Episode 07
*SEKTE JUBAH METAH (RED CLOCK)*
.
.
.
.
.
......***......
"Elian bagaimana apakah Hantu wanita itu masih mengganggumu. Apakah jimatnya bekerja." Tanya Ned antusias Tetang jimat yang diberikan adiknya.
Aku selalu dihantui hantu wanita itu melalu mimpi yang mengerikan. Yang membuatku bingung adalah aku selalu melihat hantu itu di rumah. Aku tidak pernah merasa diganggu ketika di luar rumah seperti di sekolah, toko buku, restoran dan tempat lainya. Apa ada yang aneh dengan rumahku, apakah rumahku dulu bekas kuburan atau tempat angker. Kenapa aku berpikiran mistis juga sekarang, aku ketularan Ellie.
Tapi aneh jika rumahku angker, kenapa yang hanya dihantui cuma aku. Kedua orang tuaku dan pegawai di rumahku tidak ada yang merasa aneh sama sekali. Atau jangan-jangan aku yang menyebabkan wanita itu mati, tapi kapan. Aku tidak ingat bertemu dengan wanita itu bahkan wajahnya saja terlihat asing bagiku.
Melihat sifat ayah tadi malam membuatku berfikir kalau ayah memiliki hubungan dengan kematian hantu wanita itu. Bahkan ibu juga aneh tiba-tiba menawarkanku pindah sekolah asrama di saat aku sudah kelas tiga, waktu yang sangat tidak tepat untuk pindah sekolah. Aku selalu saja menutupi kenyataan kalau keluargaku tidak ada hubungannya dengan kematian hantu wanita itu. Apa yang harus aku lakukan sekarang.
"Aku malah selalu bermimpi buruk tentang hantu wanita itu. Aku menduga kalau ada kaitannya keluargaku dengan hantu itu." Jelasku karena memang jimat itu tidak bekerja sama sekali.
Dari kemarin aku terus saja dihantui oleh wanita itu, bahkan bermimpi tentangnya. Hantu wanita itu bahkan sekarang sudah menunjukan kematianya yang mengerikan dalam mimpiku. Keringat dinginku keluar jika aku mengingatnya lagi. Aku meninggalkan jimat itu di kamarku. Mungkin saja bisa berkerja pada waktu yang tepat.
"Lalu apa hubungannya." Tanya Ned yang bingung apa hubungannya hantu itu dengan kedua orang tuaku.
Aku juga belum begitu percaya dengan pemikiranku, tapi mungkin memang ada kaitannya meninggalnya wanita itu dengan keluargaku sampai dia menghantuiku. Pasti seiring waktu misteri ini akan cepat terbongkar. Kenyataan yang paling tidak aku inginkan adalah keluargaku jadi tersangka pembunuhan wanita itu. Aku benar-benar tidak ingin itu terjadi.
"Aku juga belum tahu. Aku baru mencari tahu siapa hantu wanita itu. Kau tahu aku terus bermimpi bagaimana Hantu wanita itu di bunuh dengan keji." Kataku mengingat mimpi itu. Aku harus mencari petunjuk dalam mimpi yang ditunjukan hantu wanita itu.
"Apa? Kau bermimpi tentang wanita itu. Coba ceritakan bagaimana Hantu wanita itu mati maksudku meninggal." Ned terkejut dan menyuruhku bercerita tentang mimpiku yang mengerikan itu. Jujur saja aku takut mengingatnya. Tapi aku harus mengingat dan menganalisis pembunuhan itu agar aku tahu siapa pembunuhnya. Aku selalu berdoa semoga kedua orang tuaku tidak terlibat.
"Aku tidak bisa menceritakan secara detail karena aku hampir muntah mengingatnya. Dia dibunuh oleh anggota jubah merah itu." Ceritaku mengingat bagaimana kedua orang berjubah merah itu menyiksa wanita itu dengan keji.
"Pengikut aliran sesat yang baru ini booming." Seru Ned tepat sekali. Pengikut aliran sesat itu memakai jubah merah sebagai ciri khas mereka. Merekalah yang aku maksud.
"Iya, itu maksudku. Dari suaranya mereka laki-laki dan perempuan. Dua orang ini yang membunuh hantu wanita itu. Dia sedang hamil besar tapi dia dipukul dan ditendang tanpa ampun." Lanjutku.
"Aku hampir tak percaya. Sungguh mengerikan." Wajah Ned terlihat enggan mendengarkan ceritaku.
"Itu belum seberapa, yang paling mengerikan lagi perutnya dibelah dan semua isinya dikeluarkan termasuk bayinya."
"Sudah hentikan aku sudah mual. Aku tahu kenapa dia jadi hantu penasaran. Dia dibunuh tanpa belas kasih."
"Maka dari itu, aku harus mencari tahu siapa pembunuhnya. Semoga saja kedua orang tuaku baik-baik saja." Kataku sambil mengusap wajahku dengan kedua tanganku.
"Kenapa kau berdoa untuk kedua orang tuamu." Tanya Ned yang membuatku bingung. Tentu saja aku berdoa untuk kedua orang tuaku agar mereka baik-baik saja tidak diganggu oleh hantu wanita itu maupun anggota jubah merah itu.
"Aku takut kalau salah satu atau kedua orang tuaku terlibat dalam pembunuhannya." Tukasku sedih.
"Bukanya sudah jelas kalau pembunuhnya pengikut aliran sesat itu. Mungkin saja hantu itu tahu kalau kau pernah menyelamatkan Orlan dan dia ingin kau menyelamatkan dia juga. Kau tinggal mencari tahu tentang mereka bukan." Seru Ned yang membuatku langsung tersadar.
Ned benar, mungkin bukan kedua orang tuaku yang menjadi penyebab kematian hantu wanita itu. Mungkin hantu itu salah satu korban jubah merah.Dia ingin aku membantunya menangkap anggota jubah merah yang telah menyiksa dan membunuhnya. Aku harus mencari tahu tentang aliran sesat jubah merah itu.
"Kau benar Ned. kenapa aku tidak memikirkan hal itu dari awal. terimakasih Ned sudah membantuku. Tapi bagaimana aku mencari tahu tentang mereka. Info di internet sangat sedikit. Itu pun juga semua mengunggul-unggulkan kelompok mereka. Menurutmu aku harus bagaimana?" tanyaku meminta solusi pada Ned lagi.
"Satu-satunya cara adalah kau harus menyusup ke dalam kelompok mereka seperti Orlan dulu." Ned memberikan saran yang buruk. Aku tidak akan mau melakukanya. Aku tidak ingin seperti Orlan atau pun hantu wanita itu. Aku masih ingin hidup normal terhindar dari hal mistis seperti itu.
"Apa kau gila! Aku tidak mau. Bukanya kau sudah tahu akibat menjadi kelompok mereka. Lihatlah Orlan dia seperti orang linglung dan aneh semenjak dia kembali. Mereka pasti telah melakukan sesuatu pada Orlan. Aku takut kalau mereka juga melakukan itu padaku. Jika aku gagal aku tidak akan bisa menyelesaikan masalah hantu wanita itu bahkan nyawaku jadi taruhanya." Tolakku.
"Itu benar juga. Tapi mau bagaimana lagi hanya itu satu-satunya cara untuk menggali informasi lebih lanjut."
"Tapi bagaimana caranya aku bisa menyusup ke dalam kelompok mereka, aku tidak tahu caranya."
"Tanya Orlan dia pasti akan membantumu. Dia dulu juga pernah masuk ke kelompok itu. Jelaskan padanya kalau kau ingin menyusup dia pasti akan membantumu."
"Tapi dia lupa semuanya. Apa dia masih ingat ketika dia mengikuti aliran sesat itu." Aku menginat awal aku bertemu Orlan. Sungguh mengerikan wajah yang pucat seperti mayat hidup berjalan di kegelapan malam sendirian. Orlan seperti hantu juga saat aku menemukannya. Aku benar-benar kasihan melihatnya seperti itu. Walau ingatannya sudah kembali normal tapi sekarang pun dia juga terlihat aneh.
"Kau coba tanya dulu. Kalau dia sudah ingat semua, siapa tahu. Yang terpenting mencobanya terlebih dahulu."
"Baiklah akan aku coba."
......***......
"Orlan, aku mau bicara denganmu." Tanyaku pada Orlan saat sudah duduk di sampingnya. Aku menghampiri tempat duduk Orlan saat pergantian jam pelajaran. Ini waktu yang tepat untuk bicara karena tidak ada yang menggangu kami. Teman-teman Orlan selalu saja membuat onar, aku menjadi malas untuk berbicara dengan Orlan saat istirahat nanti.
"Iya, kenapa!" Jawab Orlan dengan santai.
Brakkk. Seorang siswi tidak sengaja menabrak meja. Dia sangat bertingkah aneh melihatku. Dia kenapa. Dia lalu pergi dengan senyum aneh juga, ada apa dengan anak itu. Aku berusaha tidak memperdulikannya dan fokus kembali dengan tujuanku menemui Orlan.
"Hei katanya mau bicara denganku, tapi kenapa matamu melihat yang lain." Seru Orlan dengan menangkap kedua pipiku untuk menghadap ke wajahnya. Aku langsung melepasnya dan mulai berbicara.
"Ah iya. Kau tahu kan aku sedang diganggu oleh hantu wanita berdres biru tua." Kataku serius dengan menatap kedua matanya untuk menyakinkannya.
"Iya kenapa!" Jawabnya santai lagi.
"Aku bermimpi kalau dia dibunuh oleh anggota penganut ajaran sesat itu. Bisakah kau membantuku menyusup ke anggota mereka." Jelasku langsung ke intinya. Aku berbicara dengan pelan takut ada yang mendengarnya.
"Kenapa sampai kau ingin menyusup ke kelompok mereka. Aku bisa membantumu mengusir Hantu wanita itu. Akan aku lenyapkan dia sampai tidak tersisa." Serunya yang tidak aku perdulikan. Dia selalu berbicara tanpa pikir panjang, memang dia dukun sampai bisa mengusir hantu. Kalau bisa, kenapa tidak dari kemaren dia mengusirnya. Dia selalu bicara omong kosong.
"Apa yang kau katakan, memang kau dukun sampai bicara seperti itu. Aku bicara serius Orlan. Sebentar lagi bel masuk, aku harus masuk ke kelasku selanjutnya. Jadi kau mau atau tidak membantuku menyusup ke kelompok mereka." Pintaku pada Orlan.
"Jika kau memaksa aku akan membantumu." Tanpa pikir panjang Orlan langsung menerimanya.
"Baiklah terimakasih Orlan." Aku berterima kasih karena Orlan tidak menolak ajakanku. Aku sungguh senang sekali. Aku lalu pergi dan mengatakannya pada Ned kalau Orlan setuju membantuku menyusup ke kelompok jubah merah itu.
"Tidak masalah."
......***.....
Rasanya gerah sekali, aku akan mandi untuk menyegarkan tubuhku. Hujan deras tiba-tiba turun. Kapan musim hujan ini berakhir. Aku merasa musim hujan tahun ini begitu menakutkan, aku jadi tidak menyukainya. Aku membuka kamar mandi dan menuju wastafel untuk menyikat gigi terlebih dahulu sebelum mandi. Tapi sesuatu mengagetkanku.
Sebuah tulisan darah mengotori cermin. Tulisan itu bertuliskan 'Pergi dari sini'. Tulisan yang seperti mengusirku. Kenapa hantu wanita itu menyuruhku pergi, bukanya aku sudah berusaha membantu menyelesaikan masalahnya. Tapi kenapa dia malah menyuruhku pergi. Ini aneh sekali. Aku langsung menghapusnya dengan air dan handuk.
Nafasku sudah memburu, aku harus bisa tenang. Pikirkan nanti saja, sekarang mandi saja dulu. Aku menyelesaikan sikat gigiku lalu mandi. Tapi ada satu masalah lagi air yang mengalir di tubuhku berubah menjadi merah darah. Aku terlonjat kaget dan menjauh dari sower. Lampu tiba-tiba mati, dan pintu kamar mandi pun terkunci. Apa yang terjadi. Sekarang apa lagi, apa lagi yang ingin kau tunjukan padaku. Aku mohon jangan seperti ini.
"Pergi dari sini." Suara itu terus mengiang-iang di telingaku berkali-kali.
Aku ketakutan sampai terduduk dan menutupi telingaku agar tidak mendengarkan suara menakutkan itu lagi. Lalu tiba-tiba lampu menyala lagi seperti keadaan semula. Aku kaget sekali jantungku dibuat berdetak lebih kencang dari biasanya. Kenapa hantu itu melakukan itu, mengusirku. Apa yang terjadi. Aku lalu menyelesaikan acara mandiku dan berbaring di kasur. Besok hari libur, aku akan menjalankan rencanaku. Semoga saja semua berhasil. 'Aku mohon biarkan aku tidur nyenyak malam ini. Waktunya tidur.'.
.....***......
Aku terbangun, mataku terbuka perlahan. Aku merasa hari ini belum pagi. Tapi kenapa kamarku terasa berbeda. Tidak ada suara apapun. Gelap, sunyi, pengap dan menakutkan. Apa yang terjadi. Samar-samar muncul suara mengerikan datang dari arah depan kasurku. Perlahan sesuatu yang gelap dan Hitam muncul dari bawah. Lalu menunjukan hantu wanita yang mengerikan melolong di hadapanku. Aku yang kaget langsung menutup telinga dan berteriak kencang. Lalu muncul satu lagi di kiriku bahkan memegang tanganku. Aku ketakutan dan berteriak dengan kencang lagi. Sekarang muncul lagi satu di sebelah kananku dan memegang tanganku juga aku sepontan berteriak lagi. Lalu bersama-sama mereka mengucapkan sesuatu. "Dasar terkutuk kauuuuu."
"Tidakkkk." Teriakku langsung membuka mata. Ternyata itu hanya mimpi buruk.
"El, kau baik-baik saja sayang? Aku khawatir kau teriak begitu keras. Untung ibumu tidak terbangun. Kau bermimpi buruk sampai berkeringat seperti ini." Pintuku terbuka dan muncul Papa yang terlihat khawatir padaku. Papa menghampiriku mengusap kepalaku untuk menenangkanku karena nafasku masih ngos-ngosan tidak karuan.
"Pa, aku benar-benar mimpi buruk." Seruku yang sudah mulai mengatur nafasku menjadi normal lagi. Benar-benar mimpi yang menakutkan. Padahal aku sudah berdoa agar aku bisa tidur nyenyak malam ini, tapi kenapa Tuhan tidak mendengarkan doaku.
"Tenanglah tidak apa-apa. Papa di sini. Papa akan menjagamu, kamu tidurlah." Syukurlah ada papa yang membantuku kembali tenang. Aku menjadi sedikit lebih lega tidak merasa takut lagi.
"Apa papa lembur lagi." Tanyaku pada papa, papa pasti lembur lagi karena belum tidur juga.
"Iya. Sudah, tidurlah." Sekarang papa menatapku dengan lembut. Aku teringat Mama dia pasti tidur sendirian di kamar tanpa papa.
"Papa juga tidur, ini sudah malam. Aku baik-baik saja. Kasihan Mama, dia tidur sendiri di kamar." Kataku pada papa agar papa juga tidur dan beristirahat bersama Mama.
"Baiklah! papa tinggal ya."
"Iya pa, terimakasih."
"Emz selamat malam."
"Selamat malam."
Mimpi yang menakutkan. Hantu mana lagi yang akan menghantuiku. Kenapa mereka bilang kalau aku terkutuk. Itu membuat kepalaku sakit. Semoga saja yang dikatakan itu salah dan semoga saja itu hanya sekedar mimpi.
Ring ring ringggg. Hpku berbunyi. Ada pesan masuk dari Erisha. Dia bilang akan pulang besok Minggu dan mulai bersekolah hari Senin. Dia gagal mendapatkan juara satu tapi setidaknya dia menjadi juara dua. Itu sangat membanggakan bagiku. Aku harus menyiapkan kado untuk menyambut kepulangannya. Mungkin aku akan membeli setelah aku masuk menjadi anggota penganut ajaran sesat itu. Aku tidak sabar menantikannya pulang. Mataku mulai berat aku akan tidur sekarang.
.....***......
Orlan sudah menjemputku. Dia menutup mataku dengan kain hitam. Katanya ini sangat rahasia. Aku tidak boleh melihat arah jalan. Orlan juga bilang bahwa hari ini juga ada pertemuan. Jadi sekalian untuk mengenalkanku menjadi anggota baru mereka. Aku hanya berharap semoga saja berhasil.
Mobil tiba-tiba berhenti. Lalu didekat telingaku Orlan berbisik untuk menunggunya sebentar. Aku langsung mengiyakan saja. Cukup lama Orlan tidak keluar, maka dari itu aku berusaha mengintip di mana aku berada. Astaga, ini di rumah Orlan. Kenapa Orlan membawaku ke rumahnya.
Aku keluar untuk menemuinya. Aku pikir sudah sampai, tapi malah sampai di rumah Orlan. Aku ketuk pintu rumah Orlan, sesaat aku melihat bibi Margareth yang membuka pintu dengan hati-hati.
"Elian! Masuklah nak, ada apa datang kemari." Tanya bibi Margaretha lirih. Kenapa bibi terlihat aneh seperti takut akan sesuatu.
"Hahahaha aku sedang berencana pergi dengan Orlan." Jawabku sambil tertawa kecil.
"Apa kalian mau liburan." Tanya bibi Margaretha yang menebak kami akan pergi liburan. Ini alasan yang bagus agar kami tidak dilarang pergi.
"Kurang lebih begitu bi, hahaha. " Jawabku tersenyum kikuk.
"Aku akan memberimu sesuatu untuk dibawa, ayo masuk dan tunggu sebentar." Bibi menawariku bekal untuk perjalanku dengan Orlan. bibi langsung masuk tanpa mendengar penolakanku. Tiba-tiba Orlan datang.
"Kenapa kau membuka penutup matamu dan kemari." Orlan terlihat terkejut aku sudah ada di depan pintu rumahnya.
"Kau menipuku. Kenapa malah ke rumahmu." Seruku jengkel. Jika mampir ke rumahnya dulu aku tidak perlu harus menutup mata.
"Aku hanya mengambil beberapa barang. Ayo sekarang masuk mobil." Orlan langsung menarik tanganku berjalan ke mobil. Bibi Margaretha berlari kecil menghampiri kami dan memberikan kotak bekal padaku.
"Tunggu sebentar nak. Ini bibi bawakan bekal jangan lupa di makan." Pesan bibi yang langsung aku terima. Bibi baik sekali membawakan kami bekal walau kami sudah berbohong padanya.
"Terimakasih bi. Kami pergi dulu."
"Iya, hati-hati di jalan."
.....***.....
Aku sudah memakai penutup mataku lagi. Sekarang Orlan sudah mengemudi cukup jauh. Udara mulai dingin, aku pastikan kita sedang melewati jalan hutan karena udaranya semakin dingin. Apakah ini jalan rute di mana aku menemukan Orlan dulu. Kurasa iya. Mobil berhenti setelah kami melewati jalan berbatu-batu. Sepertinya sudah sampai. Semoga saja kali ini dia tidak membohongiku lagi.
Orlan mulai membuka pintuku dan mengajakku untuk berjalan mengikutinya. Jalannya halus tidak berbatu pastinya sudah beraspal. Aku mendengar suara gerbang dibuka. Kami sekarang mungkin sudah memasuki rumah, gedung atau apalah itu aku juga tidak tahu karena mataku tertutup rapat. Untuk sekedar mengintip saja tidak bisa.
"Orlan kita ada di mana?"
"Kita sedang ada di singgasanaku."
"Jangan bercanda. Kau yakin ini akan berhasil."
"Iya, tentu saja."
"Aku percaya padamu. Jangan pernah tinggalkan aku, mengerti." Ucapku memeluk erat lengannya.
"Iya, semua akan baik-baik saja."
Tiba-tiba Orlan melepaskan pelukan tanganku pada lengannya. Aku kaget dan berusaha menggapainya, meraihnya. Namun tidak ada yang bisa aku raih. Kemudian ada dua orang yang memegangi kedua tanganku. Tanpa bersuara mereka berdua langsung membimbing ku berjalan entah ke mana. Lalu aku dipaksa tidur telentang di atas batuan besar yang dingin. Aku tidak diijinkan membuka penutup mata sama sekali.
Awalnya aku menolak tapi aku terus didorong sampai terjatuh. Aku pasrah saja terlentang di tempat ini. Tangan dan kakiku di ikat ke masing-masing sisi. Seketika ketakutan merambat ke seluruh tubuhku. Aku mendengar suara langkah kaki yang ringan berjalan terus-menerus mengelilingiku. Jantungku berdegup keras. Perasaanku tidak enak. Seperti akan terjadi sesuatu. Lalu sebuah musik kematian mengiringi ketakutanku.
Apa yang terjadi, kenapa begitu mengerikan. Bahkan aku belum mendaftarkan diri menjadi anggota mereka. Lalu suara berat memimpin mengucapkan mantra dan diikuti seluruh orang yang ada di sini. Kenapa! Apa yang terjadi tubuhku tidak bisa bergerak. Tidak, aku tidak mau seperti ini. Seseorang tolong aku. Orlan tolong aku. Lepaskan aku dari sini. Jeritku dalam hati. Ketakutan menguasai tubuhku. Seluruh tubuhku gemetaran dan tidak berdaya.
Tiba-tiba penutup mataku di buka. Seketika aku melihat makluk menakutkan mengelilingi diriku. Aku menjerit sejadi-jadinya karena takut dan tidak bisa berbuat apa-apa. tidak! ku mohon lepaskan aku. Lalu satu diantara mereka datang menghampiriku, berdiri di sebelah kananku. Masih sambil mengucapkan mantra tiba-tiba dia mengeluarkan pisau tajam yang runcing. Mengangkatnya tinggi-tinggi sampai ketajamannya terpantul cahaya lilin yang mereka bawa. Dengan cepat menghunuskanya tepat ke jantungku.
.....***.....
Terbangun aku langsung membuka mata. Aku hanya bisa melihat kegelapan. Aku meraba mataku yang masih menggunakan penutup mata, kemudian aku tarik sampai aku bisa melihat semua dengan samar-samar karena keadaan mataku yang rabun jauh.
"Kenapa kau membuka penutup matamu. Peraturannya, sebelum kamu menjadi anggota mereka kau tidak boleh tahu jalan ke beskem mereka. Ayo tutup lagi. Apa kau sedang mimpi buruk, aku bisa merasakan nafasmu yang berat." Seru Orlan yang melihatku mengatur nafas berkali-kali dengan gusar. Aku sudah tidak perduli dengan aturan apapun itu. Aku butuh sesuatu yang bisa menenangkan jantungku.
"Iya." Jawabku yang aku langsung mengambil air minum dan meminumnya sampai tenggorokanku yang kering menjadi basah kembali. Mimpi buruk yang mengerikan.
Dari tadi aku duduk sambil memangku bekal yang dibawakan bibi Margareth. Apa aku makan saja untuk menghilangkan ketakutanku. Tunggu ada kertas kecil terselip di kue yang dibuat bibi Margareth. Sepertinya sebuah pesan singkat. Aku mengambilnya lalu aku baca bagian depannya ternyata untukku. Kenapa bibi memberiku surat secara diam-diam. Apa ada sesuatu yang terjadi, atau ini hanya surat untuk ucapan selamat makan. Tapi aku mencoba membuka dan membaca isinya tanpa menunjukannya pada Orlan.
'berhati-hatilah dia bukan Orlan.' Apa maksud dari surat yang bibi berikan padaku. Apakah yang di sampingku ini bukan Orlan.
"Kenapa hanya dilihat, kalau lapar makanlah. Aku bisa makan nanti."
"Ahh, aku jadi tidak lapar, akan aku simpan untuk nanti."
"Tiba-tiba nafsu makanmu menjadi hilang. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu! Kau bisa cerita padaku. Ngomong-ngomong ayo tutuplah matamu. Kalau mereka melihatmu tanpa menutup mata, kau bakal di tolak mereka nanti." Orlan menasehatiku untuk menutup mataku. Dia tidak tahu kalau aku sedang ketakutan merasakan mimpi buruk tadi.
Aku pikir kejadian tadi nyata, itu memang terlihat begitu nyata bagiku. Aku takut sekali. Kenapa aku bisa tertidur dan bermimpi mengerikan seperti itu. Apa ini pertanda kalau aku tidak boleh melanjutkan niatku menjadi salah satu anggota jubah merah itu. Jika aku tidak menyusup aku tidak akan tahu apa-apa tentang mereka bahkan bagaimana Hantu itu mati sampai menjadi arwah penasaran.
"Nanti kalau sudah dekat bilang saja, akan aku pakai penutup mataku." Kataku sambil bersandar di kursiku lelah.
Aku lelah memikirkan ini, aku benar-benar ketakutan. Dari tadi Orlan juga hanya diam fokus menyetir. Apa aku harus cerita tentang mimpiku tadi pada Orlan. Mungkin saja dia akan memberitahuku upacara penerimaan angota baru tidak semenakutkan itu.
Aku menjadi ragu untuk datang ke sana dan bergabung dengan mereka. Bagaimana kalau mimpi itu nyata. Aku bukannya diterima malah menjadi tumbal mereka. Pikiranku berkecambuk kemana-mana, mana yang benar mana yang salah. Mana yang nyata dan mana yang mimpi. Semua terasa rumit dan membingungkan.
Bagaimana dengan surat yang diberikan bibi apa maksudnya. Apakah aku harus menghindar dari Orlan. Dan kenapa bibi menganggap dia bukan Orlan, lalu Orlan yang asli ke mana. Aku jadi pusing. Satu masalah belum teratasi muncul masalah baru lagi. Apa yang harus aku lakukan.
"Tutup matamu, kita hampir sampai." Suruh Orlan yang langsung aku memasang penutup mata. Semoga nanti tidak seperti apa yang aku mimpikan. Lalu perlahan mobil berhenti. Pasti sudah sampai.
Orlan membuka pintu mobil untuk keluar dan membuka pintu mobil untukku juga. Dia menggandengku untuk mengikutinya. Dari jalan yang aku injak sudah beraspal sama seperti di mimpiku. Jantungku langsung berdetak kencang, apakah mimpiku itu benar. Aku lalu berhenti melangkah, Orlan pun juga berhenti.
"Kenapa berhenti?" Tanya Orlan padaku.
"Ak-aku, aku takut Lan." Jawabku terbata-bata karena merasa ketakutan dengan mimpi buruk yang terjadi akan menjadi kenyataan jika aku masih melangkah maju.
"Tenanglah, ada aku di sini. Jangan takut. Semua tidak seperti yang kau bayangkan. Percayalah padaku. Aku akan menjagamu." Tukas Orlan yang menarikku berjalan lagi. Aku menjadi lega jika Orlan bicara seperti itu.
"Duduklah. Di depanmu ada orang yang akan mewawancaraimu." Seru Orlan menyuruhku duduk setelah kami sampai di sebuah ruangan. Entah ruangan seperti apa aku tidak tahu, mataku masih tertutup. Aku lalu duduk di kursi yang lumayan empuk. Kurasa ini tidak seburuk yang aku mimpikan.
"Lalu kau mau ke mana?" Tanyaku khawatir karena Orlan melepas pegangan tanganku.
"Tenang saja aku di belakangmu." Jawabnya yang membuatku lega, ternyata dia tidak meninggalkanku sendirian. Kemudian aku mendengar suara laki-laki bertanya padaku. Apakan dia orang yang akan mewawancaraiku. Suaranya berat dan tegas membuatku merinding.
"Siapa namamu?" Tanyanya dengan nada menakutkan.
"Namaku Kean." Jawabku, aku menggunakan nama samaran agar mereka tidak tahu asalku dan keluargaku. Jika mereka tahu tentang keluargaku aku takut keluargaku dalam bahaya.
"Maksudku nama lengkapmu." Tanyanya lagi meminta nama lengkapku.
"Kean... Kean..." Jawabku bingung nama samaran apa yang harus aku berikan.
"Namanya Keano Wilkie." Jelas Orlan yang membuatku lega. Untung ada Orlan yang membantuku.
"Ow apa kau takut dengan kami. Jika takut urungkan niatmu untuk bergabung dengan kami."
"Tidak. Aku berani. Bisa dilanjut."
"Ok! Apa tujuanmu bergabung ke kelompok kami."
"Aku... aku... Aku hanya ingin keinginanku tercapai. Aku mencintai seseorang dan aku ingin tahu apakah dia juga mencintaiku. Bukanya segala doa dan keinginan selalu terkabul. Itu yang aku baca dari artikel yang keluar kemaren tentang anggota kalian." Jelasku agar mereka percaya. Ada untungnya aku membaca artikel tentang kelompok mereka kemarin.
"Hanya sesimpel itukah keinginanmu. Tidak kah kau ingin kekayaan, jabatan, kekasih, kekuatan, atau keabadian."
"Aku juga belum tahu. Aku masih muda dan belum menginginkan yang lebih. Tidak tahu untuk selanjutnya. Mohon bimbingannya."
"Baiklah. Kau diterima. Silahkan ke tahap selanjutnya." Semudah itu wawancaranya. Tidak sesuai dengan ketakutanku.
....***....
"Kau berhasil. Kau pandai sekali berbohong, Hahaha." Seru Orlan yang menuntunku ke ruangan selanjutnya. Aku hampir mati tadi, dia malah memujiku seperti itu.
"Suaranya mengerikan. Aku hampir putus asa. Andai mataku tidak tertutup mungkin aku akan berkeringat dingin dan mendapatkan serangan jantung. Dari suaranya pasti dia orang yang sangat garang." Kataku mengingat suara berat dan dingin orang itu. Aku lega karena bisa lolos dengan mudah.
"Apapun yang terjadi aku akan selalu menjagamu." Tukas Orlan mempererat genggaman tangannya pada tanganku. Aku tersentak dengan perlakuan. Aku menjadi teringat masa dulu saat Orlan selalu bilang ingin menjagaku. Aku pikir itu hanya gurauan semata, tapi itu sangat berarti bagiku. Aku berpikiran apa, kenapa aku jadi aneh begini.
"Kau yakin tidak apa-apa aku menyusup---" Tanyaku terpotong orlan yang menutup mulutku dengan jari telunjuknya.
"Shuuut kita bicarakan nanti. Semua dinding punya telinga. Jangan bicara sembarangan jika kau mau semua berjalan lancar." Tukas Orlan menasehatiku lagi. Dia benar, aku harus berhati-hati dengan tempat bahkan orang-orang di sini karena mereka orang jahat yang bersekutu dengan iblis.
"Iya baiklah. Lalu ngomong-ngomong ada berapa tahap menjadi anggota kalian." Tanyaku tentang berapa tahan yang akan aku lalui untuk menjadi salah satu anggota mereka. Dari kemarin aku tidak bertanya pada Orlan, aku takut jika tahu berapa banyak dan susahnya tahap yang akan aku lalui nanti. Aku akan langsung mundur tidak melanjutkan niatku yang ingin menyusup ke kelompok jubah merah itu.
"Cuma Dua!" Seru Orlan yang membuatku kaget, semudah itukah menjadi salah satu dari anggota mereka.
"Nanti kau akan dimandikan oleh mereka untuk penyucian. Aku akan mengantarmu memakai baju ganti." Jelasnya sambil menutup pintu. Ternyata kami sudah sampai di sebuah ruangan.
"Ok. Sampai kapan aku harus metutup mata, kepalaku sudah mulai pusing melihat kegelapan terus-menerus." Tanyaku meminta izin membuka penutup mataku karena aku sangat penat memakainya.
"Tenanglah. Jika upacaranya sudah selesai kamu resmi menjadi anggota kami, maka kau boleh membuka mata."
"Jadi tidak boleh ya. Kau mau apa?" Tanyaku pada Orlan yang membuka kancing baju atasku. Aku langsung menepis tangannya dan menutupi pakaianku.
"Mengganti bajumu." Jawabnya.
"Aku akan mengganti bajuku sendiri." Tolakku, entah mengapa aku malu membuka baju dihadapanya.
"Kau tidak bisa melihat, kau tidak bisa mengganti bajumu sendiri. Diamlah dan aku tidak akan melakukan apa-apa padamu. Percayalah padaku." Aku ragu tapi aku membiarkan Orlan membuka bajuku dan melepaskan celanaku juga.
Aku telanjang hanya menyisakan celana dalamku saja. Orlan mulai memakaikan baju aneh padaku. Wajahku pasti sudah memerah tomat karena malu. Dia bahkan menata rambutku, memasangkan sesuatu di rambutku. Aku hanya diam saja tanpa menolak.
"Rasanya bajunya terlalu tipis dan terbuka di beberapa bagian. Apa kau tidak salah memakaikan baju padaku. Dan kau memakaikan beberapa perhiasan. Sepertinya sangat mencolok." Protesku setelah Orlan selesai memakaikan baju aneh padaku. Aku meraba-raba seluruh tubuhku dari atas kepala sampai kaki. Apa aku harus memakai baju aneh dan perhiasan mencolok diseluruh tubuhku, aku risih memakainya.
"Kau tampak cocok menggunakan baju itu. Sekarang waktunya keluar."
Aku dibawa ke ruangan yang mulai gelap. Aku tahu karena tidak ada cahaya yang menyilaukan dipenutup mataku. Kemudian samar samar muncul setitik cahaya dan terus bertambah menjadi beribu-ribu cahaya. Sepertinya itu cahaya lilin. Aku dibawa oleh ke dua orang yang menyambutku di ruang ganti baju tadi. Orlan entah pergi ke mana, dia bilang akan terus bersamaku dan menjagaku. Tapi kenapa dia pergi meninggalkanku.
Mereka berdua nuntunku berjalan perlahan-lahan. Sampai pada sebuah tangga yang mengarah ke bawah. Apa kita akan menuju ke ruang bawah tanah, tapi menurutku ruangan ini sudah cukup lembab, gelap dan dingin. Kami hanya turun satu tangga belum ke tangga bawahnya lagi. Seseorang memimpin memberi sambutan, karena aku tidak tahu bahasa yang dia ucapkan. Suara itu, suara sang pemimpin yang tidak asing di telingaku. Lalu sang pemimpin mengucapkan mantra diikuti seluruh orang yang ada di sini. Aku baru sadar jika sudah banyak orang di ruangan ini.
Tunggu, mantra ini! Aku seperti pernah mendengarnya. Ini mantra dalam mimpiku tadi. Deg, jantungku seakan berhenti. Apakah mimpi itu akan menjadi nyata. Kedua orang yang mendampingiku memegang kedua tanganku berjalan selangkah, sedangkan aku hanya diam membisu. Sungguh aku begitu takut. Mantra itu terus saja diucapkan. Kepalaku pusing sekali. Mereka berdua menarik paksaku untuk turun berdiri sejajar dengan mereka. Langkah demi langkah sampai pada tangga terakhir.
"Kami akan mendampingimu sampai di sini. Masih ada tangga lagi di sana, berjalan pelan-pelan agar kau tidak tergelincir." Suara salah satu wanita yang mengantarku tadi dengan nada dingin. Mereka berdua melepas tanganku dan berjalan mundur. Aku bingung harus apa, kenapa aku di tinggalkan sendirian.
"Kenapa aku harus berjalan sendirian. Apakah di bawah sana ada orang yang akan membantuku." Tanyaku khawatir dan takut. Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi jika tidak ada yang membimbingku.
"Tentu saja tidak. Berdiri yang tegak dan mulailah berjalan." Bentak wanita itu padaku. Dia galak sekali, setidaknya beri aku penjelasan lebih agar aku mengerti apa yang seharusnya aku lakukan selanjutnya.
Aku mulai mengangkat kaki kananku perlahan-lahan dan menjatuhkannya ke anak tangga selajutnya. Tapi belum menginjak pun kakiku menyentuh air. Apakah aku akan ditenggelamkan di bawah sana. Aku angkat kakiku lagi dan tidak berniat untuk turun.
"Kenapa ada air. Apakah ini danau. Apakah aku harus menyelam di danau. Aku tidak bisa berenang. Airnya sangat dingin." Seruku meminta bantuan.
"Ini adalah upacara penyucian, kau harus mandi di sana. Itu bukan danau melainkan hanya bak mandi besar yang begitu dangkal. Lanjutkan upacaranya jika ingin mendapatkan apa yang kau inginkan." Tukas wanita itu dengan dingin. Kenapa aku jadi takut.
"Tenang saja, kau akan baik-baik saja." Seru wanita satu lagi yang mendampingiku tadi. Dia menyemangatiku, aku jadi sedikit lebih tenang. Aku harus berani, semua akan berjalan lancar. Aku pasti akan baik-baik saja.
"Emz baiklah, terimakasih."
"Akh." Seru wanita tadi yang menghentikan langkahku.
"Kenapa?" Tanyaku penasaran kenapa dia terlihat seperti tersentak.
"Tidak apa-apa aku hanya kaget. Kau bisa lanjutkan upacaranya."
Aku perlahan memasuki bak mandi seperti yang dikatakan wanita itu tadi. Tangga demi tangga aku lewati dengan hati-hati takut terpeleset dan terjatuh. Semakin lama aku semakin tenggelam. Airnya begitu dingin, sebentar lagi aku pasti akan menggigil kedinginan. Aku sudah sampai di tangga terakhir. Airnya hampir menyentuh leherku. Ini cukup dalam buatku.
Kenapa bak mandi begitu dalam. Apakah ini kolam renang. Bahkan jika kolam renang aku juga tidak bisa berenang. Ini terlalu dalam. Lalu mantranya pun berhenti diucapkan. Kemudian aku merasakan ada sesuatu yang mulai mendekat padaku. Aku bisa merasakannya karena tekanan air yang bergerak padaku. Apa itu yang mendekat. Apakah orang atau hewan buas. Itu bukan hiu atau buaya bukan. Aku tersentak kaget dan hendak berlari. Tapi aku merasakan kalau dia berhenti di depanku sekarang. Aku takut sekali. Apakah aku akan baik-baik saja. Orlan ke mana, apakah kau ada di sini juga.
"Apa kau takut!" Suaranya mengerikan. Lebih mengerikan dari orang yang mewawancaraiku. Aku sampai merinding mendengarnya.
"Se-sedikit." Jawabku grogi karena ketakutan.
"Kau cantik sekali malam ini. Lihatlah ke atas. Bulan purnama begitu bersinar terang. Sinarnya membuat kecantikannya terpantul dalam air suci ini. Apa kau siap untuk menjadi bagian dari kami." Dia menyuruhku melihat ke atas yang bisa aku lihat hanyalah kegelapan karena mataku masih tertutupi kain penutup mata.
"Emz i-iya a-aku siap." Jawabku terbata-bata. Jantungku sudah bergemuruh, nafasku seakan memburu. Apa yang akan terjadi selanjutnya setelah aku selesai mengucapkan mantranya.
"Ikuti kata-kataku."
"Baik."
"Aku Elian Hemsworth..."
"Bagaimana kau tahu namaku." Tanyaku heran, karena dia tahu nama asliku. Aku mendaftar dengan nama samaran tapi kenapa dia tahu nama asliku.
"Aku tahu semuanya."
"Tapi..."
"Apa kau mau melanjutkannya." Selanya sebelum aku protes dengan kebingunganku. Ini aneh kenapa dia tahu nama lengkapku. Aku benar-benar merasa takut sekarang.
"I-iya." Kataku ragu. Masih ada yang bergejolak di hatiku, seperti enggan melanjutkan ritual ini.
"Aku Elian Hemsworth anak Adam. Dengan mendapatkan cinta dari sang raja aku akan menjadi bunga dari kegelapan yang akan menjadi bunga dari neraka. Namaku adalah bunga, bunga sang raja. Aku akan tunduk dan patuh pada sang raja yang perkasa. Segala yan...."
"Berhenti! Angkat tangan." Aku kaget karena seorang wanita menodongkan pistol di kepalaku. Apa yang dia lakukan kenapa dia melakukan itu.
"Berani melawan akan aku tembak dia. Ingat! Berani melawan, aku akan membunuh anak ini." Dia mengancam akan membunuhku jika ada yang melawan. Siapa yang akan melawan, kita tidak saling mengenal dan aku hanya anggota baru.
"Tunggu kenapa..." Seruku yang langsung dibentaknya. Aku langsung diam tidak bisa berkata lagi. Aku takut peluru pistolnya menebus otakku.
"Sudah diam. Ayo pergi." Dia menarikku berjalan mundur menjauh sampai kami berlari keluar ruangan itu.
Aku lalu diseret wanita itu pergi entak ke mana. Kenapa dia membawaku pergi. Aku bahkan belum menyelesaikan upacara penyucian itu. Silau menghampiri pandanganku yang gelap. Sepertinya kami keluar dari rumah atau tempat itu.
Aku masih tetap diseret pergi. Aku mengikuti langkah kakinya yang berlari dengan kencang sampai aku menabrak sesuatu yang ada di depanku. Aku masih belum membuka penutup matanya. Telapak kakiku rasanya sakit karena aku berlari ke hutan tanpa alas kaki. Nafas kami ngos-ngosan, lalu dia berhenti aku pun juga berhenti.
"Kenapa kau membawaku pergi. Aku belum menyelesaikan upacaranya. Semua rencanaku menjadi gagal." Protesku padanya. Karena semua ulahnya rencanaku menjadi gagal. Padahal tinggal sedikit lagi aku akan berhasil.
"Buka penutup matamu, itu sangat mengganggu." Perintahnya yang tidak aku perdulikan.
"Aku tidak akan melepaskannya sampai aku selesai melakukan upacaranya. Aku harus menyelesaikan ini semua karena aku harus mencari sesuatu tentang mereka." Tolakku. Aku berbalik hendak kembali ke tempat tadi dengan mata tertutup.
Orlan pasti masih ada di sana, dia pasti khawatir dan sedang mencariku sekarang. Dia lalu menarik penutup mataku dengan kasar, aku bisa melihat di sekitarku adalah hutan. Banyak pohon-pohon tinggi menjulang.
"Kenapa melakukan ini. Aku belum menjadi anggota mereka, tapi kau malah menyeretku ke dalam hutan." Seruku marah. Aku benar-benar bingung harus bagaimana, rencanaku gagal.
"Aku melakukan ini untuk keselamatanmu. Dengar, mereka tidak sebaik yang kau kira." Tukasnya mengingatkanku kalau mereka bukan orang baik. Aku sudah tahu jika mereka bukan orang baik.
"Aku juga tidak berfikiran kalau mereka baik. Aku selalu benci dengan mereka."
"Tapi kenapa kau malah memutuskan bergabung dengan mereka." Tanyanya heran kenapa aku masih tetap ingin bergabung dengan mereka padahal aku tahu kalau mereka orang jahat. Aku jelaskan saja maksudku masuk ke kelompok jubah merah itu, siapa tahu dia bisa memberi informasi tentang mereka.
"Aku hanya ingin menyelesaikan masalah seseorang. Ada hantu yang menghantuiku dan pembunuhnya adalah salah satu anggota mereka. Maka dari itu aku ingin menyelidiki mereka." Jelasku agar dia paham tujuanku bergabung dengan kelompok mereka.
"Sudah hentikan, kau tidak perlu ke sana lagi. Aku akan memberitahumu semuanya." Dia lalu duduk di batang pohon yang sudah tumbang aku pun juga ikut duduk di sampingnya.
"Kenapa! apa kau mengkhianati kelompomu sendiri." Tanyaku penasaran karena dia mau menceritakan semua yang dia tahu tentang aliran sesat, jubah merah itu padaku.
"Aku tidak mengkhianati mereka, aku memang bukan anggota mereka. Aku adalah seorang penyidik dari kepolisian, namaku Jasmine. Aku bekerja di bawah naungan ketua kepolisian tuan Adam, senang bertemu denganmu. Aku ditugaskan untuk menyelidiki mereka. Sepertinya informasi yang aku dapatkan cukup banyak, jadi aku akan pergi." Katanya sambil mengenalkan dirinya. Jadi dia salah satu bawahan pak Adam ketua polisi itu. Dia seorang mata-mata yang dikirim pak Adam untuk menyusup ke kelompok aliran sesat itu.
"Namaku Elian." Aku juga mengenalkan diriku sendiri siapa tahu dia lupa namaku.
"Iya aku sudah tahu. Kau kedinginan. Pakai jubahku." Aku menerima jubah merah yang dia berikan. Aku berdiri untuk memakai jubah itu. Walau enggan memakainya aku tetap harus memakainya karena udaranya sangat dingin.
"Terimakasih. Pakaianku seperti wanita." Tukasku kesal melihat penampilanku yang aneh. Kenapa harus memakai pakaian aneh seperti ini, menjijikan.
"Duduklah sepertinya mereka belum mengejar kita. karena ini masih sore hari. Mereka akan keluar pada malam hari."
"Tapi rasanya tadi aku ...."
"Ya aku tahu itu semua sihir. Aku akan menceritakan semua yang aku tahu padamu. Jadi jika aku nanti tertangkap oleh mereka dan mati. Aku mohon padamu sampaikan informasi ini pada tuan Adam."
"Tapi kenapa harus aku." Tanyaku yang enggan menerima tugas yang merepotankan itu.
"Karena kau yang ada di sini sekarang. Bukannya kau juga membutuhkan informasi ini juga." Pintanya lagi. Aku jadi tidak tega, apa lagi aku juga butuh informasi darinya. Walaupun aku memperoleh informasi itu aku juga tidak bisa menemukan pembunuh hantu wanita itu sekarang. Karena aku bukan angota dari mereka.
"Iya, baiklah. Aku mengerti."
Jasmine mulai bercerita, "Dari yang aku lihat mereka semua adalah orang kaya. Mereka mendapatkan kekayaan dari memuja iblis. Mereka melakukan pemujaan setiap satu bulan sekali dan tanpa ada rasa bosan sama sekali. Sepertinya mereka melakukannya karena mereka menyukainya. Mereka sangat puas menyiksa dan membunuh korbanya. Anggota mereka terdiri dari wanita dan laki-laki. Kebanyakan anggota mereka adalah wanita. Setiap bulan mereka selalu memberikan layanan sex pada sang raja. Raja di sini adalah iblis yang mereka sembah. Layanan sex di sini adalah tumbal."
"Mengerikan." Ucapku takut akan cerita Jasmine.
"Biasanya mereka mencari tumbal wanita yang masih segar (muda). Tapi jika ada anggota baru pada upacara persembahan maka mereka akan berpura-pura menerima mereka tapi ujung-ujungnya malah menjadikan mereka tumbal. Kau juga, ini adalah upacara persembahan. Tapi ada yang beda dari sebelumnya. Aku juga belum tahu. Upacara penerimaan adalah kau mengucapkan janji setia pada sang raja dan memberikan darahmu untuk diikat menjadi pengikutnya, itu yang aku lakukan untuk bisa masuk ke golongan mereka. Sedangkan untuk upacara persembahan adalah di mana sang korban akan dibaringkan di meja batu yang besar dengan gambar Pentagon (lambang Iblis). Sang pemimpi membaca mantra persembahan dan semua mengikutinya. Tahap terakhir adalah menancapkan belati pada jantung korban namun tidak sampai dia mati. Korban akan bertatapan dengan sang raja. Jika korban laki-laki sang raja akan meneliti kelayakannya. Karena sang raja ingin pergi ke dunia manusia. Sedangkan jika korbanya perempuan dia akan memperkosanya sampai meregang nyawa dan mejadikan jiwa-jiwa korbanya sebagai budak. "
"Cukup mengerikan. Apa Orlan tahu itu. Jika dia tahu, apakah mungkin dia membiarkanku mati sebagai tumbal. Tapi dia berjanji akan menjagaku."
"Kau ke sini dengan temanmu. Mungkin saja dia menyerahkanmu sebagai tumbal." Aku terkejut mendengar perkataan Jasmine, Orlan dia tidak akan sejahat itu padaku.
"Tidak mungkin, dia tidak sejahat itu. Dia berjanji akan menjagaku dan aku akan sangat percaya pada Orlan." Sanggahku yang tidak suka Jasmine mengatakan hal buruk tentang Orlan.
"Janji hah janji Hahaha, itu bisa saja hanya bualan semata. Jaman sekarang teman maupun keluarga tidak ada yang benar-benar bisa dipercaya selain diri sendiri." Aku mulai tidak suka dengan cara bicara Jasmine yang sangat tidak mempercayai orang di sekitarnya.
"Jangan menilai orang sembarangan. Orlan dan keluargaku tidak termasuk ke dalam orang yang kau bicarakan." Tukasku marah.
"Terserah kau saja. Aku akan melanjutkannya. Aku merasa aneh dengan upacara tadi. Biasanya upacara dilakukan di aula besar tapi tadi di pemandian sang raja. Asal jau tahu, mantranya juga berbeda. Ini baru pertama aku melihat sang raja dengan tubuh barunya yang kuat. Dia begitu mengerikan. Dia tepat berada di depan matamu." Jasmine dengan wajah acuhnya bercerita kembali, memberikanku informasi lagi tentang aliran sesat itu. Sontak aku menelan ludah mengingat kejadian tadi. Seberapa mengerikan aku bertemu raja Iblis. Andai saja mataku tidak ditutup, sudah pasti aku akan lari kabur.
"Jadi tadi yang di depanku adalah sang raja. Tapi kenapa kau selalu memanggilnya sang raja bukannya namanya Satan." Aku menelan ludah karena tegang memikirkannya.
"Shuttt, kaum rendahan seperti kita tidak pantas memanggil namanya. Hanya pihak eksekutif yang berhak memanggil namanya. Yang rendahan hanya boleh memanggil sang raja. Aneh sekali saat aku menyandramu mereka begitu tegang dan takut. Sepertinya mereka tidak ingin kau mati." Seru Jasmine menutup mulutku dan bicara pelan di telingaku.
"Kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Aku juga tidak tahu bego. Kau tahu, sang raja begitu murah hati. Dia akan mengabulkan segala permintaan pengikutnya dari harta, kekayaan,p jabatan, kekuatan, bahkan cinta, dan jiwa seseorang. Maka dari itu mereka begitu senang memujanya. Yang diinginkan oleh sang raja hanyalah bunga."
"Bunga?? Kenapa tidak beli saja di toko bunga untuk sesaji."
"Bukan itu maksudku. Mereka menyebut bunga untuk sang ratu. Sang raja sudah memiliki beribu ratu dan anak dari mereka. Tapi dia begitu terobsesi untuk mendapatkan ratu dari golongan manusia." Aku masih setia mendengarkan ceritanya.
"Mungkin dia bosan dan ingin mencari hal yang baru." Timpalku.
"Mungkin saja. Yang pasti diantara anggota mereka, mereka selalu berselisih. Mereka tidak saling percaya satu sama lain, mereka selalu ingin menjadi yang terbaik di mata raja. Yang berhak menjadi ketua dia yang dipilih oleh raja. Menjadi ketua memiliki beban yang lebih berat dari anggota lainya. Para anggota akan menyiapkan tumbal untuk sang raja. Tetapi sang ketua memiliki tugas menanam bunga untuk memenuhi keinginan sang raja. Jika dia gagal terus-menerus maka jiwanya yang akan jadi budak." Kelihatan sangat mengerikan. Aku sampai merinding hanya karena mendengarnya.
"Kalau bisa hindari mereka. Pemerintah memang benar kalau mereka berbahaya. Ayo pergi dari sini. Tidak perlu pedulikan temanmu. Dia pasti orang jahat seperti mereka." Jasmine kekeh mengajakku kabur dari sana. Aku tidak bisa meninggalkan Orlan sendirian di sana. Tentu saja aku tidak akan mau karena Orlan segalanya bagiku.
"Tidak, aku tidak mau meninggalkan Orlan sendirian. Dia adalah sahabatku." Tolakku.
"Jangan berpikiran egois sekarang. Yang terpenting kita pergi dari sini sebelum hari mulai gelap. Aku akan menyampaikan informasi ini langsung kepada tuan Adam sebelum mereka mengakhiri nyawaku."
"Tapi..."
"Elian! Aku mencarimu ke mana-mana. Apa kau baik-baik saja." Aku kaget karena Orlan sudah ada di belakangku, memanggil namaku. Aku bersyukur Orlan Bisa menemukanku di sini.
"Orlan syukurlah aku bertemu denganmu. Aku sangat takut sekali tadi."
"Elian! Sepertinya kita harus pergi sekarang." Jasmine berdiri dan mulai melangkah mundur menjauh.
"Orlan ayo kita pergi dari sini. Tempat ini tidak aman. Jasmine sudah menceritakannya padaku. Seharusnya aku tahu kalau Kau dulu terluka karena kabur dari mereka. Tapi sekarang aku malah memintamu datang ke sini lagi. Maafkan aku."
"Tentu saja." Jawab Orlan dengan tenang.
"Elian! Dia bukan temanmu. Ayo lari dari sini." Teriak Jasmine dengan kuda-kuda waspada.
"Tidak. Dia temanku Orlan." Kekehku karena aku tidak mau meninggalkan Orlan.
"Terserah kau saja. Aku akan pergi dari sini. Aku harap kau mau membantuku nanti. Aku pergi." Jasmine lalu pergi berlari sendirian masuk ke dalam hutan sebelum aku benar-benar mengikutinya kabur bersama Orlan.
"Jasmine tunggu, Jasmine jangan pergi dulu. Orlan ayo pergi, kita kejar dia. Kita harus mengikuti dia, dia yang tahu jalan kabut dari sini." Aku menggandeng tangan Orlan dan menariknya agar mengikutiku berlari mengejar Jasmine yang sudah kabur duluan.
Wusss, tiba-tiba ada sesuatu yang bergerak cepat seperti angin lewat di sampingku. Sampai menerbangkan rambutku dan menutupi mataku sekilas. Aku menatapnya kembali.
"Tadi itu apa!" Tanyaku kaget sambil merapikan rambutku yang menutupi mataku.
"Ayo pulang." Orlan menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan berlawanan arah dengan Jasmine. Aku hanya diam dan mengikuti Orlan.
"Kenapa kita kembali lagi ke tempat tadi. Jangan Orlan, mereka semua orang jahat. Mereka adalah orang yang menyakitimu. Aku takut Orlan." Tolakku dan menghentikan langkah kami sebelum menginjak halaman depan mensen besar dan mengerikan itu.
"Mobilku ada di sana. Mereka tidak akan tahu kalau aku dan kamu kabur. Kau sudah memakai jubahnya. Itu akan menutupi wajahmu. Ayo cepat jalan."
"Kau yakin ini akan aman." Tanyaku khawatir.
"Tentu saja."
Aku dan Orlan melaju pergi dari mensen yang besar itu. Aku baru tahu kalau tempat yang aku masuki tadi adalah sebuah mensen yang megah berdiri kokoh di tengah hutan di atas bukit. Baju tipis yang aku kenakan sudah kering dari tadi. Aku masih penasaran kemana Orlan pergi saat upacara mengerikan itu terjadi. Kalau bukan karena Jasmine mungkin aku akan benar-benar mati dan menjadi budak iblis untuk selamanya. Aku tidak bisa membayangkannya.
"Orlan tadi kau pergi ke mana! Kenapa kau meninggalkanku. Aku sendirian, aku hampir mati tadi."
"Kau tidak akan mati, kenapa kau begitu takut. Aku mengawasimu dari jauh karena aku hanya anggota rendahan."
"Benarkah. Tapi kenapa kau tidak menyelamatkanku dari iblis mengerikan itu. Untung ada Jasmine yang menyelamatkanku."
"Itu bukan upacara untuk persembahan seharusnya kau tidak perlu takut. Seharunya kau marah pada Jasmine yang menggagalkan semua rencanamu. Karena dia kau tidak bisa menjadi salah satu anggota mereka."
"Tapi aku percaya padanya."
"Kenapa kau mudah sekali percaya."
"Entahlah."
Brakkk bukkk citttt. Aku kaget sekali. Sesuatu jatuh menghantam kaca depan mobil dan jatuh tertabrak mobil. Orlan langsung mengerem mendadak. Kami lalu keluar untuk mengeceknya. Aku melihat sebuah mayat. Tidak, aku langsung menutup mulutku dan menjauh karena terkejut. Kami menabrak seseorang.
"Orlan bagaimana ini, kita menabrak seseorang. Bagaimana kalau dia mati. Kita bisa masuk penjara."
"Tenanglah Elian. Ini tempat yang tidak bisa di lalui orang biasa. Hanya anggota kami yang sering lewat sini. Dia pasti salah satu anggota kami."
"Itu tetap saja, kita telah membunuhnya. Apa pun yang terjadi aku akan tetap bertanggung jawab, walau masuk penjara sekalipun. Aku akan melihat korbanya."
Perlahan aku mendekat dengan rasa takut yang luar biasa. Tubuhku gemetaran berkeringat dingin. Aku menyentuh bajunya dan menariknya dari bawah mobil. Aku terkejut melihat wajah dan tubuhnya yang menghitam. Berbau busuk seperti mayat. Wajahnya hancur sebelah karena bertabrakan dengan mobil. Matanya melotot dengan kekosongan. Yang membuatku kaget adalah mayat itu adalah Jasmine. Aku masih mengenali wajahnya walau sudah hancur dan berubah menjadi mengerikan. Entah mengapa kesadaranku mulai hilang, aku sudah tidak kuat melihatnya lagi.
.....***.....
.
.
.
.
.
.
TBS....🐼🐼
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro