lihat filmnya." Suruhku pada Arash saat sudah sampai di kelas. Arash langsung membuka leptopnya dan memutar film dalam kaset itu.
Aku melihat filmnya dengan fokus, namun aku tidak bisa mengingatnya sama sekali. Aku malah fokus melihat mama dan papaku yang terlihat cantik dan tampan. Namun, seketika perasaan dejavu itu muncul. Aku merasakan jika aku tidak asing dengan filmnya, seperti pernah melihatnya. Hal yang hilang terasa mengganjal di pikiranku, rasanya aku ingin mengetahui dan mengingatnya lagi. Lilian siapa dia, siapa wanita cantik itu. Mama dan papa mereka satu tim yang sama dengan wanita bernama Lilian. Apa ada cinta segitiga diantara mereka. Lalu, apa hubungannya denganku.
"Bagaimana, apa kau mengingatnya?" Tanya Arash antusias. Dia juga menghentikan filmnya yang belum selesai menayangkan video sampai akhir.
"Tidak! Aku tidak bisa mengingatnya. Tapi, aku merasa pernah melihat Film ini." Kataku masih merasa bimbang. Kenapa perasaan dejavu ini tidak hilang.
"Tentu saja kau sudah melihatnya. Kau yang membawa kasetnya, sudah pasti kau pernah melihatnya bersama denganku dan si gendut itu. Apa kau tidak mengingat sedikit pun." Jelas Arash yang tidak bisa aku ingat sama sekali.
"Biarkan saja jika Elian tidak ingat. Lagian wanita itu sudah tidak ada urusan dengan Elian." Timpal Ned tidak sependapat dengan Arash.
"Tahu apa kau gendut!" Bentak Arash pada Ned yang mengganggunya menyuruh diriku ingat sesuai keinginannya.
"Kau juga tahu apa bakmie!" Tantang Ned geram. Mereka malah bertengkar beradu mulut dan tarapan tajam. Sebenarnya ada masalah apa sampai aku bisa melupakannya.
"Rambutku tidak keriting bego!" Marah Arash menarik rambut Ned sampai Ned meringis kesakitan. Ned mendorong wajah Arash menjauh darinya agar Arash melepaskan tangannya yang menarik rambutnya.
"Berhenti bertengkar! Aku ingin mengingatnya, aku merasa ada yang hilang dariku. Aku ingin mengetahuinya." Kataku yang membuat mereka berhenti. Arash sudah memasang wajah senang ke hadapanku. Sudah aku putuskan jika aku akan berusaha mengingat wanita bernama Lilian itu.
"Kau ingat perlahan-lahan ya." Arash menyemangatiku. Aku hanya mengangguk mengerti.
Bel pulang telah terdengar nyaring di telingaku. Aku harus bergegas menghampiri kelas Orlan untuk mengajaknya pulang bersama. Di sepanjang koridor kepalaku terasa panas. Sakit,pusing dan rasanya seperti ada ribuan jarum menusuk kepalaku. Sekelebet ingatan melintasi mataku, membuatku ingat sesuatu yang aku lupakan. Tidak terasa aku bersandar ke dinding untuk melegakan kepalaku. Aku mengingat, aku mengingat semuanya. Kepalaku pusing sekali. Aku merasa kalau ada yang memangggil-manggil namaku, aku tidak bisa berespon lagi.
.....~•°♥°•~.....
"Elian! Elian kau sudah sadar." Panggil seseorang yang suaranya aku kenal. Itu suara Ned. Namun, aku tidak bisa membuka mata, rasanya lengket sekali. Menggerakan tangan dan badanku juga sudah sekali. Aku merasa tangan dan pipiku dipegang dengan lembut. Siapa itu aku ingin tahu. perlahan-lahan aku akhirnya bisa membuka mata dan melihat sekelilingku. Rasanya seperti habis tidur panjang dan mengantuk. Ada Ned yang sudah ada di sampingku.
"Kau sudah bangun, kau membuatku khawatir." Seru Ned yang sudah duduk di sampingku. Dia menungguku, Ned sangat perhatian padaku.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Orlan yang baru datang dan membuka tirainya.
"ya!" Gumanku sambil menarik nafas panjang.
"Kenapa kau lemah sekali Elian." Cibir Ned mengataiku lemah.
"Kepalaku pusing sekali rasanya mau pecah." Kataku. Badan dan kepalaku rasanya sakit semua. Sepertinya tipesku belum sembuh total. Karena ingatanku yang kembali menghujani kepalaku rasanya kepalaku ingin pecah.
"Elian sayang kau Kenapa? Kau baik-baik saja kan? Aku dengar kau sakit. Ayo ke rumah sakit." Seru Erisha yang tiba-tiba datang dengan wajah khawatir. Bahkan aku hampir lupa jika kita sudah putus.
"Tidak perlu, aku mau pulang!" Tolakku turun dari ranjang. Rasanya badanku terhuyun ke samping karena merasakan kepalaku yang pusing. Orlan dan Ned menangkapku agar tidak jatuh.
Tiba-tiba aku merasakan tubuhku diangkat seperti seorang ratu di depan. Orlan, aku melihat wajahnya yang tegas berada dekat dengan mataku. Aku .erasa aneh digendong seperti itu. Tapi, aku tidak perduli lagi karena kepalaku berkunang-kunang. Aku ingin cepat pulang dan beristirahat.
"Yang dibutuhkan Elian adalah pacar yang tinggi, gagah, dan perkasa bukan cewek jalang seperti kamu." Cibir Ned pada Erisha berjalan di belakangku. Aku hanya bisa menyandarkan kepalaku ke pundak Orlan yang lebar. Kenapa Orlan bisa sekuat ini menggendong aku tanpa rasa lelah.
"Berisik!" Seru Erisha marah.
Aku langsung dibawa ke mobil oleh Orlan. Dia memasangkan sabuk pengaman untukku serta mengemudi mobil dengan pelan-pelan. Aku hanya diam menatap jalan yang semakin melebar ketika kami lewati. Orlan juga diam tanpa banyak bicara. Mungkin saja dia tidak ingin menggangguku yang masih sakit. Tidak terasa kami sudah sampai di depan rumahku. Kepalaku lebih baik dari sebelumnya. Aku bisa berjalan sendiri masuk ke dalam rumah.
"Jika belum sembuh seharusnya jangan masuk sekolah dulu, istirahatlah yang cukup sampai keadaanmu pulih." Ucap Orlan menasehatiku sebelum aku turun.
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Kau bisa pulang sekarang." Jawabku turun dari mobilnya. Orlan berlalu pergi dari rumahku. Aku masuk ke dalam rumah dengan penat di kepalaku. Karena ribuan ingatan menghujani pikiranku yang membuat kepalaku pusing tidak kuat menampung ingatan itu.
.....~•°♥°•~......
.
.
.
.
.
To be continue
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro