Lembar 1 [Kelopak Bunga Yang Terasingkan]
Semilir angin musim semi menyapu hamparan rumput liar yang berjajar dengan rapi untuk menerima Kehendak Langit. Kelopak bunga yang saling menyapa, menyampaikan berita yang telah di tinggalkan oleh semilir angin yang baru saja lewat sebelum kabar itu hilang di terpa oleh semilir angin berikutnya.
Menyampaikan pada kelopak lainnya bahwa Kelopak bunga tercantik dari Negeri bunga tengah berkelana, jauh meninggalkan tempat persembunyiannya.
Air yang mengalir dengan tenang, berbanding terbalik dengan ombak yang tak henti-hentinya menggoyahkan karang seakan mereka tak bisa saling memaafkan atas dosa yang tak pernah tersampaikan.
Suara burung yang saling bersahutan, saling melontarkan tanya jawab yang tidak akan pernah di mengerti oleh manusia yang mendengar suara merdu mereka. Musim semi pembawa berkah bagi Tanah Silla, di mana para rakyat berpesta dengan hasil panen mereka yang melimpah ketika air dan panas matahari berjalan beriringan.
Kedamaian yang di idam-idamkan ketika musim paceklik tiba-tiba datang. Namun hal itu sudah lama tidak terjadi di Tanah Silla semenjak kelahiran sang Putra Mahkota yang di gadang-gadang memiliki kecantikan yang melebihi para Hwarang yang merupakan sekumpulan prajurit yang di ambil dari para laki-laki berparas cantik layaknya kelopak bunga.
Musim semi datang, saatnya kelopak bunga untuk saling bermekaran dan menyapa Negeri bunga yang masih tampak begitu tenang meski perang masih berlanjut.
Jauh dari Kerajaan Negeri bunga, pemuda pemilik tatapan dingin sedingin rembulan itu memasuki halaman sebuah Kuil yang berada di tengah hutan belantara. Park Changkyun, satu-satunya Hwarang yang mengetahui bagaimana rupa Putra Mahkota Silla saat ini. Seorang pemuda yang memiliki tatapan tajam dan pembawaan yang begitu kaku, nyatanya mampu menarik perhatian dari sang Putra Mahkota yang kemudian menjadikannya sebagai kaki tangannya.
Sebilah pedang yang berada di genggaman tangannya, membuatnya semakin terlihat sempurna dengan ikat kepala berwarna merah darah yang ujungnya di biarkan menjuntai menyusuri helaian rambutnya dan jatuh pada punggung tegapnya.
Kedua tangan pemuda itu terangkat, mendorong pintu kayu di hadapannya hingga terbuka dengan lebar di iringi suara gesekan antar kayu yang terdengar sedikit berat. Langkahnya kemudian berjalan masuk, menolak untuk menutup pintu, langkah tegapnya itu berjalan mendekati sosok pemuda yang saat itu duduk bersimpuh di lantai, menghadap patung Budha dan membelakanginya.
Changkyun menghentikan langkahnya pada jarak satu meter di mana pemuda itu duduk dengan begitu tenang meski menyadari bahwa seseorang datang padanya. Changkyun lantas menjatuhkan satu lututnya bersamaan dengan pandangannya yang terjatuh pada lantai.
"Hamba Hwarang Park Changkyun, menghadap Yang Mulia Putra Mahkota." suara berat itu berhasil mengusik pemuda di hadapannya.
Sang Putra Mahkota yang di Agungkan di Tanah Silla, Kim Taehyung. Kelopak tercantik yang pernah di miliki oleh Tanah Silla. Pemuda dengan pembawaan tenang dan juga tatapan teduh yang membuat semua orang tak akan rela berpaling darinya.
"Aku menyuruhmu pergi untuk waktu yang lama, kenapa kau sudah kembali secepat ini?" suara berat yang terdengar begitu lembut, tutur kata yang benar-benar sempurna. Sangat tulus tanpa ambisi sedikitpun.
"Mohon maaf atas kelancangan hamba ini... Tapi sudah waktunya bagi Yang Mulia Putra Mahkota kembali ke Silla."
Kedua sudut bibir Taehyung terangkat dengan begitu lembut, sekilas menyipitkan tatapan teduhnya. "Apakah aku sudah pergi terlalu lama?"
"Ye, Yang Mulia Putra Mahkota."
"Kapan kau akan membelaku?" sebuah ungkapan yang di tunjukkan untuk sebuah candaan, meski tak pernah ada candaan di setiap pembicaraan keduanya.
"Semakin lama Yang Mulia Putra Mahkota meninggalkan Istana, maka akan semakin bertambah pula kekhawatiran yang di rasakan oleh Putri Mahkota... Mohon jangan membiarkan Putri Mahkota memikirkan Yang Mulia Putra Mahkota dan mengabaikan calon bayi yang saat ini telah berada dalam kandungan Putri Mahkota."
Senyum Taehyung melebar, mendapatkan kalimat panjang yang seakan-akan tengah mencibirnya yang sedang berusaha melarikan diri dari tanggung jawab. Tidak, dia tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya. Dia pergi untuk mendoakan yang terbaik bagi istri serta calon bayinya. Namun sepertinya dia terlalu lama meninggalkan Istana sehingga mungkin saja seseorang mengiranya telah melarikan diri.
Taehyung kemudian beranjak berdiri dan berbalik, menjatuhkan pandangannya pada sang abdi setianya dengan segaris senyum yang tertahan di kedua sudut bibirnya.
"Kalau begitu. Mari, tunjukkan padaku ke arah mana aku harus pergi."
Changkyun mengangkat kepalanya, sedikit mendongak dan mendapati tatapan teduh itu kembali yang membimbing lututnya untuk terangkat. Berdiri menyamping dan membiarkan sang Tuan berjalan mendahuluinya.
Membimbing langkah Changkyun, Taehyung keluar dari dalam Kuil. Sejenak menghentikan langkahnya untuk melihat seberapa jauh matahari telah menempuh perjalanan hari itu.
"Changkyun."
"Ye? Yang Mulia Putra Mahkota."
"Menurutmu, kapan tepatnya kita akan sampai?"
"Jika berangkat sekarang, kemungkinan kita akan sampai saat malam."
Taehyung menjatuhkan pandangannya pada halaman Kuil dengan helaan napas lembutnya. Dia bergumam, "kenapa perasaanku buruk sekali?" lantas kembali melangkahkan kakinya, menuruni setiap anak tangga yang membawanya menyusuri halaman sebelum menapakkan kakinya menyusuri jalan setapak yang berada di tengah hutan.
Berjalan dengan penuh ketenangan, keduanya menyusuri hutan belantara di mana tak ada satupun orang yang mereka temui. Dan di saat seperti ini, sang Hwarang sangat bersikap waspada mengingat bahaya bisa saja datang tiba-tiba meski tidak ada yang tahu bahwa pemuda di hadapannya tersebut merupakan Putra Mahkota Silla.
Berjalan menuruni gunung, keduanya menyusuri dataran rendah dan mulai bertemu dengan beberapa rakyat biasa yang tengah melakukan aktivitas mereka. Ada begitu banyak hal yang tidak bisa di lewatkan begitu saja oleh Taehyung. Seakan ingin menikmati pemandangan alam di sana untuk yang terakhir kalinya, dia terkesan ingin menunda kepulangannya.
"Changkyun."
"Ye? Yang Mulia Putra Mahkota."
"Apa jalanku terlalu lambat bagimu?"
"Tidak, Yang Mulia Putra Mahkota."
"Kau tidak pandai berbohong. Bolehkah aku meminta sesuatu darimu?" Taehyung kembali melontarkan pertanyaan di saat ia yang enggan untuk berhenti dan berbalik menghadap lawan bicaranya.
"Jika hamba mampu, hamba akan memberikan hal itu."
"Jika berada di luar, tolong jangan memanggilku dengan sebutan itu."
Changkyun bungkam, tak memiliki jawaban untuk merespon permintaan kecil Taehyung yang bisa saja membuatnya berakhir dengan kematian sebagai seorang pengkhianat. Taehyung yang tak kunjung mendapatkan respon pun segera menghentikan langkahnya dan berbalik, membuat langkah Changkyun terhenti.
"Kau tidak ingin memberi jawaban?"
"Bagaimana hamba bisa mengabulkan permintaan yang begitu sulit untuk hamba lakukan."
"Aku hanya meminta untuk tidak memanggil gelarku ketika berada di luar, kau tahu betapa berbahayanya itu."
"Lantas dengan sebutan apa hamba harus memanggil Yang Mulia Putra Mahkota setelah ini?"
Senyum Taehyung sedikit mengembang, membimbing mulutnya untuk menggumamkan satu kalimat yang menjadi hantaman besar bagi Changkyun.
"Hyeongnim." perkataan yang terucap dengan begitu mudah namun sangat menyulitkan bagi Changkyun yang segera menundukkan kepalanya.
"Hamba tidaklah pantas memanggil Yang Mulia Putra Mahkota dengan sebutan itu. Mohon Yang Mulia Putra Mahkota mempertimbangkannya kembali."
"Hanya saat kita berada di luar. Jika kau memanggilku dengan sebutan 'Tuan' bukankah orang-orang akan menaruh kecurigaan padamu karna kau seorang Hwarang... Panggil aku Hyeongnim! Jika kau tidak bisa benar-benar memanggilku, maka lakukan itu untuk melindungiku."
Perlahan Changkyun mengangkat wajahnya, mempertemukan tatapan dingin yang kini di penuhi oleh keraguan itu pada tatapan teduh yang meyakinkan milik Tuannya.
Si Hwarang lantas berucap, "hanya jika kita berada di luar Istana?"
Taehyung mengangguk tanpa syarat. "Benar... Lakukanlah sekarang, aku ingin mendengar bagaimana caramu memanggilku."
Changkyun kembali meragu, sang Tuan memang selalu memiliki cara untuk memojokkannya. Namun yang ini adalah hal yang paling keterlaluan. Tapi seperti hari-hari sebelumnya, dia yang sudah terpojok tak mungkin memiliki jalan untuk melarikan diri.
Pandangan Changkyun terjatuh dan lantas bergumam, "Hyeongnim."
Kedua sudut bibir Taehyung tertarik sedikit lebih lebar, dia pun berbalik, berniat untuk melanjutkan perjalanan. Namun tepat saat ia berbalik, saat itu pula dia tidak sengaja menabrak seorang kakek tua yang kemudian terjatuh. Hal itu sontak mengejutkan keduanya, dari mana kakek itu berasal.
Namun naluri Taehyung berjalan lebih cepat, dia segera meraih lengan kakek tua itu dan membantunya untuk berdiri.
"Aku minta maaf. Sungguh, aku tidak menyadari kehadiran kakek sebelumnya." sebuah sikap yang seharusnya tak di lakukan oleh seorang Putra Mahkota, namun hal itu sudah sangat biasa bagi Changkyun.
"Kau tidak perlu meminta maaf, aku yang sudah tua ini yang harusnya meminta maaf padamu." ucap si kakek dengan suara seraknya dan dengan tangan kurus yang masih memegang lengan Taehyung.
"Kau memiliki mata yang bagus." si kakek kembali berujar setelah melihat kedua netra teduh milik Taehyung.
"Kakek baik-baik saja?"
"Khawatirkan dirimu sendiri, orang lain tidak akan tahu tentang kekhawatiranmu."
Baik Changkyun dan Taehyung, keduanya sama-sama bingung. Merasa tak mengerti dengan ucapan si kakek yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
"Jika boleh tahu, kemanakah kakek ingin pergi?"
"Nirwana."
Tanpa sadar raut wajah Taehyung berubah menjadi datar, namun tidak dengan tatapan teduhnya. Dia sempat bertemu pandang dengan Changkyun, namun tidak ada yang bisa mengerti jalan pikiran dari si kakek yang tiba-tiba tertawa ringan dan melepaskan tangannya.
"Kau ingin pergi kemana?" tanya si kakek kemudian.
"Kami sedang dalam perjalanan pulang."
"Sebaiknya jangan, pergilah sejauh mungkin."
Guratan keheranan mulai terlihat di wajah kedua pemuda itu. Taehyung pun kembali melontarkan sebuah pertanyaan, "apa yang sedang kakek maksud? Istriku sedang mengandung dan menunggu di rumah saat ini. Bagaimana aku bisa pergi lebih jauh lagi?"
"Lepaskan semuanya, apa yang kau miliki saat ini hanya akan membawa petaka bagi hidupmu."
Taehyung terkejut, namun lebih terkejut lagi ketika Changkyun tiba-tiba menarik pedangnya dan menghunuskannya ke arah si kakek sebagai sebuah peringatan. Bukannya merasa terancam, si kakek justru kembali tertawa dengan suara seraknya.
Taehyung lantas mengangkat tangan kirinya ke udara, menaruh jemarinya pada punggung pedang milik Changkyun dan menurunkannya di saat raut wajahnya terlihat lebih serius namun tetap dengan tatapan yang begitu teduh.
Taehyung lantas kembali berucap tanpa menghilangkan kewibawaannya, "apa yang saat ini ku miliki, dan apa yang harus aku lepaskan? Jika memiliki karna keserakahan, maka langit akan memberikan karma padaku. Namun jika memiliki karna sebuah tanggung jawab, maka Kehendak Langit akan menyertai langkah ini."
"Itu pilihanmu, nak. Tapi ingatlah baik-baik, semakin kau bersikeras untuk menahannya, maka akan semakin banyak jiwa yang akan terluka."
"Terima kasih atas petuah yang telah kakek berikan, namun aku tidak bisa melepaskan apapun untuk saat ini... Kami permisi, jaga dirimu baik-baik."
Taehyung kembali melanjutkan langkahnya bersama dengan Changkyun, meninggalkan si kakek yang menatap kepergiannya dengan seulas senyum yang menunjukkan sebuah keprihatinan.
Setelah berjalan beberapa meter, Changkyun menoleh ke tempat si kakek. Namun netranya segera melebar ketika ia tak menemukan sosok si kakek. Langkahnya terhenti, menatap ke sekeliling.
"Hyeong-nim." sebuah gumaman yang menghentikan langkah Taehyung.
Taehyung pun berbalik dan berjalan mendekati Changkyun. "Ada apa?"
"Dia menghilang." ucap Changkyun tak percaya.
Taehyung lantas mengarahkan pandangannya ke tempat yang menjadi perhatian Changkyun, dan seketika ia terdiam. Tak terlalu terkejut, namun dia juga tidak membenarkan hal itu. Melihat kondisi si kakek, akan sangat tidak mungkin jika si kakek tiba-tiba menghilang dalam waktu yang cepat.
"Nirwana." gumam Taehyung dan menarik perhatian Changkyun.
Keduanya saling bertemu pandang, namun seakan tak ingin berlama-lama berada di sana. Taehyung kembali berucap, "kita lanjutkan perjalanan."
Taehyung lantas berbalik dan kembali memimpin langkah Changkyun yang sesekali menoleh ke belakang, belum menerima kenyataan bahwa kakek itu benar-benar telah pergi.
Selesai di tulis : 18.01.2020
Di publikasikan : 18.01.2020
Tapi sebelumnya ada beberapa yang harus di bahas terlebih dulu mengenai Project The Dynasty Series.
The Little Prince
Warriors Last Blood
Lost In The Dynasty
Flower Breeze
Deadly Scandal Of Joseon
Dari kelima Dynasty Series di atas, semua tokoh utama di perankan oleh Taehyung dan tentunya bersama Changkyun. Jika misalnya The Dynasty Series di kerjakan secara bersamaan, apakah kalian tidak akan pusing dengan alur yang saya suguhnya di masing-masing cerita. Karna masing-masing cerita memiliki kisah berbeda meski tokoh utama sama.
Jika kalian tidak merasa kesulitan, saya akan tetap melanjutkan. Namun jika kalian merasa kesulitan, maka saya akan melanjutkan Dynasty Series yang pertama terlebih dahulu.
Dan dalam kisah Flower Breeze ini, karakter Changkyun dan juga Taehyung tidak jauh berbeda dengan karakter mereka dalam The Little Prince.
Dan untuk Deadly Scandal Of Joseon, karakter mereka mungkin akan mirip dengan kisah mereka di Warriors Last Blood.
Terima kasih atas perhatiannya dan mohon dukungannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro