Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 05

*Bungaku*
.
.
.
.
......***......

Aku sudah selesai mandi dan bersiap berpakaian tapi bajuku bau alkohol. Harusnya kemaren aku tidak minum alkohol tapi Orlan begitu memaksa sampai aku tidak bisa menolaknya.

"Kenapa tidak dipakai bajunya?"

"Ah bajuku bau alkohol." Jawabku sambil mengendus-endus bajuku yang sudah lecek dan bau.

"Mau aku belikan baju baru?" Serunya tiba-tiba yang membuatku kaget. Semudah itukah dia bilang, apakah aku harus telanjang sampai ke toko baju. Itu tidak akan terjadi biarpun bau aku harus tetap memakainya sampai pulang ke rumah.

"Tidak perlu." Tolakku dan aku langsung memakainya. Setelah selesai berpakaian aku mengajak Orlan pulanh kembali ke rumah.

Kami keluar kamar bersama, tidak lupa menguncinya lagi. Saat aku melewati kamar sebelah yang aku tempati, aku merasa ada hawa menakutkan muncul menguap dari balik pintunya. Tanpa sadar aku berhenti dan Orlan pun juga ikut berhenti. Dia hanya memandangiku yang bersikap tidak biasa.

"Kau kenapa El?" Tanya Orlan yang membuatku gelagapan kaget karena tersadar dari lamunanku.

"Ah itu, tas tasku di mana?" Tanyaku yang baru sadar kalau aku tidak membawa apapun, bahkan tasku.

"Entahlah aku tidak tahu." Jawab Orlan acuh.

"Duh pasti ketinggalan di kamar." Seruku gelisah, karena ada barang berharga di tasku. Buku-bukuku, ponselku, dan dompetku semoga tidak hilang.

"Biar aku ambilkan, kau tunggu saja di sini."

"Iya."

Dia lalu langsung pergi meninggalkanku sendirian di sini. Aku menunggunya di depan pintu kamar 203, di mana tempat wanita itu meninggal. Kenapa aku mau saja ditinggal sendirian di sini, mana kamar di depanku bekas pembunuhan. Sepi, menakutkan. Seharusnya aku ikut mengambil tasku bersama Orlan tadi. Suasana di kamar depanku langsung berubah menjadi mencekam. Udara di sekitarku seakan sirna. Waktu sudah berhenti bergulir. Rasanya aku ingin pingsan karena kehabisan oksigen. Di tengah-tengah kesadaran ku tiba-tiba pintu kamar 203 itu perlahan terbuka.

Suara pintunya membuatku merinding, ngikkk kreeek kreekk krekk. Sesuatu yang gelap mulai terlihat sedikit demi sedikit seiring dengan pintu yang terbuka. Suara yang mengerikan menendang telingaku. Jantungku sudah memburu membutuhkan oksigen. Kreeekk ngikkk krekkk. Perlahan tapi pasti pintu itu terbuka setengah dan berhenti terbuka. Gelap aku tidak bisa melihat apa-apa. Kenapa hanya kegelapan yang bisa aku lihat padahal hari sudah siang. Kenapa masih terlihat segelap itu.

Apa kaca mataku yang sudah usang, tunggu aku tidak memakai kacamata sama sekali. Di mana kaca mataku. Tiba-tiba aku mendengar suara dengkuran yang keras dari tempat gelap itu. Lalu perlahan menampakkan sesuatu. Sebuah kaki perlahan muncul  sampai paha yang sudah membusuk. Kemudian menampakkan bagian perut sampai kepala.

Seorang wanita telanjang berambut pendek dan ada tato kupu-kupu di dadanya. Dia melihatku dengan wajah pucat penuh dengan ketakutan. Tak terduga tiba-tiba tangan dan kakinya bergerak sendiri seperti boneka Pinokio. Lalu perutnya membuncit tiba-tiba sebuah tangan muncul membelah perut sampai mengeluarkan darah dan isinya. Aku yang melihatnya kaget dan syok tidak bisa bergerak sama sekali.

Lalu muncul ke dua tangan dan kepala berjubah merah dari belakang yang gelap. Ke dua tangan itu masuk ke mulut wanita itu dan memaksa membukanya sampai kepala bagian atas wanita itu terputus. Aku merinding dan ketakutan dengan apa yang aku lihat. Aku tidak bisa bergerak atau pun ingin berteriak.

"El!" Panggil Orlan yang ada di sampingku sambil menepuk pundakku.

Aku langsung tersadar dan melihat di sekeliling menjadi normal kembali. Sebenarnya apa yang baru saja aku lihat, apa itu hanya halusinasiku saja. Kepalaku langsung pusing melihat kejadian itu. Badanku merinding dan berkeringat dingin. Aku seperti sedang berada di rumah, hantu sangat menakutkan.

"Ahh, hahh hahaha haahhh. Orlan!" Kataku menenangkan jantungku  yang berdetak tidak beraturan. Aku berusaha bersikap tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Aku benar-benar takut, tubuhku masih bergetar melihat sesuatu yang mengerikan tadi.

"Kau tidak apa-apa!" Tanya Orlan yang terlihat khawatir padaku.

"Iya, hahh hahahahh." Jawabku agar Orlan tidak terlalu khawatir denganku.

"Badanmu dingin sekali bahkan berkeringat." Ucap Orlan yang menempelkan punggung tangannya di dahiku dan mengusap keringat di leherku. Aku merasa geli dan sontak menjauhkan tangannya dari leherku.

"Tidak apa-apa aku baik-baik saja." Jawabku.

"Aku tidak menemukan tasmu di kamar. Sepertinya tadi malam aku tidak membawa tasmu ke kamar. Apa mungkin masih di bawah. Atau teman-teman sudah membawanya pulang."

"Coba telfon yang lain."

"Tasku juga tidak ada."

"Tempat ini jauh dari sekolah maupun rumah. Kalau teman-teman tidak membawanya, berarti barang-barangku hilang. Bagaimana ini?! seharusnya aku tidak ikut kalian datang ke sini. Aku sudah tidak mau datang ke tempat ini. Tasku itu sangat penting bahkan melebihi dokumen negara." Tukasku kesal karena barang berhargaku hilang entah kemana. Aku sudah bingung bagaimana barangku bisa ditemukan lagi, mengingat aku berada di tempat asing. Barangku dapat kembali kemungkinan hanya nol persen.

"Baiklah kita tanya ke resepsionis di bawah. Mungkin mereka memungutnya." Seru Orlan yang menenangkanku. Dia menuntunku ke bawah tanpa melepas tanganku. Aku sedikit risih dengan perlakuannya, tapi aku juga tidak bisa menolaknya karena aku juga tidak tau pasti tempat ini bagaimana jika kita terpisah. Aku bakal sendirian tidak bisa pulang bahkan bisa jadi gelandangan.

Aku menunggu Orlan yang masih asyik mengobrol dengan resepsionis hotel itu. Orlan tidak mengijinkanku ikut dengannya, ia menyuruhku duduk dan menunggunya. Aku tidak perduli yang pasti tasku harus kembali. Aku masih penasaran dengan buku itu dan aku ingin segera membacanya.

Tiba-tiba ada hawa dingin menyapu leherku. Aku yang kaget langsung berbalik kebelakang dan menyentuh leherku memastikan apa yang ada di belakangku. Tidak ada seorangpun yang lewat di belakangku tapi aku merasakan seperti ada orang yang lewat di belakangku. Kenapa tempat ini begitu mengerikan. Aku jadi takut.

"Ini tasmu. Beruntung mereka masih menyimpan barang-barang yang tertinggal di sini. Soalnya banyak sekali yang mabuk meninggalkan barang-barangnya di sini. Sudah ayo pulang." Seru Orlan yang baru saja dari meja resepsionis hotel dan memberikan tasku padaku. Aku langsung menerimanya dan memastikan barang-barangku yang aku bawa.

"Iya. Terima kasih." Jawabku berterimakasih karena Orlan sudah membantuku walaupun aku masih kesal dengannya karena dia memaksaku pergi ke tempat mengerikan seperti ini.

Aku merogoh tasku memastikan tidak ada barang yang hilang satu pun. Tapi tunggu buku itu, buku kutukan itu tidak ada, hilang. Kenapa bisa hilang. Kanapa hanya buku itu yang hilang, aneh. Kemana perginya buku itu, siapa yang mengambilnya.

"Tidak ada, di mana!" Seruku bingung sambil mengeledah tasku berulang kali. Buku itu benar-benar hilang.

"Ada apa?"

"Bukuku hilang." Jawabku panik.

"Kan bisa beli lagi."

"Bukan itu. Aku pinjam di perpustakaan, kalau hilang bagaimana. Aku juga belum sempat membacanya."

"Buku apa yang kau cari?"

"Buku itu buku emzzz buku. Sudahlah lupakan saja. Akan aku pikirkan nanti." Jawabku yang langsung aku alihkan. Aku tidak mau banyak orang yang tahu tentang masalahku. Biasanya aku akan langsung cerita dengan Orlan tapi aku urungkan niatku karena melihat kondisi Orlan yang masih linglung. Aku akan memberi tahunya jika waktunya sudah tepat.

"Itu lebih baik!" Jawabnya yang entah mengapa sepertinya dia memang acuh tak acuh pada barangku. Itu seperti bukan dirinya yang dulu.

Kami keluar dari klub malam itu dan berjalan menuju ke parkiran. Di sana hanya ada mobil Orlan dan beberapa mobil polisi. Aku masih bertanya-tanya apakah mereja bisa menemukan pembunuhnya. Aku melihat pak Adam, polisi itu keluar dari mobil membawa beberapa alat yang tidak aku ketahui. Dia tersenyum ketika melihatku yang sedang mengamatinya. Aku membalas senyumnya lalu masuk ke mobil.

............***............

"Aku pulang!" Seruku setelah sampai rumah.

"Kamu sudah pulang sayang. Kau baik-baik saja?" Sambut Mama dengan senyum yang cantik seperti biasanya.

"Aku baik-baik saja ma tapi aku masih marah sama Mama." Seruku kesal karena Mama mengijinkan Orlan mengajakku ke tempat mengerikan itu.

"Kenapa marah sama mama?"

"Kenapa Mama mengijinkan aku pergi minum alkohol dengan Orlan. Kalau sekedar bir atau anggur kan masih mending tapi ini rum mah, kadar alkoholnya tinggi banget." Protesku pada Mama.

"Ups maafkan Mama sayang. Mama hanya ingin kamu bisa lebih dewasa saja hahahaha. Sudah sudah ayo masuk. Orlan ayo masuk. Kalian pasti belum makan."

"Nah lihat apa yang mama masak untuk kalian. Ayo cepat makan nanti perut kalian sakit kalau telat makan."

"Baiklah."

Setelah kami selesai makan aku masuk ke kamarku. Orlan juga mengikutiku ke kamar. Aku langsung ganti baju dengan baju santai biasa. Orlan melihat-lihat isi kamarku. Aku perhatikan dia seperti baru pertama kali masuk ke kamarku. Aku lalu duduk di kasur dan menunggu Orlan yang masih asik melihat dan memegang barang-barangku. Sampai dia membuka jendela kamarku dan menampakan beberapa tanaman yang kurawat. Aku lupa belum menyirami pagi ini.

Dia memegang salah satu tanamanku yang langka itu. Aku belum tahu namanya. Buku tentang tanaman itu sudah hilang entah ke mana sebelum aku melihat nama bunga itu. Aku lalu mendekatinya, dia masih asyik memutar-mutar tanaman itu dan menelitinya.

"Kau baru melihatnya?" Tanyaku karena melihat Orlan yang terlihat begitu penasaran dengan bungaku.

"Tidak juga." Jawabnya santai tanpa melihatku. Dia terlihat tertarik tapi malah mengabaikanku. Dasar aneh.

"Aku menemukannya di halaman depan kamarku. Lihatlah pohon itu, aku menemukannya di depan pohon itu." Seruku sambil menunjuk ke pohon depan kamarku.

"Aku tidak tahu itu bunga jenis apa. Aku sedang menelitinya. Andaikan bukuku tidak hilang aku pasti sudah tahu tanaman apa itu. Yah berhubung sudah hilang aku harus mencari buku lain untuk sumber informasiku tentang bunga itu. Hahh sudah letakkan kembali nanti rusak kalau dibuat mainan terus. Aku ambilkan air untuk menyirami tanananku agar bisa tumbuh menjadi lebih besar." Jelasku dan memarahi Orlan yang dari tadi memainkan tanaman bungaku.

"flos semina tenebris." Ucapnya yang membuatku kaget, apa maksudnya.

"The Seed Of Darkness. Kau tahu kan artinya." Ucapnya lagi dengan bahasa yang berbeda.

"Iya. Apa benar itu namanya?" Tanyaku penasaran kenapa Orlan bisa tahu nama bunga ini.

"Tentu saja tidak. Itu hanya nama yang di berikan manusia untuk bunga itu. Kami punya nama sendiri untuk bunga indah ini." Tapi Orlan malah menyangkalnya dengan kalimat yang tidak aku mengerti.

"Apa maksudmu kami." Tanyaku lagi agar aku paham yang dimaksud Orlan.

"Tidak ada, aku hanya menjelaskan sesuai dengan bukunya." Jawabnya dengan mudah tapi malah membuatku semakin bingung. Tapi aku langsung ingat dengan buku kutukan itu, apa yang dimaksud Orlan adalah buku itu.

"Buku? Apa buku yang berjudul The Flowers From The hell. Apa kau sudah membacanya, kapan?" Tanyaku memastikan apa benar yang di maksud Orlan adalah buku kutukan itu. Aku menanyakan kapan dia membacanya namun jawaban yang tidak jelas yang aku dapatkan.

"Sebelum kau membacanya."

"Jadi kau sudah membaca buku kutukan itu. Bisa kau jelaskan tentang bunga ini, kenapa diberi nama the seed flower of darkness." Tanyaku antusias karena merasa mendapatkan banyak informasi tentang bunga itu walau aku masih sulit untuk mengakuinya karena berbau mistis.

"Bunga ini tidak boleh terkena sinar matahari nanti tidak akan berkembang. Selalu sirami dengan darahmu agar bisa berbuah." Dia malah mengalihkan pembicaraanku.

"Kenapa kamu jadi aneh seperti itu. Kenapa harus darah. Jangan-jangan kau mempercayai buku itu. Aku tidak percaya dengan hal begitu jadi percuma saja kau menjelaskannya aku tidak akan percaya." Seruku malas dengan pemikiran berbau mistis yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan pikiran. Aku frustasi karena merasa semua ini seperti tidak masuk akal jika dipikirkan lagi.

"Kau harus percaya El."

"Nih minum dulu. Kalian berdua lagi ngapain. Oh lagi lihat bunga. Eh El kenapa kau ambil bunga Mama."

Tiba-tiba Mama datang membawa minum. Mama tidak perlu repot-repot membuatkan kami minum, aku merasa sungkan karena tidak biasanya Mama melakukan hal semacam ini. Bahkan sudah biasa aku mengambil minum atau makananku sendiri tanpa meminta Mama mengambilkanya.

"Bunga Mama?" Tanyaku heran masih bertanya-tanya kenapa Mama bisa tahu.

"Iya sayang, itu bunga Mama. Mama sengaja menanamnya di halaman depan kamarmu karena tanah di sana sangat subur. Tapi kenapa kau ambil. Itu lihat jadi layu begitu." Lalu Mama berusaha menjelaskan bahwa Mamalah yang telah menanam bunga ini.

Dari aku kecil Mama tidak pernah menyentuh yang namanya tanaman bunga sekalipun, dia tidak suka berkebun bahkan menanam seperti ini. Hanya aku yang hobi bertanam di rumah ini. Ini terasa aneh. Tapi aku tidak boleh berpikiran buruk tentang ini, mungkin saja mama punya alasan sendiri menanam tumbuhan bunga ini.

"Maaf mah, El tidak tahu kalau itu Mama yang menanamnya. Tapi Mama dapat bunga ini dari mana?" Tanyaku menanyakan awal Mama menemukan bunga ini siapa tahu aku tahu nama bunga ini dan tidak harus mempercayai Orlan yang berbau mistis itu.

"Ahh itu Mama beli dari pedagang di luar negeri. Ini tanaman langka Mama membelinya karena penjualnya bilang ini bunga untuk ramuan awet muda. Lihat seperti wajah Mama masih cantik dan muda kan." Mama bercerita dengan ceria dan menunjukan senyum manis di wajah cantiknya. Sepertinya sama saja, semua bermau mistis. Tidak ada yang bisa dipercaya.

"Mana ada ramuan untuk awet muda!" Jawabku dengan memutar kedua mata tidak percaya.

"Ada sayang." Mama mendekatiku dan mengelus lenganku untuk meyakinkanku. Tetap saja aku tidak bisa percaya.

"Lihat bunganya berkembang lagi. Perhatikan baik-baik." Wajah Mama terlihat kaget dan mendekati bunga itu yang di pegang Orlan.

"Kau meneteskan darahmu pada bunga ini. Aku tidak percaya. Astaga benar berkembang. Kelopak bunganya menjadi double dua dan muncul apa itu. Apa itu bijinya. Bentuknya seperti mutiara, tapi warnanya merah gelap." Aku terkagum karena bunga itu berkembang di depan mataku langsung. Sungguh indah dan menakjubkan.

"Iya sayang itu bijinya. Bijinya yang biasa digunakan untuk ramuan awet muda." Sontak mama tertawa senang karena melihat sebongkah biji di tengah bunga itu. Apa benar itu bijinya. Kenapa cepat sekali berbiji, tidak seperti bunga pada umumnya.

"Mama jangan bohong itu tidak mungkin!" Sangkalku.

"Beneran coba telan ini." Aku kaget bukan main karena Mama langsung menyuruhku menelan benda aneh yang disebut mama biji bunga itu. Mana ada biji bisa dimakan selain biji bunga matahari, itu pun harus di masak dulu. Aku tercengang tidak percaya karena Mama langsung mengambilnya dan menyodorkannya padaku.

"Hahh telan!" Kataku kaget.

"Iya sayang, ayo telan. Ini tidak beracun kok." Paksa Mama dengan menyodorkannya ke bibirku, aku langsung menolaknya dan menutup mulutku.

"Aku enggak mau ma. Aku belum membuktikannya kalau itu tidak beracun. Taruh di sini saja biar aku teliti dulu." Seruku yang langsung memberikan kotak wadah untuk bijinya, biar aku teliti dulu di ruang laboratorium di sekolah.

"Kenapa kau tidak percaya sama Mama, sayang. Mama sudah makan ini berkali-kali tapi Mama masih hidup dan tambah cantik." Mama berusaha menjelaskan kalau Mama bisa awet muda dengan menelan biji itu, tapi aku tetap tidak percaya sama sekali.

"Kalau begitu Mama makan saja. Aku tidak butuh itu." Tolakku lagi, aku sungguh tidak ingin berurusan dengan hal mistis tentang bunga itu.

"Karena kamu sudah dewasa! sudah waktunya Mama memberikan ini padamu. Mama sangat sayang padamu, makanya Mama ingin memberikan barang yang paling berharga bagi Mama untukmu." Desak Mama. Kenapa Mama memaksa sekali aku harus menelan biji itu.

"Tapi ma aku masih tidak yakin dengan biji itu. Mama simpan saja untuk nanti." Aku pun tidak mau kalah dalam menolaknya.

"Biji ini harus di telan langsung setelah berbiji. Kalau tidak langsung dimakan warnanya akan menjadi pucat dan berubah menkafi racun. Sudah ayo cepat telan." Mama langsung memasukan biji itu saat aku bicara dan alhasil aku tersedak, tapi untung biji itu tidak nyangkut di tenggorokan dan langsung masuk ke perut. Jika saja nyangkut di tenggorokan aku bisa mati tersedak tidak bisa bernafas.

"Tidak ma, tidak emm...."

Aku menelanya. Rasanya biasa saja aku tidak keracunan bukan? Tunggu sampai lima menit. Kalau beracun aku pasti dimulai dengan gejala pusing dan muntah. Sudah lima menit tidak terjadi apa-apa. Syukurlah tidak beracun. Apa benar ini ramuan awet muda. Apa aku nanti tidak bertambah tua setelah memakannya. Kenapa aku jadi ikut-ikutan percaya dengan apa yang dikatakan Mama.

"Sudah percaya. Tidak beracun kan!" Tukas Mama senang karena sudah membuktikan kalau itu tidak beracun padaku.

"HE'EM..." Tapi aku harus tetap menelitinya.

"Kau tambah cantik El." Seru Orlan tiba-tiba yang membuatku kaget. Kenapa Orlan bilang aku cantik harusnya aku tambah tampan bukan cantik.

"Apa! Mana mungkin. Apa kau mau menghinaku." Sangkalku dan aku langsung memukul lengannya berusaha bercanda dengan candaan yang tidak lucu itu.

"Hahaha tidak!" Dia malah tertawa puas karena sudah menjailiku.

"Mama keluar dulu. Kalian nikmati waktu muda kalian. Mama tidak mau mengganggu." Mama pamit keluar kamarku. Mama terlihat tersenyum manis tapi aku melihat tatapan mata mama yang terlihat berbeda. Aku melihat seperti ada tangisan dibalik senyum manis yang selalu dia suguhkan padaku.

"Iya ma." Jawabku membalas senyum manis Mama.

"Anakku sudah besar ternyata. Mama sayang padamu." Serunya sambil mengelus-elus lenganku sebelum pergi. Nada suaranya seperti enggan pergi dariku. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mama. Apa Mama sedang punya banyak masalah.

"Aku juga sayang Mama." Seruku sebelum Mama hilang di balik pintu. Semoga saja mama bisa menyelesaikan masalah Mama dengan cepat sehingga aku tidak harus melihat senyum palsunya lagi seperti tadi.

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Orlan yang membuatku bingung. Maksudnya apa dia tanya seperti itu.

"Apa maksudmu?"

"Bagaimana, apa yang kau rasakan setelah menelannya. Apa kau merasa mual-mual?" Orlan bertanya apa yang aku rasakan setelah menelan biji itu. Aku tidak merasakan apapun, apa lagi mual karena keracun. Aku rasa itu mungkin aman dikonsumsi walaupun aku tidak percaya dengan ramuan awet muda itu.

"Tidak. Aku pikir ini tidak beracun. Aku tidak merasa pusing maupun mual." Jelasku langsung duduk di sampingnya.

"Baguslah kalau begitu." Serunya langsung rebahan di kasur. Aku pun juga ikutan rebahan. Rasanya nyaman.

"Kau pasti juga tidak percaya kan kalau itu bunga untuk ramuan awet muda." Seruku menyangkal apa yang dikatakan Mama.

"Iya." Syukurlah Orlan lebih percaya padaku dari pada mama.

.......***.....

Sudah pukul sepuluh malam, tapi aku belum juga bisa tidur. Lebih baik baca buku saja. Aku masih asik membaca novel yang baru aku beli sama Erisha sebelum dia pergi untuk pelatihan selama menjadi anggota kontestan lomba penyanyi terkenal. Semoga saja malam ini aku bermimpi indah. Aku melanjukan membaja novel yang berjudul 'Killer from the abyss (Who killed me in my previous life)', novel yang baru aku baca setengah. Saat sibuk membaca ada pesan masuk di ponselku yang sedang aku charger. Ternyata pesan dari Erisha.

Er_Risa💋:
"Sayang lagi apa?"

El_ian☘:
"Lagi baca novel. Kamu free hari ini!"

Er_Risa💋:
"Tidak juga. Apa kau nonton aku kemaren. Bagaimana, penampilanku bagus kan?! Kau juga ngasih vote kan?"

El_ian☘:
"Iya penampilanmu bagus sekali. Aku sampai menangis mendengar suaramu yang merdu bagaikan seruling malaikat."

Er_Risa💋:
"Kamu bohong ya."

El_ian☘:
"Kenapa aku harus bohong pada pacarku sendiri. Kamu kapan pulang, aku sudah rindu padamu."

Er_Risa💋:
"Rinduku bahkan melebihi rindumu. Aku tidak bertemu denganmu bahkan keluarga dan temanku hampir dua bulan."

El_ian☘:
"Kamu baik-baik di sana. Mau telfonan?"

Er_Risa💋:
"Jangan nanti ketahuan. Sudah dulu ya aku ada latihan pernafasan, sampai jumpa."

El_ian☘:
"Sampai jumpa."

Sejak dia mengikuti kompetisi bernyanyi di salah satu acara TV terkenal itu, dia jadi susah dihubungi. Kami hanya bisa bertukar pesan singkat. Untuk kesuksesan orang yang aku cintai aku akan selalu mendukungnya apapun yang terjadi. Aku berbohong soal aku memberi vote sms untuk memilihnya karena aku berada di tempat mengerikan itu bersama teman-temanku. Semoga saja dia tidak tahu kalau aku berbohong karena tidak memberikan dukungan vote untuknya.

Huhh rasanya capek sekali hari ini. Kenapa badanku rasanya lebih lemas dari biasanya. Apa gara-gara minum alkohol terlalu banyak. Semua ini gara-gara Orlan kalau saja dia tidak memaksa, badanku tidak akan sakit seperti ini.

Aku berjalan ke arah jendela dan membukanya. Hari ini sungguh cerah, bulan purnama bersinar terang. Padahal bulan ini masih musim hujan. Setiap hari hujan hawanya menjadi dingin.

Aku arahkan mataku ke bunga aneh itu. Bunganya masih mekar dengan cantik. Sekarang warnanya tidak merah keunguan tapi sudah menjadi merah terang. Kenapa bisa terjadi seperti itu. Jika aku ambil sebagian untuk diteliti apakah terjadi sesuatu terhadap bunganya, atau malah akan layu dan mati. Aku dari kemaren ragu untuk memotongnya barang secuil pun.

Emz kenapa perutku rasanya sakit sekali, rasanya ingin muntah. Apa ini gejala keracunan. Emz sungguh sakit sekali, perutku rasanya seperti diperas. Aku tidak kuat, aku terduduk dan berguling di kasur untuk menenangkan rasa sakit yang menusuk ini. Aku berusaha berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan semua yang ada di perutku yang membuatnya sakit. Beberapa kali muntah tapi kenyataannya tidak ada apa pun yang keluar, hanya air liurku saja yang keluar.

Perlahan perutku berangsur-angsur membaik. Sebenarnya apa yang terjadi padaku, perutku langsung sembuh tidak terasa sesakit tadi. Apa aku harus periksa ke dokter. Tiba-tiba aku merasakan hawa dingin lewat di belakangku dengan cepat. Kenapa terjadi lagi, badanku menjadi dingin karena takut. Aku langsung menoleh begitu saja dan tidak menemukan apapun.

Apa jangan-jangan hantu perempuan itu telah masuk ke kamarku. Aku harus menghubungi Orlan mungkin saja dia bisa membantuku mengatasi hantu itu. Tapi Orlan baru hilang ingatan, jadi aku pikir dia tidak bisa membantuku. Aku telfon Ned saja mungkin dia mau membantuku. Aku lalu berjalan ke luar kamar mandi menuju meja tempat aku meletakkan ponselku. Aku duduk di pinggir kasur dan sibuk mencari nomor Ned. Aku menelfonya tidak lama menunggu telfon langsung tersambung.

"Hallo Ned!"

"Iya ada apa?"

"Kau tidak mabukkan kemaren?"

"Tentu saja aku mabuk berat, asal kau tahu aku dimarahi ibuku habis-habisan. Untung saja ayahku tidak ada di rumah, kalau dia tahu aku mabuk sudah habis nyawaku. Kenapa kau menelfonku malam-malam begini?"

"Ned kau bisa membantuku tidak, aku sedang dalam masalah besar."

"Masalah apa, jangan bilang dengan Orlan lagi."

"Bukan! Ini soal hantu!"

"Elian kau jangan bercanda. Bilang saja kau punya masalah dengan Orlan. Sudahlah, walau Orlan tidak mengungkapkan perasaanya, dapat dilihat kalau dia mencintaimu. Lalu apa yang kau pertanyakan, kau tinggal memilih Orlan atau Erisha."

"Ned jangan membuatku pusing. Ini benar-benar bukan tentang Orlan. Ini tentang hantu."

"Hemm kau yakin ini tentang hantu. Kau tahu sendiri kalau aku penakut. Jika kau minta aku membantumu, aku lebih baik mundur."

"Ned jangan begitu setidaknya beri aku saran atau bantu aku mencari solusinya."

"Baiklah, coba cerita!"

"Ned beberapa hari ini aku diganggu oleh hantu wanita. Bahkan dia hadir dalam mimpiku. Sebelumnya aku tidak pernah bisa melihat hantu sama sekali. Bahkan aku tidak mempunyai kemampuan untuk melihat mereka. Tapi kenapa akhir-akhir ini aku sering diganggu."

"Apa kau pernah melakukan kesalahan pada wanita itu sampai dia menghantuimu?"

"Entahlah Ned, aku merasa aku tidak pernah mengenal wanita itu sebelumnya. Jadi aku bingung kenapa dia menghantuiku terus."

"Coba kau ingat lagi mungkin kau pernah menabraknya atau sengaja membunuhnya."

"Apa kau gila Ned! mana mungkin aku melakukan hal seperti itu. Pokoknya aku belum pernah bertemu wanita itu sebelumnya, aku harus mencari tahu kenapa dia menghantuiku."

"Kalau begitu anggota keluargamu yang memiliki masalah dengan wanita itu. Coba tanya dengan ayah dan ibumu."

"Tidak Ned, mereka tidak bisa melihat hantu itu. Bahkan mereka tidak dihantui wanita itu. Aneh, kenapa hanya aku?"

"Sampai mana kau diganggu hantu itu?"

"Dia hanya menampakkan dirinya sekilas."

"Jadi dia belum mengganggumu sampai jauh emmz, aku pernah mendengar tentang dukun yang hebat dari adikku Ellie, kau tahu sendiri Ellie suka hal yang berbau mistis seperti itu. Jika mau besok pulang sekolah mampirlah ke rumahku, aku akan mengatakannya pada Ellie mungkin dia bisa membantu."

"Baiklah Ned terimakasih atas bantuannya."

"Ya sudah aku tidur dulu. Bye."

"Bye."

Aku matikan telfonku tapi aku melihat ada pesan dari Orlan. Aku melihatnya, aku kaget membaca pesan darinya. 'Kentang, kau belum tidur. Mau telfonan denganku. Aku bosan, kau malah asik telfonan dengan orang lain.' Itu pesannya yang membuatku kaget dari mana dia tahu kalau aku sedang telfonan dengan Ned, padahal aku lihat dia tidak menelfonku sama sekali untuk tahu kalau telfon sedang dialihkan.

'Darimana kau tahu aku sedang sibuk telfonan dengan Ned!' balasku penasaran.

'Hanya menebak.'

'Bukan hal yang lucu.' Jawabku yang langsung dia baca, lalu dia mulai menelfonku. Sebenarnya aku sudah mengantuk sekali tapi aku tidak bisa menolaknya.

"Hallo, kau mau bicara apa?"

"Kenapa kau kelihatan tidak senang. Aku sangat merindukan bungaku."

"Aku pikir kau tidak hilang ingatan tapi kau sudah gila."

"Kenapa kau menghujatku seperti itu. Walaupun gila aku tetap seorang raja."

"Hahh raja wanita, kau memang raja wanita. Walaupun kau sudah hilang ingatan tapi yang tetap melekat dalam otakmu hanya wanita. Dasar playboy urakan Hahaha."

"Hahaha walaupun playboy tapi aku tetap menyukaimu." Apa yang dikatakan Orlan.

Apa dia sedang mengutarakan perasaannya padaku. Atau dia hanya bercanda soal hal itu. Aku tahu kalau Orlan suka bercanda. Aku harus tenang mungkin saja dia sedang bercanda, aku tidak boleh berharap terlalu jauh lagian aku juga sedang bingung dengan perasaanku pada Orlan. Apakah sama dengan perasaan cintaku pada Erisha atau hanya sebatas sahabat dekat saja.

Tok-tok-tok, aku mendengar suara pintukku di ketuk beberapa kali tapi kenapa tidak ada suara yang memanggilku. Apa itu Mama tapi kenapa diam saja. Kenapa udaranya semakin dingin sampai membuatku merinding.

"Hei kentang kenapa kau diam saja."

"Tunggu sebentar mamaku datang." Aku langsung berjalan ke depan pintu kamar tanpa menutup telfonnya.

"Iya mah ada apa?" Seruku sambil membuka pintu tapi yang kutemukan hanya kekosongan. Tidak ada satupun orang yang berdiri di depan pintu kamarku, bahkan di koridor yang gelap juga tidak nampak ada seseorang. Siapa yang mengetuk pintu tadi. Aku langsung menutup pintunya dan berusaha tidak memikirkan hal buruk tentang hantu itu.

"KENTANG! Apa kau sedang ketakutan?"

"Apa yang kau katakan?"

"Aku hanya menebak."

"Berhentilah menebak kau membuatku pusing."

"Hahaha kau lucu sekali. Apa kau mau aku temani. Aku akan ke sana dengan cepat."

"Tidak perlu aku baik-baik saja."

"Kau yakin?"

"Iya, aku sudah mengantuk. Aku mau tidur dulu, jangan mengganggu."

"Baiklah, kentang harus tidur agar bisa cepat membesar dan enak di makan."

"Terserah, sampai jumpa."

"Selamat malam, my Flower."

Aku menutup telfonnya dan berbaring lagi di kasur. Aku ingin melanjutkan membaca novel yang sempat terganggu sebelum tidur. Perasaan merinding dan takut tiba-tiba menghinggapiku. Apa ada hantu wanita itu lagi. Aku mencoba menenangkan hati dan pikiranku sendiri. Mungkin aku memang kelelahan, aku harus cepat tidur.

Duwerrrr, itu suara Guntur yang sangat keras sekali mengagetkanku dan membuat darahku mengalir ke jantung dengan cepat. Lalu suara petir datang lagi berkali-kali. Udaranya di kamarku mulai dingin, Apa sebentar lagi hujan. Terserahlah yang penting aku bisa tidur.

Cterrr Dwerrrr. Suara petir menggelegar lagi dan lagi, suara Guntur juga mengganggu telingaku. Sepertinya akan terjadi badai. Rasanya aku khawatir sekali namun kenapa aku tidak bisa beranjak dari kasurku. Angin kencang bertiup membuka korden dan cendelaku berkali-kali, rasanya mengganggu sekali. Aku langsung bangun, guntur dan petirnya mulai hilang tapi digantikan dengan hujan yang sangat lebat dan angin yang kencang.

Cendelaku sampai terbuka dan air masuk ke dalam kamarku. Aku berusaha menutupnya namun aku melihat wanita itu berdiri lagi di sana. Di bawah pohon dia melihatku. Aku langsung menutupnya tidak ingin melihatnya. Walau terlihat samar karena aku tidak memakai kacamata tapi aku bisa melihat wajah seramnya. Jantungku berdetak kencang karena ketakutan. Kenapa hantu itu mengikutiku bahkan menghantuiku. Apa yang pernah aku lakukan padanya sampai dia mendatangiku lagi.

Cweterrr Dwerrr, suara guntur datang lagi dengan keras. Bukanya sebentar lagi musim panas kenapa hujannya masih begitu deras. Samar-samar aku mendengar suara bayi menangis, hah bayi. Bayi siapa yang ada di rumahku. Perasaan tidak ada bayi di rumah ini. Apakah itu hantu juga atau ada yang membuang bayi di depan rumah. Aku berjalan keluar kamar menuju ke depan pintu rumah.

Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum aku menarik gagang pintu dan melihat yang ada di balik pintu. Aku lalu membuka pintu dan melihat sebuah keranjang buah yang terlapisi kain putih. Aku mendekatinya dan suara bayi itu semakin terdengar jelas.

Ada yang membuang bayi di depan rumah. Aku lalu membuka kain berniat untuk mengambil bayi itu tapi aku kaget bukan main karena yang aku temukan bongkah daging busuk. Bisa di bilang bayi yang sudah membusuk penuh darah hitam yang menggumpal. Tapi bayi itu tetap menangis keras. Aku semakin takut, takut karena bayi itu sudah mati. Baunya menyengat tapi perasaan takut semakin muncul dari arah jauh ke depan.

Aku melihat sesosok wanita itu lagi. Dia menggerakkan kepalanya lalu berlari ke padaku dengan langkah menakutkan. Aku yang takut langsung berbalik berniat kabur masuk ke dalam rumah. Tapi aku tambah kaget lagi karena aku langsung berhadapan dengan papa. Jantungku sudah loncat ke atas dan ke bawah, aku hampir pingsan.

"Papa?!" Seruku terkejut.

"Kau kenapa malam-malam keluar rumah?" Tanya papa dengan tatapan yang menyeramkan.

"Ah itu tadi...." Seruku terpotong karena aku ingin menjelaskan apa yang aku lihat, tapi semua hilang tidak berbekas. Aku bingung harus berkata apa pada papa. Papa pasti tidak akan percaya kalau ada hantu di rumah ini. Aku melihat raut wajah papa yang terlihat tidak senang denganku. Aku baru pertama kali melihat wajah papa seperti itu. Aneh dan mencurigakan, kenapa papa melihatku dengan tatapan tajam yang dingin. Aku beranikan diri menegurnya.

"Papa?" Tanyaku karena melihat papa yang menatapku tanpa henti. Lalu sekejap Papa langsung tersadar dan menasehati.

"Iya! Ahh, lebih baik kau masuk ke kamar. Jangan keluar tanpa memakai kacamata, kau terlihat berbeda. Papa khawatir karena papa melihatmu berjalan keluar kamar, papa pikir kamu akan pergi ke mana." Jawab papa yang langsung menarik pundakku untuk masuk ke dalam rumah. Papa terlihat pusing dan kelelahan. Papa yang menutup pintunya. Aku tidak mau menutupnya karena takut jika aku yang menutupnya aku akan melihat wajah hantu yang mengerikan itu.

"Aku tidak berniat pergi pa, aku hanya sedang bosan di kamar Hahaha. Aku akan ke kamar. " Aku langsung berjalan menuju tangga untuk kembali ke kamar. Ayah langsung menghentikan langkahku.

"Papa masih banyak pekerjaan kantor yang menumpuk, kau bisa buatkan papa kopi. Aku harus menyelesaikan proyek ini malam ini juga. Papa tidak bisa membangunkan ibumu, ibumu pasti kawatir kalau papa kerja lembur di rumah." Seru papa yang ternyata menyuruhku untuk membuatkan kopi untuknya. Aku merasa seperti ada yang berbeda dengan Papa tapi aku tidak tahu pasti yang aku tahu hanya raut wajahnya yang seperti terlihat asing bagiku.

"Akan aku buatkan pa, papa tenang saja. Akan aku buatkan kopi yang spesial buat papa." Jawabku yang langsung berjalan ke dapur membuatkan kopi untuk papa.

"Iya terimakasih sayang." Aku hanya menganggukan kepala tanda aku menerima ucapan terimakasih dari ayah. Papa lalu berjalan kembali keruangan kerjanya.

Mungkin wajah papa terlihat begitu dingin karena sedang lelah memikirkan pekerjaannya. Mungkin saja tiap malam tanpa aku dan Mama ketahui papa diam-diam kembali bekerja di rumah agar aku dan Mama tidak khawatir. Papa pasti lelah, mungkin aku bisa membantunya walau sedikit.

Aku mengambil gula satu sendok karena ayak tidak suka kopi yang terlalu manis lalu menuangkan satu sendok kopi hitam dan menuangkan air panas yang sudah mendidih. Setelah selesai membuat kopi aku mengambil beberapa kue di dalam kulkas. Papa pasti lapar karena bekerja semalaman. Aku membawa semuanya ke ruangan kerja papa.  Aku lihat papa sedang menyandarkan  kepalanya di kursi berputarnya. Papa pasti sedang pusing memikirkan pekerjaannya.

"Pah, ini kopinya. Apa papa butuh bantuanku?" aku meletakan secangkir kopi di samping komputer papa. Papa malah menolak bantuan yang aku tawarkan.

"Ahh kau sudah datang. Tidak perlu, kamu tidur saja. Papa bisa melakukannya sendiri." Jawabnya sambil menyeruput kopinya pelan-pelan.

"Tidak apa-apa Pah, aku belum mengantuk. Biarkan aku membantu papa." Aku masih menawarkan bantuan yang aku bisa. Kasihan papa terlihat kecapean mengerjakan pekerjaan kantor sendirian.

"Kau anak yang baik El. Jika kau memaksa kau bisa memilah dokumen ini seperti contohnya. Kau hanya butuh mencontreng setiap kolom penjualan ini. Ini harus dikerjakan manual. Jadi setiap bulan harus melakukan ini tapi sekertaris papa tidak bejus sama sekali, pekerjaan semudah ini dia tidak melakukannya juga. Kau bisa melakukannya kan El." Papa akhirnya mengijinkan aku membantunya. Dia langsung memberikan beberapa dokumen yang begitu tebal padaku, tidak lupa menjelaskan bagaimana aku harus mengisinya.

"Tidak apa-apa pa, aku bisa." Jawabku serius membantu papa. Ternyata banyak sekali yang belum diisi. Ini mungkin pendanaan dari tahun lalu sampai sekarang. Bahkan tebal sekali seperti buku. Ini memang pekerjaan yang mudah hanya mencontreng kolommnya tapi kalau ditimbun sampai satu tahun siapa yang kuat melakukanya sendiri. Capeknya pasti beribu-ribu kali lipat. Papa pasti pusing karena ini dia harus mengerjakannya sendiri. Aku lalu duduk di kursi yang biasa digunakan sekertaris papa jika datang ke sini.

Aku teringat dengan perkataan papa tadi di depan rumah. Papa bilang ingin mengerjakan sebuah proyek tapi kenapa aku di suruh mengerjakan pendanaan setiap tahun di perusahaan papa. Apa papa sedang berbohong padaku. Terserah saja aku tidak perduli. Aku mengerjakan seperti apa yang papa katakan. Kami sama-sama sibuk dalam pekerjaan kami masing masing sampai aku mulai mengantuk. Untung saja aku sudah menyelesaikan 3 dokumen dan sekarang yang ke empat. Lalu tiba-tiba papa membuatku terkejut.

"El?!" Panggil papa dengan wajah sedih menatap ke bawah.

"Hemm." Jawabku singkat. Papa melihatku dengan dalam lalu membuang nafas berat.

"Kembalilah tidur lanjutkan besok. Kau terlihat sudah mengantuk, papa juga sudah mengantuk. Kita sudahi dulu. Ayo tidur." Papa langsung menutup komputernya dan membersikan dokumen-dokumen yang ada di atas mejanya lalu menyimpannya di bawah laci meja.

"Tapi... Bukanya papa ingin bilang sesuatu padaku, mungkin sesuatu yang lebih penting." Tanyaku yang penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Papa tadi.

"Tidak ada, lebih baik kita kembali tidur. Cepat bereskan dokumen-dokumennya, Papa ke kamar dulu." Seru papa yang berjalan ke luar ruangan dan meninggalkan aku sendirian di sini.

"Baik pa." Jawabku patuh. Aku juga langsung mengikuti apa yang papa katakan yaitu menata dokumen-dokumen yang aku kerjakan tadi kemudian meletakkannya di meja agar sekertaris papa tahu dan melanjutkan pekerjaannya.

Papa langsung pergi begitu saja. Padahal aku sudah menunggu mungkin saja dia mau mengatakan sesuatu yang penting seperti rahasianya. Aku curiga kenapa papa terlihat aneh begitu malam ini. Atau setiap malam papa memang mencurigakan seperti ini. Dia seperti Menyesali suatu perbuatannya yang pernah dia lakukan. Apakah ini berhubungan dengan wanita itu. Apakah papa punya hubungan dengan wanita itu sampai dia menghantuiku. Tapi kenapa aku yang dihantui kenapa bukan papa. Apakah wanita itu ingin aku tahu sesuatu tentang papa. Mumpung papa sudah ke kamar aku harus menemukan sesuatu yang bisa aku jadikan bukti kalau papa memiliki hubungan dengan wanita itu.

Aku mengeledah semua yang ada di dalam ruang kerja papa tapi aku tidak menemukan apapun juga. Hemmz kenapa tidak ada sedikitpun petunjuk. Lalu ada hubungan apa wanita itu dengan papa. Apa dia dulu kekasih papa, atau papa memperkosanya, apakah papa membunuh wanita itu. Aku tidak bisa menyimpulkannya dengan pasti kalau belum ada petunjuk satu pun.

Lebih baik sudahi dulu aku sudah mulai mengantuk. Aku tidak sengaja menyenggol hiasan patung di meja papa. secepat kilat aku langsung menangkapnya agar tidak jatuh dan pecah. patung bunda Maria membawa kitab Injil tapi ada kalung terlilit di lelernya. liontinnya berbentuk kunci. bagus apa ini cumah hiasan atau memang kalung emas. mungkin memang hiasan untuk kalung bunda Maria saja. Lalu aku letakan kembali patung hiasan itu di atas meja dan kembali ke kamar tapi aku kaget melihat jejak kaki berlumpur berjalan mengarah ke gudang.

Jejak kaki itu persis seperti jejak kaki berlumpur yang mengarah ke kamar papa dan mama. Apa ini petunjuk dari hantu itu tapi kenapa jantungku berdetak kencang karena takut. Apakah aku harus mengikuti jejak itu atau aku tinggalkan saja pura-pura tidak melihatnya. Tapi rasa penasaranku tentang wanita itu begitu besar. Kenapa dia harus menghantuiku, itu membuatku frustasi.

Aku memutuskan untuk mengikutinya sampai aku sudah berdiri di arah gudang yang dulu adalah kamar yang sudah tidak terpakai. Aku masih ragu untuk membukanya karena aku sudah berpikiran negatif dengan apa yang akan aku lihat nantinya. Tapi jika aku tidak membukanya aku tidak akan tahu kapan wanita itu berhenti menghantuiku. Aku sudah menggenggam gagang  pintu dengan gemetar berusaha memberanikan diri untuk membukanya.

"El?!" Panggil Mama yang membuatku kaget.

"Mama!" Seruku kaget.

"Kau ngapain malam-malam di gudang. Hujannya udah berhenti ya. Udaranya dingin sekali. Kamu tidak tidur sayang."

"Hahaha ini mau tidur ma." Jawabku gugup karena merasa tertangkap basah.

"Tapi kamu ngapain di sini. Apa kau kehilangan sesuatu sampai mencarinya di gudang."

"Hahaha iya mah."

"Cari besok saja ini sudah malam, ayo cepat tidur. Tidak baik tidur malam-malam. Sudah sana masuk kamar."

"Iya ma."

Aku malah kembali ke kamar, hemm mama mengganggu. Tapi apa yang ada di dalam gudang, perasaan tidak ada sesuatu yang menarik atau mengerikan di sana. Kenapa wanita itu menyuruhku datang ke sana. Sudahlah lebih baik aku tidur.

...........***..........

"El kau sudah siap? ayo!" Aku dan Ned sudah bersiap untuk pergi ke rumah Ned, menanyakan hal mistis yang aku alami kepada adiknya Ned, semoga saja dia bisa membantu.

"Iya ayo pergi." Jawabku bersemangat karena berharap semoga saja masalahku dengan hantu wanita itu secepatnya selesai. Namun Orlan menghentikan kami. Dia sudah berdiri menantang di depan kami. Menghalangi langkah kami untuk pergi.

"Apa yang kau lakukan Lan!" Tanyaku tidak suka karena dia begitu mengganggu. Biarkan aku menyelesaikan masalah tanpa Orlan.

"Kau mau ke mana El? Apakah kau akan meninggalkanku begitu saja setelah seharian kau menelantarkanku." Dia ngomong apa, aku tidak mengerti.

"Kau bicara apa? Aku mau pergi ke rumah Ned, aku sedang ada urusan. Kau pulang duluan saja. Ayo Ned kita pergi." Tukasku yang langsung mengabaikannya dan menarik lengan Ned untuk pergi dari sana.

"Tunggu, kau tidak bisa pergi begitu saja tanpaku. Aku akan ikut denganmu." Orlan langsung menghentikan langkahku dengan menarik tanganku. Aku melihatnya dengan risih tapi dia tetap saja tidak melepaskannya. Aku langsung menarik tanganku agar terlepas dari cengkeramannya.

"Tapi kau tidak punya urus..." Tolakku yang langsung di potong oleh Ned.

"Sudahlah semakin banyak yang ikut itu semakin baik. Kau harus ikut Orlan, ini demi sahabatmu sendiri." Seru Ned menengahi numun terkesan mendekatkan aku dengan Orlan.

"Ya tapi Ned...."

"Sudahlah ayo berangkat...." Ned langsung menarik tangan kami berdua sehingga kami mengikuti langkahnya berjalan meninggalkan kelas.

..........***..........


"Duduklah aku akan membuatkan minum sekalian memanggil adikku."

Kami sekarang sudah ada di rumah Ned. Ned masuk ke dalam membuat minuman untuk kami serta memanggil adiknya yang katanya mengerti dengan hal yang berbau mistis. Aku sebenarnya sempat tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ned padaku tentang adiknya itu. Tapi tidak ada salahnya mencobanya, mungkin saja bisa membantu.

Tidak lama Ned kembali lagi menemui kami membawa empat gelas minum dan makanan ringan, dia meletakkannya di meja. Tidak lupa seorang anak perempuan mengikutinya dari belakang. Dia terlihat pendiam sekali. Sebelumnya aku hanya beberapa kali pernah pergi ke rumah keluarga Olesh dan itu juga sudah lama sekali ketika aku masih di bangku SD.

Ini pertama aku berkunjung bertemu adiknya, dulu dia masih sangat kecil sekali sekarang dia sudah sebesar ini. Mereka berdua lalu duduk di depan kami. Kami saling berhadapan dalam hening. Sedangkan aku masih menatap adik Ned dengan ragu. Dia juga menatapku dengan tatapan yang tajam seakan ingin mengulitiku. Kemudian sebuah senyum lebar terukir di bibirnya.

"Hallo kak Elian apa kabar, kenalkan namaku Ellie Sabrina Olesh. Senang bertemu denganmu." Sapa Ellie yang ternyata dia anak yang periang berbeda dengan dugaanku tadi.

"Iya senang bertemu denganmu juga Ellie, kau manis sekali." Jawabku memuji senyumnya.

"Hahahaha terimakasih atas pujiannya. Aku tidak semanis dirimu hahahaha. Lalu di samping kakak pasti kak Orlan kan! senang bertemu kakak, kau sangat tampan dan gagah Hahaha. Jangan sungkan main ke rumahku Hahaha." Ellie mulai mengakrabkan diri dengan kami, dia sangat pintar bicara dan bercanda. Dia anak yang aktif sekali.

"Ellie lebih baik langsung saja sebentar lagi mau malam kasihan mereka kalau pulang larut malam. Kau terlalu banyak bicara."

"Kau kenapa sih kak. Lagian kita akan jadi parter kerja jadi harus mengenal satu sama lain Hahaha. Ok langsung saja, kak Ned bilang padaku kalau kak Elian sedang diganggu hantu apa benar begitu? Bisa ceritakan padaku?!" Kenapa aku seperti tidak yakin bertanya padanya. Apa lagi dia adalah anak di bawahku, sungguh masih kekanakan. Tapi aku tidak tahu harus berbuat apa untuk mengusir Hantu wanita itu.

"Emz Ok, sebenarnya aku merasa agak aneh karena aku adalah manusia normal yang tidak memiliki Indra ke enam. Tapi akhir-akhir ini aku mulai bisa melihat hantu walau tidak sering, tapi aku tahu kalau itu hantu." Aku mulai bercerita.

"Maksudnya?!" Tanya Ellie yang belum tahu maksud dari perkataanku sebelumnya, aku lalu menjelaskannya lagi.

"Maksudku semenjak wanita itu menggangguku aku seperti merasa jika aku sebenarnya bisa melihat mereka sejak awal bahkan kemarin ketika ada kejadian pembunuhan di samping kamar hotel. Aku bahkan tidak pernah melihat korbanya tapi aku melihat hantunya. Aku juga tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi padaku." Aku sebisa mungkin menjelaskan dengan detail kenapa sekarang aku bisa melihat hantu hanya karena pertama kali melihat hantu wanita itu.

"Itu karena kau spesial kentang!" Goda Orlan yang sedang meregangkan tubuhnya dan meletakkan tangannya di pundakku. Aku langsung menepisnya karena risih dengan perlakuannya yang aneh itu.

"Jangan menggodaku." Bentakku.

"Hahaha kalian berdua lucu sekali. Bisa ceritakan bagaimana kakak bisa bertemu dengan hantu wanita itu." Ellie memintaku menjelaskan bagaimana aku bisa bertemu dengan hantu wanita itu.

"Bisa! Waktu aku pulang sekolah aku melihat wanita berambut sebahu memakai dres biru tua selutut berdiri di depan rumah. Aku melihat wanita itu lagi tapi langsung hilang begitu saja. Aku pikir sudah masuk ke dalam rumah tapi nyatanya tidak ada sama sekali. Akuaku bahkan bertanya pada papa dan Mama namun tidak ada yang tahu. Sejak itu secara tidak langsung hantu itu menggangguku dengan menampakkan bayangannya sekilas yang membuatku merinding. Bahkan tadi malam aku bertemu dengannya dan aku juga melihat mayat bayi. Sungguh aku sebenarnya tidak ada hubungannya dengan wanita itu, aku bahkan tidak pernah mengenalnya lalu kenapa dia menghantuiku. Menurutmu bagaimana agar wanita itu tidak menggangguku lagi." Aku bercerita terlalu antusias. Sampai tidak ada yang mau menyela ceritaku.

"Hemm dari yang kakak ceritakan pasti ada maksud tertentu kenapa hantu itu mengganggu kakak. Sampai sekarang kakak belum terluka karena hantu wanita itu. Jika hantu itu menyakiti kakak berarti dia punya dendam dengan keluarga kakak. Jika tidak ada yang di ganggu berarti hantu wanita itu sedang membutuhkan bantuan kakak. Mungkin dia pikir hanya kakak yang bisa membantunya." Ellie mulai mengungkapkan pendapatnya yang mungkin bisa aku percaya.

Tapi apa benar hantu wanita itu ingin aku membantunya. Sepertinya begitu karena dia selalu menghadirkan mimpi menakutkan tentang dia yang disiksa. Tapi apa aku bisa membantunya? Sepertinya aku tidak bisa, aku bukan tipe orang yang mau mengusut tentang kasus pembunuhan yang bisa saja mencelakaiku. Aku harus menghindari hal ini.

"Apa benar seperti itu, kenapa harus aku. Aku tidak memiliki kemampuan apapun tentang dunia mistis." Sangkalku.

"Kau itu kuat bahkan enak dimakan." Orlan menggodaku lagi. Aku tidak suka caranya bercanda benar-benar berbeda dengan yang dulu.

"Bisakah kau tidak menyela, sumpel saja mulutmu pakai kentang busuk." Bentakku pada Orlan agar dia bisa diam dan tidak mengganggu kami yang sedang berpikir keras untuk menyelesaikan masalah hantu wanita itu.

"Itu terlalu bau aku mau yang matang hahahaha." Orlan malah menjawab dengan nada manja dan menyenderkan pundaknya di bahuku aku langsung menghalanginya.

"Hahahaha kak Orlan lucu. Sepertinya kalian berdua sudah kenal dekat." Tanya Ellie yang aneh melihat kedekatan kami.

"Iya kami sahabat sejak kecil." Jawabku.

"Itu bagus tidak hanya kak Ned yang akan menjaga kak Elian, kak Orlan tentu saja juga membantu menjaga kak Elian. Jika ada sesuatu bisa langsung laporkan padaku, aku akan mencari solusinya. Jangan lupa selalu awasi kak Elian terus, karena kasus ini sudah banyak terjadi tapi jika kak Elian tidak bisa membantu masalah wanita itu maka kemungkinan besar kak Elian akan dibunuh oleh wanita itu karena dianggap tidak berguna lagi, jadi berhati-hatilah dan selesaikan masalah wanita itu secepatnya." Ellie malah membuatku semakin khawatir, bagaimana bisa hantu membunuh manusia. Tapi menakutkan juga kalau itu benar bisa terjadi. Aku tidak mau mati hanya karena hantu yang terus menghantuiku tanpa alasan.

"Apa hanya itu solusinya. Aku pikir kau akan memberiku sebuah jimat penangkal yang dapat mengusir Hantu wanita itu. Jujur saja aku tidak mau berurusan dengan hantu, karena itu sangat menyeramkan, melihat wajahnya saja aku sudah ketakutan bagaimana aku bisa menyelesaikan masalah hantu wanita itu. Aku tidak mau." Aku berusaha meminta solusi lain agar bisa mengusir hantu wanita itu .

"Kakak tidak mau menyelesaikan masalah hantu wanita itu, kakak sungguh-sungguh. Aku pikir kakak orang yang baik mau menolong orang yang membutuhkan."

"Kenapa kau berkata seperti itu, aku akan membantu siapapun tapi tidak dengan hantu mengerti."

"Hemz kalau itu yang kakak mau, aku tidak bisa memaksa. Aku punya jimat tunggu sebentar, akan aku ambilkan." Ellie hanya menghela nafas kemudian langsung pergi ke dalam mengambilkan jimat yang dia katakan tadi. Apa benar jimatnya bisa berfungsi menangkal hantu itu, semoga saja bisa. Aku hanya berharap semoga tidak terjadi apa-apa terhadap keluargaku maupun teman-temanku.

"Anak itu manis sekali." Orlan tiba-tiba langsung berbicara aneh tentang Ellie. Sontak membuat aku dan Ned mlongo tidak percaya karena sifat playboynya kambuh lagi. Ned langsung murka dan memaki Orlan karena berani menggoda adiknya.

"Apa kau menyukai adiku yang cantik dan manis, dia masih kecil tidak akan aku biarkan kau mendekatinya. Kau sudah memiliki Elian tapi masih melirik adiku dasar playboy."

"Kenapa aku selalu dianggap jelek di mata kalian."

"Kau memang jelek." Tukasku menegaskan kalau dia memang jelek.

"Aku tidak jelek, aku yang paling tampan." Orlan mulai membual lagi.

"Yang paling tampan di kebun binatang Hahaha." Cercaku menyamakannya dengan binatang paling jelek di kebun binatang.

"Hahahaha."

"Hallo semua! Ini pakailah, jangan pernah lepaskan Kalung ini. Karena aku susah payah mendapatkan Kalung ini. Kalung ini sudah di mantrai oleh bibi Lhara. Semoga saja bisa membantu." Ellie memberikan jimat yang berbentuk kalung. Ada liontin yang di dalamnya terdapat bungkusan kain lusuh, mungkin sebuah mantra. Tali pengikatnya hitam cocok untuk dipakai seorang laki-laki.

"Terimakasih atas bantuannya Ellie. Harus dengan apa aku membayarnya." Aku berusaha berterimakasih dengan memberikan sesuatu untuk balas Budi dengan apa yang telah dilakukan Ellie untukku.

"Tidak perlu kak. Dengan kakak meminta bantuan dariku itu sudah membuatku sangat senang." Tolaknya dengan lembut.

"Terimakasih Ellie." Aku berterimakasih pada Ellie yang sudah mau membantuku tanpa meminta bayaran apapun. Sungguh wanita yang baik sekali seperti kakaknya.

"Sama-sama. Apa kalian mau makan malam bersama. Aku akan memasak untuk kalian hehehe."

"Hah apa tidak perlu. Mama ke mana, kenapa kamu yang memasak." Ned berkata dengan suara yang terdengar menolak.

"Hahaha Mama sedang belanja stok di toko, jadi malam ini aku yang akan memasak." Jawab Ellie dengan wajah binggung kenapa kakaknya bertanya seperti itu.

"Tidak perlu, tidak perlu, kami akan segera pulang. Terimakasih atas bantuannya." Tolakku karena sudah terlalu malam dan kami harus segera pulang.

"Hehhh kenapa?!" Tanya Ellie yang terlihat tidak suka dengan penolakan kami.

"Itu lebih baik. Kalian pulang saja dari pada makan makanan sampah di sini Hahaha. adiku pintar dalam memasak masakan gosong." Cibir Ned yang membuat aku dan Orlan hanya menahan tawa.

"Hahhh apa kau menghina masakanku kak." Marah Ellie dengan melipat kedua tangannya di dada.

"Itu memang kenyataanya. Kau hanya pandai mengusir Hantu." Cibir Ned lagi yang langsung membuat adiknya bertambah murka.

"Dasar kau kakak sialan." Seru Ellie memukuli tangan Ned berkali-kali. Tapi kurasa itu tidak mempan untuk merobohkan Ned, mengingat tubuh Ned yang begitu gempal penuh dengan lemak.

"Hahahaha kalian lucu sekali kami permisi pulang dulu." Pamitku sebelum pulang.

"Iya, hati-hati di jalan."

"Iya."

............***...........

Aku pulang bersama dengan Orlan, di jalan Orlan mengoceh ke sana ke sini entah aku tidak tahu. Pikiranku terus melayang tentang hantu wanita itu. Tugas apa yang harus aku selesaikan agar dia bisa tidur dengan tenang. Apakah ada hubungannya denganku sebelumnya, tapi aku tidak mengenalnya sama sekali.

Apakah ada hubungannya dengan papa. Lalu bagaimana aku harus mencari tahunya. Hemmz satu-satunya petunjuk yang dia berikan adalah gudang itu. Gudang yang dulunya adalah kamar kosong yang terletak di dekat dapur. Kira-kira ada apa di sana, apa papa menyembunyikan sesuatu di sana. Aku harus melihatnya dahulu.

"El? Kau sibuk sendiri kau tidak memperhatikanku sama sekali, aku begitu sedih tau. Kau mencampakkanku." Seru Orlan yang membuyarkan lamunanku. Aku hanya melihatnya sekilas dan fokus melihat ke jendela lagi.

"Kau mengagetkanku." Kataku yang langsung memalingkan wajah.

"Tentu saja, kau mau pulang ke rumah tidak. Aku pikir kau mau pulang dengan pak supir. Kita sedang di bus, tidak baik melamun di tempat umum." Seru Orlan lagi yang langsung membuat mataku membulat sempurna. Aku lupa jika aku di dalam bus. Untung Orlan masih mau mengingatkanku.

"Ah aku lupa! Terimakasih sudah mengingatkanku. Aku turun dulu." Tukasku yang langsung berdiri kemudian berjalan ke pintu keluar. Aku berdiri menunggu pak sopir menghentikan busnya dan membuka pintunya.

"Tunggu aku juga akan turun!" Orlan juga menyusulku. Dia berdiri di belakangku, bahkan berhimpitan. Untung saja bus sepi hanya tinggal satu orang. Jika banyak orang pasti malu dilihat banyak orang.

"Kenapa kau juga turun denganku?" Tanyaku bingung karena rumah kita berbeda arah.  Dia harus turun di pemberhentian selanjutnya.

"Tidak apa aku hanya ingin mengantarmu pulang dengan aman."

"Tapi rumah kita jauh." Protesku namun tidak diperdulikan olehnya.

"Ayo cepat turun." Orlan malah mendorong pelan aku agar aku cepat turun karena pintu bus sudah terbuka. Aku sontak langsung berjalanturun dan ke luar. Lihat saja, Orlan juga ikut turun. Tanpa ditemani aku bisa pulang sendiri.

"Kenapa kau ikut turun!" Tanyaku yang membuatku heran. Apa dia mau jalan ke rumahku lalu berjalan lagi ke rumahnya. Bukanya itu cukup jauh, apa dia akan baik-baik saja setelah sampai ke rumah.

"Apa aku harus mengatakannya dua kali." Jawabnya angkuh dan mensejajarkan langkah kami berdua dalam kegelapan malam.

"Terserah kau saja, hari ini moodku sedang jelek jadi jangan menggangguku." Tukasku yang sedang malas berdebat dengan siapapun.

"Hemmz manusia memang susah di tebak. Mereka begitu misterius. Mereka bisa baik, lemah, dan jahat. Mereka cepat sekali bisa berubah." Tiba-tiba Orlan berkata seolah dia tidak mengetahui tentang emosi seseorang. Emosi orang memang susah ditebak.

"Kau bicara apa, aku tidak mengerti." Aku menjawab omongannya yang tidak ku mengerti.

"Aku membicarakan dirimu."
Aku tahu kalau dia sedang mengataiku. Apa dia sedang menyindirku yang terlihat sedang marah. Aku tidak marah sama sekali dengannya aku hanya sedang kelelahan sehingga wajahku terlihat kusut dan jelek.

"Jangan bicara lagi!" Bentakku tidak ingin mendengarnya bicara lagi.

"Hahaha-hahaha kau lucu sekali."

Bukk, tiba-tiba Orlan mendorongku sampai membentur pohon di pinggir jalan. Suasana dingin sekali. Gerimis mulai menghujam. Orlan menatapku dengan tajam. Jantungku berdetak kencang bukan karena ada cinta tapi karena takut. Tubuhku merinding dan kaku. Aku tidak bisa lepas dari tatapan matanya. Kami saling memandang dan berbagi oksigen yang sama. Wajahnya terlalu dekat dengan wajahku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang dingin. Bibirnya mulai mendekati bibirku yang bergetar. Aku mulai hanyut dalam permainannya. Dia sudah mulai semakin mendekat.

"Honey!?" Panggil seseorang yang membuatku kaget karena aku mengenali suara itu. Aku lalu mendorong Orlan dan berusaha menenangkan jantungku. Aku bersikap senormal mungkin.

"Kalian sedang apa?!" Tanya Elisha yang kaget dan penasaran dengan apa yang kami lakukan. Aku membenarkan Hoodie yang aku pakai karena compang-camping akibat perlakuan Orlan yang aneh itu.

"Tidak ada sayang, Hahaha!" Jawabku yang langsung berdiri di depannya.

"Tapi kalian ciuman!?" Seru Erisha yang masih terbengong melihat apa yang kami berdua lakukan tadi. Jujur kami tidak melakukan apapun bahkan ciuman.

"Tidak! Kami sama sekali tidak ciuman." Jawabku menyangkal apa yang dikatakan Erisha.

"Benarkah?!" Tanyanya masih tidak percaya.

"Aku sedang menggodanya tapi kau menggangguku." Tiba-tiba Orlan membuka suara dan menatap Erisha dengan angkuh. Kenapa dia menatap Erisha seperti itu, tidak sopan menatap wanita dengan wajah menyeramkan seperti itu. Erisha yang menatap balik langsung  tersenyum dan menunjukan wajah seperti tidak terjadi apa-apa. Aku langsung lega karena tidak terjadi salah paham di antara kami.

"Kenapa kau menggoda Elian terus. Aku jadi tidak ada kesempatan menggodanya, hehehe." Seru Erisha yang langsung menggandeng lenganku.

"Sayang hari ini jatah aku pulang dalam satu bulan. Maka aku sempatkan datang ke sini. Aku bawa oleh-oleh untukmu dan ibumu. Ayo pulang." Erisha menunjukan kantong kresek yang berisi hadiah untukku dan keluargaku. Dia mengatakan dengan senyum yang manis seperti biasanya.

"Iya aku senang kau pulang. Aku sangat merindukanmu. Aku sudah membuat catatan untukmu, kau bisa membawanya pulang untuk disalin. Kau pasti sangat membutuhkannya untuk mengejar mata pelajaran yang banyak kau tinggalkan." Jawabku dan menawarkan buku catatanku untuknya.

"Terimakasih sayang kau memang pacar yang pengertian."

"Iya!"

"Mengganggu, aku pergi!" Orlan yang dari tadi diam saja langsung pamit untuk pergi. Kurasa dia tidak ingin mengganggu kemesraan kami berdua. Tapi wajahnya terlihat begitu marah dan tatapan yang tajam itu seakan menakutkan.

"Kau mau pulang Lan, hati-hati di jalan." Teriakku agar dia berhati-hati saat pulang mengingat sekarang sudah hujan tidak grimis lagi. Suaraku pasti susah didengar dengan jarah sejauh itu. Aku juga tidak membawa payung untuknya. Biarkan saja dia hujan-hujanan, dia laki-laki yang kuat dan jatan.

"Apa kau mencemaskanku!" Serunya yang hanya membalikkan wajah ke samping terlihat senyum meremehkan itu tergambar di wajahnya. Dia seakan menggodaku. Aku langsung salah tingkah.

"Berhenti menggodaku, sudah cepat pulang sana!" Bentakku, dia hanya diam dan berjalan pergi dengan senyum tipis.

"Orlan dia sedikit berbeda ya." Seru Erisha tiba-tiba saat orlan sudah tidak terlihat lagi. Aku langsung mengambil payung yang dibawa Erisha dan sekarang aku yang memegangnya.

"Beda apanya menurutku sama saja." Jawabku seadanya, memang dia terlihat biasa saja.

"Kau yang lebih dekat dengannya seharusnya kau tahu lebih awal kalau dia terlihat berbeda. Aku tidak menyalahkanmu sayang tapi aku melihat tatapannya lebih tajam dari biasanya. Aku melihat dia seperti tidak menyukaiku sama sekali. Bukankah itu terlihat aneh." Erisha mulai bercerita kalau Orlan terlihat tidak menyukai Erisha. Dari awal aku menemukannya dia memang seperti itu. Jika dia pertama kali bertemu seseorang, dia akan menatap dengan tajam  dan angkuh. Tapi aku tidak bisa menceritakan kenapa Orlan bisa berubah menjadi sedikit aneh.

"Aku....tidak kok. Orlan dia baik-baik saja. Dia hanya sedang dalam masa memperbaiki diri, Hahaha jadi itu malah terlihat sedikit aneh." Seruku yang mengatakan Orlan sedang berusaha memperbaiki dirinya menjadi anak yang baik tidak nakal seperti biasanya.

"Ahh aku tidak perduli denganya. Aku sudah sangat merindukanmu, bagaimana kabar ibumu. Dia baik-baik saja kan, apa dia masih cantik seperti biasa atau sudah mulai menua."

"Kenapa kau bicara seolah kau menghina ibuku."

"Tidak sayang mana bisa aku menghina ibu pacarku sendiri. Aku hanya penasaran rahasia awet muda ibumu. Sampai setua ini dia masih cantik sekali. Aku jadi ingin meminta saran darinya agar tetap cantik dan memenangkan grand final nanti Hahaha."

"Ibuku masih muda umurnya masih 45 tahun ke atas. Aku tahu rahasia ibuku awet mudah mau ku perlihatkan padamu."

"Tentu saja sayang, aku mau. Ayo cepat jalannya sebelum kemalaman dan kita tidak bisa bersenang-senang."

......***.....

.
.
.
.
.
.
.

[TBC] see you leter....😘🐣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro