Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode-08


*HANTU JASMINE*

.
.
.
.
.......***.....

Kepalaku pusing sekali. Rasanya aku masih di dalam mobil. Aku ingat kejadian tadi. Mayat Jasmine. Aku berusaha memposisikan diriku dengan nyaman. Aku meminta penjelasan dari Orlan yang tetap membawaku pergi tanpa menolong Jasmine.

"Orlan kenapa kita pergi, di mana Jasmine. Kita menabraknya tadi. Aku khawatir padanya." Ucapku cemas.

"Kenapa kau mengkhawatirkan orang yang sudah mati." Seru Orlan ketus.

"Tapi dia orang baik. Dia menyelamatkanku juga, tidakkah kau kasian padanya."

"Aku meninggalkannya di sana."

"Kenapa kau meninggalkan dia di sana, kita harus bertanggung jawab."

"Dia adalah penghianat bagi kelompok mereka. Maka dia mendapat hukuman dari sang raja. Dia mati bukan karenamu, tapi karena sang raja. Jadi, kau tidak perlu ikut campur dengan urusan mereka. Identitas mereka sangat rahasia, kita harus pergi dari sini. Polisi tidak akan pernah curiga dengan kematiannya." Aku hanya menghela nafas dan melihat ke luar jendela menghadapi kenyataan yang ada bahwa Jasmine telah mati dibunuh oleh iblis itu. Aku tidak bisa melakukan apa-apa, termasuk tidak bisa menyelamatkannya.

"Tapi bagaimana dengan Jasmine. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia menderita." Kataku lemah karena tidak percaya dengan apa yang aku lihat dan alami hari ini. Aku benar-benar kasihan pada Jasmine yang harus menderita karena iblis jahanam itu.

"Tenangkan dirimu. Kau bisa istirahat lagi. Tadi kau pingsan karena kelelahan. aku akan menjagamu." Orlan mengelus pucuk kepalaku dan tersenyum tipis. Kemudian kembali fokus mengemudi.

"Tapi aku takut sekali. Bagaimana kalau mereka mengikutiku. Aku salah satu penghianatan bagi mereka juga. Bagaimana kalau mereka mencariku dan membunuhku. Aku tidak mau menjadi budak iblis jahanam itu." Cemasku yang membuat masalahku menjadi bertambah rumit.

"Jangan khawatir, semua itu tidak akan terjadi. Sekarang tidurlah." Orlan mengusap kepalaku lagi yang membuat mataku lelah dan mengantuk.

......***......

Rasanya nyaman sekali untuk tetap berada dalam posisi seperti ini. Aku ingin tidur lebih nyenyak lagi. Namun bantal yang kepalaku tumpangi terasa naik turun seirama nafas yang aku ambil. Itu membuatku terheran dan perlahan membuka mata.

"Orlan! Kau." Aku sungguh terkejut. Aku menyentuh tubuh seseorang yang sedang aku peluk. Aku pikir itu ada guling ternyata Orlan yang berada di sampingku. Aku langsung melihat sekelilingku, tempat ini ternyata adalah kamarku sendiri.

"Kenapa?" Tanya Orlan yang masih berusaha menyandarkan kepalaku di dadanya lagi namun aku menepisnya.

"Kau yang membawaku ke kamarku. Kenapa kau tidak membangunkanku saja. Bukanya itu sangat merepotkan mu." Protesku karena aku malu membayangkan bagaimana aku pingsan dan Orlan membawaku. Ahh aku tidak mau mengingatnya.

"Kau segalanya untukku. Tidurlah lagi, kau terlihat nyaman dari tadi." Serunya dan mempererat pelukan tangan kokohnya padaku.

"Itu karena ada kau. Terimakasih untuk semuanya. Bagaimana dengan sekte sesat itu?" Tanyaku penasaran, apakah dia akan mengikutiku dan menjadikanku sebagai tumbal.

"Apa yang kau ingin tahu!" Ah aku sudah tahu semua informasi dari Jasmine, mungkin Orlan tidak mendengarnya sehingga dia bertanya apa aku masih ingin mengetahui tentang jubah merah itu.

"Aku hanya khawatir jika mereka nanti akan menghukumku karena melarikan diri saat upacara mengerikan itu terjadi." Jawabku mengalihkan perhatian Orlan.

"Aku akan melindungimu."

"Aku tidak yakin kalau kau bisa melakukannya, mereka bersama dan kau hanya seorang." Seruku mengejek Orlan karena dia sok kuat akan menang melawan mereka, buktinya saja Jasmine mati mengenaskan seperti itu.

"Apa yang kau takutkan, aku sangat kuat. Mereka tidak akan berani melawanku bahkan menyakitimu. Tidurlah lagi." Kata-katanya terlihat membual tapi membuatku lega, lalu dia membaringkan kepalaku di samping kepalanya.

Aneh jika aku menaruh kepalaku di dadanya seperti tadi. Aku teringat akan wasiat Jasmine padaku, haruskah aku membaginya dengan Orlan. Sehingga ada orang yang bisa membantuku menyelesaikan masalah Jasmine dan hantu wanita itu.

"Bagaimana dengan Jasmine dia dia menga(takan)....." Aku belum selesai mengatakannya Orlan sudah memotong bicaraku. Terlihaat dia enggan mendengarkan aku bicara tentang Jasmine. Padahal ini sangat penting, aku harus berbagi wasiat Jasmine kepada Orlan agar aku bisa mempunyao teman untuk berbagi.

"Sudah, dia bukan urusan kita." Selanya enggan menanggapi omonganku.

"Tapi di-dia...."

"Elian! Kau kelelahan dan besok kita harus berangkat sekolah, jadi beristirahatlah!" Orlan sepertinya tidak ingin membahas tentang Jasmine lagi. Padahal aku benar-benar takut dan khawatir tentang Jasmine. Bagaimana aku harus menyampaikan amanahnya kepada kepala polisi siapa itu, aku lupa namanya. Kalau tidak salah namanya pak Adam Wright.

"Orlan ada yang masih mengganjal di dalam pikiranku!" Tanyaku yang teringat sesuatu.

Sesuatu yang membuat aku penasaran adalah Orlan, bukanya dia mengalami hilang ingatan. Tapi Kenapa dia bisa mengingat jalannya dengan detail. Bukanya itu terlihat mencurigakan. Jika Orlan anggota baru, berarti dia sama denganku harus menutup mata sampai upacaranya selesai. Namun kenapa dia bisa menghafal jalan menuju ke mensen itu.

"Apa!"

"Kenapa kau baik-baik saja setelah mengikuti sekte sesat itu. Mereka tidak menyiksamu kan?"

"Hahaha tentu saja tidak. Aku diterima di sana jadi aku tetap baik-baik saja."

"Tapi kau hilang ingatan setelah dari sana. Tapi sekarang kau bisa mengingat rute jalan menuju  ke besmen mereka. Bukanya itu aneh."

"Kau bicara apa. Aku sempat hilang ingatan setelah aku jatuh ke jurang karena longsor waktu perjalanan pulang. Kepalaku terbentur dan membuatku pusing. Hampir saja aku mati kehilangan nafas. Aku bangun kembali dan mendaki mencari jalan untuk pulang. Sejenak aku melupakan sesuatu yang sangat penting, tapi tidak lama aku ingat kembali setelah melihat kalian satu persatu." Jelasnya kenapa dia bisa hilang ingatan sejenak dan bisa mengingat lagi. Aku bersyukur Orlan dia baik-baik saja sekarang. Aku tidak perduli Orlan dia mau berbohong atau tidak yang pasti aku sangat senang dia baik-baik saja.

"Oouw, begitu! Ayo tidur bersama, besok kita berangkat sekolah bersama-sama." Lebih baik aku tidur dan pikiran masalah itu besok saja.

.......***.......

Sore hari ini aku tidak memiliki aktivitas yang lebih. Hanya duduk-duduk di teras lalu memandang ke jendela di mana ada sebuah pohon besar dan di bawahnya di penuhi dengan bunga-bunga yang indah. aku ingat di bawah sana aku mengubur kucing kecilku yang aku temukan di pinggir sekolah bersama Orlan. Di sanalah aku menemukan bunga merah ini dan mengambilnya.

Semoga kau tenang di surga, maafkan aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Matahari sudah mulai terbenam, terlihat di celah pohon besar di depanku yang membelah menjadi dua. Sungguh indah sekali. Warna bunga-bunga yang berbeda seakan sirna kemudian berubah menjadi berwarna emas tersinari cahaya senja matahari. Aku harus cepat mandi sebelum udara menjadi dingin.

Aku terkejut melihat kamar mandiku yang banyak bertuliskan tulisan 'Pergi dari sini!' Kenapa? Apa karena hantu wanita itu. Kenapa dia mengusirku lagi. Apa yang ingin dia beritahu padaku. Aku mendengar suara teriakan yang sangat keras sampai aku berjongkok untuk menutup telingaku rapat-rapat.

Semua bergetar dan bergoyang seperti ada gempa melanda. Lalu jantungku berdegup keras seirama dengan napasku yang keluar, udara seakan hilang dan mencekik. Udara dingin menerpa pundakku. Seperti ada seseorang yang berdiri di belakangku. Bahkan aku bisa merasakan kehadirannya, dia mulai mendekat. Aku ketakutan badanku sudah bergetar lemas, 'Elian kumohon pergi dari sini.' Serunya lalu menghilang.

Aku bisa bernafas dengan leluasa sekarang. Siapa hantu wanita itu, kenapa aku jadi semakin penasaran. Aku harus mencari tahu kunci apa itu. Segera membongkar segala rahasia tentang wanita itu. Rasanya hidupku berganti menjadi mengerikan. Semua seakan ditutup-tutupi dariku. Aku seperti kehilangan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Rasanya seperti berlubang begitu besar.

.......***.......

Ke esokan harinya. Aku menutup buku pelajaranku dan merenungi kehidupanku yang menakutkan. Jika diingat kejadian demi kejadian, aku harus memikirkan hubungan diantaranya. Orlan, dia pertama kali sumber di mana kekacauan terjadi. Tapi aku tidak bisa menyalahkanya, karena dia tidak ada hubungannya dengan wanita itu.

Lalu bibi Margaretha malah menuduh dia bukan Orlan, bahkan Jasmine yang aku temui mengatakan kalau dia juga bukan Orlan. Masalah Orlan berkaitan dengan jubah merah itu, penganut (sekte) ajaran sesat. Mau bagaimanapun Orlan tetaplah Orlan. Dan sekarang Orlan sudah tidak mengikuti sekte jubah merah itu lagi, aku menjadi sedikit tenang.

Yang ke dua, sejak aku menemukan bunga aneh itu aku sering mendapat gangguan dari hantu wanita itu yang entah siapa namanya aku belum mengetahuinya. Hantu itu selalu menyuruhku untuk pergi dari rumahku sendiri. Kurasa hantu wanita itu tidak bermaksud jahat padaku. Lalu bunga itu Mama bilang ramuan awet muda. Apa hubungannya dengan hantu wanita itu. Apa mama membunuhnya dan menggunakan darahnya untuk menyirami bungai itu agar bunganya berkembang. Itu tidak mungkin, mama tidak mungkin melakukanya. Hahh membuat kepalaku bertambah pusing.

Sekarang di balkonku penuh dengan bunga karena Orlan setiap datang selalu membawanya satu demi satu. Semua warna bunganya berbeda-beda dan bentuknya pun juga beragam. Dia tahu aku suka mengoleksi tanaman dan membawakan bunga setiap hari. Hahh aku menyukai tanaman bukan bunga saja. Dia terkadang sangat lucu. Aku sampai tersenyum mengingat tingkah lucunya.

Aku terpikirkan oleh hantu wanita itu lagi. Apakah ada hubungannya hantu wanita itu dengan Mama dan papa. Yang membuatku kaget adalah kematian hantu wanita itu ada kaitannya dengan jubah merah itu. Walaupun masalah Orlan dan wanita itu tidak berkaitan namun masalah mereka berdua berkaitan dengan sekte jubah merah. Berarti semua masalah berasal dari sekte jubah merah itu.

Mereka memang menakutkan dan pengganggu. Bagaimana cara untuk melawan mereka. Apa Mama juga termasuk anggota jubah merah itu, namun itu tidak mungkin. Mama selalu menasehatiku jika sekte sesat itu sangat berbahaya. Atau jangan-jangan wanita itu ingin minta bantuan mama, karena mungkin mama adalah sahabat dekatnya. Sejak kapan aku bisa melihat hal-hal goib seperti itu, jika di meminta pun aku tidak ingin bisa melihat hantu. Sekarang aku yang harus membantunya.

Masalah yang berat untukku sekarang adalah mana yang harus aku percaya. Semua seakan semu dan membingungkan. Bahkan semua memiliki rahasia masing-masing. Sampai di sini aku masih tidak tahu apa-apa, ya Tuhan tolong bantu aku menyelesaikan masalah ini.

"Kau kenapa melamun sendirian di sini. Rasanya enak ya di balkon melihat bunga-bunga yang indah bermekaran. Menikmati malam yang begitu cerah bahkan bulan tersenyum padamu." Seru Erisha yang memelukku dari belakang dengan manja.

"Kau pandai sekali menggoda." Kataku tersenyum padanya.

"Tentu saja sayang. Aku sudah pulang tapi kau malah tidak menyambutku sama sekali. Kau tahu betapa sedihnya aku tidak bisa memegang piala juara satu. Huhuhuhuh itu impianku dari kecil." Erisha mengadu kegagalannya untuk mendapatkan juara satu dalam acara pencarian bakat itu dengan manja. Dia sangat manja sekali.

"Duduklah aku menyiapkan ini semua untukmu." Seruku menarik tangannya dan menuntunnya duduk di hadapanku.

"Benarkah!" Dia kaget dan tidak percaya.

"Tentu saja. Papa dan Mama sudah mengenal dan percaya padamu. Mereka menyukaimu dan aku sangat mencintaimu. Mereka berdua sangat senang melihatmu tampil di TV bahkan mengirim ribuan sms untuk mendukungmu." Jelasku agar dia tidak merasa berkecil hati karena kalah dari acara pencarian bakat itu walaupun semuanya hanya bohong.

"Aoww, kalian sangat baik sekali padaku. Aku jadi terharu dan sangat senang." Serunya dengan senyum indah menghiasi wajahnya.

"Aku yakin suatu hari nanti kamu bisa menjadi penyanyi yang hebat dan berbakat. Ini untukmu sayang, semoga kamu suka." Seruku sambil memberi sekotak hadiah berisi sepatu highheel merah yang elegan.

"Terimakasih sayangku." Erisha menerimanya dengan senang.

"Hallo sayangku, apa kabar!" Tiba-tiba Mama datang membawa makanan ringan dan meletakkannya di meja. Tidak lupa memberi kabar pada Erisha karena sudah lama tidak melihatnya kembali.

"Kabarku baik bibi, lalu bagaimana kabar bibi juga, bibi tambah cantik." Mereka berdua berjabat tangan lalu berpelukan tidak lupa cipika-cipiki. Aku hanya asyik menjadi penonton.

"Ahh kamu bisa saja menggoda bibi, bibi jadi malu Hahaha."

"Iya bibi. Nanti jangan lupa kasih tips agar wajah tetap fresh dan bercahaya."

"Tentu saja kalau buat kamu mana bisa bibi menolak. Kamu itu sudah cantik dari lahir. Punya bakat yang bagus lagi. Kamu wanita yang sempurna untuk Elian." Puji Mama yang membuat Erisha teripu malu.

"Bibi terlalu banyak memujiku. Kalau dibanding dengan bibi, aku masih kalah cantik. Hahahaha."

"Bibi keluar dulu ya, kalian baik-baik di rumah. Bibi tidak akan lama perginya. Sampai jumpa, Mama pergi dulu ya nak."

"Iya mah hati-hati di jalan."

"Bibi hati-hati ya aku sayang bibi."

"Iya sayang muah muah." Mereka cipika-cipiki sebelum berpisah dan aku menghabiskan malamku bersama Erisha sampai mama dan papa pulang. Setelah itu aku mengantarkan Erisha pulang ke rumah.


.......***........

Keesokan harinya mumpung ada tugas sejarah aku jadi bisa ke perpustakaan. sekalian membayar denda karena menghilangkan buku itu 'Flowers From The Hell'. Aku merasa aneh. Aku berusaha membayar ganti rugi tentang buku itu. Tapi di sana tidak ada catatan jika mereka memiliki buku itu.

Kenapa aneh sekali. Buku apa itu sebenarnya. Buku itu berisi bunga-bunga langka termasuk bunga yang aku miliki sekarang.  Aku harus mencarinya, mencari tahu bunga apa yang aku miliki sekarang. Apakah di toko buku ada yang menjualnya. Besok libur sekolah, pergi saja ke toko buku bersama Erisha. Akhirnya punya kesempatan untuk pergi bersama dengan Erisha.


.......***.......

"Sayang ini sudah ke toko buku yang ke tiga. Buku apa yang kau cari." Erisha sudah merengek lelah dan bosan mencari buku yang aku inginkan.

"Cari saja judul buku Flowers From The Hell." Suruhku padanya yang masih fokus mencarinya.

"Tidak ada sayang. Aku sudah melihatnya empat kali tapi tetap saja tidak ada. Ayo makan yuk. Sudah siang, aku sudah lapar." Erisha menarik-narik lengan bajuku untuk segera pergi dari toko buku ini. Aku menghela nafas karena sepanjang hari dari toko ke toko tidak juga menemukannya.

"Baiklah kita pergi makan dulu. Mungkin aku akan mencarinya kapan-kapan." Jawabku lelah. Erisha sangat senang lalu kita pun keluar dengan tangan kosong.

"Aku mau makan di restoran Korea."

"Iya. Aku tidak suka pilih-pilih makanan, jadi aku ikut saja."

"Sayang habis makan temani aku beli baju untuk pemotretan album kenang-kenangan besok ya."

"Iya!"

.......***......

"Menurutmu ini cocok tidak!" Tanya Erisha yang tidak aku pedulikan.

"Bagus!" Jawabku tanpa melihatnya, hari ini aku capek sekali. Keliling toko bahkan aku tidak mendapat apa yang aku cari, sungguh kecewa.

"Kenapa kau sibuk dengan hpmu terus."

"Orlan dia terus saja menggangguku."

"Mungkin dia cemburu padamu."

" Iya cemburu! Karena aku mendapatkan pacar secantik dirimu." Candaku.

"Bukan! Aku yang beruntung mendapatkanmu, cowok secantik dirimu."

"Hemm jangan bercanda. Aku sudah mematikan ponselku, jadi kita bisa bebas pergi sekarang." Kataku yang sudah lelah dan malas untuk bergerak mengikuti Erisha yang mondar-mandir memilih baju.

"Kau baik sekali sayang. Jangan lupa nanti malam kita pelukan lagi ya. Aku sudah menantikannya sejak di asrama. Kita terakhir melakukanya kapan ya mungkin dua minggu sebelum aku pergi ke asrama. Kau ingat itu kan."

"Tapi aku capek sekali hari ini sayang besok saja." Tolakku yang benar-benar merasa kelelahan. Rasanya ingin pulang dan tidur.

"Tapi aku maunya sekarang!" Erisha tetap memaksa dengan wajah sedihnya, aku jati tidak tega untuk menolaknya.

"Iya. Aku akan pesan hotel dulu."

"Jangan! Kita akan melakukanya di kamarku." Mataku melotot terkejut karena mendengar ucapan yang sensitif dari Erisha.

"Kita tidak bisa melakukanya di sana. Bagaimana jika kedua orangtuamu tahu." Tolakku enggan melakukan hal mesum di rumahnya Erisha.

"Tenang saja mereka sedang liburan ke pantai dua hari. Di rumah tidak ada orang. Ayo kita pergi ke tempat selanjutnya."

"Haiyahh aku capek sayang. Besok aku akan ke rumahmu, aku janji oke!"  Erisha hanya mengangguk setuju lalu mencium pipiku singkat dan berjalan lagi memilih baju. Mau tidak mau aku harus mengikuti langkahnya untuk membeli barang yang dia mau. Aku pulang dengan tangan kosong tapi Erisha dengan banyak barang yang terlihat tidak berguna. Terserahlah.

......***......

Aku kembali pulang dengan mengendarai mobil ibuku setelah mengantarkan Erisha pulang. Jalan nampak sepi sekali. Malam juga sudah larut. Angin dingin sekali menerpaku, membuat bulu kudukku merinding. Aku berusaha bersikap tenang dan tidak berpikiran negatif.

Jangan takut, jangan takut. Aku harus berani. Entah mengapa aku seperti di ikuti. Aku merasa was-was dan khawatir. Aku melihat spion mobil namun tidak menemukan apa pun. Aneh, perasaan ada yang mengikutiku tapi kenapa jalan begitu sepi. Hanya ada aku yang lewat. Aku tengok beberapa kali di spion tetap tidak ada kendaraan yang mengikutiku atau hanya sekedar lewat seperti aku.

Mungkin saja hanya perasaanku saja. Siapa yang akan lewat di jam segini. Degg, jantungku langsung meloncak kaget, ada yang aneh. Lampu jalan yang aku lewati mati begitu saja, terus menerus seperti itu. Aku masih memperhatikan spionku.

Dan benar saja lampunya satu persatu mati semakin cepat seperti mengikutiku. Oh Tuhan jangan lagi. Aku mohon jangan ganggu aku. Jangan sekarang, aku takut. Aku sedang sendirian sekarang. Oh tidak  aku mohon jangan ganggu aku. Tiba-tiba mesin mobilku berhenti yang membuat mobilku berhenti berjalan. Aku langsung mematung karena takut dan panik.

Mobilku berhenti tepat di dalam terowongan. Di terowongan ada lampu tapi semua lampu perlahan mati dari arah belakang. Aku menyaksikannya sendiri sampai Lampung terakhir yaitu lampu terowongan. Secara bersamaan langsung mati.

Keadaan gelap gulita. Aku tidak bisa melihat apapun. Aku mohon selamatkan aku. Aku berusaha menghidupkan mobilku namun tidk kunjung bisa. Aku mohon, tolonglah nyala, nyala. Ya Tuhan, aku mohon jangan sekarang. Hp, aku teringat hal penting yang harus aku bawa. Aku harus menghubungi siapapun itu.

Orlan, Iya Orlan. Aku mencari nomor telepon Orlan dan berusaha menelfonya namun tiba-tiba hpku mati begitu saja. Kenapa ini, perasaan baterainya masih banyak. Oh tidak, aku mohon nyala, nyala. Aku masih gemetaran berusaha melihat keseklilingku yang gelap gulita. Sambil memegang hp yang mati aku berdoa sebisaku, semoga Tuhan memberkatiku keselamatan.

Brakkk, aku dengar suara mobilku di hantam sesuatu dari atas. Aku kaget bukan main dan menjerit sebisaku. Aku takut sekali aku bahkan tidak berani keluar dari mobil. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku tidak bisa apa-apa. Kenapa mereka terus menggangguku, apa salahku.

Jika aku punya salah aku mohon maafkan aku. Dengan nafasku yang  ngos-ngosan hampir kehabisan oksigen, aku berusaha memberanikan diri untuk tenang. Namun tetap saja mereka menggangguku.

"Kumohon maafkan aku, maafkan aku, maafkan Aku, maafkan aku." Rancauku gemetaran. Perlahan aku merasakan ada kedua tangan yang muncul di samping kepalaku. Perlahan-lahan meregangkan jari-jari yang mengerikan membuat aku tegang seketika. Dia lalu menutup mataku dan aku berteriak dan berusaha melepaskan diri darinya.

Sampai akhirny aku berhasil, walaupun kacamataku harus jatuh ke bawah. Aku tidak berani mengambilnya karena gelap. Aku berbalik ke belakang mencari asal tangan yang mengerikan itu. Namun tidak aku temukan sesuatu yang mengerikan. Aku lalu mengatur nafasku lagi. Lampu jalan di depanku hidup kembali. Hanya satu, hanya lampu itu saja.

Lalu perlahan-lahan aku melihat seorang wanita berdiri di sana. Hanya siluet hitam yang bisa aku lihat padahal itu di bawah lampu harusnya terlihat tubuhya. Oh apa aku melihat hantu sekarang. Aku mohon jangan ganggu aku.

Dia berdiri di sana mematung. kemudian lampu jalan di belakangku hidup kembali dan hanya satu. Aku melihat siluet anak kecil bermain bola. Mana mungkin Malam-malam begini ada anak yang bermain bola sendirian di terowongan lalu dia menendang bolanya membentur kaca belakang mobil yang sontak membuatku kaget. Aku langsung berpaling ke depan menutup mataku tidak ingin melihat ke belakang.

Aku berbalik melihat ke depan karena takut namun alangkah terkejutnya ternyata wanita itu sudah ada di depan mobilku menatapku dengan wajah hancurnya. Seketika aku menjerit dan menutup mataku lagi.

Serasa senam jantung, aku berusaha memberanikan diri melihat ke depan apakah wanita itu masih ada di sana. Keadaan kosong tidak ada apa-apa. Aku sungguh terkejut jika hantu wanita berwajah hancur itu adalah Jasmine. Aku merasa bersalah, apakah karena aku dia jadi arwah penasaran seperti itu.

Tiba-tiba aku mendengar suara Bola menggelinding ke bawah dan anak itu hanya berdiri disana mengamatiku. Aku tidak bisa melihat wajah dan penampilan. Yang bisa aku lihat hanya bayangan anak itu. Lalu aku lihat dia berlari dengan cepat ke arah mobil, aku Sontak kaget karena anak itu berlari ke arahku.

Aku berusaha menarik nafasku dan bersiap-siap untuk menghadapi sesuatu yang mengerikan. Benar saja dia lalu terbang dan menjatuhkan dirinya di depan kaca mobilku. Wajahnya mengerikan hancur dan berdarah. Dia terus saja berkata "kakak, ayo main!" Aku berteriak ketakutan tidak tahu harus berbuat apa.

"Ahhh tidak, aku mohon jangan ganggu aku, pergi! Pergi! Pergi dariku!" Teriakku berusaha menyembunyikan wajahku agar tidak melihat wajah mengerikan itu.

Ke dua telingaku juga aku tutup dengan tanganku. Bibirku bergetar badanku berkeringat dingin bahkan bergetar hebat sejak tadi. Perlahan aku sudah tidak mendengarnya suaranya lagi. Aku mengintip dengan hati-hati, syukurlah dia hilang begitu saja.

Nafasku sudah memburu dan rasa takutku begitu kuat. Aku sapukan mataku ke sekeliling, tidak ada apapun yang ada hanya kegelapan malam tanpa cahaya. Ke dua lampu yang hidup itu juga mati. Aku lalu berusaha menghidupkan HP lagi namun tetap saja tidak bisa menyala.

"Ayo lah, nyala, nyala!"
Namun udara dingin menerpaku lagi. Perasaan takut dan merinding ini semakin bertambah. Hening, tidak terdengar suara hewan apapun. Perasaanku sudah semakin takut. Apa yang akan terjadi selanjutnya.

'Elian kau tidak akan bisa lari dariku hihihihihi.' Suara itu?

"Aaaaaa menjauhlah dariku." Ada seorang wanita mengerikan duduk di sampingku berbicara seperti itu. Aku langsung keluar dari mobil dengan nafas yang memburu. Aku melihat ke sekelilingku yang gelap, nafasku sudah tertelan jauh sampai aku hampir kehilangan kesadaran.

Apa yang harus aku lakukan sekarang, mereka terus saja menggangguku. Dengan tubuh bergetar aku masih saja berdiri dan mengamati ke seklilingiku. perlahan aku melihat sebuah tangan keluar dari mobilku lalu menampakan wajah mengerikan dan.....

Tiiiinnnnnn tiiiinnnnnn tiiiinnnnnn. Suara klakson mobil mengagetkanku. lampu mobilnya menyorot menerangiku. Aku lega karena ada orang lewat yang bisa aku minta bantuan. Semakin lama mobil itu semakin dekat dan berhenti di depanku. Aku sipitkan mataku agar bisa melihat sedikit lebih jelas, ku lihat ternyata mobil polisi.

Dua orang polisi keluar dari mobil tanpa mematikan mesin jadi bisa tersinari cahaya lampu mobil. Lalu mereka mendatangiku yang hanya berdiri mematung.

"Apa yang kau lakukan sendiri di sini nak! Ini sudah malam dan kau masih berkeliaran di jalan. " Seru bapak tua yang mengecek mobilku.

"Apa kau sedang mabuk dan menyetir ugal-ugalan di sini. Sekarang sedang ada pemadaman listrik, sebentar lagi akan menyala normal lagi. Coba aku cium baumu." Dia polisi yang pernah aku temui sebelumya di hotel itu. Polisi yang mesum, kurasa.

"Aku tidak mabuk pak! wajahmu terlalu dekat." Jawabku dengan nada bergetar ketakutan, aku menjauh mundur selangkah menghindari pak polisi itu.

"Yah kau wangi, kita bertemu lagi Elian. Apa yang kau lakukan di sini sendirian?" Tanyanya lagi setelah mengendus badanku.

"Mo-mobilku mati, ma-maksudku mogok." Kataku terbata-bata karena jantungku belum tenang masih, merasa ketakutan.

"Benarkah, lalu kenapa kau tidak memanggil keluargamu atau bengkel. Kenapa malah berdiri di sini. Atau jangan jangan kau baru saja membuang mayat korbanmu di sekitar sini!" Serunya yang membuatku berpikir dua kali. Membunuh, sejak kapan aku membunuh orang, perasaan aku tidak pernah membunuh orang. Dengan hantu saja aku ketakutan apa lagi membunuh. Kenapa pak polisi ini menganggapku pembunuh.

"Apa yang Anda katakan, aku bukan pembunuh." Sangkalku tidak terima karena aku dituduh sebagai seorang pembunuh.

"Kalau kau bukan pembunuh lalu alasan kau berhenti di sini karena mobilmu mogok. Bagaimana jika tidak mogok, apa yang akan kau katakan." Tanyanya yang masih ngotot menganggapku sebagai pembunuh. Aku tidak habis pikir kalau seorang polisi bisa semenyebalkan ini, menuduh orang sembarangan.

"Aku bukan pembunuh pak dan mobilku benar-benar mogok." Jawabku dengan sedikit emosi, bukan berarti aku berhenti di sini karena sedang membunuh seseorang, mobilku benar-benar mogok. Aku sedang dihantui hantu, namun polisi itu seenaknya menuduh orang sembarangan. Dia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya dihantuin sehingga ngomong seenak jidatnya.

Polisi tua itu kembali ke mobil polisi. Sedangkan yang satunya ini masih berusaha mengecek mobilku yang mogok sampai akhirnya bisa nyala kembali tanpa membuka mesin mobil depan. Aku sungguh terkejut kenapa bisa seperti itu. Mungkin saja mobilku mogok karena ulah hantu Jasmine.

"Waoww apa ini yang kau maksud mogok!" Tukasnya dengan nada menyindir.

"Tadi benar-benar mogok dan lampu jalan tiba-tiba mati begitu saja. Aku a-aku ketakutan sendirian di sini." Terangku karena memang mobilku benar-benar mogok.

"Kau bebas sekarang, kau bisa pulang. Menyetirlah dengan benar." Serunya lalu mundur dan mempersilakan aku mengendarai mobilku sendiri.

"Ba-baik pak. Tunggu pak!" Kataku baru ingat jika aku tidak memakai kacamata. Aku tidak bisa menyetir tanpa menggunakan kacamata karena aku menderita rabun jauh.

"Ada apa?"

"Bisakah aku meminjah ponsel Anda untuk mencari kaca mata saya yang jatuh, aku tidak bisa menyetir tanpa kacamata, aku menderita rabun jauh." Pintaku meminjam ponsel pak polisi itu untuk mencari kacamataku yang jatuh ke bawah. Namun dia menolaknya, mungkin dia tidak percaya padaku.

"Ponselmu?! Akan aku carikan."

Dia menyalakan senter di HP-nya lalu  masuk lagi ke dalam mobil. Dia berusaha mencarikan kacamataku yang jatuh ke bawah. Aku masih setia menunggu pak polisi mencari kacamataku.

"Apa anda sudah menemukannya." Kataku menunggu dengan gelisah.

"Auw sayang sekali kacamatamu rusak, sepertinya aku tadi tidak sengaja menginjaknya." Serunya sambil membawa kaca mataku yang sudah rusak.

Framenya bengkok, kaca satunya lepas dan yang satunya pecah terbagi menjadi beberapa bagian. Pasti pak polisi ini menginjaknya dengan tenaga dalam sampai benar-benar hancur kacamataku. Aku hanya pasrah menyetir dengan mataku yang tidak normal. Setidaknya aku bisa melihat. Aku Akan berhati-hati dalam menyetir.

"Kenapa rusak begini, aku jadi tidak bisa memakainya." Seruku kecewa dan sedih, namun aku harus menerimanya.

"Sam, kau bawa mobilnya. Akuku akan mengantarkan anak ini pulang." Aku dengar pak polisi itu berkata seperti itu.

Aku rasa dia merasa kasihan dan berbaik hati mengantarkanku pulang ke rumah. Mungkin saja dia takut akan terjadi kecelakaan karena aku menyetir dengan keadaan mataku yang tidak normal di malam hari. Apa lagi sebelumnya aku sudah bertemu dengan polisi yang mengetahui keadaanku namun dia tidak mau membantuku. Mungkin saja begitu. Siapa yang tahu hati dan pikiran seseorang.

"Baik pak! Saya akan mengikuti Anda dari belakang."

"Masuklah aku yang akan menyetir." Aku langsung mengikuti perintah pak polisi itu masuk ke dalam mobil. Aku seperti tidak asing dengan pak polisi ini, tapi aku lupa siapa namanya. Mungkin karena lama tidak bertemu aku jadi melupakan namanya. Lagi pula tidak terlaku penting mengenalnya.

"Anda akan mengantar saya pulang, terimakasih." Walaupun menyebalkan namun aku tetap berterimakasih padanya karena dia sudah menolongku.

"Tidak masalah." Jawabnya dengan sinis.

Dalam perjalanan aku hanya diam dan pak polisi itu juga diam. Aku tidak pandai bicara jadi aku hanya bisa diam. Pak polisi juga tidak berkata sesuatu. Aku lalu berusaha menghidupkan hpku dengan menchargernya di mobil dan alangkah terkejutnya baterainya masih 75%.

'Kenapa tadi mati!' Gumanku sambil melepaskan kabel cargernya dari hp-ku. Aku tidak tahu kalau pak polisi itu mengamatiku.

"Apa kau bohong padaku, lihat ponselmu nyala."

"Aku juga tidak tahu, tadi tiba-tiba mati."

"Kau pandai berbohong!" Ejeknya yang membuatku kesal.

"Kenapa anda terus menyebut saya pembohong dan satu lagi menyebut saya seorang pembunuh. Saya tidak pernah membunuh orang sama sekali." Kataku yang sedikit tersulut emosi karena dia selalu saja menyebutku pembohong dan pembunuh. Walau aku akui aku dan Orlan pernah menabrak Jasmine sampai tewas. Tapi itu ulah iblis jahanam itu bukan kami.

"Kau dicurigai sebagai pembunuh karena kasus nona Bravely di hotel Tempo hari. Kalian berdua yang ada di samping kamarnya yang mencurigakan." Jelasnya, lalu apa hubunganya dengan kami. Kita tidak saling kenal sama sekali. Tau-tau sudah ada banyak polisi di sana.

"Kami berdua tidak melakukan apa-apa pak sungguh." Sangkalku yang memang benar kami tidak membunuhnya sama sekali.

"Karena kalian bertigalah pengunjung yang menginap di sana. Kau dan temanmu Orlan serta nona Bravely. Jadi kami hanya bisa menduga kalian berdua adalah pembunuhnya."

"Di sana tidak hanya kami, ada pegawai hotel dan barnya juga. Anda tidak bisa menyalahkan kami begitu saja."

"Asal kau tahu pegawai yang memberikan minuman terakhir kepada korban juga sudah mati di tempat. Korban tidak hanya satu kemarin tetapi dua dan ditemukan dalam keadaan yang sama." Jelasnya.

"Mungkin pekerja lain yang membunuhnya. Aku dan Orlan benar-benar tidak membunuh nona Bravely. Kami tidak mengenal." Seruku membela diri.

"Hanya dialah yang mendapat siff malam waktu itu. Kau mengerti!"

"Tapi pak kami tidak melakukan hal sekeji itu. Lagian bapak tidak punya buktinya." Seruku ngotot membrla diri, kami sama sama ngotot. Jika aku pembunuhnya tidak ada buktinya kan, karena memang bukan aku yang membunuhnya.

"Kau tidak turun!"

"Hahh kenapa bapak tahu rumah saya?" Kagetku karena aku sudah berada di depan rumahku sendiri.

"Itu hal yang mudah untukku. Aku akan mengawasimu." Serunya sambil menatapku dengan tajam.

"Ta-tapi pak..."

"Astaga Elian apa yang terjadi, kenapa ada pak polisi di sini. Apa kau baik-baik saja nak." Suara mamaku menghentikanku protes pada pak polisi ini. Aku dan pak polisi lalu ke luar mobil dan menghampiri Mama dan papa yang sudah menyambutku dengan wajah khawatir.

"Tidak ada apa-apa nyonya, anak Anda pulang dengan selamat. Tadi kami menemukannya sendirian di terowongan dengan mobilnya yang mogok. Ini kuncinya, kami permisi dulu"

"Terimakasih telah membantu anak saya pulang." Mama berterima kasih pada pak polisi menyebalkan ini.

"Sama-sama, itu adalah bagian dari tugas kami."

"Kenapa mobilnya bisa mogok, padahal baru saja di service. Aneh sekali."

"Tidak apa-apa mah mungkin ada kesalahan dari bengkelnya."

"Masih banyak tugas yang harus saya kerjakan. Kami pergi dulu!" Dia ijin untuk kembali berkerja tidak lupa bersalaman dengan kedua orang tuaku.

"Sekali lagi terimakasih banyak pak Adam sudah mengantarkan anak saya pulang." Seru mama yang membuatku teringat dengan nama itu. Seketika aku teringat Jasmine yang di Mama berpesan padaku untuk memberikan informasi tentang jubah merah itu pada pak Adam, bosnya.

"Iya tidak apa-apa."

"Pak Adam?" Panggilku dengan ragu. Apakah aku harus mengatakannya sekarang atau nanti jika waktunya tiba. Tapi tidak enak jika membicarakannya di depan kedua orang tuaku, takutnya mereka bakalan marah jika aku mengikuti sekte aliran sesat itu. Mereka pasti akan marah besar dan kecewa. Aku tidak ingin hal itu terjadi.

"Ada apa lagi nak!?" Tanyanya yang menghancurkan lamunanku. Aku menurunkan niatku untuk memberitahunya dahulu.

"Ahh tidak ada apa-apa pak, maaf sudah mengganggu waktunya."

"Ok, aku permisi dulu." Pak Adam pergi dengan kecewa atau mungkin dengan rasa penasaran dengan sesuatu yang benar-benar ingin aku katakan. Kurasa ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya.

.......***......

.
.
.
.
.

(TBC)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro