Episode-13
Pintu Rahasia
.......***........
Di sekolah aku masih penasaran dengan dukun yang bernama nyonya Lhara. Aku berusaha menemui Serena namun dia selalu saja menghindariku. Dia berjalan menunduk jika melihatku lalu pergi berlawanan arah dariku. Aku memakai jaket dan menutupi kepalaku dengan tudung jaketku agar Orlan tidak mengetahuiku ada di depan kelasnya.
Bahkan sekarang aku sudah menunggu Serena keluar dari kelasnya, tetap saja dia keluar kelas tanpa memperdulikanku. Aku heran kenapa dia selalu menghindariku padahal dia bilang akan membantuku. Aku hanya ingin dia menemaniku menemui nyonya Lhara untuk meminta bantuannya agar aku bisa segera mengusir Iblis jahat itu dari tubuhnya. Mau tidak mau aku menulis sebuah pesan dalam secarik keras beserta nomer telefonku agar dia bisa menghubungiku. Setelah selesai menulis aku memberikannya kepada seorang wanita terakhir yang keluar kelasnya.
"Oh permisi sebentar nona?!" Seruku menghalangi jalannya.
"Iya ada apa?!" Tanyanya bingung karena aku tiba-tiba memghalangi jalannya.
"Bolehkah aku minta bantuanmu sebentar. Aku hanya ingin menitipkan surat ini kepada Serena. Tolong berikan kepada Serena besok. Terserah mau memberikan surat ini kapanpun kamu luang yang terpenting berikan surat ini padanya. Kamu bisa kan?!" Kataku menyodorkan kertas yang sudah aku lipat sembarangan kepadanya.
"Bisa kok! Apa ini surat cinta?!" Tanyanya yang membuatku malu. Padahal aku hanya menitipkan surat biasa.
"Tidak kok aku hanya butuh bantuannya sebentar. Lagian surat ini tidak imut seperti surat cinta hahaha." Seruku tertawa kikuk.
"Iya sih aku saja bisa membuka dan membacanya hahaha. Tenang saja besok akan aku sampaikan padanya." Ucapnya ramah. Beruntung dia mau membantuku.
"Terimakasih banyak atas bantuannya." Kataku mengucapkan Terimakasih karena dia mau membantuku. Dia lalu berlalu pergi. Aku sungguh sangat senang bisa segera mungkin menyelamatkan Orlan.
Ponselku bergetar, aku segera membukanya. Ternyata ada pesan dari mama untuk membeli kue sebelum pulang sekolah. Kue berbentuk bunga teratai berwarna-warni seperti biasanya. Sampai sekarang aku tidak pernah memakan kue warna-warni itu sama sekali, mama tidak pernah menyisakan untukku. Setiap mama membeli kue itu mama selalu pergi ke rumah bibi Stella. Aku bergegas naik bus menuju ke toko kue langganan mama. Aku menghindari Orlan karena aku tadi pagi berangkat bersama Orlan dengan mobilnya. Akhirnya aku bisa jauh dari Orlan. Aku sampai di toko kue langganan mama. Di sana penjual kuenya sudah hafal apa yang aku beli. Bahkan sudah sangat mengenal mama dan aku.
"Hallo Elian! Mau mengambil pesanan mamamu?!" Sapa bibi Lessa setelah aku berada di depat tempat kasir. Bahkan aku belum mengatakan pesananku bibi Lessa sudah menyapaku duluan.
"Iya bibi Lessa! Apa mama sudah bilang sama bibi Lessa?!" Tanyaku sebelum mengatakan pesanan mama, mungkin saja mama sudah memesan kepada bibi Lessa jadi aku hanya tinggal menggambil dan membayarnya.
"Iya tentu saja, aku sampai hafal kapan dia akan membeli kue ini. Tunggu sebentar, akan aku siapkan!" Seru bibi Lessa masuk ke dalam mengambil pesanan mama.
"Iya bi!" Jawabku sambil melihat kue kering dan kue basah yang dijual di sini. Sepertinya ada yang enak. Aku ingin membelinya.
Dulu aku pernah berbincang-bincang ringan dengan bibi Lessa. Nama panjangnya Lessa Ariyoshi. Mempunyai seorang suami pemilik perusahaan pakaian terkenal LT. Groub. Memiliki tiga orang anak, dua anak laki-laki dan satu perempuan. Sebenarnya dia adalah seorang ibu rumah tangga namun karen bosan di rumah dia membuka sebuah usaha kue. Dia ingin menyalurkan bakat memasaknya yang didukung oleh sang suami sehingga dia sudah memiliki tiga cabang toko kue sekarang. Sungguh sangat hebat, kue buatanya juga enak-enak.
"Permisi!" Sapa seorang wanita paruh baya setelah masuk ke toko kue ini. Ibu itu berwajah ramah dan ceria. Dia selalu tersenyum seakan semua yang dia lihat nampak lucu.
"Silahkan nyonya, ada yang bisa saya bantu." Sapa salah satu pelayan yang langsung menghampiri kasir dengan ramah.
"Aku dengar di sini ada kue macaroon yang enak, aku ingin membelinya hahaha!" Seru ibu itu memuji kue macaroon di toko bibi Lessa. Memang kue di sini enak-enak, aku suka memakan beberapa kue yang dijual di sini juga.
"Silahkan nyonya, ada di sebelah sana! Mari saya antar! Anda mau rasa apa saja?!" Pelayan toko mengajak ibu itu memilih kue macaroon di sebelah etalase di sebrangku. Sedangkan aku masih asyik memilih kue yang kelihatannya enak sambil mendengar obrolan mereka. Walaupun menurutku tidak penting tetapi telingaku mendengarnya dengan sangat jelas.
"Cheessecake disiram coklat dan bertabur potongan strowbery pasti enak!" Seru seseorang yang aku tidak asing dengan suaranya. Aku berbalik melihat sumber suara itu, sudah berdiri tubuh yang tinggi dan tegap berada di belakangku. Pak Adam sudah ada di belakangku tersenyum mesum padaku. Kenapa dia ada di sini juga. Aku lupa jika kantor polisi ada di sebrang toko kue ini.
"Pak Adam, senang bertemu dengan anda!" Sapaku ramah walaupun enggan bertemu dengannya.
"Aku juga, senang bertemu denganmu nak. Mau beli kue apa? Yang ini? Aku rasa yang ini enak juga!" Serunya menunjuk kue-kue yang berada di belakangku. Alhasil dadanya yang lebar dan bidang hampir menyentuh hidungku. Aroma keringat khas lelaki semerbak mengganggu hidungku. Aku berusaha bergeser dari tempatku berdiri dan berbalik membelakanginya.
"Iya, Aku ingin membelinya satu." Kataku melihat cheessecake bertoping coklat dan strowbery tadi.
"Biar aku bayar!" Ucapnya yang membuatku mendongak melihat wajahnya karena kaget. Aku punya cukup uang untuk membeli kue mama. Aku tidak meminta seseorang untuk mentraktirku karena aku bisa membelinya sendiri.
"Tidak perlu pak, aku membeli banyak kue pesanan mama." Tolakku Karena aku tidak mau merepotkan orang lain. Uang yang aku bawa saja lebih dari cukup untuk membayar pesananku.
"Aku tahu kau anak orang kaya, hanya untuk membeli seluruh kue yang ada di sini pun orang miskin seperti aku juga bisa." Ucapnya menyombongkan diri. Astaga Aku sunggu tidak ingin merepotkan orang lain apa lagi merendahkan orang lain. Aku hanya tidak ingin banyak berhutang budi pada orang lain takut tidak bisa membalasnya.
"Bukan seperti itu pak! Aku hanya tidak mau merepotkan pak Adam saja." Kataku agar pak Adam tidak salah sangka.
"Memang berapa semuanya, aku akan bayar semuanya." Serunya menghampiri kasir. Pak Adam mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar kueku. Sepertinya pak Adam keras kepala ingin tetap membayarnya. Kenapa pak Adam melakukan itu, bukannya dia tidak menyukaiku kenapa dia bersikap baik padaku.
"Pak Adam tidak perlu melakukan itu. Aku punya uang untuk membayar semuanya. Aku tidak ingin punya balas budi pada orang lain!" Tolakku lagi mendorong uang pak Adam agar dia tidak membayarnya.
"Aku memberikannya dengan iklas tanpa mengharap balas budi darimu. Tidak baik menolak pemberian orang lain nak." Serunya memaksa. Aku tidak bisa menolaknya lagi, dia terus saja memaksa.
"Baiklah, Terimakasih banyak pak Adam." Ucapku mengalah.
"Aku senang jika pemberianku diterima. Aku akan sedih jika pemberianku ditolak." Serunya lagi sambil mengeluarkan senyum mesumnya itu padaku. Pasti dia melakukan ini ada maunya.
"Maafkan aku pak, terimakasih banyak."Tukasku berterimakasih kepada pak Adam yang telah berbaik hati membayar kue pesanan mama.
"Kalian lucu sekali, hahaha!" Timpal bibi Lessa karena lelah mendengarkan debat kami.
"Ini Elian, aku beri bonus kue mangga coklat ke sukaanmu." Seru bibi Lessa sambil memberikan kantong plastik yang berisi kue pesanan mama. Diberi bonus seperti biasanya pula.
"Terimakasih bibi Lessa!" Aku mengucapkan terimakasih kepada bibi Lessa karena memberiku bonus kue kesukaanku.
"Sama bungkus cheessecake coklat itu juga. Aku yang akan bayar semuanya." Seru Pak Adam menunjuk Cheesecake yang dari tadi aku perhatikan. Aku pun ikut melihat kue yang ditunjuk pak Adam. Aku ingin membelinya namun karena sudah mendapat bonus dari bibi Lessa sudah lebih dari cukup karena aku juga tidak terlalu suka memakan makanan manis seperti kue. Kenapa pak Adam membelikan itu juga untukku. Jika aku menolak pasti akan berdebat lagi. Mau tidak mau aku harus menerimanya, mungkin akan aku makan lain waktu.
"Siap pak Adam, anda selalu ramah seperti biasanya. Apa anda juga akan membeli kue tiramisu seperti biasanya?! Akan saya bungkuskan sekalian!" Tanya bibi Lessa ingin membungkuskan kue yang biasa pak Adam beli juga biar tidak bolak-balik ke kasiran.
"Boleh!" Jawabnya singkat. Lihat dia tidak henti-hentinya memandangiku. Aku harus ekstra memalingkan wajahku ke sembarang arah agar aku tidak melihat tatapan mesumnya. Sejak awal memang aneh, pak Adam menghinaku penyuka sesama jenis waktu di rumah Erisha. Tapi nyatanya dia sendiri yang terlihat seperti penyuka sesama jenis. Memandangiku dengan tatapan mesum.
Akhirnya pesananku dan pak Adam telah selesai dan pak Adam yang membayarnya. Aku baru menyadari jika ibu itu sudah mengantri di belakang kami berdua. Dia mulai melangkah maju ke kasiran setelah kami bergeser untuk pergi. Tetapi aku masih asik memandanginya.
"Hai Lissa!" Sapa ibu itu tersenyum ramah. Ibu itu memanggil bibi Lessa dengan nama Lissa.
"Ada apa kau datang kemari?!" Jawab bibi Lessa dengan kasar. Raut wajah bibi Lessa nampak benci dengan ibu itu. Apa mereka musuhan, terlihat sekali mereka tidak suka satu sama lain. Tapi tadi ibu itu memanggil bibi Lessa dengan Lissa, apa salah pengucapan.
"Aku dengar kue yang dijual di sini sangat enak. Memang benar sangat enak, terakhir kali aku memakan kue seenak ini bersama Lessa. Bagaimana kabar anaknya Lessa, aku dengar kau yang merawatnya?!" Seru Ibu itu terlihat membuat bibi Lessa tersulut emosi. Kenapa aku menjadi penasaran dengan pembicaraan mereka. Aku tidak sepenasaran ini sebelumnya.
"Bukan Urusanmu Ella. LESSA SUDAH MATI BERSAMA ANAKNYA!" Bentak bibi Lessa marah. Wajahnya sekarang terlihat benar-benar marah dan emosi. Bahkan menyebut namanya dan anaknya sendiri sudah mati. Sebenarnya ada masalah apa diantara mereka berdua. Aku melihat ibu itu wajahnya nampak tenang, tidak tersulut emosi seperti bibi Lessa. Aku baru tahu bibi Lessa yang biasanya berbicara lembut dan ramah padaku bisa berbicara kasar seperti itu.
"Benarkah seperti itu, sungguh kasihan sekali. Suami direbut anak dan nyawa direnggut." Tukas ibu itu seakan mengatakan kalau dia bersimpati padanya. Sebenarnya apa yang mereka bicarakan aku tidak mengerti. Apa Lissa dan Lessa berbeda. Apa mungkin mereka kembar.
"Berhenti berbicara! Bayar pesananmu lalu pergi!" Bentak bibi Lessa memberikan sekantung kue macaroon di meja.
"Baiklah!" Seru ibu itu ramah memberikan sejumlah uangnya untuk membayar.
"Jika anaknya Lessa masih hidup pasti seumuran dengan anakku Art. Aku dulu dan Lessa sudah berjanji akan membesarkan dan menyekolahkan mereka berdua bersama-sama. Namun takdir berkata lain. Sungguh ironis sekali." Guman ibu itu dengan keras nampak dibuat-buat agar bibi Lessa mendengarnya sehingga semakin bertambah marah. Tentu saja bibi Lessa benar-benar marah.
"DIAM DAN PERGI DARI SINI!" Bentak bibi Lessa lagi sambil mengarahkan jari telunjuknya ke pintu mengusir ibu itu.
"Lissa kau kasar seperti biasanya, berbeda dengan kembaranmu Lessa. Orang bodoh seperti Robyn yang tidak bisa membedakan kalian. Aku permisi dulu." Seru ibu itu sebelum berbalik pergi.
"Apa kau akan tetap di sini?!" Tukas pak Adam sambil memainkan jari telunjuknya di pipiku yang membuatku kaget karena geli. Aku langsung menghindarinya agar dia tidak melakukan hal memalukan itu.
"Ahh tidak! Aku akan pulang!" Kataku beranjak dari lamunanku. Aku menunggu ibu itu keluar duluan baru aku dan pak Adam. Tidak lupa aku membalas senyuman ibu itu yang tersenyum menyapaku. Aku rasa ibu itu baik dan ramah.
Sudah aku duga ternyata bibi Lessa yang aku kenal selama ini baik dan ramah ternyata seorang penipu. Dia menyamar atau lebih tepatnya menggantikan posisi kembaranya yang bernama Lessa. Nama aslinya ternyata Lissa buka Lessa. Aku tidak tahu apa masalah yang dia hadapi sampai harus berpura-pura menjadi Lessa. Yang aku tahu mungkin Lessa dan anaknya meninggal karena Lissa. Lihat aku masih memanggilnya bibi Lessa. Semua itu tidak ada hubunganya denganku namun ternyata di dunia ini yang mempunyai masalah tidak hanya aku. Hanya mendengarnya saja aku merasa bersimpati bahkan terbakar emosi. Tapi aku hanya orang luar yang tidak bisa ikut campur ke dalam masalah orang lain yang tidak aku kenal. Biarkan mereka sendiri yang menyelesaikan masalah mereka sendiri.
"Bukanya semua orang memiliki rahasia dan keegoisan tersendiri." Seru pak Adam membuyarkan lamunanku. Tidak ada yang tahu siapa yang benar dan salah. Mereka berfikir kalau yang mereka sendiri lakukan adalah benar, namun di mata orang lain salah. Aku hanya bisa percaya pada diriku sendiri.
"Kenapa pak adam masih di sini?!" Tanyaku kaget karena dia masih setia berdiri di sampingku.
"Memang kenapa? Tidak boleh! Aku hanya ingin menjagamu!" Jawabnya yang membuatku bingung. Untuk apa menjagaku, aku bahkan tidak butuh pengawal untuk pergi ke manapun aku mau. Aku bukan orang kaya, bahkan orang penting, atau penjahat sekalipun.
"Untuk apa menjagaku tidak ada gunanya." Tukasku heran dan tidak suka. Aku yakin pasti dia ada maunya berada disisiku.
"Lalu apa yang kau lakukan sendirian disini?" Tanya pak Adam sekedar berbasa-basi.
"Tentu saja menunggu bus!" Jawabku sedikit emosi. Aku berdiri di halte sudah pasti aku menunggu bus datang.
"Kau yakin sedang menunggu bus lewat, sudah ada 3 bus yang berbeda lewat di depan halte. Kau masih saja berdiri mematung di sini. Aku hanya menjagamu yang terus saja melamun." Bisiknya di telingaku yang membuatku geli. Sepontan aku mencondongkan badan dan kepalaku menghindari nafasnya yang membakar telingaku. Aku hampir saja di goda olehnya. Aku heran kenapa aku bisa melewatkan tiga bus sekaligus hanya karena melamun. Apa yang aku pikirkan tadi sampai selama itu.
"Ahh benarkah! Pak adam pasti berbohong padaku. Tidak ada bus yang berhenti di depanku sama sekali!" Sangkalku, aku tidak ingin terlihat bodoh di depan pak Adam. Nanti dia akan merendahkanku lagi.
"Hahaha, anak yang manis! Kau tahu kemarin ada laporan orang hilang!" Tukasnya yang membuatku heran, untuk apa pak Adam memberitahuku sesuatu yang seharunya tidak dibicarakan dengan orang awam Seperti aku.
"Benarkah kenapa bapak memberitahuku. Apa bapak mau menuduhku lagi?!" Tanyaku mungkin saja dia mengatakan itu ingin menuduhku membunuh seseorang seperti waktu itu. Apa wajahku terlihat menyeramkan seperti seorang pembunuh. Seberapa menakutkan wajahku, aku akan bercermin setelah sampai rumah nanti.
"Aku tidak akan menuduhmu. Aku hanya ingin bercerita padamu agar kau mempunyai teman ngobrol dan tidak melamun lagi. Aku takut ada yang menculikmu, hahaha!" Serunya yang membuatku memutar bola mata malas. Bercandanya tidak lucu sama sekali.
"Tidak akan ada yang mau menculikku!" Kataku berusaha menjauh dari pak Adam. Aku mencoba menengok ke jalan mencari bus yang mungkin akan datang namun kenapa tidak kunjung muncul juga.
"Bagaimana jika aku yang menculikmu?!" Serunya dengan wajah mesum.
"Selera pak Adam buruk sekali!" Ucapku meremehkannya.
"Kau benar juga!" Tukasnya dengan sombong. Aku baru tahu ada polisi yang begitu menyebalkan seperti pak Adam.
"Kau tahu nak, korban kemarin namanya Devy Dovent sekertaris perkantoran yang tiga hari lalu hilang. Kau tahu kasus menghilangnya orang bahkan kebanyakan wanita ini terjadi setiap satu bulan sekali. Sudah ada 5 kantor polisi yang mencatat laporan orang hilang. Setelah dicocokan bersama ternyata memang penculikannya beruntun setiap satu bulan sekali." Sambung pak Adam memberitahuku korban penculikan orang hilang. Aku sungguh bersimpati tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena aku orang awam bahkan masih anak SMA.
"Sungguh menakutkan. Apa bapak sudah menemukan pelakunnya?!" Tanyaku dengan bodohnya. Seharunya aku bertanya apakah pak Adam sudah mengetahui ciri-ciri pelakunya. Astaga kenapa aku bisa sebodoh itu.
"Jika sudah tertangkap kemarin tidak akan ada penculikan lagi, hahaha." Jawabnya yang sudah aku duga.
"Hahaha iya benar sekali." Tukasku tertawa kikuk.
"Kasus yang berat untukku. Tapi setidaknya aku bisa menceritakannya padamu jadi bisa sedikit lega. Aku senang bisa berada di sampingmu." Serunya tersenyum ramah padaku. Nyatanya dia juga bisa ramah seperti itu. Namun kenapa terkadang sikapnya menyebalkan.
"Sekali lagi Terimakasih pak Adam." Ucapku berterimakasih kepada pak Adam lagi sebelum pergi. Dari kejahuan aku melihat ada bus yang akan lewat jadi aku harus buru-buru pulang sebelum kehabisan bus yang lewat.
"Sama-sama, mau mampir ke kantorku?" Seru pak Adam menarik lenganku untuk menghentikan langkahku mendekati jalan.
"Tidak! Tidak pak! Hahaha saya takut disangka kriminal karena keluar masuk kantor polisi." Tolakku berusaha melepaskan diri.
"Hahaha tidak semua yang keluar masuk kantor polisi itu kriminal nak." Tukasnya menjelaskan bahwa kantor polisi bukan hanya untuk orang kriminal, aku tahu itu. Aku hanya ingin cepat pulang ke rumah.
"Busku sudah datang, saya permisi dulu pak. Sampai jumpa!" Pamitku langsung masuk ke dalam bus.
Keadaan di dalam bus cukup sepi tidak terlalu banyak penumpang, sehingga aku bisa duduk bersama kueku. Sesampainya di halte aku keluar dan berjalan menujuk ke rumahku. Aku terkaget karena ada yang merampas kue yang aku beli. Namun aku tetap berusaha memegangnya. Aku melihat orang itu memakai hoddie hitam dan memakai masker. Dia juga memegang tanganku dan menariknya. Aku melihat keadaan sekitar yang nampak sepi hanya ada aku dan orang jahat itu. Aku tidak bisa meminta tolong pada orang lain. Aku tidak mau kalah, aku juga berusaha menarik kantong kue dan tanganku kembali. Dari belakang aku melihat siluet Orlan berjalan mendekat ke arahku. Ketakutanku sekarang bertambah sampai ke ujung kakiku. Aku mencoba terus meronta-ronta untuk lepas dari orang itu. Aku ingin segera kabur dari Orlan.
Kantong kueku sudah jatuh, yang aku pikirkan hanya cepat kabur dari Orlan namun genggamannya semakin kuat seakan dia bermain-main denganku. Astaga aku hampir menangis karena tidak bisa lepas darinya bahkan Orlan sudah mendekat ke arah kami. Sekarang Orlan sudah berada di belakang orang itu dan menepuk bahunya. Orang itu kaget namun Orlan dengan entengnya melempar orang itu sampai membentur sebuah dinding, lalu terjatuh dengan erangan kesakitan terdengar di telingaku. Pasti tulang-ulangnya patah. Aku melihat Orlan yang tersenyum sinis padaku. Aku yang ketakutan langsung berlari dengan sangat kencang menuju ke rumah. Nafasku hampir habis karena lelah berlari. Perutku sudah melilit seperti tertusuk ribuan jarum, sungguh sakit sekali. Apa Orlan akan mencariku di rumahku. Padahal dia tadi membawa mobil ke sekolah tapi ke rumahku jalan kali seperti aku. Aneh sekali.
"Elian kamu kenapa ngos-ngosan Seperti itu?" Tanya mama heran melihat aku masuk ke dalam rumah dengan nafas memburu.
"Di kejar anjing ma!" Kataku berbohong. Aku berlari untuk menghindari Orlan.
"Astaga?! Kue mama mana?!" Tanya mama yang membuatku kaget. Aku lupa menjatuhkan kue itu di sana tadi. Astaga bagaimana nasib kue manis dan enak itu di jalanan, apa penjahat itu mengambilnya. Biarkan saja, nanti bisa beli lagi dengan mobil mama.
"Jatuh ma gara-gara dikejar anjing! Nanti biar Elian beli lagi!" Jawabku dengan santai. Jika sudah hilang kenapa harus dicari lagi, kan bisa beli lagi selagi ada yang jual.
"Astaga kamu lewat mana sampai dikejar anjing. Ya sudah nanti mama beli sendiri sekalian ke rumah Stella." Seru mama yang akhirnya aku tidak harus keluar rumah lagi untuk membeli kue yang mama inginkan.
"Terserah mama aku mau mandi dahulu." Ucapku lagsung berjalan menuju ke kamar untuk membersihkan diri. Rasanya penat sekali.
Setelah mandi aku berganti baju biasa. Aku mencari kaos berwarna abu-abu yang biasa aku pake namun tidak ada di dalam almari. Tidak mungkin mama belum menyucinya. Mama setiap hari aku rasa mencuci baju, seharusnya sudah dicuci. Aku masih berusaha mencari namun kenapa tetap tidak ada. Aku ingat dulu Orlan memberikanya padaku sebagai kado ulang tahunku yang ke-16 tahun. Aku heran kenapa sampai sekarang masih muat di badanku. Tanpa aku sadari ternyata di atas almariku ada dua kardus. Apa bajuku ada di dalam sana. Kenapa mama menaruh barang bekasku di atas situ. Sepertinya bagus jika disumbangkan ke panti asuhan. Aku langsung bergegas memakai baju yang ada di dalam almariku, memakai kaos berwarna navi. Aku mengambil satu kardus yang terasa ringan ternyata tidak ada isinya. Almariku yang baru ini tidak terlalu tinggi seperti almariku yang lama. Aku mengambil kardua satunya lagi yang ternyata lumayan berat. Aku membukanya ternyata berisi baju-baju lamaku. Aku mencoba mengeceknya satu persatu, sepertinya masih bagus bisa di pakai. Bahkan baju abu-abu kesayanganku ada di dalam situ. Mama pikir kaos ini sudah usang sehingga mama membuangnya ke dalam kardus ini.
Poselku berdering nyaring lagi. Erisha memberi pesan padaku untuk menemaninya ke taman hiburan besok sabtu. Langsung aku balas bisa. Aku meletakan ponselku kembali dan melanjutkan aktivitasku memilih pakaianku yang masih bagus untuk didonasikan kepada orang yang membutuhkan. Setelah selesai memilah aku berusaha menaikan kardus itu ke atas namun aku melihat pintu coklat berada di belakang almariku. Sejak kapan ada pintu lain di kamarku. Aku turunkan kardus itu dan mendorong almariku sampai terbuka. Benar ternyata ada pintu di belakang almariku selama Ini. Kenapa aku tidak pernah menyadarinya. Aku berusaha membukanya namun tidak bisa. Pintunya terkuncing. Apa kunci yang aku temukan di gudang itu adalah kunci untuk membuka pintu rahasia ini.
"Elian kamu mau makan malam tidak! Cepat turun!" Panggil mamaku dari bawah menyuruh untuk makan malam. Aku menutup kembali pintu rahasia itu dengan almariku, tidak lupa menaikan kedua kardus itu di atas almari juga lalu bergegas turun ke bawah untuk makan malam. Saat sampai di meja makan aku kaget kue yang bibi Lessa dan pak Adam berikan padaku sudah tersaji di meja makan. Lantas aku menanyakannya kepada mama kenapa kue itu bisa sampai di meja makan.
"Mah kenapa kue ini ada di sini, mama membelinya?!" Tanyaku penasaran.
"Tidak, Orlan yang memberikannya tadi setelah kamu pulang." Mama bilang bahwa Orlan yang membawanya ke sini. Berarti Orlan yang mengambil kue itu di jalan.
"Kenapa bisa?!" Tanyaku lagi.
"Bukanya kau meninggalkanya di jalan ketika kamu di kejar anjing. Padahal ada Orlan di sana. Lalu dia mengambilnya dan memberikanya kepada mama kemudian langsung pulang." Mama menjelaskan kenapa Orlan yang membawa kue itu kembali ke rumah. Syukurlah dia langsung pergi.
"Benarkah!" Seruku tidak percaya. Memang kejadianya hampir sama seperti itu namun ada bumbu kebohongan yang terlihat jelas. Aku lari bukan dikejar anjing tetapi karena ingin menghindari Orlan.
"Tentu saja, kau baik-baik di rumah ya sayang mama tidak akan lama pulangnya dari rumah bibi Stella." Seru mama memberitahuku jika mereka akan pergi ke rumah bibi Stella lagi. Aku heran kenapa mama sering banget pergi ke rumah bibi Stella. Mama juga, aku lihat tidak pernah pergi ke rumah orang lain selain bibi Stella. Apa mama tidak mempunyai teman atau kerabat lain selain bibi Stella. Aku seperti hidup sendiri tanpa keluarga besar dan kerabat dekat.
"Iya!" Jawabku singkat. Akhir-akhir ini mama sering pergi. Namun aku tidak terlalu memikirkannya karena mama pergi bersama papa yang akan selalu siap menjaga mama.
Setelah selesai makan malam aku kembali lagi ke kamar untuk membuka pintu rahasia yang selama ini aku tidak pernah tahu. Aku melepas kalungku. Kunci yang aku temukan di gudang sengaja aku buat kalung agar tidak hilang. Aku mencoba menggunakkannya untuk membuka pintu rahasia ini. Perlahan aku masukan ke lubang kunci dan memutarnya dua kali sampai aku bisa membukanya. Astaga ternyata kunci yang aku temukan di gudang adalah kunci pintu rahasia ini. Setelah pintu bisa terbuka nampak sebuah tangga yang gelap menuju ke bawah. Kira-kira ada barang apa saja yang ada di bawah sana. Aku mengambil senter untuk menerangi jalanku. Tangga demi tangga aku turuni. Aku mencoba mencari tombol lampu di sepanjang dinding tangga tapi tidak menemukannya.
Sampai aku berada di ujung tangga, ada sebuah tali yang terjuntai di kiriku. Aku mencoba menariknya berlahan sampai berbunyi 'ckerekk'. Sebuah lampu temarau hidup. Menerangi seluruh ruangan yang luas dengan remang-remang. Aku menariknya lagi sampai berbunyi 'krekk'. Empat lampu menyala. Sampai keadaan bisa diterangi lampu putih yang cukup terang. Aku mencoba menariknya lagi dan lagi, ingin tahu berapa banyak lampu yang diletakkan di ruang bawah tanah ini. Ternyata cukup banyak sampai terlihat seterang di luar jika di siang hari. Di dinding-dindingnya juga ada beberapa lampu kuning yang terpisah. Bahkan ada lampu hias di tengah-tengah dengan cantiknya. Tempat ini lumayan sangat berdebu. Ruangan ini terlihat rapi dan indah. Ada sofa, tempat tidur, almari, laci meja, dan kamar mandi pula. Semuanya komplit namun berdebu dan kotor.
Banyak kotoran tikus dan rumah laba-laba. Bau tidak sedap menyengat di mana-mana. Aku mencoba membuka laci semua meja di ruangan ini, hanya terisi beberapa kertas dan buku yang tidak terlalu penting. Tidak lupa aku menutupi hidungku untuk menghindari debu masuk ke lubang hidungku yang bisa membutaku terbatuk-batuk. Lalu aku menuju ke kasur membuka selimut bahkan melihat ke bawah ranjang. Tidak menemukan sesuatu. Terakhir aku membuka almari yang satu-satunya ada di sana. Ada beberapa kardus bertumpuk di dalam sana tetapi ada kotak besi hitam berada di paling bawah. Aku penasaran dengan kotak besi itu. Lalu mengambil dan menurunkan beberapa kardua yang berada di atasnya. Kemudian mengambil kotak besi itu. Namun kotak besi ini terkunci. Bahkan kotak ini sangat berat. Sepetinya lapisan besinya sangat tebal sampai sedingin dan seberat Ini. Aku lalu membuka beberapa kardus di sana, ada banyak mainan yang terlihat masih baru karena masih berada di dalam bungkusnya. Kardus yang satunya berisi baju anak laki-laki yang masih baru belum terpakai.
Kenapa tersimpan begitu banyak mainan dan baju anak-anak di sini. Apa ruangan ini bekas tempat pengasingan atau hanya ruangan tersembunyi untuk bersantai. Apa Lilian dan anaknya diasingkan di ruang bawah tanah ini. Aku rasa kotak ini bisa jadi petunjuknya. Aku membuka kotak kardua terakhir ternyata isinya barang-barang mama. Ada sebuah foto, baju, mendali, beberapa kaset film. Foto ini yang aku temukan di gudang. Foto ini lebih jelas gambarnya bahkan wanita di samping ayah nampak begitu cantik. Apa ini Lilian Gleeson. Berarti mama dan papa pernah mengenal Lilian. Aku menemukan kaset Film dokumenter yang covernya menggunakan foto itu. Mungkin aku bisa mengerti sedikit tentang wanita itu.
Mataku sudah lelah dan perih karena berlawanan dengan debu, kaca mataku juga kotor dan lecet karena sering aku gosok dengan kasar memakai bajuku karena terhalang debu. Apa Mama tahu tempat rahasia itu. Tapi jika Mama dan papa tahu tempat rahasia itu dan mereka menyimpan sebuah rahasia tentang Lilian itu, aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku harus bisa melihat film dokumenter ini.
Tiba-tiba suara benda jatuh berbunyi nyaring dibelakangku diiringi bunyi pecahan kaca. Aku berbalik karena kaget melihat sebuah foto yang berada di dinding terpasang terbalik tadi sudah jatuh ke bawah. Aku mengambilnya, nampak fotoku masih kecil sendirian tersenyum di perapian. Kenapa ada fotoku terpasang di sini. Aku mengambilnya dan membawanya ke atas. Aku kembali lagi ke kamar membawa kaset film, foto masa kecilku, dan kotak besi itu ke atas tanpa merapikan barang-barang yang ada di bawah tanah itu. Bahkan lampunya aku biarkan menyala.
.......***.......
.
.
.
To be continue
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro