Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

Langit sayu dengan awan kelabu tampak membisu. Rinai yang kian menderas bersuara, menyanyikan melodi alam penuh harmoni. Angin berhembus tanpa salam, menerobos jiwa-jiwa dalam kepedihan. Merintih dalam kesepian. Alam berbicara, dedaunan bergesek, berbisik pelan. Lantas berguguran, menceritakan tentang perpisahan juga tidak keabadian.

Angin berhembus, menusuk, lantas mengalir pada lapisan kulit yang gemetaran mendingin. Karena dibanding membeku, hati sudah lebih dahulu menjadi batu. Berirama dalam melodi, ritme lembut dan pasti, memuncak dalam pilar-pilar memori.

Kemudian buku tertutup, menghadirkan gadis dengan surai perak serta wajah sendu. Jari-jari lentiknya mengetuk-ngetuk jendela teratur. "Berapa lama lagi?" tanyanya melirik acuh pada wanita tua di hadapannya yang tersenyum lembut. "Tidak lama lagi, Nona."

Gadis itu mengangguk sembari menutup mulutnya, dirinya mengantuk setelah seharian berada di atas kereta kuda. Dengan nyaman dia menyenderkan tubuhnya pada kursi sembari memejamkan mata, menunggu pemberhentian berikutnya.

Nafasnya berhembus teratur, hingga pikirannya kembali ke beberapa hari lalu di mana dia terakhir kali bertemu sang ayah yang super sibuk. Di sana dia pergi meminta izin untuk beristirahat menuju Villa peristirahatan mereka yang terletak di salah satu bukit yang cukup jauh.

Dari arah luar, suara derap kuda terdengar nyaring. Satu pasukan dikerahkan untuk mengawal gadis tersebut pergi. Rintik yang menderas bersuara, beriringan dengan para kesatria yang berbaris gagah. Hingga di posisi paling depan, komandan kesatria hadir dengan kuda putih memesona yang mendadak berhenti.

Rombongan itu terhenti dengan sang gadis yang melongok ke luar jendela dengan pemimpin kesatria mulai mendekat. "Ada apa, Tuan Lancelot? Ada hal yang salah?" Komandan itu mengangguk lantas menjawab. "Yang Mulia, saya pikir kita harus menggunakan jalur memutar. Ada sesuatu yang tidak beres dari jalur yang tengah kita lalui."

Gadis dengan manik merahnya menghela napas panjang. "Berapa lama lagi kita akan sampai jika menggunakan jalur memutar?" Komandan Lancelot terdiam sebentar sembari menghitung sebelum menjawab. "Perkiraan saya kurang lebih dua jam kita akan sampai."

Gadis dengan senyuman tipis memijat pelipisnya pening. Bisa saja dia menunggu hingga dua jam. Tapi dia sudah terjebak dalam kereta kuda menyesakkan ini selam dua hari, jika mengikuti jalur utama tidak sampai setengah jam mereka akan segera sampai dan bisa beristirahat. "Apa ada alasan jalur utama tidak bisa digunakan?"

"Sebenarnya ini hanya insting seorang kesatria. Saya merasa ada hal yang mencurigakan."

"Apa itu?"

Gadis itu hanya bisa menghela napas ketika mendapatkan diam sebagai jawaban yang dilakukan komandan. "Jadi tidak ada yang benar-benar mencurigakan, bukan? Kalau begitu kita gunakan jalur utama. Kita sudah hampir sampai."

Komandan terdiam sejenak sebelum mendapatkan tatapan lelah yang dipantulkan sang nona. Dengan ragu dia mengangguk, kembali ke tempatnya dan memimpin rombongan mereka meneruskan perjalanan. Seiring perjalanan berlangsung, hati komandan semakin tidak nyaman. Kekhawatirannya yang tidak beralasan menetap begitu kuat menyatu dengan insting pertahanan diri yang merasa terancam.

Hujan masih saja turun deras. Membasahi segala hal yang dia temukan. Termasuk para prajurit yang bergerak pelan menapaki tanah basah yang licin. Bukan hanya komandan yang merasa ada hal yang menjanggal di hutan yang kini mereka lewati. Para kesatria lain merasakan hal yang sama. Karena saat ini, selain suara derap kuda serta langkah kaki. Suara hewan yang biasanya menjadi penghuni tempat ini tidak terdengar sama sekali selain suara para serangga yang saling bersahutan.

Menggenggam pedang dengan waspada. Firasat yang tidak masuk akal kembali mengusik logika. Hingga anak panah melesat pada kereta kuda. Semua petunjuk mulai membuktikan kekhawatiran yang meresap dalam dada. Dengan sigap rombongan mereka terhenti, dengan para kesatria yang menghunuskan pedang berkumpul mengelilingi kereta kuda.

Dari arah bukit, puluhan para bandit menunjukkan diri. Hingga mereka menyadari para penjahat itu sudah berkumpul di sini untuk menjebak mereka. Bukan saja dari bukit, tapi setiap sisi para bandit itu mulai bermunculan dengan jumlah yang besar. Mata-mata penuh kebengisan terlihat jelas, seakan sudah menemukan mangsa yang tepat.

Semua mulai bersiaga tegap, beberapa menelan saliva kasar. Sudah terlihat mereka kalah jumlah. Atmosfer tegang mengisi hutan dengan rintik hujan sebagai pelengkap. "Halo~" Seorang pria kekar dengan janggut lebat bersuara memecahkan ketegangan. Mata penuh kebencian dan dusta terlihat jelas. Tampaknya dia adalah pemimpin dari penyergapan.

"Hahaha! Bagaimana bisa pasukan Kesatria Aencas bisa terjebak di sini? Hancurlah sudah martabat kerajaan." Tawanya mengejek dengan lantang, lantas dengan seringai dia melanjutkan ucapannya. "Ah, memang. Kerajaan ini akan segera jatuh bukan?" Dia kembali tertawa dengan tawa para bandit lain yang berhamburan.

Komandan mengamati dengan seksama, memperhitungkan kondisi sekitar sebelum tersenyum ramah menimpali musuh. "Tutup mulutmu. Kamu tidak pantas mengatakan hal seperti itu."

Pemimpin para bandit itu berhenti tertawa mendengar peringatan remeh yang diajukan pemuda di hadapan mereka. Dalam sekejap, pemimpin bandit mengacungkan pedang ganas tepat di leher komandan. "Mari berhenti bicara. Serahkan harta, serta benda berharga yang kalian miliki. Dengan begitu kami bisa membiarkan kalian hidup."

Lancelot menatap tajam, segera menarik ujung pedang, menangkis serangan. Sudah dia duga, firasatnya benar. Bahwa tempat ini berbahaya. Mereka berdua tampak berduel dengan sengit. Hingga terlihat, saat sang bandit tersudut, membuat pertempuran meledak tidak bisa di hindari.

Sementara pertemuan dan suara pedang saling beradu. Kedua wanita yang berada dalam kereta kuda menahan napas dalam ketegangan. Sang nona tampak gemetar dengan wajah takut, dia mulai mencari benda yang bisa dipakai untuk perlindungan diri. Namun, karena ketakutannya yang berlebih dia malah membuat suasana semakin kacau.

"Nona, hentikan! Anda harus tenang. Saya yakin semua akan baik-baik saja. Percayalah." Wanita yang ternyata ibu pengasuh itu tampak menenangkan gadis muda di hadapannya. Gadis itu kemudian mengangguk, mengatur napas. Suasana menegangkan juga ketidakberdayaan membuat mereka saling berpegangan, menguatkan satu sama lain. Kesatria Aencas adalah yang terbaik, tidak ada yang bisa diragukan dari mereka semua.

Suasana pertempuran antara bandit dan Kesatria Aencas semakin memanas. Teriakan, suara goresan pedang, darah, dan tubuh tidak bernyawa tergeletak begitu saja. Pasukan kesatria memang lebih unggul dalam pertempuran. Bahkan kini para bandit sudah terpojok mengakui kekalahan.

Namun ketika kewaspadaan mereka mulai menurun. Dari arah belakang terdapat bala bantuan para bandit tak terhitung jumlahnya menyerang tanpa ampun. Jelas kini para kesatria sudah kehilangan banyak anggota. Mereka mulai terdesak tidak bisa melawan pasukan musuh yang membludak.

Komandan Lancelot yang sadar akan kekalahan di depan mata segera berlari menuju kereta kuda. Pertama kali yang terlihat setelah membuka kereta kuda adalah pemandangan di mana kedua wanita dewasa saling berpegangan dengan tubuh gemetar berusaha menenangkan diri. "Cepat! Keluar dan pergi!" Lancelot berseru. Dia melindungi jalan pintu masuk. Menghadang para bandit yang mulai mendekat ke arah kereta.

Mereka berdua yang mendengar perintah komandan mengangguk. Dengan rasa takut mereka mulai berlari jauh masuk ke dalam hutan. Seakan ketakutan itu tidak cukup membuat suasana semakin buruk. Kini puluhan anak panah beterbangan, melesat mengarah pada mereka berdua.

Susah payah mereka menghindar dari satu pohon ke pohon lainnya. Namun secara tidak sengaja satu anak panah sudah menancap pada punggung ibu pengasuh. Mereka masih berlari dan terus berlari, suara derap langkah para bandit terdengar mengikuti. Membuat gadis itu secara tidak sadar mempercepat lariannya. Melupakan ibu asuh yang sudah jauh tertinggal di belakang.

Merasa sia-sia terus berlari. wanita tua itu terdiam. Dia memutuskan menghadapi para bandit untuk mengulur waktu. Dia berharap, nonanya bisa selamat dari sini. Lantas sekonyong-konyong puluhan anak panah mulai melesat tertancap pada seluruh tubuhnya. Membuatnya tumbang seketika.

Sang gadis kini masih terus berlari dan berlari. Jantungnya berdetak cepat tidak beraturan. Nafasnya putus-putus kelelahan. Dia tidak melihat jelas ke depan hingga akhirnya dia jatuh terjerembap dalam lubang perangkap hewan. Dia menangis ketakutan menutup mulutnya rapat-rapat. Meringkuk dalam bisu bersama bayang kematian.

Padahal dia sangat ingat. Dia baru saja ingin pergi untuk memulai hidup baru. Dia ingin mencari arti hidup yang sesungguhnya . Terjebak dalam kondisi yang membuatnya terancam membuat dia baru menyadari akan kenyataan. Dia baru sadar ibu pengasuh tidak ada di sampingnya. Segala hal yang terjadi membuatnya makin menyalahkan diri sendiri.

Benar, ini semua salahnya. Harusnya dia tidak izin pergi, mengejar omong kosong arti hidup yang sesungguhnya semata yang belum jelas bisa dia dapat atau tidak. Dengan gaun kotor kini dia meringkuk di atas genangan lumpur. Dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Pasrah. Hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.

Hingga kesunyian dengan rintik hujan masih bersenandung. Para penjahat itu kini tidak terdengar lagi. Hujan pun berhenti, hingga beberapa waktu. Masih tidak ada tanda-tanda keberadaan penjahat di atas sana. Dengan ragu dan kondisi yang amat buruk. Sang gadis kini dengan hati-hati mulai berusaha naik ke atas.

Namun dengan ajaib, dia bisa keluar dikarenakan akar-akar lebat yang bisa dia jadikan tumpuan. Susah payah berusaha. Akhirnya dia sampai di luar lubang jebakan. Dia melirik kanan kiri, memastikan semua aman. Setelah kondisi aman dia langsung terduduk lemas. Pada satu sisi dia merasa lega karena semua ketegangan berakhir. Namun di sisi yang lain, dia merasa bersalah karena hanya dia yang selamat.

Dengan perasaan yang kacau dia kembali mengusap air mata yang kembali turun. Sekarang yang terpenting dia harus mencari tempat yang aman. Agar pengorbanan orang-orang yang melindunginya tidak sia-sia. Belum sempat dia pergi. Dari arah belakang seorang bandit menangkapnya hingga membuatnya terkejut setengah mati.

"Halo~ gadis cantik," bisik si bandit tepat di telinga sang gadis.

"Malam ini sepertinya kita mendapat menu pembuka yang luar biasa." Beberapa pria mulai mendekat mengerumuni.

Tampak sekali niat jahat mereka yang memandangnya dengan tatapan keji. Gadis itu berusaha memberontak, berteriak, dan memohon membiarkan dia pergi. Tapi semua itu tidak berhasil, yang dia dapatkan seringai menakutkan, menyiarkan niat jahat mereka yang sesungguhnya.

Dia tidak bisa kabur. Malam itu juga sang gadis merasakan kehormatannya direnggut, dunianya runtuh, hidupnya hancur. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan walaupun selamat dari kejadian tersebut.

Memangnya, masihkah dia bisa disebut sebagai manusia setelah ini?

Bersambung....

26/05/2021

Edit: 28/02/2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro