Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 11

*Orlan Yang Menakutkan*
.
.
.
.
.......***......

Aku pulang dengan keadaan kacau sekali. Kenapa bisa Orlan tersenyum seperti itu, senyumnya mencurigakan. Apa benar Keyle meninggal karena dibunuh oleh Orlan. Ini tidak mungkin, Orlan tidak mungkin membunuhnya. Orlan kenapa kau bisa jadi seperti ini.

Tokk tokk tokk. Terdegar suarak ketukan di jendelaku. Aku membukannya, seketika terbanglah seekor burung gagak dengan suara melengkingnya menakutiku. Kenapa gagak itu bisa tersesat di sini. Aku menghela napas lalu duduk di balkon, melihat suasana malam yang gelap dan dingin. Malam ini bulan malu menampakkan cahayanya bahkan bintang pun terlihat redup dan menghilang.

Aku bahkan masih meratapi kesedihan karena kehilangan teman terbaikku. Sedangkan kenyataan yang sangat tidak aku ingin dengar adalah Orlan yang membunuhnya. Apa benar yang dikatakan oleh Keyle jika Orlan sedang dirasuki iblis jahat.

Sejenak aku teringat akan pesan bibi margaretha dan Jasmine. Mereka berdua mengatakan bahwa Orlan yang sekarang berada di sisiku adalah orang lain, Orlan yang dirasuki Iblis jahat. Aku tidak bisa membayangkan Orlan berubah menjadi monster jahat yang membunuh Keyle dengan keji.

Aku tidak ingin mengingat momen bersama keyle yang membuatku ingin menangis. Bahkan aku juga tidak ingin mengingat bagaimana keyle mati. Aku tidak ingin mengingatnya, namun bayangan momen-momen itu selalu melintas di mataku. Membuatku mau tidak mau harus menumpahkan air mata.

Aku beranjak dari kursi, berjalan ke dalam kamar dan membuka laci. Aku teringat akan jimat yang diberikan Ellie tempo lalu. Mengambil dua kalung yang sampai sekarang masih aku simpan. Kalung jimat dari Ellie dan kalung milik Lilian Glesson (hantu wanita itu).

Aku meletakan kembali kalung Lilian Gleeson. Kemudian aku membawa jimat Ellie ke balkon dan duduk di sana lagi. Jika Orlan benar kerasukan Iblis jahat, kalung ini pasti berguna. Bukanya cara menggunakkanya cukup mendekatkan kalung ini kepada orang yang dirasuki setan, seharunya begitu. Aku akan mencobanya, membuktikan apakah benar Orlan dirasuki Iblis jahat atau sebaliknya aku salah membawa Orlan palsu.

Aku sungguh tidak bisa membayangkan Orlan jauh dariku. Orlan yang sangat aku sayangi melebihi apa pun harus berubah menjadi monster yang mengerika, membunuh banyak wanita dengan keji. Tanpa aku sadar air mataku tumpah dan mengalir begitu saja. Aku menghapusnya karena aku harus kuat tidak boleh lemah dan menangis.

Jika benar yang dikatakan oleh Keyle dulu bahwa Orlan yang dihadapanku sekarang bukan Orlan melainkan iblis sajat. Tuhan aku mohon tolong jaga jiwanya di mana pun dia berada. Jangan biarkan dia bersedih dan menangis.

"Elian!" Panggil mama yang membuatku terkaget dan sontak menghapus semua air mata yang menumpuk di mataku.

"Ada apa ma?" Tanyaku masih terlihat sedih. Mama merangkul pudakku mencoba membuatku nyaman dan melupakan kesedihanku.

"Erisha ada di bawah. Dia mengajakmu keluar untuk menenangakan perasaanmu yang sedang sedih. Mama tahu kamu sedang bersedih kehilangan temanmu. Bukanya keluar sebentar bisa mengobati hatimu dan membuatnya sedikit terhibur. Cobalah temui Erisha dahulu." Seru mama mengelus pundakku untuk menenangkanku yang terlihat masih sedih dan kacau.

"Iya ma, mama bawa apa? " Tanyaku penasaran karena mama membawa tipon ke kamarku. Apa mama mau ngeteh di sini.

"Mama mau menyiram tanamanmu, sana kamu turun temui Erisha." Jawab mama dan memaksa aku untuk turun menemui Erisha. Sebenarnya aku malas untuk pergi ke luar rumah malam ini. Tapi jika Erisha sudah telanjur datang ke sini aku tidak bisa menolaknya.

"Iya." Jawabku langsung beranjak dari tempat dudukku.

Aku langsung turun ke bawah, di ruang tamu sudah duduk seorang wanita cantik yang selama ini aku puja-puja. Erisha tersenyum manis melihatku menghampirinya.

"Elian! Bagaimana keadaanmu sayang. Kau baik-baik saja kan sayang. Aku rindu padamu." Tukas Erisha dengan manja memeluk lenganku dan bersandar di pundakku.

"Iya. Kenapa kamu ke sini." Kataku menjawab pertanyaan Erisha dengan malas.

"Aku ingin mengajakmu ke festival kembang api. Tidak ada salahnya menghibur diri. Aku tahu kamu pasti masih berduka." Seru Erisha yang menginginkan aku menemaninya pergi ke festival kembang api. Mungkin sebentar lagi musim panas karena hujan mulai jarang turun sehingga festival kembang api sudah dibuka. Biasanya di kotaku festival kembang api diadakan selama 2 minggu di alun-alun kota menyambut musim panas.

"Iya, aku akan menemanimu. Aku akan mengambil jaket dan dompetku dahulu. Kau tunggu di sini sebentar." Kataku pada Erisha untuk menungguku sebentar. Tidak lupa sebelum ke atas aku mengecup pipi manisnya sekilas. Dia hanya tersenyum malu.

"Iya, cepatlah, keburu kembang apinya meletus." Tukasnya saat aku sudah ada di tangga.

"Iya!" seruku menimpali ucapan Erisha. aku kembali lagi ke dalam kamar. Ternyata mama sudah selesai menyiram tanananku. Mama juga merapikan tempat tidurku.

"Kenapa kembali lagi." Tanya mama terkejut karena melihatku kembali ke kamar. Mama sedang merapikan selimut dan bantalku.

"Aku hanya ingin mengambil jaket dan dompetku ma." Kataku langsung mengambil jaket dan memakainya. Tidak lupa membuka laci meja untuk mengambil kunci mobil, hp dan dompetku.

"Jangan lupa memakai syal, hari ini dingin sekali. Mama keluar dulu." Seru mama membuka almariku lalu mengambil syal rajut berwarna hijau army. Mama mengkalungkannya di leherku. Tidak lupa senyum manis mama tergambar di bibir tipisnya sebelum pergi.

"Iya." Jawabku lalu membalas senyuman mama.

"Anakku manis dan tampan sekali."Seru Mama menutup pintu lalu pergi dari kamarku. Aku mengganti sandal dengan sepatu berwarna putih di rak sepatu yang terletak di dekat balkon.

Sebelum aku pergi perhatianku tertuju pasa meja di balkonku. Aku melihat kalung jimat Ellie yang masih tergeletak di meja balkon. Mama juga tidak mengambil dan menyingkirkannya. Aku mengambilnya untuk aku simpan kembaki ke laci. Bau amis semerbak di balkonku. Ekor mataku melihat ke bunga-bunga yang bersinar terang dan cantik. Aku melihat tanah yang basah bekas disirami oleh mama.

Ada bercak merah di beberapa daun-daunya. Aku meyentuhnya dan mencium baunya. Ini bau darah. Seketika aku teringat perkataan Orlan dulu. Bunga-bunguku ini akan cepat tumbuh jika disirami dengan darah. Apa mama menyiramnya dengan darah. Dari baunya tercium bau darah manusia bukan darah binatang. Lalu ini darah siapa?

"Elian! Kamu masih lama di kamar?! Kasihan Erisa Sudah lama menunggu." Panggil mama dari bawah yang membuatku tersadar dari lamunanku. Aku langsung bergegas turun ke bawah dan pergi ke festival bersama Erisha.

.....***.....

Hanya butuh waktu 15 menit kami sudah sampai di alun-alun kota tempat festival berlangsung. Kami memasuki beribu kedai yang menjual banyak jajanan ringan mau pun berat dari berbagai negara. Kita mampir membeli beberapa jajanan untuk dibawa berkeliling melihat apa saja yang bagus untuk dibeli. Ada beberapa wahana bermain banyak yang menarik minat kami berdua. Kita membeli Orange Beach, nacos, kue ikan, dan cumi-cumi bakar.

Kami duduk sebentar di taman menikmati jajanan yang kami beli tadi sambil melihat orang berlalu-lalang dengan kegembiraan mereka masing-masing. Teriakan canda tawa berbaur menjadi satu berubah menjadi keramaian. Aku hanya tersenyum tipis merasakan hatiku yang sedikit terhibur.

Setelah bersantai melihat hiruk-pikuk keceriaan yang bertebar di festival kembang api ini, Erisha mengajak aku berkeliling kembali mencoba beberapa permainan yang ada di sana. Permainan yang mudah tetapi susah. Kalian sering menganggap pemilik permainannya curang sehingga kalian tidak bisa menang dalam permainan itu. Kami memainkan permainan sejenis itu. Menembak, memancing, menjatuhkan bola pimpong, melempar bola basket dan yang terakhir menjatuhkan menara kaleng. Keceriaan bertebaran di hatiku karena ada Erisha yang bisa menghiburku.

"Sayang ayo pergi ke sana. Wahh, ayo main ini bersama. Dapatkan sebuah bonekah kelinci besar untukku." Pinta Erisa tersenyum senang. Dia juga menunjuk hadiah utama boneka kelinci yang besar dan lucu. Pemilik permainanya cukup cerdik dalam mencari pengunjung. Menggunakan benda-benda imut untuk menarik perhatian para wanita. Mereka akan berusaha untuk mendapatkan hadiah yang berupa boneka-boneka cantik itu.

"Aku tidak pandai akan hal ini, tapi aku akan mencobanya." Kami berdua bermain melempar bola untuk merobohkan menara kaleng.

Kami berdua bercanda tawa serta tentu saja tidak bisa mendapatkan hadiah utama yaitu boneka kelinci besar itu. Kami hanya mendapatkan hadiah-hadiah kecil Seperti soda, ikat rambut, dan boneka-boneka kecil. Aku memang tidak mahir dalam melakukan pernainan aneh tapi menyenangkan ini. Setidaknya aku sudah mengabiskan banyak uang di festival ini. Mama terlalu banyak memberiku uang jajan sehingga jika aku mengumpulkan uang jajanku untuk membeli mobil pun bisa. Aku menabung sisa uang jajanku untuk membeli apa yang aku inginkan tanpa harus meminta uang kepada mama dan papa.

Sebelum pergi meninggalkan kedai permainan itu tanpa diduga di sampingku ada seseorang yang bisa merobohkan menara kaleng itu dengan sekali lempar. Sang pemilik permainan melihat dengan wajah yang terkejut seakan tidak percaya. Mungkin baru kali ini ada yang bisa merobohkan kaleng yang telah dibuatnya berat agar tidak ada yang bisa memenangkan permainan.

Aku dan Erisha hanya perdecak kagum. Siapa orang hebat yang bisa merobohkan kaleng itu dengan sekali lembar. Aku membalikan tubuhku untuk melihat orang hebat itu. Mataku hampir keluar karena terkaget Ternyata dia adalah Orlan. Orlan yang sekarang aku takuti. Dia menerima hadia dari pemilik kedai permainan itu. Dia memberikan boneka kelinci itu padaku.

Aku hanya bisa diam dengan seribu ekspresi yang membingungkan tergambar di wajahku. Aku menatap orlan dan boneka itu bergantian karena ragu. Untuk saat ini aku benar-benar takut dengan Orlan. Takut melihatnya, wajahnya, tubuhnya, dan kenyaatan yang sangat menyakitkan. Wajah Orlan mengingatkanku akan kematian Keyle. Senyum sinis dan angkuhnya itu masih tergambar jelas di mataku.

"Kau Tidak mau?" Tanyanya yang membuatku terperanjak kaget dan salah tingkah karena asyik melamun.

"Terimakasih." Aku menerimanya dan memberikanya kepada Erisha. Erisha menerimanya dengan senang. Aku hanya bisa terdiam dan mengamati Orlan dengan takut.

"Sedang apa kau disini Orlan. Di mana pacarmu Nhena. Kau mau ikut menonton kembang api nanti. Kita bisa menontonya bersama. Aoww Seperti doubledate ya kan sayang." Aku hanya bisa menjawab dengan mengangguk setuju, sedangkan orlan hanya tersenyum tipis. Aku memberanikan diri melihatnya, melihat wajahnya tapi apa yang aku dapat, dia ternyata dari tadi masih menatapku.

"Aku pergi dulu." Seru Orlan tiba-tiba. Orlan berusaha melepas kontak mata antara kami berdua. Kira-kira apa yang dipikirkan oleh Orlan sekarang. Apa dia tahu kalau aku sedang menjauhi dirinya.

"Kemana Nhena? Kenapa aku tidak melihtanya bersamamu?!" Tanya Erisha penasaran dengan wanita bernama Nhena mantan pacar Orlan sebelum Orlan masuk ke sekte sesat itu. Namun Orlan malah pergi begitu saja tanpa memperdulikan pertanyaan Erisha. Kenapa Orlan menjadi aneh seperti itu, apa benar jika Orlan adalah monster. Aku langsung mengatupkan kedua bibirku berusaha tidak mempercayainya.

"Sayang!" Panggil Erisha membuatku tersentak kaget karena masih bergelut dalam pikiranku sendiri.

"Ahh iya sayang ada apa?" Tanyaku dengan kikuk.

"Kau ini sama saja. Kenapa kau melamun?! Orlan juga aneh sekali, pergi tanpa menyapa." Serunya dengan wajah kesal karena diacuhkan.

"Biarkan saja." Kataku seakan tidak perduli.

"Bukanya Orlan kemaren pacaran dengan Nhena? Tetapi lebih satu bulan ini aku tidak melihatnya." Serunya sambil menginat Nhena.

"Bukanya mereka berdua sudah putus lama. Aku rasa kau menyinggungnya sehingga dia pergi begitu saja." Kataku memberitahu Erisha jika Orlan dan Nhena sudah putus. Walaupun aku malah senang jika dia pergi, aku jadi tidak bisa melihat wajah dan tatapan tajamnya yang membunuh itu.

"Maafkan aku sayang, bukan maksudku menyinggungnya. Aku benar mengatakan bahwa Nhena sudah tidak berangkat sekolah selama satu bulan." Seru Erisha membuatku terheran. Erisha hanya tahu kalau dulu Nhena adalah pacar Orlan. Apa Nhena juga salah satu Korban dari Orlan. Astaga aku tidak bisa membayangkanya.

"Tidak apa-apa biarkan saja, ayo jalan." Kataku langsung mengajak Erisha berjalan lagi menyusuri festival. Kau tidak mau membayangkan bagaimana Orlan membunuh Nhena.

Sepanjang jalan-jalan di festival ini seperti ada yang mengikuti kami, entah siapa aku juga tidak tahu. Setiap aku mecari sosok itu dalam keramaian tetap saja tidak menemukannya. Kenapa aku bisa menjadi sesensitif ini. Aku terlalu berlebihan jika ada yang mengikuti kami, mungkin saja itu hanya perasaanku saja. Atau mungkin Orlan yang mengikuti kami. Astaga aku berfikiran apa, untuk apa Orlan mengikutiku. Dia tidak akan membunuhku yang seorang laki-laki kan, atau dia ingin menargetkan Erisha sebagai korbanya. Tidak bisa, Erisha tidak boleh menjadi korbannya. Aku akan terus menjaga Erisha.

"Hei Erisha. Kau ada disini juga." Sapa seseorang wanita berambut kriting pada Erisha. Dia bersama wanita berambut lurus berdarah china. Sepertinya mereka berdua temannya Erisha.

"Hay Elda, Katty, astaga kalian berdua ada di sini. Kenapa kalian tidak menghubungiku jika ke sini juga. Muahh muah hahaha." Sapa balik Erisha dengan senang. Lihatlah mereka saling berpelukan dan cipika-cipika khas cewek. Mereka juga bertegur sapa membicarakan sesuatu dengan menggebu-gebu. Aku hanya bisa mengamati mereka dengan tenang.

"Kau bilang ingin pergi bersama pacarmu, tentu saja aku tidak bisa mengganggu kalian berdua. Hahaha." Seru wanita bernama Elda dengan genit. Dia tersenyum centil padaku, aku hanya bisa membalas dengan senyum tipis yang aku buat seramah mungkin.

Aku tidak menyangka jika Erisha bisa sejujur itu tentang hubungan kami kepada teman-temanya. Jujur aku merasa malu jika bersama Erisha, serasa seperti langit dan bumi. Erisha wanita yang sangat cantik sedangkan aku sungguh jauh dari kata ganteng.

"Hai kenalin aku Elda Dweny teman seperjuangan Erisha. Hahaha aku keluar lebih dulu sebelum Erisha. Aku harus belajar lebih giat lagi." Sapanya dengan ramah. Ternyata dia teman satu asrama dengan Erisha waktu ikut ajang pencarian bakat itu. Dia juga mengeluh jika dirinya gagal meraih kesempatan menjadi juara dalam ajang pencarian bakat kemaren. Erisha dulu juga sama saja, dia juga mengeluh setelah dipulangkan dari ajang pencarian bakat itu.

"Hai juga, aku Elian Hemswarth senang bertemu denganmu. Tidak apa-apa, lain kali bisa dicoba lagi." Sapaku balik dan memberi semangat padanya.

"Terimakasih Elian atas dukungannya." Balasnya dengan senyum ramah. Aku juga hanya bisa tersenyum menanggapi omongan orang yang baru aku kenal. Maklum aku tidak pandai berbicara maupun bergaul.

"Hai kenalin juga, aku Ketty Wen pacarnya Elda." Sapanya yang membuatku heran. Astaga apa mereka pasangan kekasih. Padahal aku sempat berfikir kalau Elda sedang menggodaku ternyata dia lebih tertarik dengan wanita. Baru kali ini aku melihat dan berkenalan dengan pasangan sesama jenis. Walaupun agak aneh tetapi aku tidak akan melarang mereka berteman denganku. Aku tidak masalah dengan orientasi seksual orang lain yang menyimpang.

"Ahh hai juga, aku Elian Hemswarth pacarnya Erisha. Senang bertemu denganmu." Sapaku balik walaupun agak canggung tapi aku sebisa mungkin bersikap tenang seperti tidak ada yang aneh.

"Senang bertemu denganmu. Hahaha ngomong-ngomong pacarmu manis juga." Pujinya, tentu saja aku hanya memutar bola mata malas karena dia terlihat sekali seperti menghinaku. Aku tidak manis, bahkan jauh dari kata tampan. Yang terpenting adalah aku memiliki Erisha wanita yang cantik, baik dan tentu saja setia.

"Tentu saja Elianku itu manis dan keren." Tukas Erisha tersenyum bangga memujiku, dia juga terus mengumbar kemesraan kami dengan memeluk lenganku dan bersandar manja. Aku hanya bisa tersenyum ramah.

"Aku tidak setampan itu." Timpalku merendah. Karena aku memang jauh dari kata tampan. Dari tadi aku hanya bisa mengatakan jika aku tidak tampan sama sekali, karena aku memang berwajah biasa saja.

"Kau tahu Erisha, kita mau foto box di situ. Kamu mau ikut tidak?! Ajak Elian juga." Ajak Ketty menunjuk ke arah kotak box yang mungkin hanya muat dua orang, pintunya cuma terbuat dari tirai merah. Mungkin muat untuk lebih dari dua orang jika yang masuk wanita. Aku tidak bisa membanyangkan jika aku harus ikut berdesakan di dalam box kecil itu.

"Aku tidak ikut, Aku malu." Kataku menolaknya. Aku pasti akan terjungkal keluar karena tidak muat untuk banyak orang, apa lagi pintunya cuma terbuat dari tirai.

"Aku mau." Seru Erisha dengan wajah memohon padaku.

"Sayang aku boleh ikut foto bareng mereka." Pintanya padaku. Wajahnya membuatku tidak bisa menolak. Jika dia mau tidak masalah untukku, yang terpenting aku tidak ikut masuk ke dalam kotak sempit itu.

"Boleh. Akan aku belikan koinnya. Kamu tunggu di sini sebentar." Kataku langsung pergi menemui penjaga photo box untuk menukar beberapa koin dengan uangku. Aku sengaja membeli cukup banyak agar Erisha bisa berlama-lama bersenang-senang dengan temannya. Jujur saja aku sudah lelah berkeliling di keramaian yang membuat kepalaku pusing.

"Ini! Aku akan menunggu di kursi taman warna merah itu di sana." Kataku memberikan koin pada Erisha. Kursi taman di sana cukup sepi jadi aku bisa bersantai di sana.

"Kamu benar tidak mau ikut." Tanya Erisha dengan wajah sedih. Dia seperti tidak ingin terpisah dariku. Tenang saja aku tidak akan meninggalkanmu Erisha.

"Tidak sayang. Kamu bersenang-senanglah dengan temanmu." Tolakku dengan lembut agar Erisha tidak sedih apa lagi marah aku tidak menemaninya. Lagian sudah ada temannya, Erisha pasti lebih nyaman bersama teman-temannya.

"Baiklah sayang, aku tidak akan lama tunggu sebentar ya." Serunya tersenyum senang menghampiri teman-temanya.

Aku langsung berjalan menuju kursi merah di taman itu. Menunggu mereka di kegelapan malam yang cukup sunyi karena jarang ada yang lewat. Aku menduduki kursi taman berwarna merah sambil mengamati beberapa orang yang berlalu-lalang di festival ini. Tiba-tiba aku terperanjak, jantungku sudah memompa darah dengan cepat karena pundakku ditepuk seseorang.

Siapa dia, aku tidak mengenalnya. Dia seorang laki-laki seumuranku, memakai hoddy abu-abu dan topi hitam. Dia tersenyum mencurigakan padaku. Aku mengamatinya dengan takut karena aku tidak mengenal orang itu. Apa dia seorang perampok. Dia hendak bicara namun Orlan datang dan mengusir orang itu.

"Jika kau berani menyentuhnya, aku potong tanganmu!" Bentak Orlan dengan garang. Orlan menatapnya dengan tajam dan membusungkan badanya yang kekar untuk menantang orang itu.

Sepertinya orang itu takut, dia langsung pergi begitu saja namun sesekali dia mengamati kami. Siapa orang aneh itu. Aku benar-benar takut jika orang itu seorang pencopet atau perampok. Bagaimana jika tidak ada Orlan, aku pasti sudah kehilangan semua yang aku miliki termasuk nyawaku jika melawan orang aneh tadi.

Orlan kemudian duduk di sampingku. Sepontan aku mulai minggir satu langkah menjauh dari dudukku semula. Aku melihatnya, dia tersenyum tipis lali mendekatkan bokongnya ke sampingku. Aku pun langsung menjauh selangkah lagi. Tapi dia malah mendekat lagi sampai aku sudah berada di ujung kursi taman dan tidak bisa bergerak lagi. Yang bisa aku lakukan hanya pergi dari sini.

"Kenapa kau menjauh dariku." Tanyanya membungkukkan badanya untuk melihat wajahku yang aku tutupi dengan ke dua tanganku.

Dia menatapku dengan senyum tipis mencurigakan itu lagi. Aku langsung membuang mukaku ke samping, tidak ingin menatap wajah tajamnya itu. Ini terlihat canggung. Aku terlihat seperti seorang pacar yang sedang marah. Yang aku rasakan sekarang adalah aku harus lari dari monter ini. Monster yang mengaku sebagai sahabatku, Orlan. Orlan sahabat kecilku yang terlihat aneh dan menakutkan, aku yakin dia bukan Orlan tapi monster yang membunuh banyak wanita.

"Apa kau takut padaku!" Tanyanya lagi. Tangannya mulai terulur untuk memegang kepalaku. Namun aku langsung menghentikannya. Tetapi tanganku malah digenggamnya dengan erat. Wajahku sudah memerah karena malu. Astaga kenapa aku tidak bisa membenci wajah yang berada di hadapanku sekarang. Seakan wajah tampanya tidak bisa aku lupakan. Orlan dia laki-laki yang tampan dan laki-laki tampan dihadapanku ini adalah sahabatku.

Aku mulai tersadar dari lamunanku yang mengagumi keindahan manusia di depanku tanpa tahu jika sebenarnya dia adalah monster yang mengaku sebagai Orlan. Aku berusaha menarik tanganku yang Orlan genggam tapi apa daya tenaganya terlalu kuat bahkan dia tidak membiarkan tanganku lepas.

"LEPASKAN TANGANKU!" Bentakku menyuruhnya untuk melepas tanganku.

Tapi apa yang aku dapatkan, dia malah menatapku dengan tajam. Senyum sinisnya mulai hilang digantikan dengan wajah yang menakutkan penuh amarah. Aku terkaget dan takut dengan tatapannya. Nafasku sudah memburu ingin lepas dan lari dari sini. Aku menyadari jika banyak orang yang ingin aku menjauh darinya. Aku tahu jika dia bukan orlan sekarang, melainkan Iblis yang mengaku sebagai Orlan.

"Orlan! Lepaskan!" Bentakku lagi.

"Kau berani padaku!" Serunya mengertakku. Dia menyatukan ke dua giginya menahan amarah. Sehingga terdengar bunyi bergemerutuk di mulutnya. Apa dia akan membunuhku juga karena aku tahu jika dia bukan Orlan. Tidak, aku harus berani.

"Kenapa aku tidak berani. Kau bukan Orlan!" Tukasku menantang monster di hadapanku ini.

"Dari mama kau tahu itu." Serunya tersenyum sinis.

"Kenapa kau mengaku sebagai Orlan. Bertingkah seperti sahabtku Orlan. Ke mana kau membawa Orlan pergi." Tanyaku mengintimidasi monster yang berada didepanku.

"Hahh hahaha kau lucu sekali Elian. Aku semakin menyukaimu. Bisakah kita mempercepat membawamu pergi." Serunya sambil tertawa mengerikan.

"LEPASKAN TANGANKU!" Bentakku lagi lalu dengan sekuat tenaga menarik tanganku agar lepas darinya. Aku bersyukur akhirnya tanganku bisa lepas darinya, tapi cukup menyakitkan juga karena tangannya keras Seperti batu.

"Aku tahu semuanya sekarang. Kau bukan Orlan. Kau adalah iblis yang mengaku sebagai Orlan. Ingat, aku akan membawa orlan yang asli pulang kembali." Tukasku melawan monster kejam itu. Aku akan mencari Orlan yang asli kembali pulang. Aku langsung berdiri hendak pergi dari tempat ini.

Dia malah menarik tanganku dan membantingku di kursi taman. Rasanya sakit sekali pundakku membentur kursi besi taman yang dingin. Dia lalu memegang tangan kiriku dan mencekik leherku dengan tanganya yang kokoh. Wajahnya mendekati wajahku membuat kamu saling menatap. Kemudan dia mulai mencengkram rahang bawahku untuk mempertahankan tatapan kami berdua. Aku memegang tangannya yang mencengkram rahangku agar dia mau melepaskanya. Aku yang tersulut emosi dengan iblis jahanam ini berusaha melarikan diri namun aku tetap tidak bisa. Dia terlalu kuat.

"Elian kau manis sekali. Bagaimana jika aku adalah Orlan dan Orlan yang asli telah menjadi Iblis. Apa yang akan kamu lakukan. Membunuhku, orlan sahabatmu sendiri. Hahahaha." Serunya tertawa menakutkan. Aku sunguh takut jika Orlan menjadi iblis yang jahat. Apa sekarang yang dihadapanku bukan monster yang menyamar menjadi Orlan tetapi memang Orlan asli yang dirasuki roh jahat.

"Elian! Oh tidak, apa yang kau lakukan Orlan. " Teriak Erisha yang baru datang dengan panik. Dari jarak seperti itu terlihat aku sedang dicekik oleh Orlan, padahal dia hanya mencengram rahangku yang aku tahan dengan tangan kananku. Orlan langsung melepaskan tangannya dan berdiri dari kursi. Erisha kemudian menghampiriku dengan wajah cemas.

"Menjijikan!" Serunya sebelum pergi. Aku berusaha duduk dengan tenang. Kepalaku tiba-tiba pusing, badanku merinding dan hatiku ketakutan. Semua ini membautku sedih ingin menangis. Orlan kembalilah kepadaku.

"Kenapa dengan Orlan?! Apa kalian sedang bertengkat? Kenapa kalian bertengkat?" Tanya Erisha beruntun karena khawatir. Tapi aku malah bingung harus menjawabnya. Nyatanya aku memang bertengkar dengan Orlan, Orlan yang dirasuki roh jahat.

"Tidak ada apa-apa sayang, ayo pulang!" Tukasku mengajak Erisha pulang. Erisha nampak paham dengan keadaanku jadi dia mengikuti apa yang aku katakan tanpa banyak protes.

Kita berjalan kembali ke parkiran mencari mobil di mana aku parkir. Aku melihat ada seseorang yang berada di samping mobilku dan ingin menusuk ban depanku. Aku terkejut dan langsung menghampirinya.

"Hei!" Seruku menarik hoddynya yang berwarna abu-abu. Ternyata dia laki-laki mencurigakan tadi.

"Apa yang kau lakukan?!" Tanyaku mengintrogasinya. Dia nampak gelagepan takut lalu pergi berlari meninggal kami.

"Elian?!" Panggil Erisha nampak takut memeluk lenganku dengan erat.

"Tidak ada apa-apa, tenanglah." Kataku menenangkan Erisha. Aku langsung mengechek seluruh banku, gas, dan remku. Ternyata tidak ada yang salah. Untung saja dia belum mengempeskan banku. Sebenarnya siapa orang itu yang ingin berbuat jahat kepadaku. Aku langsung mengemudikan mobilku keluar dari parkiran berjalan pulang ke rumah.

"Maaf sayang, aku tidak bisa menemanimu melihat kembang api." Tukasku menyesal mengajak Erisha pulang. Seharusnya ini menjadi kencan yang menyenangkan untuk kita berdua. Tapi sayangnya aku menggagalkan semuanya.

"Tidak apa-apa sayang, kita bisa pergi lain hari. Aku tahu perasaanmu. Tenang saja." Jawabnya tersenyum manis. Terimakasih tuhan kau sudah menghadirkan wanita baik dan cantik di sisiku. Erisha sangat perhatian dan mengerti akan perasaanku.

"Terima kasih sayang." Ucapku sebelum Erisha turun dari mobil. Aku sudah sampai di rumah Erisha. Aku mengantarkanya pulang terlebih dahulu.

"Sama-sama muah muah. Hati-hati di jalan." Seru Erisha menciumku dengan sayang.

Aku mengamati Erisha berjakan sampai di depan rumah. Nampak Erisha melambaikan tangan kepadaku. Aku membalasnya dan mengisaratkanya untuk segera masuk ke rumah. Setelah Erisha hilang dibalik pintu aku langsung mengemudikan mobilku berjalan menuju ke rumah. Aku sengaja tidak mampir ke rumah Erisha karena aku sudah nampak lelah dan aku juga tidak suka dengan calon mertuaku. Mereka terlalu merendahkanku.

Aku mengendari mobilku melewati jalan yang gelap dan sepi. Aku rasanya lelah sekali, ingin segera tidur di kasurku yang empuk. Tiba-tiba ada notifikasi sms muncul di hpku. Aku berusaha membukanya ternyata dari Rhein.

'Kak aku sudah mendapatkannya, kapan kau bisa mengambilnya?' Itu pesanya. Aku berusaha membalasnya namun aku terperanjak kaget karena ada yang lewat di depan mobilku. Astaga aku langsung mengeremnya mendadak. Hpku terjatuh ke bawah. Yang membuatku syok adalah Orlan yang dipenuhi darah di mulut, baju dan tangannya berdiri di depan mobilku. Dia tidak ada, aku yakin dia tadi berdiri di depan mobilku dengan tatapan tajam. Aku berusaha mencarinya, tanpa aku sadari dia membuatku terkaget karena muncul di sampingku.
"Akhh!" Teriakku kaget. Wajah Orlan benar-benar menakutkan. Wajahnya pucat, matanya terang dan giginya panjang beruncing. Mulut dan tangannya dipenuhi oleh darah.

Dia memaksa membuka pintu mobilku yang tidak aku kunci. Karena panik aku minggir ke tempat duduk di sebelahnya. Mungkin karena tangannya licin penuh dengan darah sehingga dia tidak bisa menarik gagang pintu mobilnya. Dia mengedor kacaku dengan tangan penuh darah. Bekas darah tergambar di kaca mobilku. Aku ketakutan, aku langsung membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Mobilku masih dalan keadaan hidup, lampunya menerangi jalan yang gelap gulita ini.

Apakah dia akan membunuhku. Dengan nafas yang masih memburu aku berusaha kabur dari sana. Nafasku memburu seirama dengan ketakutanku, perlahan dengan hati-hati aku mundur menjauh dari mobilku. Setelah cukup jauh dan Orlan tidak nampak oleh pandanganku aku mulai mempercepat langkahku dan berlari.

Alangkah terkejutnya tanganku ditarik sesuatu. Aku langsung memutar badanku melihat sosok itu. Sungguh sangat sial Orlan sudah menangkapku. Aku berusaha kabur. Namun dia berhasil menangkap tangan kiriku dan menarik kedua tanganku sampai membentur badanya yang kuat dan kokoh itu. Aku sudah merinding ketakutan. Aku tidak bisa melawannya, ketakutan mengendalikanku menjadi lemah.

Dengan mulut yang aku gunakan untuk bernafas, aku berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya agar aku bisa tetap tersadar. Aku menatap matanya yang hitam serta senyum menakutkannya. Dia tahu ketakutanku, dia berusaha mendekatkan mulutnya yang terbuka menunjukan gigi-gigi yang runcing ke leherku. Seakan waktu berhenti ketakutanku menjalar ke seluruh tubuhku sampai aku tidak bisa bergerak. Seketika aku bisa tersadar kembali. Berusaha memberontak dan menarik tanganku yang digenggamnya kuat-kuat.

Aku menarik tanganku dengan paksa sampai aku terjatuh. Dengan cepat aku berlari menuju ke mobil. Badanku gemetaran, aku berusaha mengunci semua pintu mobil dan menjalankannya dengan tergesa-gesa. Aku tidak berani melihat ke spion yang menunjukkan keadaan di belakangku. Syukurlah aku bisa lepas darinya. Aku melihat ke dua tanganku yang dipenuhi dengan darah. Jika bukan karena darah ini aku tidak bisa lepas darinya. Karena darah ini membuat tangganku menjadi licin sehingga memudahkanku kabur darinya.

Aku tidak menyangka jika itu adalah Orlan. Kenapa Orlan menjadi monster yang mengerikan seperti itu. Seharusnya aku tahu sejak awal kenapa dia tidak mengenali kami, karena dia bukan Orlan. Aku memukul-mukul setirku kesal dan menangis sebisaku. Aku merutuki diriku yang bodoh. Gara-gara aku, banyak nyawa yang melayang. Ini semua salahku, salahku. Jika bukan karena aku Keyle tidak akan mati. Oh tuhan hukum aku sekarang, karena aku sudah berbuat jahat pada mereka yang tidak bersalah menjadi Korbannya.

Aku keluar mobil dalam beradaan kacau. Menutup pintu mobil dan melihat bekas telapak tangan yang tergambar merah berbau amis itu. Ini darah, darah dari korbannya. Aku langsung masuk ke dalam rumah. Mengunci kamar dan membersihkan seluruh kotoran dari tubuhku. Air sower mengalir membasahi tubuhku. Menutupi air mataku yang terus saja turun tanpa perintahku. Aku terus saja meratapi kebodohanku. Orlan menjadi seperti itu pasti karena sekte sesat jubah merah itu.

Setelah ritual mandi selesai aku berbaring untuk mengistirahatkan hatiku yang terus saja berteriak menangis. Tidak lupa membalas pesan dari Rhein jika aku akan mengambilnya besok di depan perpustakaan sebelum pulang. Sampai mataku mulai berat karena lelah menangis.

......***......

"Elian hari ini ulang tahun papa. Kamu mau kasih kado apa?" Tanya mama sambil memberiku semangkuk melon yang sudah dipotong dadu.

"Kue yang ibu buat, rasanya enak. Papa pasti suka." Kataku dengan suara anak kecil yang lucu.

"Mama sudah mamasak makanan kesukaan papamu. Ayo bantu mama membuat kue ulang tahun untuk papa. Walaupun papa tidak suka makanan manis, kalau Elian yang buat, papa tidak akan menolaknya." Perintah ibu mengajakku membuat kue. Sejak kapan mama suka memasak kue. Mama selalu membeli kue di toko kue langganan mama.

"Iya ma, aku akan mengambil kamera yang papa berikan kemarin dan merekamnya." Kataku langsung berjalan menuju tangga dan berlari masuk ke kamarku. Kenaoa tangganya nampak lebar dan panjang. Aku mengambil kamera yang aku letakkan di sebuah kotak besi di bawah kasurku. Setelah membuka kotak itu dan mengambil sebuah kamera aku langsung keluar menuju ke tempat mama yang sedang membuat adonan kue.

"Anak mama pintar sekali memakainya." Puji mama yang tahu aku bisa menggunakan kamera itu. Entah mengapa aku sangat lihai memencet semua tombol di kamera yang tidak aku mengerti.

"Kan mama yang mengajariku, aku letakan di sini ma, tapi tidak bisa ahh." Kataku karena tempat itu, meja itu terlalu tinggi buatku. Tanganku saja tidak bisa menyentuh atasnya. Kenapa aku sependek itu.

"Hahaha, sini biar mama bantu." Seru mama mengambil kameraku dari tanganku dan meletakaknya di meja sesuai perintahku. Sejak kapan aku memiliki kamera. Aku tidak suka berfoto atau merekam sesuatu karena itu semua tidak berguna bagiku.

"Papa belum pulang ya ma. Apa film ayah belum selesai?" Tanyaku yang nampak khawatir karena papa belum pulang juga.

"Belum sayang. Nanti papa segera pulang. Kamu buat video masak kita, nanti tunjukan kepada papa. Papa pasti senang." Suruh mama dengan lembut.

"Iya ma, aku besok kalau sudah besar mau seperti papa menjadi pembuat film yang hebat." Kataku dengan tanganku sudah bergerak mengocok sesuatu berwarna coklat. Sambil sesekali jari telunjukku yang kecil menyentuk cairan coklat dan menjilatnya. Rasanya hampa, apa yang aku makan.

Tok-to-tok. Aku mendengar suara ketukan pintu yang semakin lama semakin keras. Bahkan ketukan itu tidak berhenti sama sekali.

"Ada yang mengetuk pintu ma pasti papa. Biar Elian buka ma." Kataku menberi tahu mama bahwa papa sudah pulang.

"Jangan! Di luar hujan dan dingin. Biar mama yang buka saja. Kamu sembunyi di dalam sini. Jangan ke mana-mana sampai mama yang buka." Tukas mama menarikku dan memasukanku di sebuah ruangan yang kecil dan pengap.

Aku di suruh bersembunyi di dalam tempat gelap ini. Pintunya pun mama tutup. Sampai pintu kolong itu ada yang membuka dan membuat aku bisa melihat semuanya. Melihat kamarku yang sudah terang. Ternyata sudah pagi. Aku aku habis bermimipi. Mimpi Apa itu. Kenapa aku tidak bisa melihat wajah itu dengan jelas. Tadi aku bermimpi apa. Ulang tahun? Kue? Mama, papa? Kenapa aku tidak bisa nengingatnya dengan jelas. Astaga kepalaku pusing.

.......***......

Aku sedang sarapan dengan lesuh. Tumben sekali aku tidak bermimpi menakutkan seperti biasanya namun aku sulit mengingat bangian-bagian dari mimpi tadi malam. Sepertinya aku bermimpi tentang ulang tahunku karena ada kue ulang tahun, mama dan papa.

"Kau kenapa Elian, anak mama terlihat murung." Tanya mama tersenyum cantik. Aku baru sadar telah membuat sarapanku menjadi berantakan. Aku lalu berusaha merapikannya di piringku.

"Tidak ada apa-apa ma. Aku baik- baik saja." Jawabku tersenyum kikuk.

"Apa kau butuh sesuatu, apapun akan papa berikan padamu." Tanya papa menawariku sesuatu yang aku inginkan. Aku sudah memiliki apa yang aku inginkan, aku tidak butuh sesuatu yang ingin aku milik sekarang.

"Tidak pa, aku tidak ingin meminta sesuatu. " Tolakku dengan santai. Papa lalu memakan sarapannya dengan tenang.

"Makanlah Elian, sebelum terlambat sekolah. Dari tadi kamu cuma mengaduk makananmu menjadi bubur. Apa kau ada masalah sayang." Tanya mama khawatir karena aku terlihat cuek tidak berselera makan.

"Tidak ada." Jawabku cuek.

"Kau terlihat seperti orang sakit Elian. Biarkan Orlan mengantarmu ke sekolah. Kalian bisa berangkat bersama seperti biasanya. " Seru mama yang membuatku kaget. Aku tidak ingin bertemu Orlan. Aku takut dengan Iblis jahat itu.

"Tidak mah, aku mau berangkat sendiri naik bus sekolah." Jawabku menolak berangkat sekolah bersama Orlan. Mama belum tahu jika Orlan sebenarnya sudah dirasuki oleh Iblis jahat.

"Kenapa tidak memakai mobil mama saja. Pakailah ke sekolah tiap hari bersama orlan. Mama tidak keberatan. Mobil mama buat kamu saja." Tawar mama menyuruhku memakai mobil mama yang sering aku pakai. Aku hanya ingin pergi sekolah bersama teman-temanku terhindari dari Orlan.

"Tidak ma aku mau naik bus saja." Tolakku lagi kukuh ingin berangkat sekolah naik bus.

"Sudah ma jangan dipaksa, biarkan Elian melakukan apa yang dia mau. Dia sudah dewasa sekarang." Timpal papa agar mama tidak terlalu khawatir denganku.

"Tapi siapa yang tidak khawatir anaknya terlihat murung seperti ini. Sepertinya anakkku sedang ada masalah sampai kehilangan nafsu makannya. Akan mama bawakan bekal untukmu." Seru mama lalu membuatkan bekal untuku.

"Iya."Jawabku langsung menerima kotak bekal yang mama buatkan untuk. Kemudian aku berangkat sekolah bersama teman-temanku dengan naik bus sekolah.

.........****........

Di sekolah aku merenungi apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan Orlan. Apa aku harus menemui pemuka agama untuk mengeluarkan iblis itu dari tubuh Orlan. Aku harus menuju ke kota Aex city, di mana tempat pemuka agama terbesar berada di sana. Aku memang harus ke sana menemui pemuka agama.

"Elian ayo ke kantin. Aku sudah lapar." Ajak Ned membuyarkan lamunanku.

"Aku membawa bekal Ned." Kataku menolak ajakan Ned. Aku akan makan bekalku di taman.

"Astaga, tidak biasanya kamu membawa bekal. Ahh coba lihat." Aku menunjukannya kepada Ned. Memang selama ini aku tidak pernah membawa bekal makan sama sekali, beda dengan Ned yang terkadang membawa bekal dari rumah karena dia sering lapar.

"Wahh cukup banyak. Ayo kita makan berdua di taman tempat biasa." Seru Ned berdecak kagum dengan bekalku. Mama memberikan bekal yang sangat banyak bahkan sangat komplit.

"Boleh." Kataku langsung berdiri membawa bekal ke taman.

Kami berdua biasa duduk di bawah pohon dekat tangga masuk ke gedung sekolah. Tangganya nampak tinggi sekali seperti di atas bukit. Dari atas sini aku bisa melihat dengan leluasa. Aku memakan sedikit bekakku, memakan makanan yang aku suka saja. Yang lain aku sisihkan untuk Ned makan.

"Bukannya itu Orlan bersama Erick." Seru ned menujuk orlan yang berjalan dengan erik sambil bercanda. Seketika aku terkejut, rasa takut itu menyelimuti tubuhku lagi. Aku takut jika Orlan akan membunuh Erick.

"Iya, mau ke mana dia?" Tanyaku khawatir.

"Siap yang tahu, tanya saja padanya. Kau ini kenapa aneh sekali, kau nampak khawatir pada mereka." Seru Ned nampak heran dengan sikapku yang terlihat khawatir kepada mereka.

"Tidak!" Sangkalku.

"Wajahmu terlihat suram, apa hantu itu masih mengganggu mu." Tanya Ned tiba-tiba membahas hantu wanita bernama Lilian Gleeson.

"Tidak." Jawabku jujur. Karena memang bukan hantu Lilian yang membuatku merenung seperti ini melainkan Orlan yang sedang dirasuki Iblis jahat.

"Ini enak sekali. Jika kau ada masalah cerita saja padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu. Jagan khawatir seperti ini lihat kau terlihat lesuh tidak bertenaga. Ini bekalmu juga aku yang menghabiskanya." Seru Ned sambil makan. Ned sangat baik padaku. Aku sangat mengharapkan bantuannya.

"Tidak apa-apa, makanlah aku tidak lapar." Tukasku membiarkan Orlan memakan habis bekalku. Aku belum siap mengatakanya kepada Ned.

Aku melihat wanita berkacamata yang aku ingat kemaren jatuh di kelasnya Orlan. Dia seakan ingin bertemu denganku karena dari tadi dia mengamatiku dari jauh.

"Elian lihat itu pacarmu bukan! kenapa dia malah pergi dengan laki-laki lain." Tukas Orlan menunjuk ke arah Erisha yang bersama temanya masuk ke mobil seseorang laki-laki. Aku memang marah jika Erisha berdekatan degan cowok lain tapi aku tidak bisa mengekangnya. Erisha akan marah dan memberontak laku meninggalkanku jika aku bersikap terkaku overprotektif. Aku tidak ingin kehilangan Erisha.

"Dia bilang akan mengerjakan tugas kelompok bersama. Jadi aku tidak terlalu khawatir." Seruku tidak memperdulikan Erisha yang oeergi dengan laki-laki lain. Sebelumnya Erisha sudah bilang padaku jika dia akan mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temanya. Sehingga aku tidak perlu khawatir lagi jika dia selingkuh dari aku.

"Kau terlalu lemah dan polos. Siapa tahu kalau Erisha selingkuh darimu." Ned menambahi, membuat hatiku semakin panas. Tapi aku percaya pada Erisha jika dia wanita yang baik dan setiap padaku.

"Aku percaya padanya." Tukasku menimpali Ned agar diam tidak membahas Erisha lagi.

"Kau terlalu positif thinking El. Kau tidak tahu isu tentang Erisha, dia itu suka gonta-ganti pacar. Aku heran kenapa kau bisa menyukai wanita seperti itu. Banyak wanita yang cantik dan baik hati di dunia ini, tapi kau malah memilih wanita dengan sikap buruk seperti itu." Seru Ned memperingatiku. Aku hanya mendengus malas tidak ingin membahas tentang Erisha. Biarkan Erisha melakukan apa yang dia inginkan.

"Hei aku mencintainya tidak perduli seburuk apapun dia aku tetap mencintainya." Tukasku kesal.

"Makan itu cinta." Cibir Ned yang malas dengan omonganku yang selalu membela Erisha.

"Kenapa kau emosi berlebihan seperti itu." Cibirku balik.

"Itu karena kau keras kepala." Dengus Ned kesal. Aku memang keras kepala.

"Hai apa kau temenya Orlan." Tanya wanita berkacamata itu. Akhirnya dia berani menemuiku.

"Iya. Bukanya kau teman sekelasnya Orlan?" Tanyaku balik.

"Benar. Namaku Serena senang bertemu denganmu Elian." Sapanya mengenalkan diri, lihat dia sudah mengenalku bukan karena dari kemaren dia terus mengawasiku.

"Apa kau akan menggodanya, dia sudah punya pacar. Lihat itu, pacar jalangnya yang lagi pergi." Ucap Ned membuatku geram karena dari tadi dia menjelek-jelekan Erisha.

"Apa yang kau katakan Ned!" Kataku geram menatapnya dengan tajam. Dia malah mengalihkan pandanganya ke tempat lain. Dia enggan berdebat denganku.

"Tidak ada, lupakan saja! Aku tidak tertarik dengan obrolan kalian aku mengantuk karena kekenyangan. Aku akan tidur sebentar, bangunkan aku jika sudah bel masuk." Ucap Ned langsung membaringkan tubuhnya di rerumputan tanpa takut gatal melanda badanya. Dia menggunakan tas untuk tumpuan kepalanya. Lalu berbaring miring membelakangiku. Sepertinya Ned sudah malas berdebat denganku. Aku memang keras kepala.

"Ada perlu apa kau menemuiku. Aku lihat dari tadi kau mengamatiku sepanjang hari." Tanyaku karena aku merasa di mana-mana selalu melihat wanita ini.

"Sebenarnya percaya tidak percaya ada yang aneh dari diri Orlan. Aku mengatakan ini padamu karena aku melihat kau teman dekatnya. Ini menyangkut meninggalnya Keyle juga. Aku tahu jika kamu tidak akan percaya. Tapi aku ingin kau percaya padaku. Maafkan aku mungkin di matami aku terlihat aneh." Serunya dengan ragu. Tapi aku merasakan apa yang dia rasakan jika Orlan terlihat berbeda karena dia dirasuki roh jahat.

"Aku mengerti, silahkan bicara!" Kataku mempersilahkan Serena bicara.

"Kau tidak menolak aku bicara. Banyak anak yang menghindariku dan tidak percaya padaku karena berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa mereka lihat. Mereka menganggapku aneh." Tukasnya dengan wajah sedih. Sungguh kasiah dia tidak memiliki teman yang mendukungnya.

"Kenapa mereka begitu jahat padamu." Seruku simpati padanya.

"Karena aku indigo. Aku bisa melihat makhluk halus yang tidak bisa orang lain lihat. Maka dari itu mereka tidak ingin aku mengatakan sesuatu yang aneh yang tidak mereka ketahui. Itu sangat menyebalkan menjadi anak indogo di mana aku tidak bisa beraktivitas normal karena melihat sesuatu yang aneh." Curhatnya padaku. Dia bisa melihat Iblis jahat yang merasuki tubuh Orlan karena dia indigo.

"Tidak apa-apa aku mengerti. Kau harus menjadi wanita yang kuat dan pemberani." Ucapku memberi semangat pada Serena yang terlihat kehidupannya lebih menyedihkan dari aku.

"Terimakasih dukungannya. Aku hanya ingin mengatakan bahwa Ada iblis jahat yang mengganggu Orlan. Jadi aku punya saran kau pergilah ke dukun, ini alamatnya. Dia akan membantumu mengalahkan iblis jahat yang ada pada dirinya. Namanya nyonya Lhara Diandra. Aku tidak bisa banyak membantu, jujur saja aku juga takut. Aku indigo jadi aku tahu kalau temanmu sedang kerasukan iblis jahat. Kamu harus berhati-hati. Aku pergi duluan sampai jumpa." Ucapnya sambil celingukan melihat ke segala penjuru takut ada yang mendengarnya. Sampai tatapanya berhenti mengarah ke belakangku. Dia langsung bergegas membawa buku dan pergi.

"Tunggu! Tapi, terimakasih!" Kataku dia seperti sangat tergesa-gesa pergi dari sini aku jadi enggan bertanya lagi. Padahal aku ingin meminta nomernya agar aku bisa menghubunginya jika aku butuh bantuannya, tetapi dia malah pergi begitu saja dengan ketakutan.

Apa yang dia berikan. Aku menerima secarik kertas yang bertuliskan nama dan alamat rumah orang itu. Jika dilihat kadang Orlan bersikap biasa saja namun juga terkadang berbeda dan menakutkan. Orlan juga tidak ada hubungannya dengan Lilian jadi aku bisa menyelamatkan Orlan terlebih dahulu. Orlan lebih penting daripada wanita itu.

Aku lalu menyimpan kertas itu di saku bajuku dan berusaha melihat ke belakang di mana Serena terlihat begitu ketakutan. Alhasil aku melihat Orlan yang menatapku dengan senyum sinis itu dari jauh.

"Bangun Ned sudah waktunya masuk ke kelas." Tukasku menggoyang-goyangkan lenganya yang super besar itu untuk membangunkannya. Aku ingin kabur daru aiwbi secepatnya sebelum Orlan menghampiriku. Ned tidurnya nyenyak sekali.

"Aku baru saja tidur." Gerutunya enggan bangun. Kalau sudab tidur susah banget bangunnya. Ned ayo bangunlah, lihat Orlan sudah berjalan menuju ke sini.

"Kau sudah tidur satu jam penuh. Cepat bangunlah aku akan meninggalkanmu sendirian di sini." Ucapku beranjak dari dudukku dan mulai meninggalkan ned yang enggan bangun.

"Hahh, tunggu!" Serunya terperanjak langsung membawa tasnya mengikutiku dengan tergesa-gesa. Hahaha dia sampai ngos-ngosan berjalan mengikutiku karena tubuhnya yang besar sangat berat di gerakkan. Akhirnya aku bisa bernafas lega Orlan dia tidak mengikutiku.

......***.......
.
.
.
.
To be continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro